Title :

11-13

(My Thoughts, Your Memories)

.

Main Cast :

Cho Kyuhyun

Lee Sungmin

.

Genre :

Romance, Fluff, Hurt/Comfort

.

Warning :

Yaoi (Boys Love), Typo(s), OOC, AU, Adult Content, Confusing Plot, Over

.

It's a REMAKE fanfiction~!

Don't Like, Don't Read

.

.

.


"Kau pernah merasakan saat-saat di mana kau nyaris gila tidak, Hae?" tanya Kyuhyun pada Donghae siang itu.

Sejak malam kepergiannya dari apartment Sungmin, Kyuhyun benar-benar ingin menenangkan dirinya. Kyuhyun memutuskan untuk pergi dari kosnya dan menumpang di kos Donghae karena di kosnya begitu banyak kenangan yang Sungmin tinggalkan.

Seperti bau parfum Sungmin yang masih begitu menguar atau bahkan noda sperma bekas mereka bercinta saja masih berjejak di sprei Kyuhyun. Kamar itu menyimpan banyak kenangan. Di kos Donghae, ia akan membangun kekuatan. Kekuatan untuk melepaskan, benar-benar melepaskan Sungmin. Karena itulah Kyuhyun memulai dengan hal-hal simple seperti membaca buku−hal yang jarang sekali ia lakukan−buku tentang kisah nyata dan kisah sedih yang ternyata tidak hanya dapat membangun kekuatan dari dirinya sendiri, tetapi juga memunculkan sebuah harapan, semangat, spirit. Karena inti dari buku-buku yang ia baca adalah, bahwa kekuatan yang sebenarnya justru dibangun dari kegagalan.

"Kenapa? Masih memikirkan Sungmin?" Donghae menekan tombol pause dan game-nya berhenti seketika.

"Menurutmu aku memikirkan apa lagi?"

"Aish, sebenarnya aku tidak mengerti bagaimana percintaan namja dengan namja. Tapi intinya pasti sama dengan kaum straight kan? Saling mencintai?"

"Ne. Hanya caranya saja yang berbeda.." Kyuhyun berkata lirih dan tidak terasa air matanya tiba-tiba menggenang.

"Ya?! Aigo.. Kau menangis lagi. Sudah tiga hari ini kau seperti ini, Kyu! Mau sampai kapan, hah?" Donghae menatap Kyuhyun antara jengkel dan sedih.

Ia merasa Kyuhyun benar-benar lemah kali ini. Makan tidak teratur, dan kalau tidak dipaksa bisa-bisa seharian perutnya kosong. Seusai pulang kuliah pun ia langsung tenggelam dalam buku-buku yang entah apa judulnya. Lalu malamnya, ia bahkan diam-diam menangis di balik bantal.

"Jujur ya, Kyu. Aku merasa tidak mengenal Cho Kyuhyun yang dulu. Orang yang ada di hadapanku sekarang bukanlah Kyuhyun. Ia hanya meminjam fisik Kyuhyun. Tapi jiwanya? Aku bahkan tidak mengenalinya sama sekali."

Air mata Kyuhyun mengalir semakin deras, terutama setelah mendengar kata-kata terakhir Donghae. Mungkin Donghae benar, bahwa belakangan ini ia menjadi lemah dan sebenarnya ia sendiri pun seperti tidak mengenal dirinya.

Setelah ia memutuskan untuk "beristirahat" sejenak dari Sungmin, ia sama sekali tidak mengaktifkan handphone-nya. Ia tidak tahu tentang Sungmin. Tidak menghubunginya. Dan melarang teman-temannya untuk mengatakan keberadaannya kepada Sungmin.

Ia harus belajar melepaskan Sungmin dan belajar hidup tanpa Sungmin. Pelan-pelan..

.

"Dia tidak pernah memperjuangkanku, Hae. Aku merasa semua usahaku selama ini sia-sia."

"Itu tandanya kau ditunjukkan jalan bahwa dia bukan yang terbaik untukmu. Harusnya kau bersyukur, Kyu!"

Kyuhyun hanya diam.

"Sebenarnya.. Aku salut melihat perjuanganmu untuk mempertahankan cintamu. Kau berusaha jadi yang terbaik untuk Sungmin. Tapi jika kali ini kau gagal, setidaknya kau sudah berusaha. Berusaha memperjuangkan apa yang sudah kau yakini. Bukan apa yang kau ragukan. Tidak semua orang bisa seperti itu."

Dalam sedihnya Kyuhyun diam-diam membatin, Donghae kalau sedang waras ternyata bisa sebelas-dua belas dengan Eunhyuk yang bijaksana.

"Lalu aku harus apa?"

Donghae berpikir sejenak.

"Jatuh cinta lagi."

"Hahaha.." Kyuhyun tertawa hambar. Donghae mulai ngaco kembali.

"Why? Am I wrong?"

"Mollayo. Lukaku masih menganga lebar. Dan jatuh cinta lagi katamu? Kau gila!"

"Terserahmu lah," Donghae kembali acuh dan melanjutkan acara bermainnya yang tadi sempat tertunda. "Oh ya, nanti malam kau ikut saja clubbing denganku. Kita having fun! Oke?"

"Tapi−"

"Case closed. No reject and no reason!" tutup Donghae sok bule.

.

.

.

Benar. Malam itu di Embassy memang sedang ada party besar-besaran. Dengan bertemakan "Sexy Party", semua pengunjung yang ada di sana di suguhi dengan pertunjukkan tiga penari wanita berbusana mirip bikini two pieces dengan bando devil yang menyala merah. Mereka menari dengan gerakan-gerakan yang memacu syahwat para lelaki. Mereka bergoyang, meliukkan tubuhnya dan mengumbar keseksiannya.

Kyuhyun menatap Donghae sedang fokus merekam aksi mereka menggunakan kamera handphone-nya. Sedangkan dirinya sendiri mencoba untuk ikut menikmati tontonan itu. Ia ingin membuktikan bahwa ia masih normal. Membuktikan bahwa kejantanannya masih bisa berdiri ketika melihat wanita seksi seperti itu.

Kyuhyun masih terus berusaha larut di dalamnya, menatap, dan nekat mendekati wanita-wanita itu. Ikut bergoyang mengikuti liukan tubuh si yeoja seksi bahkan menggerayanginya.

.

.

.


The Red Hotel, 03:20 am.

Kyuhyun menghempaskan tubuh wanita itu ke atas tempat tidur sambil membuka sendiri pakaian yang di kenakannya.

Dengan keadaan seperti ini, ia merasa seperti de javu. Ia merasa kembali ke masa lalu. Masa dimana ia masih akrab dengan keadaan seperti ini.

Lalu permainan pun berlanjut ketika satu per satu pakaian mereka terlucuti hingga tak sehelai benang pun tersisa di tubuh keduanya.

Namun sebelum Kyuhyun benar-benar memulai segalanya, ia merasakan jiwanya berontak! Hanya tubuhnya yang berada di sana, tetapi tidak dengan jiwanya.

Jiwanya berada di tempat yang lain. Jauh. Jauh di sana! Ia seperti karam, tetapi di tepi. Ia sama sekali tidak terangsang. Dan parahnya, kejantanannya tidak kunjung mengeras. Otaknya memaksa untuk menginginkannya, tetapi tubuhnya tidak merespon. Dan bagi Kyuhyun, itu adalah sakit yang teramat menyiksa.

Tiba-tiba ia mendorong tubuh wanita itu hingga tubuhnya jatuh terjembab.

"Maaf, aku tidak bisa melanjutkan ini," kata Kyuhyun sambil mengenakan kembali pakaiannya dan melemparkan uang seratus ribuan ke hadapan wanita itu.

"Apa aku tidak menggairahkan?" yeoja itu mulai terisak sambil mendekap kedua kakinya di dada.

"Bukan. Ini bukan salahmu."

Wanita itu menatap Kyuhyun penuh kekecewaan.

"Maaf. Aku gay," kata Kyuhyun sambil mengenakan jaketnya dan berlalu dari hadapan wanita itu tanpa menoleh.

'Sungmin, maafkan aku..'

.

.

~oOo~

.

.


Dua minggu pun berlalu. Berlalu tanpa berhubungan dengan Sungmin. Kyuhyun tahu Sungmin berusaha untuk mencarinya. Eunhyuk, Ryeowook dan Donghae yang menceritakan jika Sungmin setiap hari mendesak mereka untuk mengatakan keberadaannya.

Hingga ia sampai pada satu titik jenuh. Titik dimana ia merasa sangat lelah dengan keadaannya yang seperti ini. Seperti kata Donghae, "Mau sampai kapan kau begini? Temui Sungmin dan bicarakan baik-baik. Jika kalian putus, putuslah baik-baik. Dan jika kalian masih berlanjut, bicarakanlah."

Tetapi hingga saat ini, ia bahkan belum memiliki kekuatan untuk itu. Ia belum bisa berhadapan dengan orang yang ia cintai karena ia tahu orang itu pasti akan meninggalkannya dan memilih orang lain sebagai pendampingnya.

Rasanya, semakin hari bebannya semakin berat saja.

Akhirnya, Kyuhyun pun memberanikan diri. Untuk yang pertama kalinya ia keluar dari tempat persembunyiannya dan menyalakan handphone-nya. Seketika itu juga, masuklah beberapa pesan singkat bertubi-tubi.

From : My Sunshine

Kyuhyun, aku tahu aku salah. Maafkan aku. Kumohon.. Apa sudah tidak ada lagi maaf buatku?

From : My Sunshine

Sayang.. Aku ingin menyelesaikan semuanya. Aku ingin bertemu denganmu. Kumohon, pulanglah Kyu. Jangan siksa aku seperti ini..

From : My Sunshine

Sudah satu minggu lebih kau menghilang, Kyu. Aku terima kalau kau masih marah denganku. Tapi tolong pulanglah..

From : My Sunshine

Pulang Kyu... Jebaaall.. TAT

From : My Sunshine

Maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf maaf

120 messages received.

Detik itu juga, Kyuhyun merasa bersalah pada Sungmin. Ya Tuhan, tidak ada sedikitpun maksud untuk menyiksanya seperti itu. Saat ini, Kyuhyun hanya ingin membangun kekuatan dan keberanian untuk kembali berhadapan dengannya.

Karena cemas sekaligus penasaran, Kyuhyun mulai memberanikan diri untuk menyalakan televisi dan memilih siaran dari stasiun televisi tempat Sungmin bekerja.

Ternyata lelaki tampan dibalik kacamata itu masih Sungmin-nya yang dulu. Penampilan elegant-nya masih sama. Tetapi... Tunggu! Sungmin terlihat jauh lebih kurus dari hari itu. Pipinya sedikit tirus. Dan tatapan matanya redup. Mata tidak pernah bisa berbohong. Sungmin-nya sedang tersiksa. Dan melihatnya membuat Kyuhyun menyesal dan ingin secepatnya bertemu dengannya.

.

.

Kyuhyun memutuskan untuk pulang ke kosnya. Ia harus siap menghadapi hari-harinya kedepan. Ia tidak boleh lari lagi dari kenyataan.

Namun sebelum ia masuk ke kamar, tiba-tiba seseorang menegurnya.

"Oh, Taemin. Ada apa?" sapanya pada lelaki yang tinggal di kamar sebelah.

"Kau dari mana saja, Hyung? Sudah lama tidak pulang. Aku kira kau pindah."

"Ah, tidak. Aku hanya bermalam di rumah teman." Kyuhyun tersenyum sopan.

"Oh ya, Hyung. Selama kau tidak ada, ada seseorang yang selalu mencarimu."

Deg! Tiba-tiba jantungnya berdetak kencang.

"Siapa?"

"Seorang namja. Kalau tidak salah namanya Sung... Sungmin?"

"Ooh.."

"Hampir tiap malam ia kemari dan sering tidur di depan kamar Hyung."

"Hah? Maksudmu, di depan pintu?"

"Ne. Katanya dia ingin menunggu, Hyung sampai Hyung pulang."

Hati Kyuhyun bagai disiram air es. "Ya Tuhan.. Lalu dia mengatakan apa lagi?"

"Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya saja aku kasihan padanya. Hampir setiap malam dia tidur di situ. Kedinginan. Dan pagi-pagi sekali dia sudah bangun, lalu pergi."

Kyuhyun ingin sekali membenturkan kepalanya ke tembok saat itu juga. Ia benar-benar kekasih yang kejam. Ia sudah menyiksa Sungmin, orang yang dicintainya.

"Oh ya, dia juga menitipkan ini padaku." lanjut Taemin sambil memberikan bingkisan kecil dengan bungkus kertas kado berwarna hitam-putih bermotif kotak-kotak.

"Apa ini, Taemin?" Kyuhyun menerimanya.

"Entahlah, yang jelas itu untukmu. Sudah ya, Hyung. Aku mau ke kamar dulu. Tugas kuliahku masih menumpuk." Dan Taemin pun berlalu dari hadapan Kyuhyun.

.

.

Pelan-pelan, Kyuhyun membuka bingkisan itu. Ternyata adalah sebuah buku. Buku diary lebih tepatnya. Pada sampulnya tertulis "All About My Prince."

Kyuhyun hanya bisa terbelalak ketika melihat lembar demi lembar yang ia buka. Halaman pertama adalah foto dirinya saat di SM Studio yang juga merupakan foto masterpiece-nya.

Lembar kedua adalah biodatanya lengkap. Bahkan sangat lengkap. Dengan tulisan tangan kecil-kecil bak semut berjalan, yang ia hafal sebagai tulisan tangan Sungmin, data dirinya tercantum mulai dari A-Z. Mulai dari nama lengkap, hobi, merk baju favorit, makanan favorit, lagu favorit sampai merk sepatu favorit, yang Kyuhyun sendiri bahkan tidak hafal dengan semua itu.

Lembar kelima adalah tentang zodiaknya, tentang shionya, tentang fengshui-nya dan semuanya dijabarkan dengan detail.

Lembar berikutnya adalah tentang "Cho Kyuhyun di mata Lee Sungmin". Cho Kyuhyun yang menurut Sungmin adalah seseorang yang intelektual, berpikir praktis, sedikit sombong, keras kepala, posesif, jujur, dan pandai bercinta.

Shit! Kyuhyun rasanya hampir gila dengan semua ini. Sungmin mencatat tiap detail apa saja yang ia lakukan. Dan yang lebih membuatnya nampak bodoh adalah, selama sembilan bulan mereka pacaran, ia pribadi tidak pernah sebegitunya pada Sungmin.

Lalu Kyuhyun kembali membalik halaman demi halaman di buku itu. Semua foto-fotonya dan foto mereka berrdua terpampang hebat di sana beserta sebuah catatan kecil di bagian bawahnya.

Silhouette Body,

At Jeju Island.

Kyuhyunku baru bangun tidur ^^

Ini benar-benar gila! Kyuhyun masih belum percaya bahwa ternyata ada yang sebegitunya pada dirinya.

Lalu pada dua halaman terakhir, ini lebih gila lagi! Terdapat sketsa wajahnya. Sketsa yang sama dengan yang dulu pernah ia temukan di kamar Sungmin lengkap dengan sebuah note di bawahnya,

'I want to stay close to you, no matter what, because I love you.' -LSM

Dan di halaman terakhir, terdapat sebuah foto Sungmin, sendirian, di tengah hamparan pasir di pinggir pantai Eurwangni, berlatar lautan lepas dengan sunset yang sangat indah. Sungmin duduk berjongkok dengan ekspresi wajah begitu memelas, tepat di samping tulisan yang ia buat di atas pasir : Maafkan Aku.

Kyuhyun sungguh tidak habis pikir dengan semua ini. Ia tidak bisa lagi menahan senyum di bibirnya. Dan seketika itu juga, ia jadi kembali teringat pada Sungmin..

Lalu ia mendekap erat buku itu sambil memejamkan mata. Ada rasa yang terobati ketika ia mendekap buku itu. Kyuhyun merasa Sungmin hadir di sisinya, memeluknya erat, seerat ia memeluk buku itu. Tiba-tiba air matanya mengalir tanpa bisa dicegah. Semua kenangan tentang Sungmin kembali menari-nari dalam ingatannya.

Dan seketika itu juga, Kyuhyun mengambil jaket dan kunci motor, lalu ia melesat sekencang-kencangnya melawan angin yang berhembus sore itu. Menuju lokasi di mana Sungmin berfoto, yaitu pantai Eurwangni.

.

.

.

Di sini, di pinggir pantai ini, Kyuhyun berdiri dengan ditemani dinginnya semilir angin laut dan ombak yang silih berganti menyapu kakinya yang telanjang. Lalu ia melepaskan pandangannya ke sana, ke kejauhan sana. Hanya garis cakrawala yang terbentang sejauh matanya memandang.

Kyuhyun jadi ingat, betapa dulu ia dan Sungmin sering sekali kemari di sore hari untuk melihat sunset. Tetapi apa yang terjadi kini tidak lebih seperti tulisan di pasir pantai, hilang jika tersapu ombak.

Setelah cukup jauh ia berjalan, ia menghentikan langkahnya dan berdiri mematung di pinggir pantai sambil melihat awan yang berarak di langit biru dan ombak yang berpacu di birunya laut, yang pada akhirnya mereka bersatu di garis cakrawala. Kemudian ia mendengar suara angin dan deburan ombak yang menghempas pantai. Kyuhyun memejamkan matanya. Dengan menutup mata seperti ini ia dapat melihat dengan jelas momen-momen romantis yang pernah tercipta antara ia dan Sungmin di sana. Semuanya bagaikan scene-scene yang datang silih berganti di otaknya. Scene-scene saat mereka bermain pasir dan berkejar-kejaran di sepanjang pantai ini. Tiba-tiba Kyuhyun merasakan nyeri yang teramat sangat di hatinya, dan air mulai menggenang di kedua matanya.

Dengan segenap tenaga yang ia punya, ia pun berteriak sekencang-kencangnya, mencoba melawan kuatnya angin yang berhembus..

"AAAAAAAAAAAA!"

Kyuhyun tidak lagi kuat menahan bendungan air matanya hingga akhirnya air itu tumpah. Kyuhyun menangis terisak. Kakinya lemas dan ia jatuh berlutut sambil meredam nyeri di dadanya. Nyeri yang teramat sangat. Kali ini, Kyuhyun harus benar-benar berani untuk bertemu dengan Sungmin dan perlahan mulai mengikhlaskannya sebelum ia sempat memilikinya secara utuh.

"SUNGMIIIIIIIINNNNNNN!"

Ia berteriak semakin kencang. Semakin terisak. Tetapi hanya ada sepi. Hanya deburan ombak dan kencangnya angin yang menyapa pendengarannya.

.

.

11-13

.

.


"Aku tidak minta lebih padamu. Aku hanya ingin minta maaf.. Maaf yang tulus.."

Akhirnya, Kyuhyun memberanikan diri untuk membalas pesan teks Sungmin dan menerima ajakannya untuk bertemu di Eclare Cafe malam harinya.

Ternyata rasa rindu Kyuhyun melebihi rasa tidak siapnya. Bagaimana pun juga, Sungmin masih kekasihnya, dan selama itu pula, apa pun yang terjadi padanya masih menjadi tanggung jawabnya.

"Nado. Aku juga minta maaf. Waktu itu aku hanya kaget saja. Mianhae.."

Sungmin mengangguk dan mengelus-elus punggung telapak tangan Kyuhyun sambil tersenyum.

"Oh ya, aku sudah membaca diary yang kau titipkan ke Taemin," Kyuhyun balas tersenyum. "Bagus sekali, Min. Aku suka."

"Hehe, gomawo. Aku sejak dulu ingin sekali memberi sesuatu hasil karyaku sendiri untukmu. Karena selama ini kau sudah banyak sekali memberiku hadiah. Eung, semoga kau suka dengan pemberianku, Kyu. Diary-nya disimpan ya, jangan dibuang."

"Tidak mungkin, Min. Aku tidak akan membuangnya. Pemberian kekasihku tercinta masa iya aku buang? Dan.. Aku paling suka foto kita berdua di pulau Jeju waktu itu."

"Kalau aku suka sekali dengan foto siluetmu yang di pinggir jendela hotel di Jeju," Sungmin nyengir hingga memperlihatkan gigi-gigi kelincinya yang berderet rapi.

"Kau suka melihat tubuh polosku waktu itu kan?" goda Kyuhyun sambil menaik-turunkan alisnya.

"Hahaha.. Aku menyukai semua yang ada pada dirimu, Kyuhyunnie.."

Dan satu per satu, es itu mulai mencair. Suasana yang awalnya sempat kaku akhirnya berangsur-angsur kembali seperti semula. Kyuhyun mulai terbiasa dengan ini.

"By the way, ada cerita apa selama dua minggu ini?"

"Sebenarnya, aku ingin bertanya seperti ini padamu, 'Kau tidak khawatir denganku'?" Sungmin berkata takut-takut.

"Tidak. Tidak sama sekali," Kyuhyun menjawab mantap.

Terlihat sedikit raut kekecewaan di wajah Sungmin.

"Aku yakin kau akan baik-baik saja karena namamu selalu ada dalam setiap doaku." Kali ini Kyuhyun melihat senyum berpendar di sudut bibir Sungmin.

"Aku menyayangimu.." Sungmin berkata lirih.

Detik berikutnya, pesanan mereka pun tiba.

Makan malam kali ini terasa berbeda dari biasanya. Ada rasa canggung, rasa bersalah, rasa rindu, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Walaupun demikian, Kyuhyun melihat rasa puas dalam tatapan mata Sungmin. Semacam ada rasa yang terobati. Berkali-kali ia tersenyum sambil menatap mata Kyuhyun. Kyuhyun tahu Sungmin telah menemukan sesuatu yang hilang dari dalam dirinya. Dan sesuatu itu mungkin saja Kyuhyun.

Melihat Sungmin dengan ekspresi seperti itu malah membuat Kyuhyun jadi merasa iba. Kasihan karena ia tahu beban yang dipikul Sungmin saat ini tidaklah ringan. Dan Sungmin benar-benar terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Kyuhyun tahu apa artinya itu. Artinya, tidak hanya dirinya yang tersiksa dengan keadaan seperti ini, tetapi Sungmin juga.

"Jadi bagaimana?" Kyuhyun mulai mengumpulkan keberanian untuk menanyakan tentang hubungan mereka selanjutnya.

"Apanya?" Kyuhyun merasa Sungmin mulai pura-pura bodoh.

"Ya dengan hubungan kita."

"Aku mohon jangan putusin aku sekarang... Aku belum siap. Aku belum bisa berpikir bagaimana melanjutkan hidup tanpamu.." semata-mata Sungmin langsung menggenggam tangan Kyuhyun erat.

"Uhukk!" Kyuhyun benar-benar tersedak kali ini. "Hei.. Aku tidak memutuskanmu, Min. Bukannya kita sudah berjanji untuk menghadapi ini berdua?"

"Lalu jawaban apa yang kau inginkan, Kyu?"

"Maksudku, apa yang dapat kita lakukan dengan sisa waktu kita?"

"Sisa waktu? Kalau begitu aku akan membatalkan perjodohan itu. Aku tidak mau ada sisa waktu di antara kita. Aku tidak bisa menjalaninya."

"Mwoo? Andwae! Kau jangan gila!" Kyuhyun nyaris tersedak untuk yang kedua kalinya.

"Tidak, Kyu. Aku tidak gila."

"Itu bukan solusi, Sungmin. Itu hanya akan menambah masalah." Kyuhyun bingung. Ia seperti tidak mengenal Sungmin kali ini.

"Aku masih menyayangimu, Kyuhyun.."

"Aku juga. Tetapi apa kau tahu satu-satunya hal yang bisa membuat aku senang?" tanya Kyuhyun sambil menatap langsung ke mata Sungmin. "Aku senang jika dari awal kau mengatakan tidak."

"Tapi, Kyu.."

"Tapi akhirnya kau menerima perjodohan itu dan sekarang kau mau membatalkannya begitu saja? Aku merasa tidak mengenalmu. Lee Sungmin tidak plin-plan seperti ini."

"Aku-masih-mencintaimu, Cho Kyuhyun," Sungmin berbicara terbata. Bibirnya mulai bergetar. "Aku ingin yang sempurna di hidupku. Hanya denganmu aku merasa nyaman. Aku merasa menemukan diriku sendiri."

"Aku juga. Bohong kalau aku mengatakan aku sudah tidak mencintaimu."

"Lalu mengapa kau tidak menjagaku dan malah menyuruhku menikah begitu saja?"

"Sudah.. Aku sudah menjagamu," Kyuhyun menyamankan posisi duduknya. "Dua minggu ini aku belajar banyak, Min. Aku belajar tentang caranya melepas. Setelah kemarin-kemarin aku belajar tentang caranya memiliki, menjaga, dan berjuang. Kini aku belajar tentang melepas." Kyuhyun berusaha sesantai mungkin dalam menghadapi situasi seperti ini.

"Tapi jujur, aku tidak bisa seperti ini. Aku tidak mau berpisah denganmu, Kyu. Aku masih menyayangimu.."

"Sungmin, cinta itu memilih, bukan dipilih. Dan aku memilih untuk melepas cintaku kepada orang yang tepat. Eunhye itu baik. Aku yakin pilihan orang tuamu tidak salah."

"Aku tidak memilih Eunhye! Aku memilih Cho Kyuhyun. Kyuhyun yang mencintai aku dengan penuh perjuangan. Dan Kyuhyunlah satu-satunya alasanku untuk bahagia." Tanpa mengeluarkan suara, air mata Sungmin mulai membanjir dan akhirnya tumpah ke pipi.

Kyuhyun meraih tangannya yang masih tertutup, membukanya dan mengelus-elus telapak tangannya. Ia tidak mencoba menyeka air matanya. Tetapi ia mencoba menyeka luka di hatinya. Hanya dengan cara seperti inilah yang dapat membuat Sungmin sedikit lebih tenang.

"Please.. Fight for me, Kyu.."

.

.

11-13

.

.


Rasanya aneh menghitung detik-detik terakhir kebersamaan mereka. Setiap ada waktu bersama, Kyuhyun dan Sungmin akan selalu menandai waktu itu. Misalnya, hari ini kencan hanya empat jam, makan satu jam, nonton tiga jam. Seperti itulah. Rasanya semakin hari semakin berharga waktu yang mereka punya untuk sekedar bisa berduaan.

Sejak malam itu juga, Kyuhyun dan Sungmin jadi mempunyai kebiasaan merekam momen-momen kebersamaan mereka dengan handy cam, kamera ponsel, atau apapun. Entah itu waktu mereka sedang bercerita-cerita, atau sedang makan. Tetapi yang paling sering adalah ketika mereka hendak tidur. Make it simply, bitter or sweet. Setidaknya, mereka mempunyai bukti bahwa mereka pernah bersama.

.

.

Seperti malam ini yang kebetulan adalah malam minggu, sepulang dari jalan-jalan seharian di pusat perbelanjaan di Myeongdong, mobil hitam mereka melaju ke arah kos Kyuhyun. Kyuhyun memaksa Sungmin untuk menginap di tempatnya karena ia ingin memamerkan sesuatu padanya.

Dan benar saja, begitu pintu dibuka, aroma chamomile langsung menyerbu syaraf penciuman Sungmin dan membuatnya seketika berkomentar cerdas beberapa detik kemudian,

"Kyu, kau yakin tidak salah kamar?"

"Hahahaha.." Tawa renyah Kyuhyun mengalun. Ia merasa bangga dengan dirinya sendiri. Kamarnya sudah jauh lebih bersih dari sebelumnya.

Lalu mereka pun benar-benar masuk dan Kyuhyun segera mengunci pintu kamarnya. Ia mulai menyalakan laptopnya dan memutar lagu, sementara Sungmin langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

Perlahan Kyuhyun menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik. Ia menarik tangan Sungmin dan mengajaknya berdansa dengannya.

Sungmin mulai berdiri dan ikut bergoyang dengan Kyuhyun. Seiring alunan lagu yang memuncak, seiring itu pula gerakan mereka semakin liar.

Kata Kyuhyun, lebih seru jika ada vodka atau minimal beer untuk menambah hidup suasana. Tapi kata Sungmin, beer dan vodka tidak hanya akan merusak saluran kencing, tetapi juga membuat badan tidak enak ketika bangun tidur. Kyuhyun bilang vodka itu seksi, tetapi Sungmin bilang vodka berperan mengurangi jumlah penduduk Rusia. Kyuhyun bilang Sungmin itu seperti vodka, bisa membuatnya mabuk kepayang. Tapi kata Sungmin, ia lebih senang jika disebut air laut yang betapa banyak pun jumlahnya, tetapi tidak membuat daging ikan yang masih hidup di dalamnya terasa asin.

Kyuhyun bertanya, kenapa Sungmin mau berpacaran dengan seorang gigolo. Katanya, setidaknya gigolo satu tingkat di atas pengemis karena gigolo berpura-pura bahagia ketika sedang beraksi, sedangkan pengemis berpura-pura sedih agar dikasihani.

Kyuhyun bilang Sungmin itu gila. Tetapi Sungmin bilang ia lebih suka di anggap gila karena tidak jarang orang menjadi gila ketika mereka jatuh cinta. Kyuhyun bilang bahwa sebenarnya dalam dunia psikiatri, tidak ada yang namanya penyakit gila. Yang ada hanyalah skizofrenia. Tetapi kata Sungmin, apalah arti sebuah nama?

Malam itu mereka mabuk. Tidak dengan alkohol, tetapi dengan kepayang. Dan akhirnya, mereka bercinta. Tidak hanya dengan kelamin, tetapi juga benar-benar dengan cinta..

.

.

.


Sungmin sering mengatakan bahwa semakin hari cintanya pada Kyuhyun justru semakin besar. Ia tidak ingin kehilangan Kyuhyun.

Kalau boleh mengingat-ingat hari-hari terakhir kebersamaan mereka, yang ada di otak Kyuhyun adalah hal-hal yang membahagiakan : tidur berpelukan, sarapan bersama, mandi bersama, melakukan aktivitas bersama. Dan jika malam hari, mereka saling bercerita dan bercinta hingga lemas. Begitu terus setiap hari selama dua bulan. Tidak pernah sekalipun mereka terpisah kecuali ketika Kyuhyun kuliah dan Sungmin dengan pekerjaannya.

"Bagaimana caranya kita berpisah?" tanya Kyuhyun suatu hari pada Sungmin. Itu adalah H-6 sebelum genap setahun hubungan mereka, sekaligus H-7 sebelum keberangkatan Sungmin ke Jepang.

Ya. Akhirnya, Sungmin jadi berangkat ke Jepang lebih cepat dari jadwal yang seharusnya, tepat sehari setelah tanggal 13 Nopember dan mulai bekerja di salah satu stasiun televisi berita swasta ternama di Jepang. Kyuhyun tahu, menjadi presenter dan tuan rumah pada sebuah program televisi adalah cita-cita terbesar seorang Lee Sungmin. Dan akhirnya, ia mendapatkan kesempatan itu.

"Bagaimana kita berpisah? Sama ketika kita memulai hubungan kita. Pelan-pelan dan perlahan-lahan," jawab Sungmin sambil mempererat pelukannya di tubuh Kyuhyun.

.

.

Mulai hari itu, Kyuhyun membawa barang-barangnya dari apartment Sungmin. Begitu juga dengan Sungmin. Ia mulai mengambil baju-bajunya yang tertinggal di kamar kos Kyuhyun. Karena selama mereka berpacaran, mereka sering berganti pakaian milik masing-masing. Setiap benda yang Kyuhyun ambil terasa seperti mengambil sebuah cerita yang mengukir perjalanan cintanya dengan Sungmin. Berat rasanya. Tetapi mereka harus melakukannya.

Satu lagi. Ketika mereka tidur bersama, Kyuhyun maupun Sungmin tidak boleh saling membuka baju karena takut bau badan masing-masing akan lengket di sprei dan itu hanya akan membuat mereka merasa susah untuk berpisah.

Itu artinya? Artinya, bercinta tidak dilakukan di atas tempat tidur, tetapi dimana saja yang tidak meninggalkan bekas ataupun bercak. Entah itu di kamar mandi atau di karpet.

Semakin hari, rasanya semakin berat.

.

.

.


H-3

Hari itu tanggal 10 Nopember. Kyuhyun menemani Sungmin membeli oleh-oleh pesanan orang tua dan adiknya. Setelah selesai berbelanja, tiba-tiba Kyuhyun melihat sebuah momen yang baginya unik. Ia berhenti dan menyalakan handy cam untuk merekam momen itu.

Posisi shot berada di tangan Kyuhyun.

Kyuhyun : Lihat, Min. Ada anak kecil. Yeoja. Neomu kyeopta!

Sungmin : Anaknya atau Appa-nya yang lucu?

Kyuhyun : Anaknya lah. Appa-nya tidak lucu sama sekali. Eh, coba kau perhatikan, sepertinya ayahnya masih muda sekali. Seumuranmu mungkin?

Sungmin : Mungkin.

Kyuhyun : Tapi istrinya dimana ya? Jangan-jangan dia duda.

Sungmin : Ya! Tidak baik bicara seperti itu, Kyu. Mungkin saja istrinya sedang belanja di bawah.

Kyuhyun : Sepertinya dia memang duda. Lihat, tidak ada cincin di jarinya. Kau harus janji, kelak kalau jadi ayah, kau jangan seperti itu. Arra?

Sungmin : Doakan aku ya.. Semoga aku dijauhkan dari hal-hal seperti itu.

Kyuhyun : Amin. Buat mereka bahagia. Sayangi Eunhye dan anak-anakmu nantinya. Seandainya kau punya anak laki-laki, berilah salah satu namanya dengan namaku jika kau tidak keberatan. Anggap saja sebagai peringatan tentang janjimu padaku. Bahagiakan mereka. Satu tahun ini adalah pelajaran untuk seumur hidup kita.

Sungmin menatap kamera dengan wajah sendu. Nampak Kyuhyun mengulurkan tangannya ke wajah Sungmin dan mengusap pipinya.

Sungmin : Lee Sung Gyu. Aku rasa itu nama yang cukup bagus. Dia akan menjadi jagoan seperti pamannya.

Kyuhyun : Dan cerdas seperti ayahnya.

Sungmin : Asal tidak mesum seperti pamannya. Hehe..

Kyuhyun mengambil napas panjang hingga terdengar di kamera.

Kyuhyun : Apapun yang terjadi, jangan pernah ceraikan Eunhye jika anak-anakmu tidak mau hidup seperti aku. Aku adalah produk broken home. Aku tahu bagaimana perih dan sakitnya luka. Aku tidak akan pernah rela jika suatu saat anak-anakmu merasakan apa yang pernah aku rasakan dulu. Itu jugalah alasanku memilih untuk melepaskanmu. Aku tidak mau menjalani hubungan dengan suami orang. Aku tidak mau merusak rumah tangga orang lagi. Sudah cukup rasanya selama ini aku menjalin hubungan dengan apa yang bukan milikku. Eunhye adalah jodohmu, Min. Dia cocok denganmu. Percayalah..

Sungmin : Aku lebih ingin menyebutnya sebagai takdir. Bagiku, jodohku adalah kau. Sedangkan untuk menikah, aku ingin menikah dengan takdirku.

Kyuhyun : ...

Sungmin : Jodoh harus diperjuangkan agar menjadi takdir. Jodoh hanya setengah dari takdir. Maka carilah takdir, bukan mencari jodoh. Jodoh itu pilihan, termasuk mempertahankannya atau melepaskannya dengan persetujuan dari Tuhan. Sedangkan takdir adalah hak prerogatif Tuhan yang tidak dapat diganggu gugat. Apa yang ada pada Tuhan akan diberikan kepada mereka yang menjemput, yaitu mereka yang meminta dan berusaha. Karena jangan lupa, ketika Tuhan menciptakan sesuatu, Ia juga menciptakan takdirnya. Itulah mengapa banyak dari mereka yang akhirnya berpisah karena mereka meminta jodoh, bukan meminta takdir mereka.

Kyuhyun : Jodoh harus diperjuangkan agar menjadi takdir. Aku akan selalu ingat itu, Min.

Sungmin : Ne..

Kamera terlihat goyang sebelum akhirnya berubah dalam posisi off.

.

.

11-13

.

.


13 Nopember 2013.

Hari itu sepulang dari kampus, Kyuhyun langsung menyusul Sungmin di pantai Eurwangni. Ternyata Sungmin sudah menunggu di bagian yang sedikit sepi.

Kyuhyun memarkirkan motornya tepat di belakang mobil Sungmin dan segera berjalan menghampirinya.

"Hei.. Maaf. Aku tadi harus menghadap dosen dahulu untuk tugas akhirku," katanya sambil memeluk badan Sungmin.

Sungmin hanya diam saat membalas pelukan Kyuhyun.

"Judul tugas akhir yang kuajukan di setujui," lanjut Kyuhyun sambil melepaskan pelukan Sungmin.

"Jinjja? Chukkae, Kyu.. Sebentar lagi kau lulus!" Ia mengusap-usap pipi lelaki berambut mahogani itu.

"Semua berkat doa dan dukunganmu, Min." Kyuhyun meraih tangan Sungmin dari kedua pipinya dan menciumnya berkali-kali. Saat itu juga air mata mereka jatuh tak tertahankan.

Hari itu, mereka merayakan satu tahun kebersamaan mereka dengan perpisahan. Dan inilah saatnya. Saat dimana Kyuhyun harus melepaskan Sungmin dan membiarkannya melanjutkan kehidupannya sendiri tanpa dirinya. Sebenarnya, Kyuhyun belum siap untuk kehilangan Sungmin, tetapi entah mengapa keyakinannya mengatakan bahwa ia sanggup. Kyuhyun sanggup melanjutkan hidupnya dengan atau tanpa Sungmin lagi.

"Air mata bahagiaku pernah ada karenamu dan sekarang air mata kesedihanku juga ada karenamu. Terima kasih karena telah menjadi alasan untuk bahagia dan sedihku selama ini." Kyuhyun masih meremas tangan Sungmin. Ia tidak ingin melepaskannya.

Sungmin mendekatkan bibirnya di bibir Kyuhyun dan berkata, "Terima kasih telah ada dan menjadi bagian dalam hidupku." Lalu ia mencium lama bibir Kyuhyun dan Kyuhyun membalasnya.

"Min, aku merinding.." Kyuhyun mendekap tubuh Sungmin, erat dan lama sekali.

Seperti biasa, setelah berdekapan dengan Sungmin, ada damai yang mengalir di dadanya. Semuanya terasa lega.. Lapang.. Ibarat menangis sambil berteriak.

"Aku.. Menyayangimu.." bisik Kyuhyun.

"Aku juga. Lebih dari yang kau tahu."

Lalu berangsur-angsur Kyuhyun merenggangkan pelukannya dan akhirnya melepaskannya. "Maaf, aku hanya tidak tahu bagaimana caranya mengucapkan kata perpisahan padamu."

Sungmin diam dan terus memandang ke wajah Kyuhyun. Tatapannya itu justru membuat Kyuhyun merasa berat. "Ini adalah cara kita.. Seperti katamu, perpisahan itu sama dengan memulai. Kita memulainya seperti ini kan?"

"Ya.. Seperti lingkaran.."

Satu detik.

Sepuluh detik.

Hingga lima menit yang sangat panjang.

Angin pantai sore itu bertiup kencang hingga pasir pun ikut berterbangan. Semuanya adalah saksi atas apa yang Kyuhyun dan Sungmin rasakan saat itu. Semuanya campur aduk. Ada rasa puas, bangga, haru, sekaligus pasrah.

Puas karena akhirnya Kyuhyun berada juga di tahap akhir perjalanan cintanya dengan Sungmin yang sebelumnya sempat ia ragukan sanggup atau tidak untuk ia jalani. Ia bangga. Jelas ia bangga karena bagaimanapun juga, orang hebat seperti Sungmin pernah menjadi kekasihnya. Haru, bagi Kyuhyun adalah manusiawi. Dan yang terakhir adalah pasrah. Kepasrahan adalah inti segalanya.

Kyuhyun : Menurutmu, apa arti dari tanggal 13 November ini?

Sungmin : Masa berakhir sekaligus mulainya sebuah kehidupanku yang baru.

Kyuhyun : Apa kau siap berada di tanggal 13?

Sungmin : Siap.

Kyuhyun : Apa hal terindah dalam hidupmu?

Sungmin : Cho Kyuhyun.

Kyuhyun : Apakah kau percaya tentang apa yang telah ditakdirkan oleh Tuhan?

Sungmin : Ya. Aku memang tidak bisa merubah arah mata angin. Tetapi aku bisa belajar mengubah arah layar perahuku.

Kyuhyun : Apakah kau pernah memimpikan hidup yang lebih bahagia?

Sungmin : Aku sudah bahagia selama satu tahun ini dan itu bukan mimpi.

Kyuhyun : Apa bagian terbaik di sepanjang hidupmu sebagai seorang manusia?

Sungmin : Saat aku bertemu dengan seorang lelaki yang tergeletak tidak sadarkan diri di pinggir jalan dan ketika aku melihat di dalam matanya, ada semacam suara yang berbisik, 'Percayalah, anak ini akan mengajarkan sesuatu padamu'.

Kyuhyun : Apakah benar ia mengajarkan sesuatu padamu?

Sungmin : Benar.

Kyuhyun : Apa itu?

Sungmin : Cinta dan pengabdian.

Kyuhyun : Apa bagian terbaik di sepanjang hidupmu sebagai seorang lelaki?

Sungmin : Saat aku mencintai sesama lelaki.

Kyuhyun tersenyum cukup lama. Hingga akhirnya layar kamera perlahan meredup dan off.

.

.

.


"Sungmin.. Kita benar-benar sudah bukan sepasang kekasih lagi ya?" tanya Kyuhyun sambil berjalan menuju tempat parkir kendaraan mereka.

Sungmin tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Kyuhyun. Matanya berbicara banyak.

"Hahaha.. Aku hanya bercanda.." Kyuhyun tersenyum, mencoba melawan sedikit rasa sakit di hatinya.

Sungmin mencubit kecil pipi Kyuhyun, tersenyum, merangkul pinggang Kyuhyun sambil tetap berjalan menuju parkiran. Kyuhyun benar-benar menikmati rangkulan dan usapan terakhir Sungmin. Banyak rasa yang tumpang tindih dalam hatinya.

"Oh ya, aku hampir lupa." Kyuhyun menghentikan langkahnya dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah kertas.

"Kau ingat ini apa? Ini adalah gambar hati yang pernah kau berikan padaku ketika awal kita jadian dulu."

"Omonaa.. Kau masih menyimpannya?" ujar Sungmin sambil meraih kertas yang Kyuhyun berikan padanya.

"Masih. Masih kusimpan. Dan sekarang, aku ingin mengembalikannya, utuh tanpa coretan, apalagi sobekan."

"Terima kasih. Tapi ini memang untukmu. Simpanlah. Apa yang pernah kuberi tidak pernah kuharap kembali, seperti cintaku yang tak pernah berharap balasan."

"Tapi aku merasa sudah tidak berhak lagi atas kertas ini."

"Simpanlah, Kyu. Sampai batas waktu kau bisa menyimpannya."

"Baiklah," Mereka pun kembali melanjutkan langkah kaki mereka di atas pasir pantai itu.

"Ternyata ini adalah satu jam paling berarti sejak satu tahun hubungan kita."

"Ne.."

"Terima kasih telah men-support-ku untuk menghadapi keputusanku."

"Sudah seharusnya.." Kyuhyun kembali tersenyum.

"Dan terima kasih untuk satu tahun ini, untuk semua tawa dan canda. Tetapi maaf, untuk air matanya.."

"Dengan begitu hubungan kita menjadi lengkap."

Akhirnya, Kyuhyun dan Sungmin benar-benar sudah tiba di parkiran. Inilah saatnya, saat Kyuhyun dan Sungmin benar-benar berpisah dan saling melepaskan.

Getar di dada Kyuhyun menjadi semakin kuat. Ia jadi tidak tahan untuk tidak memeluknya.

Lama... Lama sekali Kyuhyun memeluknya. Kali ini, Kyuhyun tidak hanya sekedar memeluknya, ia merasakan hatinya dan hati Sungmin saling berkomunikasi dan saling berdegub kencang. Ia merasa tidak hanya dirinya dan Sungmin yang saling melepas, tetapi kedua hati mereka juga. Sedikit demi sedikit, suara desir itu mulai berkurang dan akhirnya hilang sama sekali.

Lalu giliran hidung Kyuhyun yang mengucapkan kata perpisahan pada aroma tubuh Sungmin. Dan terakhir adalah kulit Kyuhyun yang mengucapkan kata perpisahan dengan kulit Sungmin.

Setelah satu tahun mereka bertemu hampir setiap hari, kali ini rasanya tidak adil jika hanya ia dan Sungmin yang mengucap kata perpisahan. Kyuhyun mendengar detak jantung Sungmin, ia mencium aroma tubuh Sungmin. Hingga akhirnya, ia merenggangkan pelukan dan pelan-pelan melepasnya.

Sambil menatap ke arah mata Sungmin, Kyuhyun menggenggam jari telunjuk, jari tengah dan jari manisnya. "Jika suatu saat kita bertemu lagi, jangan ragu untuk tetap memegang tanganku, menatap mataku, dan katakan semuanya baik-baik saja dan akan tetap baik-baik saja." Lalu Kyuhyun mengecup ujung jari itu dan menempelkannya ke dadanya. Bibirnya sedikit bergetar dan perlahan ia melihat setitik air di sudut mata Sungmin.

"Ne.. Semuanya baik-baik saja dan akan tetap baik-baik saja," katanya sambil menggenggam tangan Kyuhyun. "Saat ini kita hanya terpisah, bukan saling meninggalkan. Aku tidak akan pernah melepaskan namamu dari setiap doaku, Kyu."

"Karena mendoakan adalah cara mencintai yang paling rahasia," sambil tersenyum Kyuhyun melepaskan tangannya dari genggaman Sungmin dan mulai naik ke atas motor dengan perasaan yang tak bisa ia lukiskan.

Kuat! Kuat! Kuat!

Kyuhyun mulai menghidupkan motornya dan Sungmin membuka pintu mobilnya.

"Kyu, bolehkan aku bertanya tentang sesuatu untuk yang terakhir kalinya?"

"Ya?"

"Menurutmu, apa inti dari semua yang pernah kita alami ini?"

"Love..."

.

.

11-13

Fin

.

.


Epilog..

-Kyuhyun's POV-

Satu tahun kemudian..

Rasanya aneh jika aku mengingat kata-kata terakhir yang kuucapkan sebelum benar-benar berpisah dari Sungmin sore itu. Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku pun tersenyum, menutup kaca helm-ku dan segera berlalu tanpa menoleh kebelakang. Di sepanjang perjalanan, dalam hati aku berdoa,

Sungmin, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak pernah rela melihatmu hidup menderita nanti, suatu hari nanti.. Aku akan terus berharap yang terbaik untuk hidupmu. Percayalah..

Itu adalah satu dari sekian doaku.

Dan esok paginya, Sungmin benar-benar berangkat ke Jepang. Ia memintaku untuk menunggunya di bandara dan aku menepati janjiku untuk menunggunya di bandara. Hanya saja, aku menunggu di jalan yang terletak di ujung landasan Bandara Gimpo. Beberapa kali Sungmin menelpon dan mengirim pesan singkat. Tetapi tidak ada satu pun yang kubalas. Tidak. Aku tidak sanggup untuk bertemu kembali dengannya karena aku tahu siapa diriku. Jika aku tetap bertemu dengannya, selamanya aku tidak akan pernah bisa lepas dari dirinya.

Selamat jalan, Sungmin. Aku akan selalu mengenangmu di hatiku.. Doa terbaikku selalu untukmu..

Satu menit.

Lima menit.

Sepuluh menit…

Aku tetap menunggu hingga pesawat yang ditumpangi Sungmin lepas landas tepat di atas kepalaku. Dan akhirnya, pesawat itu semakin jauh…, jauh… dan benar-benar hilang dari pandangan.

Sungmin, terima kasih karena telah menjadi bagian dalam hidupku dan bagian itu sangat indah..

Aku mulai menyalakan mesin motorku. Sambil berlalu aku berkata, "Sungmin, aku pamit.."

.

.

Tidak malam itu, tidak keesokan harinya, tidak dua hari, tidak seminggu, tidak sebulan, dan hingga saat ini, Sungmin tidak pernah bisa menghubungiku lagi. Setelah melepas kepergiannya di bandara hari itu, aku memutuskan untuk mengganti handphone-ku beserta nomernya agar aku benar-benar bisa lepas dari Sungmin. Bukan. Bukan karena aku membencinya. Aku sama sekali tidak berpikir untuk membencinya.

Untuk kasusku, ini bukan hanya tentang melepaskan sesorang, tetapi juga tentang mencoba untuk memaafkan dan berdamai. Forgiveness and peace. Memaafkan seseorang yang awalnya kucintai dengan tanda tanya dan akhirnya melepaskan dengan tanda titik. Ya. Melepaskan Sungmin dengan tanda titik. Artinya, benar-benar melepaskannya, tanpa berhubungan, tanpa kontak sama sekali, dan menyerahkannya pada Tuhan.

Terhitung sejak sore itu, sore terakhirku bersama Sungmin, segala yang dirasakannya, yang dilakukannya, dan dialaminya bukanlah tanggung jawabku lagi. Dengan begitu, artinya aku mulai berdamai dengan keadaan.

Dan jika kuingat-ingat lagi bagaimana awalnya aku dan Sungmin memutuskan untuk menjadi pasangan, rasanya gunung di hadapanku ini adalah saksinya..

5-6 km dari puncak Pegunungan Naejangsan.

Ternyata masih sama. Masih gunung yang sama. Gunung Naejangsan yang masih tinggi menjulang.

"Walaupun tinggi, tapi tetap saja ia tidak bisa menjangkau langit." Aku kembali teringat kata-kata Sungmin waktu itu. Kata-kata yang menyejukkan dan membuatku jatuh cinta.

Cinta. Ya. Bagiku, setelah sejauh ini, semuanya menjadi jelas. Mungkin memang diperlukan orang seperti Sungmin untuk mengubah hidup orang-orang dengan masa lalu sepertiku. Bukan karena satu atau beberapa alasan, tetapi semua karena cinta dan itulah alasan mengapa kata-kata terakhir yang kuucapkan adalah "Cinta". Dengan cinta, kita bisa belajar banyak. Love what you do, and do what you love.

Jika aku mengenang kembali saat-saat aku berduaan dengan Sungmin, yang terlintas di pikiranku hanyalah kebahagiaan dan memang itulah yang terjadi. Ia selalu membawa kebahagiaan untukkku. Selalu ada ucapan selamat malam sebelum tidurku dan selamat pagi setelah tidurku. Hari-hari yang menyenangkan, weekend, clubbing, fitness, dan hang out selalu bersama. Sepertinya tidak pernah ada waktu yang tidak kami lewati bersama.

Sungmin, ia tahu benar bagaimana cara membangkitkan semangatku dalam hal apapun. Sungmin yang tahu bagaimana cara mendekati Eunhyuk, Ryeowook dan Donghae sehingga ia sering ikut dengan kami ketika hangout atau sekedar makan siang di café. Sungmin yang tahu bagaimana memasak makanan kesukaanku. Tetapi setelah kepergiannya, aku kembali menjadi diriku sendiri. Tidur sendiri, beraktifitas sendiri. Dan beradaptasi untuk dapat melanjutkan hidupku tanpa dirinya.

Setelah puas memandangi keindahan yang ada di hadapanku saat ini, aku pun memacu motorku ke arah Namsan Tower.

.

.

Aku memarkirkan motorku dan segera menuju ke lokasi Locked of Love, Gembok Cinta.

Pemandangannya pun masih sama seperti terakhir kali aku dan Sungmin kemari. Deretan pohon gembok cinta berwarna-warni seketika menyambutku. Lalu kulangkahkan kakiku menuju sebuah pohon dimana aku dan Sungmin pernah membeli satu gembok dan menggantungkannya di sana.

Dan gembok itu masih ada. Gembok dengan inisial namaku dan dia. Kyu & Min.

Tidak hanya itu, aku dan Sungmin juga menulis pesan di sebuah kertas kecil berbentuk hati. Sebuah harapan yang ikut kami gantungkan bersama gembok berwarna biru tersebut. Tetapi saat aku melihat kertas itu, tulisan tanganku sedikit luntur di sana. Mungkin karena hujan dan perubahan cuaca yang lainnya.

Masih teringat jelas di benakku bahwa saat itu aku menulis jika aku ingin bersama dengan Sungmin selamanya, mencintainya dan hidup bersama selamanya. Lalu giliran Sungmin yang menuliskan pesannya. Sebuah pesan yang berbunyi " Aku ingin yang terbaik di hidupku." Dan ajaibnya, tulisan tangan Sungmin masih utuh tanpa coretan maupun luntur sedikit pun. Apakah ini karena mitos gembok cinta? Entahlah. Mungkin harapan Sungmin terkabul. Ia telah mendapatkan Eunhye. Tetapi entah kenapa, keyakinanku mengatakan nanti, suatu hari nanti, Sungmin pasti akan berterima kasih atas keputusan yang telah aku ambil. Karena Sungmin adalah lelaki dewasa. Ia pasti tahu mana yang terbaik untuk hidupnya.

Lalu aku menuruni satu per satu anak tangga Namsan Tower ini dan menuju parkiran motor. Aku pun berlalu dari sana dengan sebuah kenangan dan harapan. Harapan yang terbaik akan datang padaku suatu hari nanti.

Aku memacu motorku di tengah teriknya siang kearah Pantai Eurwangni.

.

.

Pantai Eurwangni, 02:42 pm.

Ternyata tempat ini juga masih sama. Ombak masih saja menghempas pantai dan kembali ke lautan. Deru hempasan ombak dan dinginnya angin menjadi saksi betapa aku dulu sering kemari bersama Sungmin. Dan, di tempat ini jugalah aku dan Sungmin bertemu untuk yang terakhir kalinya. Aku tahu semua orang pernah mengalami ketakutan. Ketakutan akan kehilangan orang yang dicintainya. Tetapi itu bukanlah alasan untukku lari. Aku menghadapinya. Sungmin dan segala kisah yang pernah kami rajut dulu, selama satu tahun itu.

Aku mulai berjalan ke pinggir pantai. Dari jarak sedekat ini, dapat kurasakan lembutnya pasir pantai menggelitik kakiku yang telanjang. Perlahan aku membungkukkan badanku dan mencelupkan jempolku ke dinginnya air laut ini. Aku ingat, Sungmin juga pernah melakukan hal ini dulu.

"Air yang ada di ujung jari ini adalah ilmu yang kita punya, sedangkan laut yang seluas itu adalah pelajaran yang menanti kita." Begitulah kata-kata Sungmin waktu itu.

Aku tersenyum sedikit. Aku merasa hari ini aku kembali bersama Sungmin, melewati waktu yang tidak pernah habis kami lewati dulu..

Aku melepaskan pandanganku ke laut lepas. Jauh.., jauh sekali.. aku seperti melihat bayangan Sungmin di garis cakrawala. Wajahnya yang sedang tersenyum ke arahku. Sebuah senyum kenangan. Tetapi sepersekian detik berikutnya, aku tersadar. Tidak. Itu tidak ada. Itu hanya bayanganku saja.

Setelah puas memandangi anugerah terindah Tuhan yang ada di hadapanku saat ini, aku pun kembali memacu motorku kearah bukit yang tidak jauh dari pantai ini untuk menikmati sunset dari atas sana.

Ternyata pemandangannya lebih indah jika dilihat dari atas sini. Matahari akan segera tenggelam dan mega-mega di ujung langit sana seakan bercerita banyak padaku, bahwa inilah saatnya, matahari juga akan kembali ke peraduannya. Semua ada saatnya dan kita hanya bisa menunggu saat itu tiba, seperti mentari yang disepak senja dan berganti embun pagi yang menari-nari di pinggir dedaunan.

Aku membentangkan tanganku dan menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Aku benar-benar menikmati setiap tarikan nafasku. Aku merasa kembali mencium bau yang satu tahun lalu pernah kucium. Dan kini, baunya masih sama. Masih bau asam khas pinggiran pantai, bau garam, dan bau…, bau tubuh Sungmin.

Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celanaku. Sebuah kertas yang kulipat menjadi empat bagian. Kurentangkan kertas itu dan kulihat untuk terakhir kalinya. Kertas itu adalah kertas berbentuk hati yang pernah Sungmin berikan ketika awal kami jadian dua tahun yang lalu. Kertas yang selalu aku simpan, yang menandakan bahwa seperti itulah aku menjaga cinta yang diberikan Sungmin untukku.

Aku tersenyum melihat gambar hati yang dilukis oleh Sungmin. Bagiku, selesai sudah tanggung jawabku terhadap gambar itu. Lalu, perlahan aku menjatuhkannya dari tempat aku berdiri saat ini, dari atas bukit. Angin yang bertiup kencang mengibar-ngibarkan kertas itu sebelum akhirnya menyentuh tanah. Aku kembali tersenyum sambil menatap jauh mentari yang telah benar-benar menghilang dari pandangan dan hanya menyisakan udara dingin yang menusuk kulit.

Lalu tiba-tiba aku teringat pada sebuah lirik lagu favoritku akhir-akhir ini,

I have so many thoughts

(Banyak yang aku pikirkan)

After you left, every little chance I get, it's about you

(Setelah kau pergi, setiap kesempatan yang kudapatkan, adalah tentang dirimu)

Wanting to forget you and wanting to hold onto you

(Aku ingin melupakanmu tapi juga masih ingin mengenangmu)

My heart gets mixed up and fights

(Hatiku menjadi campur aduk tak menentu)

Today is like yesterday and tomorrow

(Hari ini, sama seperti kemarin dan esok)

Like I'm floating along like a small piece of dust

(Seakan aku terhanyut bagaikan butiran debu)

I try hating you

(Aku mencoba membencimu)

Looking for the reason we had to break up

(Mencari sebuah alasan bahwa kita sudah saling berpisah)

Then my heart sinks

(Kemudian hatiku terapung)

When I find myself not having forgotten anything

(Ketika mendapati bahwa aku sama sekali tidak bisa melupakanmu)

Another day passes like this

(Hari – hari telah berlalu seperti ini)

If I had a way to erase my memory, what would I do?

(Jika aku mempunyai kesempatan untuk menghapus kenangan kita, apa yang harus aku lakukan? )

When I open my eyes tomorrow and have no memory of you, would I live comfortably?

(Ketika aku membuka mata esok harinya dan aku sudah melupakan semua kenangan tentangmu, apakah aku akan hidup dengan damai?)

A person called you, the happiness called you, the pain called you

(Orang itu adalah kau, kebahagiaan itu adalah kau, rasa sakit itu adalah kau)

If it all disappears, it's like I would disappear too

(Jika semua itu menghilang, aku pun juga menghilang)

Is there a place to hide

(Apakah ada tempat untukku bersembunyi?)

From our memories that were so passionate?

(Bersembunyi dari semua kenangan penuh makna ini?)

The more I erase you, the more special you become

(Setiap aku berusaha untuk menghapusmu, kau menjadi jauh lebih berharga)

I keep finding you as you are being forgotten

(Aku selalu mengingatmu, dirimu yang tidak pernah bisa aku lupakan)

I don't care if I live with just half of myself

(Aku tidak peduli jika aku hidup dengan separuh jiwaku)

Even if I break down in tears in the memories

(Meskipun aku harus hancur dalam air mata di tengah semua kenangan ini)

My days are all..

(Inilah hari-hariku..)

I don't remember anyone who is not you

(Aku tidak bisa mengingat yang lain selain dirimu)

I have no other memory

(Aku tidak memiliki kenangan lain)

I don't care if I live with just half of myself

(Aku tidak peduli jika aku hidup dengan separuh jiwaku)

Even if I break down in tears in the memories

(Meskipun aku harus hancur dalam air mata di tengah semua kenangan ini)

My days are all… about you

(Seluruh hariku… adalah tentang dirimu..)

(Eternal Sunshine)

Aku merasa lagu ini adalah semacam soundtrack bagiku dan Sungmin. Ya. Aku dan Sungmin.

Sebelum aku men-starter motorku, tiba-tiba ponselku berdering.

From : Ryeong-gu

Kyu, kau dimana? Aku sekarang sedang makan bulgogi bersama Eunhyuk dan Donghae. Jangan lupa menyusul, ne?

Option. Reply.

To : Ryeong-gu

Oke. I'm on the way.

Send.

Delivered.

.

.

.

Baru saja aku sampai di daerah Dongdaemun, di salah satu restaurant Bulgogi favorit kami, Ryeowook dan Eunhyuk langsung mengamit kedua lenganku mesra. Aku tahu artinya apa.

"Selamat ya buat yang sudah wisuda duluan! Doakan kami menyusul secepatnya ya, Kyu.."

"Artinya, makan malam kali ini kita akan ditraktrir oleh sang cumlauder! Hahaha.." Tawa Ryeowook melengking bahagia.

"Ohh.. jadi kalian menjebakku, hah?"

"Selamat ya, Kyu atas gelar sarjana tekniknya. Aku bangga denganmu! Serius!" lanjut Donghae sambil memelukkku.

"Thanks, guys.."

Tandanya mereka memberikan pesta kejutan sebagai ucapan selamat atas wisudaku minggu lalu. Ya, hari sabtu minggu lalu aku wisuda. Tetapi aku belum sempat menraktir mereka makan-makan karena aku sibuk mengurus sesuatu yang lain.

Berkat usaha dan dukungan dari semuanya, akhirnya aku lulus ujian skripsi dengan nilai A sehingga ketika aku wisuda mendapat gelar cumlaude dengan pertimbangan IPK diatas 3,5 ditambah jangka waktu study yang setengah tahun lebih cepat dari seharusnya.

Sebenarnya kebahagiaanku tidak berhenti sampai disitu. Baru dua hari setelah wisuda, aku kembali mendapat satu kabar gembira lagi bahwa permohonan beasiswaku ke Belanda dikabulkan oleh Technisce Universiteit Delft atau Universitas Teknik Delft yang merupakan salah satu universitas teknik tertua, terbesar dan terlengkap yang terletak di kota Delft, Belanda. Itu artinya, awal tahun 2015 aku benar-benar berangkat ke Belanda untuk melanjutkan studi magisterku.

Aku jadi berpikir-pikir kembali, orang macam apa aku ini jika dulu tidak bertemu dengan Sungmin? Mungkin aku masih menjadi gigolo dan mungkin saja kuliahku tidak akan selesai tepat waktu seperti ini. Sebenarnya ingin sekali aku menceritakan padanya atas apa yang kuraih selama ini. Karena bagaimanapun juga, ini semua berkat dukungan dari Sungmin.

Sungmin memang tidak ikut membantuku mengerjakan tugas-tugas kuliah. Tetapi Sungmin selalu rela begadang untuk sekedar menemaniku mengerjakan tugas hingga tengah malam. Dan jika telah selesai, tidak jarang ia memuji seperti ini, "Kyuhyunku akan menjadi orang hebat nantinya." Dan kalimat semacam itu benar-benar mendongkrak semangatku.

Tidak lama kemudian, makanan yang kami pesan pun datang. Aku hanya bisa tersenyum ketika melihat Eunhyuk menyuapkan satu potongan daging bulgogi ke dalam mulutnya begitu lahapnya.

"Kyu, aku hanya ingin berterima kasih padamu," tiba-tiba Donghae memulai percakapan. Kali ini nadanya serius.

"Atas apa?" keningku mulai berkerut.

"Karena kau sudah mengenalkanku dengan Eunhyuk. Dan bulan depan, kita sudah memutuskan untuk menikah."

"MWOOOO? MENIKAH?" kataku dan Ryeowook serempak.

"Oh my God.. Selamat ya.. akhirnya kalian resmi juga!" ucapku tulus. Kupandangi satu per satu wajah sahabatku itu. Kutemukan binar kebahagiaan di sana. Binar yang sama yang kurasakan saat aku jatuh cinta pada Sungmin dulu. Aku pun tersenyum melihat wajah Eunhyuk yang tersipu malu seperti itu.

"Lalu kau sendiri bagaimana, Kyu. Sudah dapat pengganti Sungmin?" lanjut Ryeowook.

"Posisi Sungmin bukan untuk digantikan, Wookie. Sungmin hanya satu. Tidak ada Sungmin-Sungmin yang lain dan Sungmin-Sungmin selanjutnya."

Mereka bertiga diam.

"Tetapi walaupun begitu, setidaknya satu tahun ini aku sudah belajar hidup tanpa Sungmin lagi."

"Kyuhyun... Kyuhyun, sudah tahu jalan yang kau lewati itu penuh lubang, tetapi kau tetap nekat."

"Kadang kala, kau harus punya keyakinan terhadap sesuatu. Aku hanya mencoba menjalani apa yang sudah aku yakini. Biar aku tahu bagaimana sakitnya jatuh. Karena dengan begitu, aku belajar untuk berdiri lagi."

"Lalu sekarang kau bahagia?" Ryeowook melanjutkan.

Aku tersenyum, "Iya. Setelah aku memaafkan diri sendiri, memaafkan Sungmin dan mulai berdamai dengan keadaan. Bagiku, itulah yang dinamakan kebahagiaan."

"Setuju. Itu baru Cho Kyuhyun. Sahabat terbaikku." Ryeowook memelukku erat.

Ditengah pembicaraan kami itu, tiba-tiba..

"Akhirnya terjawab sudah siapa calon suami Song Eunhye pada hari ini," suara host dalam sebuah acara infotainment akhirnya menyita perhatian kami samua, terutama aku. Lalu aku melihat kearah televisi yang berada di sudut ruangan. Saat itulah aku benar-benar merasa dunaiku jungkir balik tak menentu. Satu lagi kejadian yang membuatku seperti tertampar-tampar.

"Setelah sebelumnya ia membuat teka-teki tentang sosok lelaki beruntung yang mendapatkan hatinya. Kini semuanya telah terungkap, bahwa pria itu adalah Lee Sungmin, seorang news anchor di sebuah stasiun televisi ternama di Jepang."

Ya Tuhan, ada apa dengan duniaku hari ini? Air di mataku mulai menggenang. Seketika itu juga, Eunhyuk menepuk pelan bahuku, menguatkanku.

Aku mengamati setiap detik acara itu berlangsung, saat Sungmin mengucapkan janji suci dihadapan pendeta. Ia tampak begitu nervous dan wajah Sungmin sangat pucat waktu itu. Ia tidak mampu menyembunyikan ekspresinya. Walaupun setelah kejadian saat itu aku tidak pernah melihat atau bertemu lagi dengannya, tetapi melalui tayangan ini aku jadi tahu bahwa dia di sana baik-baik saja.

Terima kasih, Tuhan. Aku titipkan Sungmin padaMu.

Setelah acara pernikahan itu selesai, Sungmin dan Eunhye beranjak untuk melakukan konferensi pers.

Aku masih menatap wajah Sungmin. Sungmin tersenyum menatap kearah kamera ditengah kilatan blitz yang menyorotinya malam ini. Tetapi aku merasa ada yang kurang dari senyum itu. Senyumannya tidak seperti biasanya. Senyumannya terkesan dipaksakan. Lalu aku menatap kearah matanya. Aku tahu mata tidak pernah bisa bohong. Ada rona keterpaksaan di balik tatapan itu.

Beberapa saat kemudian, kamera menyoroti sepasang tangan Sungmin dan Eunhye yang saling bergenggaman. Aku jadi ingat, betapa sering aku menggenggam tangan Sungmin, menciumnya dan memegangnya erat. Lalu aku menggenggam erat tanganku sendiri, seolah aku masih merasakan kehangatan yang sama yang dulu pernah kurasa.

Ada nyeri yang teramat sangat di dadaku. Ada sedikit penolakan di hati kecilku. Aku merasa tidak rela melihat pemandangan di hadapanku. Tetapi cepat-cepat aku menepis rasa itu. Aku tidak mau terlihat tolol karena mengharapkan hal yang tidak mungkin. Meskipun ada penolakan di hatiku, tetapi aku sudah tidak peduli lagi. Yang lalu biarlah berlalu, meskipun itu yang tersakit sekalipun.

Satu hal yang aku percaya, bahwa sebenarnya ujian terberat untuk cinta kita adalah, sebesar apa keinginan kita untuk berjuang, lalu pasrah dan akhirnya pelan-pelan melepaskan cinta itu.

Tetapi untuk masalah cinta dan perasaanku, biarlah hanya aku yang tahu. Biarlah hanya aku yang merasakan sakit atau pedihnya ditinggalkan orang yang memang tidak mungkin bisa kumiliki secara utuh.

Sungmin adalah pria yang sempurna dengan kadarnya di mataku. Tetapi ia ditakdirkan bukan untukku. Bagiku, mengenal seorang Lee Sungmin adalah mengenal orang yang tepat. Dan kalaupun aku gagal, setidaknya aku pernah mencoba. Lebih baik gagal daripada tidak mencoba sama sekali.

Terakhir kalinya aku melihat wajah Sungmin dan merekam segala kesempurnaan yang ada pada dirinya ke dalam otakku. Lalu aku tersenyum sedikit. Senyuman penuh arti. Senyuman penuh rasa bangga dan kemenangan. Aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku harus menerimanya.

Beberapa saat kemudian, aku, Ryeowook, Eunhyuk dan Donghae mulai melangkah keluar dari resto itu dengan sebuah harapan dan keyakinan masing-masing bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini.

"Setelah semua yang kau hadapi. Menurutmu, pelajaran apa yang ingin kau bagi dengan kami?" Tanya Donghae sambil berjalan menuju parkiran kendaraan.

"Menurutku, pelajaran yang sesungguhnya adalah, pria mencintai pria dengan dengan cara pria. Pria mencintai wanita dengan cara wanita. Dan wanita mencintai pria dengan cara pria. Tidak bisa sesama pria mencintai dengan cara wanita. Tidak bisa pria mencintai wanita dengan cara pria dan tidak bisa wanita mencintai pria dengan cara wanita. Karena pria dan wanita itu berbeda." Jawabku.

"That's it! Aku setuju!" Donghae menjentikkan jarinya.

"Dan menurutmu, apa inti dari semua ini?"

"Tentang cinta dan cerita. Satu cinta itu cerita, banyak cinta itu statistika! Hahaha.."

Dan kami pun pulang dengan keyakinan yang sama di dalam kepala bahwa matahari yang bersinar setelah hujan biasanya lebih cerah dari sebelumnya. Kita hanya mempunyai keyakinan dan kita berhak menjalaninya.

Sebelum menyalakan motor, aku melihat kearah pergelangan tanganku. Aku baru sadar kenapa hari ini yang ada di otakku hanyalah nama Lee Sungmin dan aku merasa hari ini aku benar-benar bersama dengan Sungmin serta melewatkan waktu yang dulu tidak pernah kami lewatkan tanpa bersama-sama. Selain karena Sungmin memang pernah berjanji tidak pernah meninggalkanku, satu lagi alasan mengapa semuanya tampak begitu nyata, yaitu jam di pergelangan tanganku menunjukkan bahwa hari ini adalah..

.

.

..tanggal 13 November 2014.

.

.

11-13

The End

.

.

Sorry For:

Bad Ending . Bad Remake . Any Typo(s) . Confusing Plot . Disappointing Story . Worse Adult Scene . Poor Dictions . Over Improvisation . etc .

.

-Thank You For Reading-

.

.

.


/mengheningkan cipta/

Pertama-tama saya mau mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ending yang tidak sesuai dengan harapan teman-teman.. T_T

Tetapi sebenarnya, this is the real life of gay..

Tidak semua kaum gay memutuskan untuk menjalin hubungan karena kebutuhan akan seks semata, tapi mereka berhubungan karena cinta. Bener2 karena cinta..

Dan.. Kebanyakan kaum gay di Asia memutuskan untuk berpisah dan menikah dengan cewe, bukan karena tidak cinta lagi, tapi karena suatu keharusan.

FF ini adalah hasil remake sebuah novel indonesia karya Rangga Wirianto Putra yang berjudul asli The Sweet Sins, yang merupakan novel bertema gay pertama yang saya baca dan saya suka..

Dan jujur, sepanjang saya baca novel ini, saya selalu mengkorelasikannya ke kisah cinta Kyumin meskipun sebenernya ga mirip.

Tapi entah kenapa, setelah baca novel tsb, ada satu pelajaran yang bener2 saya petik dari si tokoh utama. Yaitu perjuangan cintanya, bagaimana cara dia memaknai cinta itu mulai dari nol, yang awalnya ragu sampai dia bener2 yakin kalau cinta itu ga pernah salah. Bagaimana dia memilih, mempertahankan, dan berjuang sampai tahap paling akhir, yaitu melepaskan..

Hh.. Today is D-4 before Sungmin's wedding..

Saya Joyers, saya juga desperate, saya juga sensitive dan bad mood, saya juga merasa tertampar-tampar, dan saya juga merasa dunia OTP saya hancur.. Saya seperti tokoh Kyuhyun di ff ini, yang awalnya ragu untuk mencintai Kyumin sampai saya yakin dan belajar mencintai mereka secara utuh. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk berdamai dengan keadaan, mencoba untuk memaafkan diri sendiri, memaafkan Sungmin, dan menerima kenyataan, meski itu yang terburuk sekalipun.

Tidak sedikit Joyers yang leave. Tapi bagi saya, apa yang dari awal sudah saya yakini, ga akan saya buang gitu aja.

Saat tiba giliran Kyuhyun yang akan menikah nantinya, saat itulah saya akan melepaskan Kyumin. Dan melepaskan bukan berarti meninggalkan. Karena melepaskan adalah bukti paling shahih dalam mencintai. :")

That's all..

Terima kasih atas waktunya, atas review, atas saran, pendapat, favorite, follow dan pengertiannya.. :)

Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya~ ^^