This is my new story. Happy reading!

Hope you like it, ^-^

Chapter 1

Land of The Lost merupakan sejarah kelam dunia. Awalnya, negara ini didiami oleh bangsa Fairy. Pemerintah negara ini dipimpin oleh Dewan Sihir yang berisi sepuluh penyihir suci. Bangsa Fairy menjaga keseimbangan cahaya dan kegelapan di dunia ini. Dan ini membuat perang – perang besar berkurang dan berakhir satu per satu. Hal ini membuat mereka sangat dihormati oleh seluruh bangsa di dunia ini.

Sayangnya kedamaian itu tak berlangsung lama. Sekitar sepuluh tahun lalu para black magic berusaha membangkitkan Zeref. Zeref adalah black mage paling kuat sepanjang sejarah sejak ratusan tahun lalu. Mereka menangkap Jellal Fernandez, penyihir suci terkuat keenam dalam dewan untuk dikorbankan dalam pelepasan segel kebangkitan Zeref. Inilah awal kehancuran bangsa Fairy.

Tak ada yang tahu kejadian pasti setelahnya. Berita yang dilaporkan setelah mereka membunuh Jellal, seluruh dunia diliputi oleh kegelapan. Dari atas langit muncul seekor naga hitam dan mulai menyerang para bangsa Fairy. Kejadian ini yang dikenal sebagai Fairy's Cothurnus. Tragedi besar yang menewaskan semua bangsa Fairy dan terbukanya gerbang Naraka. Gerbang Naraka, gerbang penghuung dunia dengan kegelapan. Dunia kegelapan yang diciptakan oleh Zeref.

Lima belas tahun kemudian, seorang pahlawan perang dari Kerajaan Emerald singgah ke tanah Land of The Lost tersebut. Ia mendiami tanah tersebut bersama keluarganya. Dalam waktu dua tahun, Land of The Lost kembali memiliki pemukiman besar. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga prajurit yang sudah berhenti dan saudagar yang berlayar kesana. Namikaze Minato menjadi pemimpin di negara itu. ia membangun monumen besar di pusat kota untuk menghormati bangsa Fairy dan memperingati kejadian Fairy's Cothurnus.

Tapi, saat itu juga muncul makhluk atau monster yang sering disebut sebagai Blackvils. Blackvils mengikat kontrak dengan manusia dengan perjanjian pengabulan permintaan manusia. Kontrak perjanjian tersebut terpenuhi saat pemegang kontrak atau vessel membunuh manusia sebanyak mungkin. Semakin sulit permintaan yang akan dipenuhi, semakin banyak manusia yang harus dibunuh. Dan bagi mereka yang tak sanggup melakukannya, jiwa mereka akan terserap ke dalam Naraka.

Untuk mengatasi masalah tersebut Minato membentuk team khusus, Exorcist. Ia berhasil melakukan penelitian untuk menggunakan Blackvils sebagai senjata mereka. Para Blackvils yang telah diikat oleh anggota Exorcist telah di modifikasi sehingga mematuhi vessel mereka. Jiraiya adalah peneliti yang berhasil memodifikasi Blackvils tersebut.

Dalam sejarah tertulis, Jiraiya pernah mengatakan bahwa ia berhasil melakukannya berkat seseorang. Orang itu mengatakan pada Jiraiya, ia melakukan kontrak dengan Blackvils setelah Fairy's Cothurnus. Tapi, blackvils miliknya tak pernah meminta korban satupun. Saat Jiraiya menanyakan keinginan yang ingin ia minta dikabulkan, orang tersebut tak pernah menjawabnya. Orang itu hanya mengatakan bahwa Blacvils miliknya terdengar sangat kesepian karena itu ia mengikatnya. Sejak itulah Jiraiya mempelajari sihir atau segel yang bisa menjinakkan blackvils. Tapi, hanya beberapa orang Exorcist yang berhasil. Setelahnya sosok Jellal kembali muncul dan membunuh Jiraiya.


"Siapa orang itu Erza?" tanya gadis manis yang sedang duduk di atas meja.

Erza, perempuan bersurai merah yang duduk di samping gadis berusia tiga belas tahun itu hanya tersenyum kecil.

"Kau mengetahuinya. Kita semua mengetahuinya."

"Are?" Gadis kecil itu memiringkan kepalanya ke kiri, bingung. "Aku mengetahuinya. Apa kita pernah bertemu dengannya di perjalanan?"

Erza mengacak pelan surai silver lembut milik gadis itu.

"Ayo keluar. Kurasa Lucy dan Plue kerepotan mengawasi Gray dan Natsu."

"Aku masih mau membaca ini. Kau saja yang mencari mereka, ya." gadis cilik itu berujar dengan riang, senyum manis tak lepas dari bibir mungilnya.

Erza hanya menggelengkan kepalanya sambil berjalan menuju pintu keluar perpustakaan umum itu. Ia tak terlalu khawatir, adiknya itu selalu bisa pulang sendiri dengan selamat. Meskipun mereka baru sampai di Land of The Lost dua hari yang lalu. Adiknya itu terlalu pintar, licik dan manipulatif. Ia akan melakukan apa saja untuk keuntungannya. Bahkan ia yang paling tegas dan menakutkan pun bisa tunduk padanya. Benar – benar iblis kecil.

"Tetap membaca disini sampai aku kembali menjemputmu, Airi." Perintah Erza ia tak yakin Airi akan mendengarkan perintahnya. Setidaknya ia sudah meminta Airi.

Karena walaupun ia tak khawatir, adik kecilnya itu sangat merepotkan jika ditinggal sendiri. Airi akan kabur kemana saja yang ia suka. Dan bisa seharian penuh hanya untuk mencari iblis kecil itu. Tapi jika ia menolak keinginannya, ia akan membuat keributan di dalam perpustakaan. Lebih baik ia melepasnya, Lucy tak kan bisa menahan dua pemuda barbar itu lebih dari satu jam. Lagipula Erza yakin, hari ini Airi hanya ingin membeli dango. Dia biasa melakukannya di tempat baru.

"Aye, sir!" sahutnya keras bersamaan dengan kucing biru di pundaknya.

Airi menyeringai saat pintu itu kembali tertutup. Menatap kucing biru yang terbang di depannya.

"Nee, Happpy. . . ayo beli dango!" ajaknya riang.

Airi segera menyeret tangan kecil kucing biru itu sebelum sempat memprotesnya. Ia berlari lincah keluar perpustakaan besar itu. Kaki kecilnya berlari kencang ke arah pasar tradisional besar yang ia kunjungi bersama ketiga kakak asuhnya kemarin. Ia sudah menghapal jalannya jadi ia tak perlu merasa khawatir akan tersesat. Lagipula jalan di Land of The Lost sangat terorganisir. Setiap jalan akan selalu berhubungan dengan jalan – jalan yang lain. Walaupun membingungkan tapi mudah untuk melewatinya.

Airi tersenyum lebar saat melihat gerbang masuk market tradisional di depannya. Ia langsung berlari ke kedai dango yang sudah ia hapal jalannya. Ia tak memperdulikan penjual lain yang menawari dagangan mereka, tak tertarik. Tak ada gunanya ia melihat – lihat yang lain. Ia hanya butuh dango, maka dia hanya akan membelinya dan pulang. Atau mungkin berjalan – jalan sebentar di taman. Bisa juga bermain di taman bermain di sudut kota. Ia sangat ingin menaiki permainan disini, yang terkenal memicu adrenaline.

"Oji-san. . . beli dangonya dua porsi ya!" ujar Airi semangat.

Airi lalu duduk di atas kursi pengunjung bersama dengan dua pemuda bersurai raven dan pirang. Dia memangku kucing birunya dan memeluknya, membuatnya terlihat seperti boneka lucu.

"Kau mau kan Happy?"

"Tapi kau berjanji membelikanku ikan, Airi." Rajuk Happy.

Air muka gadis itu berubah muram. "Tapi aku tak tahu tempatnya."

Ia mengelus kepala kucing bersayap itu dengan lembut sambil sekilas memperhatikan paman penjual dango mempersiapkan pesanannya. Airi langsung tersenyum pada Happy. "Tapi kita bisa menanyakannya pada paman itu. Aku akan membelikanmu sebanyak ikan yang kau mau."

"Uangnya?"

Airi kembali tersenyum saat paman itu memberikan dua piring berisi dango dan teh ocha hangat padanya. "Arigatou, oji-san!"

Airi mengambil satu tusuk dan memakan makanan manis itu.

"Kau tak usah khawatir. Lucy memberikan banyak uang pada kita."

"Kau bicara dengan siapa adik manis?"

Airi meletakkan tusuk dangonya dan menoleh pada pemuda bersurai pirang disampingnya. Senyum manis segera tercipta di bibirnya saat melihat senyum hangat pemuda itu. Ia lalu mengangkat kucingnya dan menunjukkannya pada mereka.

"Happy."

"Hehh, lucu sekali." Pemuda itu mengelus kepala kucing biru itu.

Airi mengangguk senang.

Pemuda pirang itu menjabat tangan Happy, "Hai Happy, namaku Naruto. Dan teman di sampingku ini Sasuke."

"Hai, Happy desu." Balas kucing itu sambil tersenyum.

"EHHH!" pemuda pirang itu terlonjak kaget dan memeluk bahu teman ravennya. "Kau dengar itu, Sasuke! Itu bisa bicara. . . BICARA. . ."

Teman pemuda pirang itu, Sasuke hanya berdecak pelan, "Bodoh!"

Sasuke lalu menatap Airi dan Happy bergantian.

"Makhluk apa itu?" tanya Naruto masih terkejut.

Airi cemberut, "Happy itu kucingku. Kalian tak boleh memandangnya seperti itu!" teriaknya kesal. Dia lalu memeluk Happy erat di dadanya dan menggembungkan pipinya.

Naruto langsung melepas pelukannya pada Sasuke. Mana bisa ia melihat gadis manis dihadapannya terlihat kesal seperti itu. Demi apapun, ia paling lemah dengan hal seperti ini. Anak kecil adalah kelemahannya.

"Ahh, maaf. Bukan maksudku berlaku kasar, adik manis. Hanya saja aku baru melihat kucing berwarna biru dan bersayap."

"Kau harusnya meminta maaf pada Happy. Bukan padaku."

"Ne, maaf Happy. Aku tak bermaksud. . ."

"Tak apa Naruto. Natsu bilang kita tak boleh membenci orang lain hanya karena dia mengatakan hal kasar pada kita."

"Nee, nee. . . Natsu-nii benar." Tambah Airi setuju. Kepalanya mengangguk cepat, membuatnya terlihat menggemaskan.

"Ehh, kalian benar – benar anak baik. Aku terharu sekali."

"Bodoh."

"Yah! jarang sekali menemukan anak sekarang yang berkata sopan pada orang lain. Kau harus bangga masih ada adik manis ini." Ucap Naruto kesal pada temannya itu.

Naruto berbalik menatap anak kecil dan kucing disampingnya. Mereka menatapnya tak berkedip, memperlihatkan mata besar yang terlihat sangat jernih dan bersih. Innocent dan tanpa dosa. Mereka terlihat sangat lucu. Naruto harus menggigit lidahnya agar tak memeluk mereka.

"Jadi siapa namamu?" tanya Sasuke, sudah terbiasa dengan tingkah Naruto yang terlampau senang menatap anak kecil.

"Airi, Hatake Airi."

"Hatake?" Naruto memiringkan kepalanya.

"Jadi apa makhluk biru itu?" tanya Sasuke.

"Happy itu dari bangsa exceed. Makanya ia bisa bicara dan mempunyai sayap. Jadi jangan menyebutnya itu, Happy bukan barang." Protes Airi.

"Aye, sir!" sahut Happy riang.

"Exceed?" teriak Naruto sekali lagi. "Bukankan itu nama kucing bangsa Fairy. Bagaimana kau bisa mempunyainya?"

"Apa itu aneh?" tanya Airi pada Naruto yang kini memandang takjub pada Happy.

"Semua bangsa Fairy sudah punah sejak dua puluh tahun lalu. Mustahil kau mempunyainya." Terang Sasuke.

"Ahh, aku tahu. Aku baru saja mempelajari sejarahnya." Ucap Airi bangga. "Fairy's Cothurnus, ne? Tragedi penyerangan naga hitam di Land of The Lost setelah upacara pemanggilan Zeref."

"Kau benar. Jadi darimana kau mendapatkannya?" tanya Sasuke curiga.

"Hei, Sasuke. Jangan berwajah seperti itu, kau bisa menakutinya."

Airi menatap Sasuke tenang sambil memakan dangonya. "Natsu-nii yang mempunyai Happy. Lucy juga mempunyai Plue."

"Kalian juga punya anjingnya?"

Airi mengangguk, "Aku sudah bersama mereka sejak aku terbangun. Mungkin saja Plue dan Happy adalah hadiah. Peliharaan bangsa Fairy kan punya umur yang lama."

"Ceritakan tentang mereka." kali ini Naruto yang memintanya.

"Kenapa aku harus menceritakannya?" ujar Airi curiga. Terlebih pemuda pirang bernama Naruto itu terlihat ingin tahu sekali. Bagaimana kalo mereka orang jahat? Ia tak mau dihukum Erza karena membicarakan mereka kepada orang asing.

"Kami hanya ingin tahu. Apa itu tak boleh?"

Airi memandang mereka cukup lama.

"They are my family. They are my home."

Airi lalu turun dari kursinya dan menaruh uang di atas meja. Ia melepas Happy dan membiarkan ia terbang di dekat kepalanya. Ia membungkukkan badannya pada Naruto dan Sasuke, berniat lari menjauh dari mereka. Tapi Sasuke menahan lengan kecilnya.

"Kami akan mengantarmu. Disini terlalu berbahaya." Ucap Sasuke datar.

Airi tersenyum padanya. "Terimakasih." Ia lalu melepas tangannya. "Ayo Happy kita cari toko ikannya. Kurasa tak susah mencarinya."

Suara riang Airi masih terdengar jelas di telinga mereka.

Naruto dan Sasuke meninggalkan uang di atas meja. Mereka berjalan pelan menyusul Airi.

"Hatake Airi. Kita harus mencari tahu tentangnya." Bisik Sasuke.

"Tak usah curiga seperti itu, Sasuke. Kurasa Happy dan Plue memang hadiah. Anak manis itu tak terlihat seperti penjahat. She is too sweet, you know?" ucap Naruto santai. "Tapi. . . namanya tak terdengar asing."

Sasuke hanya menatap diam Naruto yang tengah berpikir.

"Yeah. . . ketemu!"

Airi dan Happy mendekati penjual ikan segar.

"Nah, Happy silahkan pilih ikan yang kau mau. Aku akan membayar semuanya." Ucap Airi sambil merentangkan tangannya.

"Aye, sir!"


"Kau tinggal di hotel?" tanya Naruto saat melihat bangunan besar dan mewah di hadapannya. Bukankah Airi bilang bahwa mereka adalah wanderer atau pengembara? Tapi ini tak seperti yang ia bayangkan. Naruto kira mereka akan hidup sederhana dan biasa saja. Kebanyakan wanderer akan memilih tinggal di lahan permukiman yang disediakan setiap negara untuk mereka.

Airi mengangguk. "Apa tidak boleh?"

"Tidak. Tapi. . . ya, hanya saja. . . emmhh. . . kurasa kalian berbeda dari wanderer yang pernah kutemui."

"Benarkah?" tanya Airi penasaran. Terlihat sekali ia sangat antusias menatap Naruto. "Kita berbeda. Erza juga selalu mengatakannya. Kau tahu artinya, Naru? Kau mau memberitahukannya padaku kan? Kumohon. . ."

Naruto salah tingkah melihat ekspresi Airi. Airi benar – benar seperti kucing manja yang sedang meminta makanan pada majikannya, sangat manis. Dia menggaruk belakang lehernya yang tak gatal.

"Aku tak yakin yang kuucapkan mempunyai maksud yang sama dengan kakakmu."

Airi memiringkan kepalanya, "Are? Bukankah kalian mengatakan kata yang sama? Memangnya ada bedanya antara 'kalian berbeda' dari Naru dan 'kita berbeda' dari Erza. Bukankah dua – duanya sama – sama mengarah padaku dan keluargaku?"

Airi mengangkat kedua bahunya lalu menoleh pada Happy yang berada di pelukannya, "Nee, apa kau tahu Happy?"

Happy pun menoleh pada Airi dan tersenyum lebar.

"Mungkin karena kita sangat menyukai ikan. Kita semua makan ikan. Aku menyukai ikan."

"Ahh, kau benar. Aku suka makan ikan panggang dengan Happy. Natsu – nii suka memancing ikan dengan Happy. Erza suka melukis ikan Happy, Lucy suka memasak ikan Happy. Gray juga suka membelikan ikan untuk Happy. Plue suka menari dengan Happy saat ada ikan." Ungkap Airi riang.

'Ahh, kenapa anak ini polos sekali. . .' batin Naruto dalam hati.

"Bodoh."

Naruto menatap tak suka pada sahabat baiknya itu. "Yah! Sasuke. Dia masih anak – anak. Wajar saja pemikirannya masih sederhana seperti itu. Bukankah dia jadi terlihat semakin manis?"

"Aku tak pernah sebodoh itu."

Naruto melambaikan tangan kirinya, tak setuju. "Itu kau, Sasuke. Dia berbeda dengan kita dan yang lainnya."

"Ayo, masuk! Makan siang dengan kami. Meski Lucy itu cantik dan terlihat tidak meyakinkan, masakannya sangat enak."

Airi menggenggam tangan besar Naruto dan menuntunnya masuk ke dalam hotel, sedang Sasuke mengikuti di belakang mereka. Mereka bertiga naik ke lantai dua, lantai tertinggi hotel mewah itu. Fritz hotel, hotel termewah di Land of the Lost, hanya memiliki dua puluh kamar.

"Kenapa kalian tak makan di restaurant saja." Tanya Sasuke.

"No. Kami terbiasa masak sendiri sejak kecil. Kita hanya akan makan di luar jika keadaan darurat." Jawab Airi sambil tertawa riang memainkan sayap Happy.

"Memang tidak apa kalau kami. . ."

"Tidak apa Naru, Erza sangat menyukai bertemu orang baru. Kami semua terbuka dengan siapa saja. Nah sudah sampai. . ."

Airi berlari memasuki kamar tiga belas. "Tadaima. . ." teriaknya riang.

Empat orang di dalam sana langsung menatap Airi.

"Okaeri, Airi–chan." Balas gadis bersurai pirang. Yang terlihat sibuk menata makanan di meja tamu.

"Darimana saja kau Airi? Kau ketinggalan hal menarik. Aku dan Gray berhasil menangkap pencuri di market tadi!" pemuda bersurai Salmon itu terlihat senang sekali melihat Airi.

"Ehh, benarkah Natsu-nii?" tanya Airi tak kalah antusias. Ia langsung berlari ke arah dua pemuda itu. Dia mengangkat tangannya di depan pemuda bersurai raven di samping Natsu.

Pemuda itu mengangkat tubuh Airi dan mendudukkannya di pangkuannya.

"Memang berapa banyak penjahatnya, Gray? Apa mereka kuat?"

"Banyak. Kami menghajar semua preman – preman itu." balas Gray dengan seringaian puas di bibirnya.

"Sugoi! Hebat seperti biasa Natsu-nii, Gray. . ." ucap Airi kagum dengan mata berbinar. Ia mengangkat kedua jempol tangannya. "Kapan kalian akan mengajariku berkelahi lagi."

Erza yang baru saja mempersilahkan Naruto dan Sasuke untuk duduk langsung menatap mereka bertiga tajam. Deheman kerasnya mengagetkan ketiga orang tersebut.

"Apa yang kau ajarkan padanya Gray, Natsu?"

"Bukan apa – apa. Kami tidak pernah mengajaknya berkelahi. Ne, Airi?" elak Gray cepat. Erza sangat menakutkan jika sudah marah.

Airi lalu mengangguk cepat.

Erza lalu duduk di samping Natsu, lalu menatap Airi. "Baiklah. Nah, Airi. . . kenapa kau membawa dua orang asing kesini?"

"Erza kenapa? Biasanya juga tak apa – apa? Saat aku membawa sepasang kakek-nenek seminggu lalu di Fantasia, kau senang – senang saja." cemberut Airi.

"Mungkin karena mereka masih muda dan tampan." Sambung Lucy sambil tertawa kecil. Ia baru saja memberikan nasi pada mereka.

"Lucy genit!" teriak Airi dan Happy bersamaan.

"Pluuu. . ." anjing putih berwarna putih ikut bersuara. Tapi anjing bangsa Fairy atau Plue lebih terlihat seperti boneka salju lengkap dengan tangan dan kaki. Berjalan tegak dan sangat suka menari sampai kakinya gemetaran.

"Mou. . . aku hanya mengucapkan yang sebenarnya."

"Lucy genit. . . pantas saja tak pernah berhasil menarik satu pria pun. Mereka semua lari melihat Lucy genit. . ." Happy bernyanyi dengan riang dengan nada asal dan berantakan. Sambil terbang mengitari di atas kepala Airi.

Tapi, sepertinya Airi menyukai nyanyian asal tersebut. Ia pun turut bernyanyi mengikuti Happy, diikuti Natsu dan Gray yang bersemangat sambil bertepuk tangan. Membuat Lucy kesal dan melempar dua laki – laki itu dengan sendok. Sementara Erza hanya tersenyum kecil lalu menyesap teh hangatnya.

"Mereka terlihat bersenang – senang." Komentar Naruto lembut. Matanya tak pernah lepas melihat interaksi diantara mereka. Semuanya terlihat sangat dekat dan nyaman dengan keberadaan masing - masing. "Keluarga yang menyenangkan. . . dan bahagia."

Sasuke yang baru saja memakan nasi yang sudah disajikan dan mengambil sepotong daging panggang, kembali menatap mereka. Memperhatikan senyum dan tawa lepas di wajah mereka.

"Hm." Keluarga yang hangat.