Secret Love

AkaKuro

Romance, Hurt/Comfort, Drama, Family

Rate T

Warning!: Brother!AkaKuro, incest, OOC, typo(s), unbeta-ed, AkaKuroFamily!AU, BL, yaoi, slash, OC, etc

Disclaimer

.

.

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

.

.

Story and OC © Kuhaku


Author's note: hehe, minna-san~ author balik .. dengan cerita yang berbeda sih :v. Belum selesai satu fanfic eh tau-tau upload lagi.. gapapa, kan? boleh kan? ga masalah kan? ada yang mau protes kah? *dilempar sendal* udah deh, langsung baca aja fanfic author kali ini. ah, kalau bisa review ya.. kritik dan saran sangat diterima tapi please no flame :) douzo..


Chapter 1 ; Akashi

Angin berhembus, meniup surai seorang pemuda yang sedang bersantai. Ia sedang menikmati pemandangan taman di rumahnya yang mewah dan megah itu. Sang pemuda mengangkat cangkir di hadapannya dan meminum isinya, secangkir teh earl grey. Ia kembali meletakkan cangkir itu di meja kecil yang ada di depan kursi tempat ia duduk dan memandang matahari yang sebentar lagi terbenam. Matanya memandang dengan tatapan hampa, menerawang jauh ke ujung sana. Ia memejamkan kedua matanya.

"Seijuuro-kun?"

Panggilan itu sukses membuatnya membuka kedua matanya. Ia menengok ke arah suara. "Tetsuya?"

Pemuda yang dipanggil Tetsuya itu bersandar di dinding. Ia kemudian melangkahkan kakinya, kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi sang pemuda.

"Seijuuro-kun sedang apa di sini sendirian?"

Pemuda bernama lengkap Akashi Seijuuro itu menengok pada adiknya tersayang. "Hanya bersantai." Jawabnya sambil tersenyum tipis.

Tetsuya mengangguk-angguk. Kemudian ia ikut menikmati pemandangan matahari yang akan terbenam bersama kakaknya. Akashi Seijuuro dan Akashi Tetsuya. Mereka berdua merupakan kakak adik dari keluarga konglomerat Akashi. Seijuuro punya surai semerah darah dan mata heterokrom scarlet-gold, sedangkan Tetsuya punya surai biru dan mata secerah langit musim panas. Sifat Seijuuro dan Tetsuya bertolak belakang, 180 derajat. Seijuuro merupakan tipe orang yang absolute, suka memerintah, tidak suka dibantah, juga bisa dibilang cukup dingin dan tidak kenal ampun pada orang. Di sisi lain, Tetsuya, adalah orang yang pendiam, sopan, pemalu, dan suka membaca buku sendirian, namun ia mudah akrab dengan orang lain. Benar-benar bertolak belakang dengan sifat Seijuuro. Usia Seijuuro dan Tetsuya terpaut 2 tahun. Kini, Seijuuro menginjak usia 19 tahun, sedangkan Tetsuya 17 tahun. Walaupun sifat mereka bertolak belakang, tak jarang mereka menghabiskan waktu bersama jika Seijuuro tidak sibuk. Seijuuro yang merupakan anak pertama, harus mengurus perusahaan menggantikan ayah mereka, Akashi Seishirou. Walaupun Akashi Seishirou masih belum pensiun dari jabatannya, sejak sekarang bahkan sejak Seijuuro masih berusia 5 tahun, ia sudah diajari cara mengendalikan perusahaan keluarga Akashi. Akashi Seishirou merupakan sosok yang begitu tegas, tanpa ampun bahkan pada anak-anaknya sekalipun. Sifat Seishirou, yang absolute menurun pada Seijuuro dan karena itulah mereka berdua merupakan orang yang keras kepala, sulit untuk dilunakkan bagaimana pun cara membujuk mereka.

"Tetsuya?"

Tetsuya menengok ke arah Seijuuro yang memanggilnya. "Hm?"

"Ayo masuk, sudah mulai gelap. Sebentar lagi makan malam." Ujarnya sambil berdiri.

Tetsuya mengangguk kecil. "Umn.."

Mereka berdua berjalan, menyusuri koridor rumah yang begitu besar. Rumah keluarga Akashi merupakan rumah bergaya Jepang-Eropa. Beberapa bagian bergaya Jepang, dan beberapa bagian mengadaptasi gaya Eropa walau tidak terlalu menonjol. Koridor rumah itu diisi berbagai benda-benda antik, mulai guci, lukisan, juga patung pahat dari berbagai daerah di dunia dengan harga fantastis yang tak bisa dibayangkan. Mereka sampai di ruang makan mereka. Ruang makan dengan gaya Jepang-Eropa. Sebuah meja besar dan panjang yang terbuat dari kayu jati ada di tengah ruangan, kursi-kursi tersusun rapi berderet di belakang meja. Berbagai bunga di dalam vas diletakkan di tengah meja, menambah hiasan pada meja. Lampu kristal besar menggantung di langit-langit, serta sebuah lemari kaca berisikan koleksi tea set mahal milik keluarga Akashi mengisi ruangan itu. Ayah mereka, Akashi Seishirou duduk di ujung meja, menunggu kehadiran kedua anaknya sambil membaca laporan dari perusahaan. Seijuuro dan Tetsuya duduk berhadapan, mengambil tempat duduk yang agak jauh dari ayah mereka. Bukannya mereka benci, namun mereka memang tidak terlalu dekat dengan ayah mereka yang selalu sibuk dari mereka kecil. Sangat jarang atau bahkan tidak pernah mereka mengobrol dengan santai layaknya ayah dan anak pada keluarga umumnya. Obrolan mereka berputar pada topik politik ataupun saham dan bisnis. Para maid mulai menyiapkan makanan bagi 3 Akashi itu. Appetizer, main dish, dan dessert. Mereka bertiga makan dalam diam, seperti biasa. Ibu mereka, Akashi Yuuka sedang pergi dinas ke luar negeri selama kira-kira 6 bulan, setengah tahun. Ia baru saja berangkat 4 bulan yang lalu. Tiba-tiba, Seishirou menghentikan pergerakkan tangannya yang sedang memotong makanan. Ia meletakkan alat makannya di piring kemudian mengangkat wajahnya.

"Seijuuro."

Seijuuro menengok ke arah ayahnya. "Ada apa, Otou-sama?"

Seishirou mengelap mulutnya dengan serbet sebelum memulai pembicaraan mereka. "Setelah makan, datanglah ke ruanganku."

Akashi menaikkan sebelah alisnya. Tidak biasanya ayahnya akan berputar-putar saat berbicara, ia adalah tipe orang yang straight to the point of the topic . Namun, ia tetap mengangguk. Kemudian, mereka melanjutkan acara makan malam mereka.

"Gochisousama" Tetsuya berdiri, lalu meninggalkan ruang makan. Setelah itu, ruang makan kembali hening, hanya suara garpu dan pisau yang beradu dengan piring.


.

.

.


Tok! Tok! Tok!

Seijuuro mengetuk pintu ruang kerja ayahnya yang ada di lantai 2.

"Masuk." Setelah mendengar jawaban dari ayahnya, Seijuuro membuka pintu jati berwarna coklat tua itu dan menutupnya kembali setelah sampai di dalam.

Seijuuro membungkuk sedikit pada sang ayah sebelum melontarkan pertanyaannya. "Ada apa Otou-sama memanggilku ke sini?"

Seishirou mendongak dari kertas yang sedang ia kerjakan. Ia melepas kacamata baca yang ia kenakan lalu memanggil anak sulungnya itu.

"Kemarilah, mendekat."

Seijuuro berjalan mendekati meja kerja sang ayah. Ia menghentikan kakinya pada jarak 2 langkah dari meja besar itu. Menunggu instruksi selanjutnya. Seijuuro kemudian melihat ayahnya mengambil sesuatu dari laci di meja kerjanya dan meletakkan benda itu di atas meja.

"Ini, bacalah."

Seijuuro menaikkan sebelah alisnya, namun ia tetap mengambil benda itu yang lebih mirip sebuah undangan berwarna hitam dan membaca isinya. Matanya membelalak. Ia kembali meletakkan benda itu dengan sedikit kasar kali ini.

"Apa ini?!"

"Seperti yang kau sudah lihat, Seijuuro."

"Aku sudah tahu! Tapi, apa maksudnya?!"

Seishirou menghela nafas. "Seharusnya kau sudah tahu kan, Seijuuro. Jangan berpura-pura bodoh."

Seijuuro menahan emosinya. Kedua tangannya terkepal sangat kuat, kuku-kukunya menancap di telapak tangannya yang pasti akan meninggalkan bekas nanti. Matanya menatap tajam sang ayah. Walau yang ditatap pun tidak menunjukkan reaksi apapun.

"Batalkan. Sekarang juga."

Seishirou mendongak, memandang wajah anak sulungnya yang dipenuhi amarah. "Tidak bisa, Seijuuro." Balasnya.

Seijuuro mendecih kesal. Ia membalikkan badannya dan meninggalkan ruangan itu tanpa berbicara apapun lagi pada ayahnya. Seishirou memandangi punggung anaknya, memperhatikan anak sulungnya menghentakkan kaki keluar dari ruangan dengan membanting dua pintu jati kokoh itu. Seishirou menumpukan kedua sikunya di atas meja kerja, saling menautkan jari-jari tangan dan menumpukan dagunya. Ia memejamkan mata lalu menghela nafas.


Seijuuro masih kesal dan marah. Ia berjalan menyusuri koridor rumah sambil menghentakkan kakinya. Ia berjalan ke arah ruang tengah, ruang santai keluarga.

"Seijuuro-kun?"

Ia menghentikan langkah kakinya. Panggilan itu membuat ia sukses menengok ke arah suara. "Tetsuya?"

Tetsuya sedang membaca buku di salah satu sofa di ruang tengah. Ia meletakkan buku yang ia bawa di pangkuannya, sambil masih tetap terbuka.

"Ada apa, marah-marah, Seijuuro-kun?"

Seijuuro menggeleng pelan. "Tidak ada apa-apa, Tetsuya."

Tetsuya menghela nafas, ia menutup buku yang ada di pangkuannya. Ia menepuk-nepuk sofa di samping ia duduk, mengisyaratkan Seijuuro untuk duduk disampingnya. Seijuuro yang langsung mengerti isyarat dari Tetsuya melangkahkan kakinya, duduk di samping Tetsuya. Begitu duduk, Tetsuya memegang kedua pipi Seijuuro, menangkupnya dengan lembut, membuat Seijuuro menengok ke arahnya. Pandangan Tetsuya melembut.

"Seijuuro-kun..katakan padaku.. ada apa?"

Seijuuro memandangi adiknya, menatap kedua manik biru secerah langit musim panas itu. Ia mengalihkan pandangan matanya ke arah lain, enggan menatap Tetsuya. Mengatupkan kedua bibirnya, menolak membocorkan apa yang menganggunya.

"Seijuuro-kun." Nada bicaranya menegas sedikit.

Seijuuro melirik adiknya. Ia kemudian mengambil kedua tangan Tetsuya yang menangkup pipinya, melepaskan tangkupan tangan Tetsuya. Seijuuro kemudian menggeleng pelan sambil memejamkan kedua matanya, masih saja keras kepala. Seijuuro membuka kedua matanya begitu merasakan tangan adiknya tidak ada di dalam genggamannya lagi, berganti kepala adiknya yang menyandar pada pundaknya. Tetsuya menghela nafas.

"Seijuuro-kun memang keras kepala.." ujar Tetsuya sambil memejamkan mata.

Seijuuro tersenyum tipis mendengar keluhan adiknya tersayang. "Apa itu buruk?"

Tetsuya membuka kedua matanya. Memandang wajah Seijuuro. "Tentu saja, Seijuuro-kun tidak pernah bercerita tentang masalahmu padaku.. tapi aku tidak pernah bisa menyembunyikan masalahku darimu.." ujarnya sambil menggembungkan kedua pipinya, tanda ia sedang kesal.

Seijuuro terkekeh kecil. Reaksi yang diberikan oleh adiknya ini memang sangat manis, ingin rasanya ia melahap adiknya yang imut ini. Ia mengelus kepala adiknya yang masih bersandar pada pundaknya. Surai biru itu terasa begitu lembut di telapak tangan Seijuuro. Seijuuro menampakkan senyum di wajahnya, menikmati waktu bersama dengan adiknya yang sungguh ia sayangi. Tiba-tiba Tetsuya kembali duduk seperti posisi semula, ia mengangkat kepalanya dari pundak Seijuuro.

"Ada apa, Tetsuya?"

"Sudah malam, Seijuuro-kun.."

Seijuuro kemudian melihat ke arah jam besar yang ada di pojok ruangan. Jam besar antik yang terbuat dari kayu jati bercat coklat tua, dibuat oleh pengrajin yang handal dan professional. "Kau benar, sudah jam 10."

Tetsuya mengangguk. Ia kemudian berdiri dari posisinya dan mengulurkan tangannya pada Seijuuro. "Ayo, kita harus tidur sekarang. Seijuuro-kun juga harus bekerja kan besok pagi-pagi?"

Seijuuro memandang wajah Tetsuya. Ia tersenyum sebelum menyambut uluran tangan adiknya tersayang. Seijuuro ikut berdiri dan mereka berjalan ke kamar tidur masing-masing yang bersebelahan sambil bergandengan tangan, menyelipkan obrolan santai dengan canda dan tawa. Mereka berdua menaiki anak-anak tangga yang membawa mereka ke lantai 3, dimana kamar tidur mereka berada. Seijuuro dan Tetsuya melangkah menuju kamar mereka yang bersebelahan.

"Oyasumi, Tetsuya."

"Oyasumi, Seijuuro-kun.."

Mereka berdua saling melempar senyum sebelum akhirnya masuk ke kamar masing-masing dan langsung menuju tempat tidur.


.

.

.


Cahaya matahari menerobos masuk lewat sela-sela korden hitam pekat itu. Suara kicauan burung diluar sudah terdengar. Seorang pemuda bersurai merah tampak masih bergelung di dalam selimutnya yang tebal dan hangat. Terlalu nyaman untuk menyingkapnya.

"Mm.." Erangan kecil lolos dari bibir sang pemuda. Ia menarik kembali selimutnya hingga atas kepala, menutupi seluruh tubuhnya. Ia malas bangun, ia sedang tidak dalam mood untuk mengurusi tumpukan kertas dokumen yang menggunung di perusahaannya. Lebih baik ia bersantai di rumah, menghabiskan waktu dengan membaca buku dan minum teh.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamarnya diketuk dari luar. Pemuda bersurai merah itu menggeliat di balik selimut tebalnya, merasa terganggu.

"Seijuuro-sama.." Tok! Tok! Tok!

Kembali terdengar ketukan pintu dari luar yang kini disertai panggilan namanya. Pemuda yang dipanggil Seijuuro-sama itu mendecih kecil dan akhirnya dengan berat hati ia bangun. Seijuuro menyibakkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Ia duduk di pinggir tempat tidur, masih dengan mata setengah terpejam. Manik heterokrom itu melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya, pukul setengah 7 pagi. Seijuuro mendecakkan lidahnya. Hei, ini masih pagi.. ia masih ingin tidur.

"Seijuuro-sama.." Tok! Tok! Tok!

Kembali Seijuuro mendecakkan lidahnya. Ia berdiri, melangkahkan kedua kakinya menuju ke pintu kamar untuk 'menyapa' orang yang menganggu tidurnya. Dengan sedikit kasar karena kesal, ia membuka pintu kamarnya yang terbuat dari jati itu. Sang maid yang dari tadi berusaha membangunkannya terlihat sedikit terlonjak akibat kaget karena Seijuuro yang membuka pintu tiba-tiba. Seijuuro menampakkan wajah kesalnya, menunggu sang maid untuk berbicara. Seijuuro menyenderkan bahunya di kusen pintu sambil melipat tangannya di depan dada dan menyilangkan kaki kanan di depan kaki kirinya.

"Ah, sumimasen, Seijuuro-sama."

"Hm?"

"Anda diminta menemui Seishirou-sama di ruang kerjanya setelah anda sarapan dan mandi." Ujar sang maid sambil membungkukkan badannya.

Seijuuro kembali mendecih begitu mendengar nama ayahnya keluar dari mulut sang maid. Ia memejamkan matanya lalu menghela nafas panjang. Sedangkan maid nya berdiri sambil menunggu jawaban dari Seijuuro. Seijuuro kemudian membuka kedua matanya, menampakkan kedua iris heterokrom scarlet-gold yang menawan.

"Baiklah. Kau boleh pergi sekarang."

Sang maid membungkuk lalu meninggalkan Seijuuro yang masih bersender pada kusen pintu kamarnya. Ia kembali menghela nafas.

"Mau apa lagi orang itu.." Seijuuro berbicara dengan dirinya sendiri sambil mengacak-acak surai merahnya saking terlalu kesal. Seijuuro kemudian masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu jati kamarnya, membuat suara berdebum menggema di penjuru rumah. Sambil terus menggerutu, Seijuuro berjalan ke arah lemari bajunya. Ia mengambil kemeja merah marun dengan garis vertikal putih serta celana hitam kemudian mengambil handuk dan bergegas mandi. Selesai mandi, ia keluar sudah mengenakan pakaiannya dengan rapi. Seijuuro menyisir surai merahnya dan pergi keluar kamar menuju ruang makan untuk sarapan terlebih dahulu. Ia membuka pintu kamarnya dan menutupnya kembali begitu sampai di luar kamar. Seijuuro berhenti sejenak di depan pintu kamarnya, ia mengaitkan kedua kancing pada lengan kemejanya.

Cklek!

Seijuuro menoleh ke arah kanan begitu mendengar suara pintu yang dibuka lalu ditutup kembali. Manik heterokromnya menangkap sosok sang adik yang baru saja bangun tidur. Seijuuro terkekeh kecil, adiknya yang baru bangun tidur itu sejak dulu memang sangat manis. Bedhead nya, kedua matanya masih setengah terpejam, lalu dengan imutnya ia menggosok-gosok kedua matanya.

"Ung? Seijuuro-kun?"

Seijuuro tersenyum tipis. "Ohayou, Tetsuya.."

"Hm? Ohayou, Seijuuro-kun.." Tetsuya kemudian menguap lebar begitu selesai mengucapkan salam pada kakaknya, membuat Seijuuro kembali terkekeh. Seijuuro berjalan mendekati Tetsuya yang masih mengantuk. Seijuuro mengelus surai biru milik adiknya itu. Sedikit, sudut-sudut bibir Tetsuya melengkung ke atas, menandakan ia suka dengan perlakuan Seijuuro padanya.

"Hmm.. Seijuuro-kun.." masih dengan mata setengah terpejam, ia menerima elusan di kepalanya dari Seijuuro.

"Hmh.. Tetsuya manis ya.. seperti anak kucing.." ujar Seijuuro sambil terkekeh. Seijuuro tiba-tiba saja mencubit kedua pipi putih mulus milik Tetsuya.

"Ah, ittai.. Seijuuro-kun!" Kedua mata Tetsuya langsung terbuka lebar begitu ia dicubit Seijuuro. Tetsuya menggembungkan kedua pipinya yang sedikit memerah akibat dicubit.

"Mou.. Seijuuro-kun hidoi.."

Kesekian kalinya Seijuuro dibuat terkekeh kecil. Reaksi adiknya ini begitu manis. "Suman, suman.. kau terlalu imut, Tetsuya…"

Tetsuya menggembungkan pipinya kembali yang dibalas dengan tawa oleh Seijuuro.

Tetsuya kemudian memulai obrolan mereka. "Ah, ngomong-ngomong .."

"Hm?"

"Tumben Seijuuro-kun sudah rapi.. mau kemana? Kerja masih jam 10, kan?" Tanya Tetsuya sambil memiringkan kepalanya ke kanan.

Seijuuro mengacak surai biru adiknya sedikit sebelum menjawab. "Aku ada sedikit urusan."

"Urusan?"

Seijuuro mengangguk. "Ya, dengan Otou-sama."

"Sou desuka…" Tetsuya mengangguk-angguk pada dirinya sendiri.

Seijuuro kemudian tersenyum. "Jaa, mau sarapan sekarang?"

"Ung, mau.." Tetsuya mengangguk. Seijuuro tiba-tiba mengambil tangan adiknya dan menggandeng Tetsuya menuju ruang makan.

"Mou, Seijuuro-kun.. aku bukan anak kecil.. aku tidak akan tersesat di rumah sendiri.."

Seijuuro menengok ke arah adiknya tersayang. "Tapi aku ingin memanjakan Tetsuya, apa itu salah?"

"Eh? Bu..bukan salah tapi…"

"Tapi?"

"Ah, sudahlah.. aku tidak bisa menang dari Seijuuro-kun.."

Seijuuro tersenyum. Ia mengelus surai biru milik adiknya. Tetsuya mendongak, memandang Seijuuro lalu membalas senyum Seijuuro. Mereka kemudian berjalan menuju ke ruang makan sambil bergandengan tangan. Seijuuro dan Tetsuya duduk berhadapan di meja makan, lalu para maid mulai meletakkan sarapan di hadapan mereka. Berbagai jenis makanan disediakan, roti yang ditoast, omelet, bacon, scramble egg, dan menu sarapan ala barat lainnya. Seperti biasa, para maid sudah hapal betul minuman yang diinginkan oleh kedua tuan muda Akashi ini saat sarapan. Seorang maid menuangkan secangkir teh earl grey untuk Tetsuya dan yang lain menuang secangkir kopi untuk Seijuuro. Mereka berdua makan dengan tenang sehingga ruang makan pun mendadak menjadi sunyi. Hanya ada suara alat makan yang beradu dengan piring mereka serta mulut mereka yang mengunyah makanan masing-masing. Para maid baris berjejer di sepanjang ruangan, di belakang kursi dua tuan muda Akashi, menunggu kedua tuan muda Akashi itu menyelesaikan sarapan mereka untuk membereskan meja makan.


.

.

.


"Gochisousama" Tetsuya mengelap bibirnya dengan serbet kemudian berdiri, hendak meninggalkan ruang makan sebelum dipotong oleh kakaknya, Seijuuro yang masih duduk.

"Tetsuya, kenapa sudah selesai? Makanmu terlalu sedikit." Ujar Seijuuro setelah meletakkan alat makannya di piring sejenak.

Tetsuya menaikkan sebelah alisnya. "Hm? Aku biasa makan segini kok, Seijuuro-kun."

Seijuuro menggelengkan kepalanya. "Kau perlu makan lebih banyak."

"Eeh? Tapi aku sudah kenyang.."

Seijuuro memandang Tetsuya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, membuat yang dipandangi merasa sedikit risih. Tetsuya, merasa risih namun tetap ikut membalas tatapan mata Seijuuro. Seijuuro pun akhirnya menghela nafas.

"Haah.. ya sudah, besok kau akan makan sesuai dengan porsi yang kutentukan, tidak ada penolakan."

"Ya, Seijuuro-kun. Arigatou.." Tetsuya tersenyum dengan manis pada kakaknya yang dibalas anggukan kecil oleh Seijuuro.

Seijuuro memandangi adiknya yang berjalan keluar ruang makan sambil bersenandung kecil. Ah, memang sejak dulu ia ini lemah kalau soal urusan adiknya. Sedikit saja ia memohon, Seijuuro pasti akan luluh, apalagi kalau adiknya itu sudah mengeluarkan puppy eyes andalannya. Seijuuro kembali menghela nafas sebelum melanjutkan sarapannya.

Tetsuya melangkahkan kedua kakinya menuju ke kamar. Ia hendak mandi, karena sekarang sudah pukul 8 pagi. Sebentar lagi, tutor privat nya akan datang. Sejak kecil, Seijuuro dan Tetsuya tidak pernah pergi ke sekolah biasa layaknya anak-anak lain sebaya mereka. Sejak kecil, Seishirou memangil tutor privat bagi mereka untuk belajar di rumah. Pelajaran yang mereka dapat sejak kecil pun tidak layaknya anak kecil pada umumnya. Sejak mereka berumur 5 tahun, mereka sudah mulai diajari pelajaran anak umur 6-7 tahun. Pada saat mereka berumur 8 tahun, mereka belajar pelajaran anak 12-13 tahun. Pada saat mereka 11 tahun, mereka mulai belajar tentang politik, hukum, perusahaan serta saham dan cara mengurusnya, terlebih lagi Seijuuro yang merupakan anak sulung keluarga Akashi, Seijuuro dididik soal mengurus perusahaan sejak ia berusia 5 tahun. Tentu saja mereka diajari dengan begitu disiplin sehingga mereka tidak punya waktu bermain. Tidak hanya itu, sejak kecil Seishirou memberikan tutor privat untuk pelajaran piano, biola, dan ilmu bela diri seperti kendo. Seijuuro dan Tetsuya tidak pernah membantah perintah ayah mereka. Tetsuya memang merupakan anak yang patuh, walaupun ia harus merasa iri dengan anak-anak lain yang sebaya dengan dia. Sedangkan Seijuuro, ia bukannya patuh ataupun takut pada ayahnya. Seijuuro hanya tidak ingin membuat keributan, ia malas berurusan lama-lama dengan ayahnya. Seijuuro mendapat tutor hingga ia berusia 12 tahun saja. Jika ditanya mengapa, maka jawabannya adalah karena Seijuuro terlalu jenius. Ia bahkan sudah lebih pintar daripada tutor yang diberikan ayahnya. Seijuuro melanjutkan pembelajarannya sendiri, dari buku-buku yang ia baca di perpustakaan serta ajaran ayahnya mengurus perusahaan.

Tetsuya membuka pintu jati bercat coklat tua yang menghubungkan koridor dengan kamar tidur miliknya. Ia kembali menutup pintu itu begitu sampai di dalam. Tetsuya melangkahkan kedua kakinya di lantai kayu yang dingin, menuju ke lemari baju. Kamar Tetsuya sedikit lebih sederhana dibanding kamar Seijuuro. Kamar tidur Seijuuro bercat krem pucat dengan sedikit lukisan merah dan hitam serta menggunakan lantai yang terbuat dari kayu berwarna cerah. Kamar Seijuuro diisi dengan sebuah tempat tidur king size yang menggunakan sprei sutra, meja jati besar yang digunakan untuk meletakkan berbagai barang pajangan, kemudian ada rak buku yang menempel langsung dengan dinding, berisi dengan berbagai macam novel serta buku-buku penting, dan terakhir ada lemari baju, walk in closet. Berbagai macam baju untuk berbagai acara digantung dengan rapi di lemari bajunya. Di sisi lain, kamar Tetsuya bercat putih serta sedikit corak biru muda. Lantainya terbuat dari kayu berwarna agak gelap dengan karpet bulu putih di tengah ruangan. Kasur king size , dua buah meja kecil disamping tempat tidur, rak buku dari jati, dan walk in closet — yang dipaksa oleh Seijuuro— mengisi kamar Tetsuya. Tetsuya sebenarnya tidak terlalu senang memakai baju yang mengikuti trend, dia lebih senang memakai baju yang sesuai dengan gayanya, namun Seijuuro memaksa membuat walk in closet di kamarnya dan memilihkan berbagai baju untuknya.

Tetsuya mengambil baju turtle-neck putih lengan panjang dan juga celana hitam. Ia kemudian langsung masuk ke kamar mandi dan menyalakan air hangat. Udara di luar sedikit dingin karena sekarang sudah masuk musim gugur lebih lagi, sejak kecil Tetsuya tidak pernah bersahabat dengan udara dingin. Ia mudah terkena flu jika kedinginan, sehingga sejak kecil saat masuk musim salju Tetsuya tidak pernah pergi bermain keluar rumah. Selesai mandi, Tetsuya keluar sudah mengenakan pakaiannya dengan rapi. Ia keluar kamar, hendak mengantar Seijuuro pergi kerja ke perusahaan keluarganya. Tetsuya menutup pintu jati kamarnya dengan perlahan kemudian melangkahkan kakinya menuju ke lantai paling bawah.

"Ah, Seijuuro-kun.."

Seijuuro yang sedang memakai sepatunya di teras menengok. "Tetsuya? Ada apa?"

Tetsuya menggeleng pelan. "Aku hanya ingin mengucapkan salam ke Seijuuro-kun."

Perlahan, kedua sudut bibir Seijuuro terangkat setelah mendengar jawaban manis dari adiknya. Ia mengangkat tangan kanannya dan mengelus kepala Tetsuya dengan lembut. Tetsuya memejamkan kedua matanya, menikmati perlakuan dari Seijuuro. Seijuuro kemudian menyingkirkan tangannya dari kepala Tetsuya dan mengambil tas kerjanya yang berwarna hitam.

"Jaa, itekimasu.."

"itterashai, Seijuuro-kun.."

Tetsuya melambaikan tangannya kepada Seijuuro yang juga dibalas dengan senyuman dan lambaian tangan. Tetsuya memandangi punggung kakaknya yang berjalan keluar rumah sebelum akhirnya menghilang dibalik pintu jati rumah mereka. Tetsuya kemudian membalikkan badannya, ia melangkahkan kaki menuju ke ruang belajarnya di lantai 3 sambil menunggu tutor privatnya.

.

.

.

TBC