Tittle : Nonna Neomu Yeppeo

Cast :

Oh Sehun

Kim Jongin

Etc Other Cast

Warning : BL, HunKai, typo merajalela, cerita ga jelas, alur berantakan.

Disclaimer : Cast disini milik orangtua, keluarga dan agency mereka, hwa Cuma pinjem nama mereka buat di nistain ajah.

Don't like Don't read

NO SIDER, No Bash.

Jika ga suka sama cerita ini tinggal mengklik close pada computer kalian.

Happy

.

.

Reading XD

.

.

Jongin memandang sebal pada anak laki-laki yang daritadi terus membututinya. Dia terus saja bersiul sambil sekali-kali mendahului langkah Jongin dan memamerkan senyumnya yang menawan.

"Bisakah kau berhenti mengikutiku?" Jongin berteriak frustasi pada anak laki-laki ini. Jongin merasa sangat sial sekali hari ini, ia bangun kesiangan hingga melewatkan mata kuliah tambahan untuk mendongkrak nilainya yang turun akibat absen dirinya selama menjadi model -Pekerjaan sampingan Jongin selama tinggal di Seoul-, belum lagi laporan pratikum yang harus ia serahkan pada Prof. Lee ketinggalan di apartemen ibunya yang berada di Jepang, dan kini ia di ikuti oleh anak laki-laki berumur sekitar 17 tahun yang tidak sengaja ia temui di kereta api.

"Salahkan dirimu sendiri."

"Kenapa Aku? Kau yang mengikutiku seharian."

"Siapa suruh kau terlalu cantik, Noona."

Jongin berhenti mendadak.

"NOONA KATAMU? AKU NAMJA!" Kini Jongin berhasil menarik perhatian para pejalan kaki yang sedang menikmati sore indah mereka.

"Kau terlalu cantik untuk jadi namja." Sehun membandel dengan sangat-sangat menyebalkan.

"AaRrggHhhh." Ia merasa bisa menjadi gila apabila bocah laki-laki ini terus mengikutinya. Jongin lalu melanjutkan perjalanannya dengan Sehun masih setia mengikutinya.

"Dimana rumahmu? Biar aku antarkan pulang." Ucap Jongin dengan nada lembut dan perhatian. Sebenarnya sangat terpaksa tapi saat ini Jongin sedang berusaha menjadi sosok yang dewasa dan bijak di depan anak laki-laki ini.

"Untuk apa kau tahu noona? Apa kau ingin mangajakku berkencan?" Sehun memainkan kedua alisnya dengan cara menggoda sambil menatap mata Jongin yang ternyata postur Jongin lebih tinggi darinya. Tapi hanya sedikit.

'Oh Tuhan,' Pikir Jongin kesal.

Ia menarik nafasnya dan terpaksa memasang tersenyum pada Sehun. Sepertinya semua tindakan manisnya hari ini di dasari atas kata 'Terpaksa' dan ini penyebabnya adalah dia. Bocah laki-laki berambut gelap dengan tas ransel menggantung di punggungnya.

"Kau cantik sekali bila tersenyum."

Jongin tersentak saat anak laki-laki itu memujinya. Walaupun ia sering mendapatakan pujian cantik dari orang sekitarnya, tapi rasanya berbeda saat bocah ini yang mengatakannya. Terasa lebih meninggalkan kesan di hatinya. Ini mustahil dan terdengar gila di kepala Jongin. Bocah laki-laki kurus ini mana bisa menggetarkan hatinya.

"Terima kasih untuk pujianmu. Sekarang tunjukan rumahmu dan aku akan antar kau pulang."

"Aku sudah dewasa Noona, aku tahu jalan pulang. Bagaimana kalau aku yang mengantarkanmu."

"Berhenti memanggilku Noona."

"Kalau begitu beritahukan namamu."

Jongin mendesah. Ia tidak boleh kalah beradu argument dengan bocah berumur 17 tahun ini.

"Baiklah, kalau aku beritahukan namaku apa kau akan pergi dariku?"

"Tergantung."

"Hah?" Jongin menaikan alisnya, ekspersi tidak percaya begitu jelas di wajahnya.

"Iya, tergantung. Kalau kau mengizinkan aku mengantarkanmu dan memberitahukan namamu aku akan pulang dengan sendirinya."

Jongin mempertimbangkan tawaran bocah bermata nakal ini. Akhirnya butuh waktu sepuluh menit bagi Jongin untuk mengangguk dengan terpaksa dan membiarkan bocah itu mengikutinya.

Jongin tiba di sebuah apartemen di pinggir kota Seoul. Tempatnya cukup nyaman dan terlihat elegan, sesuai selera kepribadiannya.

"Nah aku sudah tiba di apartemenku, maukah kau pergi?"

"Aku tidak percaya kau tinggal disini. Aku ingin mengantar sampai ke kamarmu."

Jongin menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya melalui mulutnya yang mungil. 'Sebentar lagi Jongin, dan kau akan terbebas darinya.' Ucapan-ucapan ringan seperti ini memang cocok di saat Jongin kehilangan kendali emosinya.

"Baiklah." Jongin merapatkan giginya saat mengucapkan kata ini. Ia geram.

Sehun masih saja mengikutinya, ia memberi salam pada gadis cantik di lobi dan memberikan senyum pada semua orang.

'Dia gila' Pikir Jongin

Kamar Jongin berada di lantai tiga, sebenarnya bisa saja ia naik tangga, seperti yang ia lakukan setiap pagi. Namun mengingat kondisi fisik dan batinnya yang sangat lelah ia memilih naik lift dan sialnya hanya berdua bersama anak laki-laki ini.

"Noona, kau tinggal sendiri disini?"

"Noona, berapa usiamu?"

"Apa kau punya kekasih? Aku berharap kau tidak punya kekasih."

"Sebenarnya kau tinggal di lantai berapa?"

Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari bibir itu tidak henti-hentinya. Ia terus saja menatap Jongin yang berusaha tidak menatap mata coklat itu. Entah kenapa mata coklat itu begitu menggoda, seperti nyala perapian yang menghangatkan tubuh di musim dingin. Perasaan hangat itu lah yang ia rasakan saat menatap matanya.

Ting

Pintu lift terbuka dan memperlihatkan angka 3 besar bewarna merah yang terekat di penyangga langit-langit.

"Dimana kamarmu Noona ?"

"Tempat ini terlihat mahal ? Apa kau orang kaya ?"

"Apa aku boleh mampir ketempatmu?"

Pertanyaan Sehun yang terakhir mampu menarik perhatian Jongin yang dari tadi berusaha mengabaikan bocah cilik yang baru saja ia jumpai. Mungkin Tuhan memang mau menghukum kelalaiannya dengan cara seperti ini.

"TIDAK." Jongin berbalik dan membentak Sehun. Anak laki-laki itu terpaksa harus mundur melihat sosok cantik kesukaannya tiba-tiba menjadi murka.

"Sesuai perjanjian, kau antar aku ke kamar dan kau pulang." Jongin menunjuk hidung mancung Sehun dengan telunjuknya.

"Aish Noona, kau galak sekali." Sehun mengusap-usap hidungnya yang di tunjuk Jongin.

Jongin berhenti di kamar yang bernomor 26 dengan plat besi yang bewarna kuning keemasan. Jongin memasukan kunci elektroniknya dan berdiri di depan pintu.

"Sekarang kau pulang. Lihat aku tidak berbohongkan. Aku juga mengharapkan kau menepati janjimu untuk segera pulang."

Jongin menutup pintunya.

Duk Duk Duk

Sehun mengetuk pintu.

"Apa lagi hah?" Jongin menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar yang telah di pasang pengait rantai besi.

"Namamu Noona."

Jongin memutar bola matanya jengah.

"Kim Jongin. Sudah kan?"

Sehun mengangguk puas. Ia tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya pada sosok cantik itu.

'Dasar bocah genit.'

"Sampai bertemu lagi Noona." Sehun melambai dan Jongin mengawasi tas punggungnya menghilang dari di balik tembok yang menghubungkan ke Lift.

Jongin tidak mengerti apa maksud dari ucapan terakhir anak laki-laki tadi. yang pasti ia tidak ingin bertemu lagi dengannya. Tidak untuk selamanya.

.

.

.

Jongin membuka matanya. Sinar matahari membanjiri kamarnya yang indah dan tertata rapi. Semua barang berada pada tempatnya dan tidak ada satupun yang berantakan, kecuali sepasang sepatu yang di lepaskan Jongin di dekat kaki tempat tidur.

Sepulangnya dari aktivitasnya kemarin, ia tidak sempat untuk mandi ataupun cuci muka. Ia langsung merebahkan dirinya dengan baju masih lengkap.

Ia menatap jam digital berpendar merah yang sekaligus berfungsi sebagai kalender, dan menatapnya sejenak. Seakan-akan ada memori yang ingin ia keluarkan saat melihat warna merah yang berkedip-kedip itu.

Huaahh

"Hari ini libur." Ucapnya sambil mengusap matanya. Berarti ia bisa bersantai dan menghabiskan waktunya dengan menonton televisi sambil mengemil keripik kentang kesukaannya. Dengan secangkir teh herbal yang menemaninya. Bila sudah bosan menonton tv, ia akan membaca novel drama romantis yang telah ia beli seminggu yang lalu.

Rencana sudah tersusun rapi dan Jongin merasa lega. Jadwal pemotretan telah di undur menjadi sore hari sehingga dari pagi hingga siang, Jongin memiliki waktu pribadi.

Hari yang sempurna.

Slogan yang tepat buat mahasiswa akhir seperti Jongin. Profesi sebagai model berjalan lancar dengan tawaran semakin meningkat. Klien suka mata tajam Jongin, hingga memancarkan kesan misterius dan sulit di dekati. Kuliahnya juga bisa di bilang lancar walaupun sekali-kali ada hambatan. Hal yang sangat lumrah di alami oleh mahasiswa akhir manapun. Seperti berurusan dengan dosen, masalah nilai yang tidak mencapai target dan semacamnya.

Jongin telah selesai mandi, ia masih mengenakan handuk bajunya dengan selembar handuk membungkus rambut coklatnya yang baru saja ia keramas.

Cuaca cukup cerah, Jongin menyibakan tirainya dan mendorong kaca jendelanya hingga ia dapat menghirup udara segar di pagi hari. Pilihannya memilih tempat ini sebagai apartemennya sangat tepat. Walaupun tempat ini sederhana, tapi tempat ini menawarkan segalanya bagi Jongin. Pemandangan dan Kenyamanan.

Ia berjalan melintasi dapur menuju lemari pendingin dan mengambil sebotol yogurt. Meraih lemari yang berada di atas kepalanya dan mengambil sebungkus keripik. Dengan keripik di tangan kanan dan sebotol yogurt di tangan kiri ia melangkah dengan anggun menuju sofa dan menghempaskan tubuh rampingnya. Kaki ia naikan ke atas sofa dan di silangkan. Mengambil remote tv dan memutar saluran kesukaannya.

Jongin menggoyangkan kakinya saat tv memutar Music Video dari penyanyi kesukaanya. Sampai akhirnya Jongin pun ikut bernyanyi menirukan penyanyi itu.

Duk Duk Duk

Jongin memandang malas ke arah pintu.

Duk Duk Duk

"Siapa?" Jongin bangkit dari sofa nyaman miliknya. Ia berjalan ke arah pintu dan mengintip dari balik lubang.

Jongin memandang tidak berdaya ke arah lubang pengintip. Ia menatap bocah itu sedang tersenyum padanya, seakan ia telah menduga bahwa Jongin akan mengintip dari lubang itu.

Jongin membuka pintu dan meninggalkan sedikit celah agar bocah itu tidak masuk ke dalam kamarnya.

"Ada apa lagi? Kau seharusnya sekolah, bukan berkeliaran menggangu ketenangan orang lain."

"Hari ini libur, Noona. Apa kau lupa."

Ah ya, Jongin lupa. Mengingat hari santainya di rusak oleh tamu tidak di undang membuat pikiran Jongin menjadi kacau.

"Hallo Noona," Sehun melambaikan tangannya di depan wajah Jongin. "Izinkan aku masuk."

Brak ~

Jongin membanting pintu di depan wajah Sehun.

Duk Duk Duk

"Noona, izinkan aku masuk."

Tidak ada jawaban dari Jongin, ia harus mengabaikannya kali ini. Ini wilayahnya dan bocah itu tidak bisa seenaknya mengusik dirinya.

Tidak, untuk kali ini.

.

.

.

Sudah setengah jam suasana sepi di luar sana. Jongin berhasil mengabaikan bocah itu dan berharap ia sudah pergi dari depan pintu kamarnya.

"Hei, apa yang kau lakukan disitu?"

Jongin mendengar suara asing di balik pintu. Ia rasa itu tentangganya. Mungkin sedang menegur seorang Room Service yang mengintip atau mencuri dengar pembicaraan pribadi penghuni kamar. Itu biasa terjadi disini, dan Jongin memakluminya.

Tapi suara selanjutnya yang menjawab sangatlah mengagetkan Jongin.

"Hyungku tidak mengizinkan aku masuk, Bi." Suara bocah itu menggetarkan telinga Jongin.

'Dasar bajingan cilik.' Geram Jongin.

"Apa kau perlu bantuan? Aku bisa bicara dengan Hyungmu. Kebetulan aku mengenal Hyungmu."

Sinyal bagi Jongin adalah membiarkan bocah itu masuk sebelum ia mengacaukan segalanya dengan bicara yang aneh-aneh dengan tetangganya.

Jongin menyentak pintunya dan melihat bocah itu daritadi duduk di lantai sambil bersandar di pintunya.

"Ah Kau, nak Jongin. Apa adikmu yang tampan ini melakukan kesalahan? Lihat wajahnya memelas seperti itu."

Jongin menatap Sehun yang masih duduk di lantai, ia memang memasang wajah memelas. Dan mata itu, begitu menggemaskan. Mengingatkan Jongin pada anak anjing di toko hewan peliharaan yang selalu ia lewati bila ingin ke stasiun kereta api.

"Biasa Bi, anak-anak seusianya sulit di atur."

"Tapi dia begitu manis dan tampan."

Jongin memasang wajah hampa. Ia lebih memilih tidak memiliki seorang adik bila kelakuannya seperti itu.

Jongin menarik tangan Sehun dan membawanya masuk dengan paksa, sebelum Bibi itu menceramahi dirinya tentang bagaimana bersikap dengan saudara kandung.

Dengan sopan Jongin menghentikan percakapan dan menutup pintu kamarnya. Saat ia melihat kebelakang, Sehun sudah menghilang dari hadapannya.

"Hei kau dimana!? Jangan seenaknya masuk ke kamarku." Jongin mengitari ruangan mencari bocah laki-laki itu.

Jongin baru menyadari, setelah sekian banyak masalah yang di buat oleh bocah itu tapi ia sama sekali tidak mengetahui nama bocah itu. Sedangkan ia sudah berhasil mendapatkan nama Jongin berserta masuk ke dalam apartemenya.

"Noona, izinkan aku tidur disini ya."

Jongin mendengar suara bocah itu berasal dari kamar tidurnya. Ia bergegas dan melihat bocah itu telah merebahkan dirinya di tempat tidur miliknya.

"Aku tidak mengizinkanmu tidur disini." Pekik Jongin.

"Ayolah Noona. Sebentar saja, aku tidak tidur semalaman."

"Itu bukan urusanku. Sekarang turun dari sana." Jongin melangkah ke arah tempat tidurnya dan menarik selimut dengan kasar yang membungkus tubuh bocah itu.

Tangan Sehun lebih cepat, ia menarik lengan Jongin hingga tubuhnya terhempas dan menimpa tubuh Sehun.

Dunia terasa berputar di kepala Jongin. Dan ia membeku di tempat, Ia mendadak kehilangan semua kendali untuk menarik tubuhnya dari atas tubuh bocah ini. Wajah mereka saling berhadapan dan jaraknya hanya beberapa senti. Mata yang saling beradu membuat Jongin tersadar bahwa matanya benar-benar mencerminkan kehangatan. Pantulan bayangan Jongin di mata itu pun terlihat jelas, wajah kaget yang sulit sekali di artikan.

Bagian dari diri Jongin yang lain seakan berontak menyuruhnya turun dari tubuh bocah itu dan menyeretnya keluar dari kamar. Tapi di bagian lain yang menimbulkan getar-getar cinta -Ungkapan yang cocok untuk hati yang sedang berdebar, Bukan!- menolak bangkit dan tetap berada dalam lingkaran tangan bocah yang sudah setengah memeluknya saat ia terjatuh tadi.

"Noona neumo yeppeo," Bisik Sehun halus sehingga Jongin tersadar dari lamunanannya dan tertolong dari pergulatan jiwanya yang ia sendiri sangat sulit untuk di pisahkan. Sehun melihatnya menyeringai penuh kemenangan

Jongin cepat-cepat bangkit dan membenarkan letak handuk pakaiannya. Ia memutuskan untuk segera berpakaian di ruangan lain dan membiarkan bocah ini untuk sementara waktu tetap berada disini.

"Baiklah, kau ku izinkan memakai tempat tidurku. Dan saat aku berangkat kerja nanti, kau harus pulang atau aku terpaksa menyeretmu ke kantor polisi."

Sehun tersenyum nakal. Senyum yang tidak pantas di miliki oleh anak seusianya,

'Huh, darimana ia belajar tersenyum seperti itu!?' Pikir Jongin kesal yang di sertai salah tingkah.

Kali ini dia mengalah lagi, lagipula ia ingin tahu, apa sebenarnya yang di inginkan bocah ini.

.

.

TBC