Original story belong to Lisa Kleypas Scandal In Spring #wallflower 4

Sorry for typos (please read a/n paling bawah after read this story yaa thankyou :))

Karena esok hari Jongin dan Sehun akan berangkat ke Anseong, makan malam kali ini terasa lebih mewah dibanding biasanya. Sehun bahkan mengundang Jongdae serta Kris untuk ikut makan malam dirumahnya hanya untuk sekedar berbasa basi seputar finishing proyek besar-besaran Anseong mereka.

Makan malam yang luar biasa. Namun, kyungsoo sedang tidak bernafsu makan sama sekali.

Kyungoo memaksakan diri makan, minum tertawa dan bercakap-cakap senormal mungkin. Tapi ternyata itu tidak mudah karena Jongin duduk beberapa kursi di seberang mejanya. Dan setiap kali mereka bersitatap, Kyungsoo seakan tersedak sendiri oleh makanannya.

Percakapan terus mengalir tanpa Kyungsoo sadari . benaknya masih terpaku pada kejadian beberapa jam sebelumnya. Orang-orang yang mengenal Kyungso dengan baik—dan sialnya mereka semua mengenal Kyungsoo dengan amat sangat baik—menyadari perubahan pada dirinya. Bahkan Sehun melirik bberapa kali penuh tanda tanya ke arahnya.

Kyungsoo merasa amat kepanasan dan sesak di ruangan yang terang dan penuh makanan itu. Darahnya terasa amat mudah mengalir ke pipinya. Tubuhnya sangat sensitif, pakaian dalamnya terasa menusuk-nusuk. Setiap kali Ia bergerak Ia teringat akan siang hari bersama Jongin; rasa sakit pada tubuhnya, rasa perih dan gatal ditempa tempat yang tidak terbayangkan olehnya… menginginkan tangan Jongin, menginginkan mulut Jongin yang terus bergerak, tubuh keras Jongin pada tubuhnya…

Merasa wajahnya kembali memerah, Kyungsoo mengalihkan perhatiannya dengan mengambil sepotong dessert diatas meja sambil melirik kearah Jongin yang tengah berbincang seru dengan Jongdae di sisi kirinya.

Merasakan lirikan Kyungsoo, Jongin melihat kearahnya. Mata kelamnya menatap dalam, bersinar panas dan dadanya yang mengembang ketika Ia menarik napas dalam dalam. Dengan susah payah Jongin mengalihkan lagi perhatiannya untuk lawan bicara di sebelahnya.

Kyungsoo kembali tenggelam dalam benaknya.

Ia tidak menyesali keputusannya… tapi dirinya juga tidak terlalu lugu untuk percaya bahwa segalanya mulai saat ini akan terasa lebih mudah. Malah kebalikannya, ada masalah tempat tinggal. Dimana dirinya dan Jongin memutuskan untuk menetap, bisakah Kyungsoo menjadi istri yang baik untuk Pria yang begitu menikmati dunia yang tidak pernah disukai Kyungsoo. Ia masih ingat percakapan antara ibunya dan kakaknya beberapa saat lalu sebelum Luhan mneikah dengan Sehun.

"Kupikir kau hidup bahagia, Ayah adalah orang yang setia apalagi yang harus kau takutkan?" mendapat pertanyaan semacam itu dari putrinya membuat Baekhyun termenung. Ia kemudian untuk pertama kalinya setelah sekian lama menatap lembut kearah kedua putrinya.

"Sayangku, andaikan selingkuhannya itu wanita, aku bisa saja mendatanginya untuk mengancam, menjambak bahkan membunuh wanita itu, tapi .. selingkuhan ayahmu adalahh bisnisnya. dari bangun tidur hingga Ia terlelap yang Ia pikirkan hanyalan bisnisnya. Aku mengerti bahwa Ayahmu melakukan itu semua untukku, untuk kita, karenanya bagaimana bisa aku membunuh selingkuhan Ayahmu yang satu itu?"

Meskipun terlihat bahagia, kenyataanya Ibunya menyimpan banyak sekali perasaan hingga terbawa ambisi membuatnya sedikit takut, dan yang paling Kyungsoo khawatirkan selain itu tentu saja rahasia yang Jongin milliki.

Tapi Kyungsoo teringat dengan nada lembut dan jujur dari dalam suara Pria itu ketika berkata, "Kau adalah wanita yang selalu kuidamkan."

Jongin adalah satu-satunya Pria yang menyukai dirinya apa adanya. (Mengesampingkan Joonmyeon tentu saja, karna Pria itu menyukai Kyungsoo sangat cepat sama seperti Ia akan melupakannya)

Dalam situasi ini, pikir Kyungsoo, kehidupan perkawinannya dengan Jongin tidak akan sama seperti Luhan dan Sehun. Sebagai dua pribadi berkemauan kuat dengan pandangan hidup yang berlainan, Luhan dan Sehun sering bertengkar dan bermusyawarah… tetapi tampaknya itu tidak melemahkan perawinan mereka, malah sebaliknya—pernikahan itu tampak menjadi lebih hidup.

Ia memikirkan kehidupan perkawinan para sahabatnya.. Minseok dan Jongdae sebagai penyatuan dua kepribadian yang sama.. Kris dan Yixing dengan sifat yang saling bertolak belakang, masing-masing dibutuhkan oleh satu sama lain seperti siang dan sulit mengatakan siapa diantara mereka yang lebih berkuasa.

Meskipun Ia sering mendengar gagasan tentang bagaimana kehidupan perkawinan ideal, hal semacam itu mungkin tidak pernah ada. Mungkin setiap pernikahan adalah sesuatu yang unik.

Pemikiran itu membuatnya tenang.

Dan memenuhi Kyungsoo dengan harapan.

.

.

.

.

Setelah jamuan makan malam yang panjang dan membosankan Kyungsoo mohon diri karena kepalanya terasa amat pusing. Biasanya setelah acara makan malam Ia dan para sahabatnya akan berbincang sebentar, bergosip atau apapun yang biasa dilakukan wanita ketika para pria membicarakan hal lain diruangan kerja mereka. Ketegangan emosi membuat Kyungsoo merasakan kepalanya berdenyut sakit sambil tersenyum dipaksakan Ia mohon undur diri.

Tapi ketika sampai di anak tangga pertama, Ia mendengar suara kakaknya.

"Kyungsoo? Aku ingin berbicara denganmu."

Kyungsoo sangat mengenal Luhan sehingga dapat mendengar ketegangan dalam nada suara wanita itu. Kakaknya curiga dan cemas, dan ingin menyelesaikan semuanya secara tuntas.

Namun Kyungsoo amat letih. "Jangan sekarang, kumohon," katanya, memberi kakaknya senyum yang dipaksakan. "Bisakah ini menunggu sampai nanti?"

"Tidak."

"Aku sakit kepala."

"Aku juga. Tapi kita harus tetap bicara."

Kyungsoo berusaha meredam kejengkelannya, setelah semua kesabarannya dan denyutan kepala yang semakin kuat rasanya tidak terlalu berlebihan meminta Luhan untuk berhenti mendesaknya.

"Aku mau tidur." Tukas Kyungsoo sambil menatap mata kakaknya lurus-lurus dengan sorot menantang "Aku tak ingin menjelaskan apapun, terutama kalau sudah jelas kau tidak punya niat sedikitpun untuk mendengarkan. Selamat malam."

Ketika dilihatnya Luhan tampak terkejut, Ia menambahkannya dengan lembut, "Aku sayang padamu." Lalu berjinjit, mengecup pipi kakaknya dan berjalan menuju tangga.

Luhan menahan dorongan kuat untuk mengejar Kyungsoo ke tangga. Ia tiba-tiba menyadari seseorang menggamit sikunya, dan ketika berbalik dilihatnya Minseok dan Yixing, keduanya tampak Prihatin.

"Dia tak mau berbicara denganku." Luhan memberitahu kedua sahabatnya dengan bingung.

Yixing yang biasanya kikuk tanpa ragu ragu menarik tangan Luhan menuju ruang keluarga. "Kkaja, kita berbicara sebentar."

.

.

.

"Kurasa mereka berdua telah melakukannya."

"Siapa yang melakukan apa?" Tanya Yixing.

"Kyungsoo dan Jongin." Gumam Minseok dengan sedikit geli, "Kami menerka-nerka apakah kiranya mereka telah, eh.. mengenal satu sama lain dengan amat sangat intim."

Yixing tampak terperangah. "kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"

"well, kau tadi duduk agak diujung sayang.. jadi kau tidak dapat melihatnya, tapi saat makan malam tadi.." Minseok menaikan alisnya tinggi tinggi. "… suasananya begitu terasa."

"Oh." Yixing mengangkat bahu. "meskipun bersebelahan dengan Kyungsoo juga aku takkan tahu. Aku tidak pernah bisa merasakan suasana."

"yang ini suasananya kelihatan sangat jelas." Kata Luhan muram. "Bahkan sama jelasnya dengan kalau Jongin melompat ke tengah meja dan mmebuat pengumuman."

"Jongin tidak akan sevulgar itu." Yixing memutuskan.

"'Ada apa dengan kata-kata 'aku tidak akan pernah bisa menjadi istri pengusaha yang tak berperasaan?' sialan, aku tidak menyangka kyungsoo berani melakukan hal ini. padahal seminggu kemarin kemajuannya dengan Junmyeo sangat bagus. Apa sih yang merasuki pikirannya hingga mau tidur dengan Jongin?!"

"Aku tidak percaya kalau apa yang mereka lakukan hanya tidur.." balas Minseok, matanya berkilat jenaka.

Luhan menatapnya dengan mata menyipit. "Kau punya selera yang buruk kalau menemukan sesuatu yang lucu dari hal ini, Min—"

"Kyungsoo tidak pernah tertarik dengan Junmyeon." Yixing buru-buru menjelaskan, berusaha menjadi penengah diantara pertengkaran, "Kyungso hanya menggunakan pria itu untuk membuat gusar Jongin."

"Bagaimana kau bisa tahu?" kedua temannya bertanya dengan serentak.

"Well, A-aku.." Yixing mengangkat kedua tanganya tanda tak berdaya. "Minggu lalu a-aku lebih-kurang secara tak sengaja mengusulkan supaya dia membuat Jongin cemburu, dan ternyata berhasil."

Tenggorokan Luhan harus bekerja lebih keras sebelum akhirnya bisa berbicara. "Demi semua orang gila, brengsek—"

"Kenapa, Xing?" Tanya Minseok dengan nada yang jauh lebih ramah.

"Aku dan Kyungsoo tanpa sengaja mendengar prcakapan Jongin dan Junmyeon. Dia berusaha meyakinkan Junmyeon untuk mengencani Kyungsoo, hingga kelihatan jelas bahwa Jongin lah yang sebenarnya menginginkan Kyungsoo."

"Aku berani bertaruh dia telah merencanakannya." Kata Luhan ketus. "Dia pasti tahu kalian berdua mendengarkan. Itu pasti rencana busuk dan kalian sudah masuk kedalamnya."

"'Kurasa tidak demikian," jawab Yixing. Menatap wajah Luhan yang memerah, ia bertanya hati-hati. "Apa kau akan berteriak kepadaku?"'

Luhan menggeleng lalu menundukan kepala diatas tangkupan tangannya. "Aku ingin berteriak sekeras-kerasnya," ujarnya lewat sela sela jemarinya, "Kalau kurasa itu bisa membawa perbaikan. Tapi karna aku cukup yakin Kyungsoo telah melakukan hubungan intim dengan kadal itu, kurasa tak ada hal apapun lagi yang bisa kulakukan untuk menolongnya."

"Dia mungkin tidak ingin diselamatkan." Yixing menjelaskan.

"Itu karena dia sudah tergila-gila," jawab Luhan sambil mengerang tertahan.

Minseok mengangguk. "Kelihatannya begitu. Kyungsoo telah tidur dengan pria muda paling tampan, kaya, pintar, yang sepertinya juga jatuh cinta kepadanya, apa sih yang sebenarnya ada di pikiran gadis itu?"

Ia tersenyum penuh sayang ketika mendengar gumaman Luhan yang tidak jelas, lalu meletakkan kedua tangannya di bahu temannya. "Sayangku." Gumamnya, "seperti yang kau ketahui ada saatnya ketika aku tak peduli apakah aku menikah dengan Pria yang kuintai atau tidak…. Aku sudah cukup puas kalau bisa membawa keluargaku keluar dari keadaan menyedihkan yang kami alami saat itu. Tapi sewaktu aku tahu bagaimana rasanya berbagi tempat tidur dengan suami.. menghabiskan seluruh hidupku bersamanya.. aku tahu Jongdae adalah satu-satunya pilihan yang ada." Ia berhenti sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca.

"Ketika aku jatuh sakit," lanjutnya dengan suara parau, "ketika aku takut, ketika aku memerlukan sesuatu, aku tahu Jongdae bersedia memindahkan langit dan bumi untuk membuat keadaan menjadi baik. Aku memercayai dia dengan segenap hatiku. Dan ketika aku melihat anak yang kami ciptakan bersama, diri kami bersatu selamanya di dalam tubuh anak itu.. ya Tuhan betapa bersyukurnya aku karena menikah dengan Jongdae. Kita telah berhasil mencari suami sendiri, Luhan. Kau juga harus memberikan kyungsoo kesempatan, kebebasan memilih suaminya sendiri."

Luhan menggoyang-goyangkan tangannya kesal. "Dia tidak sebanding dengan suami-suami kita. Dia bahkan tidak sebanding dengan Kris, yang dulunya adalah playboy licik, tapi setidaknya dia punya hati." Ia berhenti menggumam, "Jangan tersinggung, Yixing."

"Tak apa," kata Yixing, bibirnya bergetar menahan tawa.

"Intinya adalah," lanjut Luhan, "Aku bersedia memberi Kyungsoo kebebasan memilih, selama dia tidak memilih laki-laki yang salah."

Minseok dan Yixing tidak bisa membantah pernyataan itu, dan diam-diam mereka mengakui ada beberapa masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan kata-kata. Dan ada beberapa kekhawatiran yang tak bisa ditenangkan. Mereka melakukan apa yang dapa dilakukan sahabat bilamana segala hal tak berhasil.. mereka duduk menemani tanpa berkata-kata.. dan membiarkan Luhan tahu bahwa mereka peduli padanya.

.

.

.

.

Maandi air hangat membantu menyegarkan tubuh Kyungsoo dan membantu meredakan ketegangan sarafnya. Ia berendam di air panas yang beruap-uap sampai tulang-tulangnya terasa lunak dan panas, dan sakit kepalanya menghilang. Merasa segar, Ia memakai gaun tidur putih berenda dan menyisir rambutnya.

Ia menatap keluar melalui daun pintu yang terbuka yang menuju ke balkon, menatap malam musim semi yang lembap.

Tersenyum sendiri, Kyungsoo mendengar suara pintu kamar tidurnya ditutup. Tiba-tiba Ia merasa seseorang menyentuh bahunya, setelah itu tangan besar dan hangat menyusup ke payudaranya. Terperanjat, ia bangkit berdiri dan perlahan-lahan ditarik hingga menempel pada dada kokoh seorang pria.

Suara Jongin yang dalam seakan menggelitik telinganya. "Apa yang sedang kaupikirkan?"

"Kau, tentu." Kyungsoo menyandarkan kepalanya di dada pria itu, jemarinya bergerak ke atas untuk mengelus bulu-bulu halus di tangan Jongin sampai ke tepi lengan bajunya yang digulung. Tatapannya kembali kearah balkon.

"Setiap melihat balkon aku selalu teringat kisah romeo Juliet, kau tahu kan.. saat romeo memanjat ke balkon untuk menemui Juliet."

"Kuharap balasan yang dia terima setimpal dengan risikonya." Kata Jongin.

"Apakah kau bersedia menempuh resiko seperti itu demi aku?"

"Hanya jika itu satu-satunya cara agar bisa bersamamu. Tapi rasanya tak masuk akal. Mengapa harus memanjat dua lantai ke balkon bila ada pintu yang tersedia?"

"Memakai pintu kan tidak romantis."

"Begitu juga kalau patah leher."

"logis sekali," kata Kyungsoo sambil tertawa, dan membalikan tubuh dalam pelukan Jongin, pakaian Pria itu beraroma udara luar dan sedikit bau tembakau. Pria itu pasti tadi pergi ke teras belakang bersama para bapak-bapak tadi.

Ketika menyusupkan dirinya semakin dalam ke pelukan Jongin, kyungsoo mencium aroma kanji pada kemejanya dan wangi bersih serta tak asing pada kulitnya. "Aku suka baumu," katanya. "Aku bisa saja berjalan dengan mata tertutup di dalam ruangan yang berisi ratusan pria dan langsung menemukanmu."

"Kau seperti serigala." Cetus Jongin, dan mereka cekikikan bersama.

Kyungsoo lalu menangkap tangan Jongin dan menarik pria itu kea rah tempat tidur. "Ayo berbaring bersamaku."

Jongin menggeleng, "Aku hanya bisa disini sebentar. Aku dan Sehun akan berangkat pagi-pagi sekali besok," matanya menatap gaun tidur Kyungsoo dengan penuh dahaga. "Dan kalau kita dekat-dekat tempat tidur itu, aku takkan bisa menahan diri untuk tidak bercinta denganmu."

"Aku tak keberatan," ujar Kyungsoo malu-malu.

Jongin menarik wanita itu kedalam pelukannya dan memeluknya hati-hati, "Tidak boleh terlalu dekat waktunya dengan yang pertama kali. Kau perlu istirahat."

"lalu mengapa kau kesini?"

Kyungsoo dapat merasakan pipi pria itu mengusap puncak kepalanya. Bahkan setelah segala hal yang terjadi diantara mereka, rasanya sulit dipercaya Kim Jongin memeluknya begitu lembut. "Aku hanya ingin mengucapkan selamat tidur," gumamnya. "Dan mengatakan kepadamu…"

Kyungsoo mendongak dengan sorot mata bertanya-tanya dan Jongin cepat-cepat menciumnya seakan-akan tak dapat menahan diri. "..kau tidak perlu cemas, aku tidak akan berubah pikiran untuk menikahimu," ujarnya. "malah, kau sekarang akan kesulitan melepaskan diri dariku."

"Ya." Ucap Kyungsoo seraya tersenyum. "Aku tahu kau dapat diandalkan."

Memaksakan diri melepas pelukannya, Jongin berjalan tanpa semangat menuju pintu. Ia membukanya dengan hati-hati lalu melirik keluar untuk meyakinkan diri bahwa lorong sudah kosong.

"Jongin," panggil Kyungsoo dengan berbisik.

Pria iu menoleh lewat bahunya. "Ya?"

"Kembalilah padaku secepatnya."

"apa pun yang dilihatnya dalam ekspresi wajah Kyungsoo membuat matanya seakan memancarkan api di ruangan yang remang-remang itu. Jongin mengangguk singkat dan pergi selagi masih dapat melakukannya.

.

.

.

.

Jongin menyadari bahwa berpergian untuk tujuan bisnis bersama Oh Sehun adalah pilihan yang tepat. Ini jauh berbeda dari bayangannya ketika menyusun bagaimana proposal ini akan berjalan. Sehun punya banyak koneksi—atau mungkin orang-orang yang ingin menjadi koneksinya. Dan ini berarti negoisasi akan berjalan lebih mudah.

Dengan berat hati Ia akhirnya mengakui bahwa kehadiran Sehun membawa kemudahan untuknya. Dan Jongin diam diam mengakui banyak hal yang dapat dipelajarinya dari Sehun, yang memiliki pengetahuan luas mengenai bisnis dan manufaktur.

Terus terang, Jongin belum pernah bertemu Pria yang dapat menandingi kemampuannya untuk memahami dan mengingat berbagai macam istilah teknis. Sampai Ia bertemu Sehun. Topic semacam itu dapat menjadi percakapan yang seru, setidaknya bagi mereka berdua, sedangkan bagi orang lain baru lima menit pasti sudah mendengkur.

Bagi Sehun sendiri, Ia berangkat ke Anseong dengan mengemban dua misi. Misi resminya adalah menyukseskan perjanjian bisnis.. tapi yang tidak resminya adalah menilai Kim Jongin.

Sungguh tidak mudah bagi Sehun untuk beranjak dari sisi Luhan. Ketakutan Sehun bahwa Istrinya akan menyerah pada demam pasca melahirkan semakin hari semakin sirna karena Luhan teah kembali ke kondisinya yang dulu, sehat, langsing dan penuh semangat. Apa pun yang dapat dilakukannya untuk Luhan pasti akan dilakukannya. Dan mengenai kekhawatiran istrinya akan Kyungsoo, Sehun memutuskan untuk membuat penilaian terhadap Kim Jongin.

Sehun sungguh kagum pada kemampuan Jongin membawa diri ketika bertemu para petinggi perusahaan, kepala pelabuhan, para anggota dan dewan pengurus. Sejauh ini Sehun baru melihat interaksi Jongin dengan para kliennya saat rapat panjang kemarin, tapi hari ini dia menyadari bahwa Jongin bisa berhubungan dengan berbagai macam tipe manusia. Dari para petinggi perusahaan hingga buruh pelaabuhan. Ketika tiba saatnya untuk tawar menawar Jongin bertindak agresif tanpa harus menjadi tidak sopan. Dia tetap tenang, mantap dan logis, tapi juga memiliki selera humor yang baik yang digunakannya dengan efektif.

Sehun juga bisa melihat pengaruh Chanyeol dalam sikap ngotot Jongin dan keteguhannya dalam mempertahankan pendapat. Tapi, tidak seperti Chanyeol, Jongin memiliki sikap percaya diri yang wajar yang tanpa sadar langsung diakui mereka yang berhubungan dengannya.

Sedangkan tentang apakah Jongin cocok dengan Kyungsoo… well, itu masih sulit ditentukan. Sehun amat tidak suka membuat penilaian terhadap hal-hal seperti itu. Karena dari pengaalaman yang terdahulu penilaiannya tidak dapat diandalkan. Tapi Ia harus tetap menilai. Kyungsoo layak mendapat suami yang baik.

Hari menjelang malam saat Sehun dan Jongin memutuskan untuk makan dan sedikit minum di klab di daerah Anseong.

"Tuan Oh, ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu."

Sehun memasang wajah ramah dan memberi semangat. "Baiklah."

"Ternyata aku dan Kyungsoo telah bisa saling… memahami. Setelah mempertimbangkan keeuntungan-keuntungan logis bagi kedua belah pihak aku membuat keputusan masuk akal dan sederhana bahwa kami harus…"

"Sudah berapa lama kau jatuh cinta kepadanya?" Sehun menyela, dalam hati merasa geli.

Jongin mendesah tegang. "bertahun-tahun," akunya sambil mendorong rambutnya yang pendek dan lebat dengan jari-jari tangan sehingga menjadi acak acakan.

"Tapi aku tak mengerti perasaan itu, sampai akhir-akhir ini."

"Apakah adik iparku memberi tanggapan?"

"Kurasa—" berhenti sebentar, Jongin meneguk dalam-dalam minumannya. Ia tampak begitu muda, dan bingung seperti yang diakuinya, "Entahlah. Kuharap suatu waktu… oh, sialan."

"Menurut pendapatku , kau tidak akan sulit mendapatkan Kyungsoo," kata Sehun dengan nada yang lebih ramah dari yang diinginkannya, "Dari apa yang kulihat, sepertinya kalian pasangan yang serasi."

Jongin menengadahkan wajah sambil tersenyum kikuk. "Kau tidak berpikir dia lebih cocok bila menikah dengan Pria desa polos yang suka berpuisi?"

"Menurutku itu akan amat sangat tidak baik. Kyungsoo tidak memerlukan suami yang suka mengkhayal seperti dirinya." Ia menatap Jongin dengan tatapan menimbang-nimbang, bertanya Tanya mengapa Pria muda itu tidak begitu gembira dengan keadaan ini. kebanyakan Pria akan tampak sangat antusias bila sebentar lagi menikah dengan wanita yang dia cintai.

"Chanyeol akan sangat senang." Ujar Sehun, memperhatikan baik-baik reaksi Jongin.

"Ini tidak ada hubungannya dengan membuat Tuan Do senang. Malah, sebaliknya konsekuensi dari hal ini akan mengecilkan arti Kyungsoo."

"Tak perlu tiba-tiba membela Kyungsoo," ujar Sehun. "Kyungsoo gadis pintar yang menarik, juga cantik. Kalau saja dia lebih percaya diri dan lebih sensitif, dia akan dengan mudah menarik perhatian lawan jenisnya. Tapi untunglah, dia tidak suka menjadikan cinta suatu permainan. Dan hanya sedikit Pria yang berani menghargai ketulusan dalam diri wanita"

"Aku menghargainya." Ucap Jongin tegas.

"Aku juga berpendapat demikian." Sehun tiba-tiba merasa simpati pada Pria muda ini ketika menyadari dilemma yang dihadapinya. Sebagai Pria logis yang terang-terangan menunjukan ketidaksukaanya terhadap hal-hal romantis, pasti akan sangat memalukan bagi Jongin mengakui dirinya terkena panah asmara.

"Meskipun kau belum meminta dukunganku atas perjodohan ini," lanjut Sehun, "Kau pasti mendapatkannya."

"Walaupun Nyonya Oh tidak setuju?"

Mendengar nama Luhan hati Sehun langsung pilu penuh rindu. Ia begitu merindukan Istrinya, lebih daripada yang Ia kira. "Nyonya Oh," jawab Sehun apa adanya, "Akan menyadari bahwa kadang-kadang sesuau tidak berjalan seperti yang dia kehendaki. Dan jika kau terbukti menjadi suami yang baik bagi Kyungsoo, dengan berjalannya waktu, istriku akan merubah pendiriannya. Dia wanita yang berpikiran terbuka."

Namun Jongin masih tampak cemas. "Tuan Oh—" jemarinya menggenggam erat gelas bir nya dan matanya menatap gelas itu lurus-lurus.

Melihat kegalauan yang membayangi wajah pria itu, Sehun berhenti mengunyah. Nalurinya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Sialan, pikirnya, kenapa segala hal yang berhubungan dengan keluarga Do tidak pernah mudah?

"Apa pendapatmu terhadap orang yang membangun hidupnya dari kebohongan… tapi kehidupannya itu ternyata bisa lebih bermakna daripada kehidupannya dulu?"

Sehun meminum birnya agak lama, mengulur waktu. "Tapi semua itu hanya kepalsuan?" akhirnya Ia bertanya.

"Ya."

"Apakah orang ini membunuh seseorang? Menyebabkan cacat fisik atau emosional pada diri seseorang?"

"Tidak," jawab Jongin, menatap Sehun lurus-lurus. "Tapi memang menyangkut masalah hukum."

Pernyataan itu membuat Sehun sedikit lega. Berdasarkan pengalamannya orang yang paling baik pun kadang-kadang tak dapat menghindari masalah hukum dengan oran lain. Mungkin Jongin pernah tak sengaja melakukan perjanjian bisnis illegal atau terlibat kenakalan masa muda yang akan membuatnya malu bila diungkit-ungkit lagi pada masa sekarang.

Tentu saja, Sehun tidak menganggap remeh masalah nama baik, dan berita mengenai masalah hukum di masa lalu tentunya bukan sesuatu yang ingin di dengar dari seorang calon adik ipar. Di pihak lain, Jongin tampaknya Pria yang berasal dari keluarga baik-baik dan memiliki sifat baik. Dan Kyungsoo telah menemukan banyak hal dalam diri pria itu yang disukainya.

"Aku khawatir aku terpaksa menunda dukunganku untuk perjodohan ini," ucap Sehun hati-hati, "Sampai aku paham mmengenai masalah yang kauhadapi. Apakah ada yang dapat kau ceritakan padaku?"

Jongin menggeleng. "Maafkan aku. Oh Tuhan, kuharap aku bisa."

"Jika aku berjanji tidak akan mengkhianati kepercayaanmu?"

"Tidak," ucap Jongin lemah. "Sekali lagi, aku minta maaf."

Sehun menarik napas dalam dalam dan menuang kembali minumannya. "Sayangnya aku tak dapat memecahkan masalah atau menjadi penengah bila aku tak tahu apa masalah itu sebenarnya. Di lain pihak, aku percaya orang berhak mendapat kesempatan kedua. Dan aku akan menilai seseorang dari keberadaana di masa ini, bukannya sepeti apa dia di masa lampau. Dan itu berarti.. aku ingin kau berjanji kepadaku."

Jongin menengadah, mata kelamnya tampak cemas. "Ya, Tuan Oh?"

"Kau akan memberitahu Kyungsoo semmuanya sebelum kalian memnikah. Kau akan membeberkan semua masa lalumu dan membiarkan dia mengambil keputusan mengenai masa depan kalian. Kau tidak akan memperistrinya sebelum memberitahu kebenaran yang sesungguhnya."

Jongin tidak berkedip. "Aku berjanji."

"Bagus." Sehun memberi isyarat kepada bartender untuk datang ke sisi meja mereka.

Setelah ini, Ia memerlukan sesuatu yang lebih keras daripada bir.

.

.

.

.

.

Sepeninggalnya Sehun dan Jongin rumah itu terasa sangat sepi. Karna selain mereka berdua Ayah dan Ibunya pun kembali pada rutinitas semula. Ayah mereka sibuk dengan bisnisnya di perusahaan sementara ibunya kembali sibuk dengan kalangan sosialnya.

"Aku masih tidak mengerti kenapa Ayah tetap di Seoul alih alih ke Anseong."

"Sehun tidak berniat membiarkan Ayah pergi bersama mereka," kata Luhan sambil tersenyum masam.

"Kenapa tidak? Lagi pula ini kam bisnis Ayah."

"Ya, tapi bila menyangkut negoisasi , Ayah itu terlalu kasar—dia membuat persetujuan sulit tercapai. Jadi Sehun mengatur sedemikian rupa agar Ayah sibuk di Seoul seolah olah masalah itu tidak bisa ditangani jika Ayah tidak ada."

"Kurasa Sehun dan Jongin akan baik baik saja di Anseong." Kata Kyungsoo.

Ekspresi Luhan tiba-tiba menjadi tak terbaca. "Pasti demikian."

Kyungsoo merasa dirinya dan Luhan menjadi sangat hati-hati memilih topik pembicaraan. Ia tidak suka itu. Mereka biasanya selalu bebas dan terbuka pada satu sama lain. Tapi tiba-tiba mereka terpaksa menghindari topik tertentu seakan-akan sedang mengabaikan seekor gajah di dalam ruangan. Malah lebih tepatnya segerombolan gajah.

Luhan tidak bertanya apakah Kyungsoo telah tidur bersama Jongin. Malah, Luhan tampaknya tidak suka membicarakan Jongin sama sekali. Dia pun tak bertanya mengapa hubungan Kyunngsoo yang tengah berkembang dengan Junmyeon terputus di tengah jalan.

Kyungsoo pun tidak punya keinginan untuk membicarakan hubungannya. Meskipun sebelum pergi Jongin telah berjanji padanya, ia tetap merasa ragu dan cemas, dan hal yang paling tidak Ia inginkan aadalah bertengkar dengan kakaknya.

Akhirnya mereka memusatkan perhatian pada Sehan, bergantian menggendong, memakaikan baju, dan memandikannya, seolah olah anak itu boneka.

Sore hari mereka mengajak jalan jalan Sehan ke taman, sedikit 'nostalgia' membuat wajah kedua kakak-beradik itu berseri-seri.

"Apakah kau ingat," Tanya Kyungsoo sambil tersenyum, "bagaimana ibu berteriak kalau kita main roller-skate dijalan setapak dan menabrak orang-orang sampai jatuh?"

Luhan terkekeh, "Kecuali kalau yang kita tabrak itu kelaurga Jung, maka Ibu akan diam saja."

"Siapa kira," ujar Kyungsoo sambil tersenyum lebar, "Kau menikah dengan Oh Sehun, dan aku akan.." Ia ragu-ragu "… menjadi perawan tua."

"Jangan bodoh," tukas Luhan lembut. "Sudah jelas kau tidak akan menjadi perawan tua."

Sampai sedekat itu saja keberanian mereka dalam membicarakan hubungan Kyungsoo dengan Jongin. Walaupun begitu, ketika merenungi keengganan Luhan, Kyungsoo menyadari kakaknya ingin menghindari jurang yang terbentuk diantara mereka. Dan kalau itu berarti harus menyertakan Kim Jongin dalam keluarga, Luhan akan melakukan segala yang bisa dilakukannya untuk menoleransi Jongin. Sadar betapa berat bagi Luhan untuk mengutarakan isi hatinya, Kyungsoo sungguh ingin melingkarkan tangan memeluk kakaknya itu. Namun, alih-alih, ia meraih pegangan kereta bayi.

"Sekarang giliranku mendorong," kata Kyungsoo.

Mereka lalu berjalan lagi.

Kyungsoo melanjutkan nostalgianya. "Kau ingat ketika kano kita terbalik di danau?"

"dan para pengasuh ada di dalamnya," imbuh Luhan, lalu mereka menyeringai lebar bersama-sama.

Pada hari sabtu tepat tiga hari Sehun dan Jongin pergi ke Anseong, itu artinya hari ini mereka akan pulang. Dan Ayah adalah orang yang paling bersemangat saat Ia pulang kerja.

"Dimana Jongin?" Tanya Pria itu begitu masuk ke rumah. "Dimana Sehun? Aku ingin laporan hasil negoisasi."

"Mereka belum kembali," jawab Luhan, menyambut orangtuanya di selasar. Ia melemparkan tatapan menyindir kearah Ayahnya. "Tidakkah Ayah ingin menanyakan kabarku? Apakah kau tak ingin tahu keadaan bayiku?"

"Aku bisa melihat dengan mataku sendiri kau baik-baik saja," jawab Chanyeol tajam. "Dan kurasa si bayi juga baik baik saja, kalau tidak kau pasti sudah memberitahu. Kapan seharusnya Jongin dan Sehun kembali?"

Luhan memutar bola matanya ke atas. "Sebentar lagi."

Tapi ternyata kedua orang itu mengalami keterlambatan. Cuaca buruk dengan awan bergelung gelap. Awalnya mereka merencanakan menunggu kepulangan Sehun dan Jongin baru makan malam. Tapi ternyata hingga saat makan malam tiba kedua orang itu belum pulang juga.

Tapi tiba-tiba kepala pelayan memasuki ruang makan dan memberitahukan bahwa Sehun telah tiba dan akan bergabung tidak lama lagi.

Kyungsoo menjaga raut wajahnya tetap tenang seolah-olah memakai topeng. Namun, dibawahnya, berbagai macam harapan membuncah di dalam nadinya. Ketika kedua pria itu akhirnya muncul di ruang makan setelah mandi dan berganti pakaian, jantung Kyungsoo berdetak sangat cepat hingga tak dapat bernapas.

Jongin menyapu pandangannya ke semua orang yang hadir lalu membungkukan badan seperti yang dilakukan Sehun. Keduanya tampak tenang dan sangat segar. Kita akan mengira mereka pergi hanya tujuh menit bukannya tiga hari.

Sebelum menuju ke tempat duduknya di kepala meja, Sehun berjalan kearah Luhan. Seorang Oh Sehun tidak pernah menunjukan perasaanya di depan umum, karena itu semua orang—termasuk Luhan—begitu terperanjat ketika Ia menangkup wajah Istrinya dan menciumnya tepat di mulut. Wajah Luhan merona.

Sementara itu, Jongin mengambil tempat di sebelah Kyungsoo. "Nona Do," Sapanya pelan.

Kyungsoo tak mampu berkata-kata. Matanya terangkat untuk menatap mata Jongin yang seakan tersenyum dan Ia merasa berbagai emosi menyembur keluar bagai mata air hangat. Ia harus memalingkan wajah dari pria itu sebelum dirinya melakukan tindakan bodoh.

Tapi Ia dengan tegang terus menyadari keberadaan tubuh Jongin di sisinya.

Tiba-tiba Kyungsoo terkejut karena merasa jemari Jongin mengelus tangannya dibawah meja. Jemari Pria itu menggenggam tangannya dengan lembut. Dan sementara itu Jongin terus berpartisipasi dalam obrolan, berbicara, dan tersenyum. Kyungsoo meraih gelas anggurnya dengan tangannya yang bebas dan membawa gela itu ke bibir. Ia menyesapnya sedikit, lalu sedikit lagi, dan nyaris tersedak ketika Jongin mempermainkan jemarinya di bawah meja. Perasaan yang selama seminggu ini telah tertidur tibatiba hidup kembali.

Masih tidak melihat kea rah Kyungsoo, Jongin dengan perlahan menyematkan sesuatu di jari manis wanita itu, melewati buku-buku jarinya, sampai benda itu terletak dengan mantap di pangkalnya. Tangan Kyungsoo dikembalikan lagi ke pangkuan.

Kyungsoo menunduk melihat tangannya mengerjapkan matanya melihat kemilau batu safirkuning yang dikelilingi berlian-berlian kecil. Cincin itu tampak seperti bunga berkelopak putih. Jemarinya segera mengatup erat dan Ia memalingkan wajah untuk menyembunyikan rona senangnya.

"Kau suka cincin itu?" bisik Jongin.

"Oh, ya."

Sampai sejauh itu saja percakapan mereka di meja makan. Tapi itu pun sudah cukup. Terlalu banyak yang ingin dikatakan, dan semuanya sangat pribadi.

Jongin yang berjalan bersama Kyungsoo keluar dari ruang makan menggumam, "Apakah aku harus memanjat dinding diluar kamarmu malam ini, atau apakah kau akan membiarkan pintumu tak terkunci?"

"Pintu." Jawab Kyungsoo tegas.

"Syukurlah."

Tepat satu jam kemudian Jongin dengan hati-hati mendorong pegangan pintu kamar tidur Kyungsoo dan menyelinap masuk. Kamar yang kecil itu diterangi sinar lampu di nakas.

Kyungsoo duduk sambil membaca buku di tempat tidur, rambutnya yang dikepang rapi jatuh melewati pundaknya. Ia mengenakan gaun tidur sederhana berwarna putih dengan renda-renda halus dibagian dada. Ia tampak begitu bersih dan polos sehingga Jongin sedikit merasa bersalah mendatangi wanita itu dengan tubuh penuh hasrat seperti ini. tapi ketika Kyungsoo mendongak. Menatap dari atas bukunya mata redam wanita itu segera menghipnotis Jongin untuk datang mendekat.

Kyungsoo meletakan bukunya dan cahaya lampu menerangi sosoknya. Kulit wanta itu tampak dingin dan mengilat seperti gading sehingga Jongin rindu ingin menghangatkan tangannya.

Sudut mulut Kyungsoo melengkung naik seakan-akan dapat membaca pikiran Jongin. Ketika Ia membalik selimutnya tampaklah batu safir kuning bersinar di jarinya. Jongin sejenak terpana penuh kekaguman melihat batu itu, dan merasakan sekelebat rasa posesif yang primitif. Dengan perlahan Ia menuruti isyarat Kyungsoo untuk mendekati tempat tidur.

Jongin duduk di pinggir tempat tidur, seluruh sarafnya mendidih ketika Kyungsoo mengangkat roknya yang longgar keatas. Wanita itu naik ke pangkuan Jongin dengan luwes bagai seekor kucing. Keharuman manis kulitnya memenuhi indera penciuman Jongin, dan berat tubuh Kyungsoo melekat pada pahanya. Sambil melingarkan tangannya di leher Jongin, Kyungsoo berkata parau, "Aku rindu padamu."

Telapak tangan Jongin menelusuri tubuh Kyungsoo. Merasakan lekuk tubuhnya yang lembut, pinggangnya yang ramping, bokongnya yang padat. Tapi meskipun ia merasa tubuh Kyungsoo begitu memesona, Ia masih lebih terpukau pada sifatnya yang hangat dan cerdas.

"Aku juga rindu padamu."

Jemari Kyungsoo mempermainkan rambut Jongin dan sentuhan lembut itu mengirim kejutan rasa nikmat dari otak sampai ke paha Jongin. Nada suara Kyungsoo berubah menggoda. "Apakah kau menemui banyak wanita di Anseong? Sehun bercerita tentang jamuan makan malam, istirahat di kelab—"

"Aku tidak memerdulikan satu wanita pun." Jongin kesulitan berpikir ditengah gejolak hasratnya yang semakin menggebu. "Kau satu-satunya wanita yang kuinginkan."

Kyungsoo menyentuh ujung hidung Jongin dengan hidungnya. "Meskipun begitu, di masa lalu kau tidak hidup selibat."

"Tidak," Aku Jongin, lalu memejamkan mata merasaka embusan napas Kyungsoo di kulitnya. "Rasanya begitu sepi, mengharapkan wanita yang berada dalam pelukanku adalah orang lain. Aku menyadari bahwa setiap wanita yang pernah berhubungan denganku memiliki kemiripan denganmu dalam satu atau lain cara. Yang satu matanya, yang lainnya rambutnya.. kupikir seumur hidupku aku akan selalu mencari sesuatu yang mengingatkanku akan dirimu. Kupikir—"

Kyungsoo membungkam Jongin dengan ciumannya, menyerap seluruh pengakuan itu. Bibirnya membuka, dan Jongin tidak perlu diundang lagi untuk mencium wanita itu, ujung lidahnya menyelinap lebih dalam sampai Ia dapat mencicipi seluruh mulut Kyungsoo. Payudara kyungsoo yang lembut menyentuh dadanya setiap kali wanita itu menarik napas.

Ia merebahkan Kyungsoo agar terlentang, menarik ujung gaunnya dan mengangkatnya keatas. Wanita itu membantunya melepas pakaian sambil menggeliat sedikit agar gaunnya bias ditarik dari atas kepala. Gerakan luwes Kyungsoo itu membuat saraf-saraf Jogin semakin berdenyut-denyut. Wanita itu terbaring telanjang dihadapannya. Tubuhnya yang merona diterangi cahayal ampu nakas dan Karena malu kaki dan tangannya diletakkan rapat pada sisi tubuhnya. Jongin menikmati pemandangan yang ada dihadapannya sambil melepas bajunya sendiri.

Ia laluberbaring disisi Kyungsoo, bertekad akan menghapus rasa malu wanita itu dengan membelai bahunya, lehernya, titik sensitif diantara tulan gselangkanya. perlahan-lahan kehangatan kulitnya mulai memanasi kulit Kyungsoo yang dingin, bara api dalam tubuh wanita itu tampaknya mulai menyala dibawah sentuhan lembut Jongin. Sambil terengah-engah Kyungsoo melingkarkan tubuhn yang lembut pada tubuh Jongin dan pria itu membungkamnya dengan melumat bibirnya sambil berbisik mengingatkan bahwa jendela kamar tidak tertutup jadi Kyungsoo tidak boleh mengeluarkan suara.

Bibir Jongin menjelajah dengan santai mencari payudara kyungsoo, mengulum puncaknya yang lembut sampai mengeras didalam mulutnya. Ketika didengarnya erangan tertahan Kyungsoo, ia tersenyum dan menarik lidahnya dengan perlahan mengelilingi puncak payudara. Ia terus melakukan itu hingga kyungsoo menutup mulutnya sendiri eraterat sambil terengah-engah.

Akhirnya Kyungsoomengeliat dan mengerang tertahan diatas seprai. "Aku tak bisa,"bisiknya sambil gemetar, "Aku tak bisa tak bersuara."

Jongin tertawa pelan dan mencium bagian tengah punggungnya. "Tapi aku tidak akan berhenti."gumamnya lalu membalikan badan Kyungsoo. "Dan coba pikirkan masalah yang akan kita hadapi kalau kita sampai tertangkap basah."

"Jongin, kumohon—"

"Shh." Mulut Jongin terus menjelajah tubuh Kyungsoo tanpa ragu, mencium menggigit kecil, sampai wanita itu menggeliat-geliat bingung. Ketika Kyungsoo berguling telungkup, jemarinya yang lentik mencengkeram seprai erat erat seperti cakar kucing. Jongin membujuknya agar kembali ke posisi terlentang, membisikan janji dan kata-kata sayang, mencium bibirnya agar diam, dan jemarinya yang mahir terus merayu. Jongin akhirnya menyatukan tubuh mereka ketika Kyungsoo siap dan kulitnya bercahaya karena peluh.

Tubuh Kyungsoo menegang saat merasakan Jongin memasukinya...lalu mengerang dan wajahnya memerah semntara Jongin terus mencari iramayang pas, Jongin segera mengetahuinya saat Kyungsoo otomatis merengkuh tubuhnya lebih erat.

"Ya, peluk aku.." bisik Jongin, sambil terus membelai Kyungsoo hingga otot-ototnya mulai berkedut liar. Jongin tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini. Jongin mengikuti setiap gerakan Kyungsoo, memberi apa yang wanita itu butuhkan, hingga mereka berdua hanyut dalam kenikmatan.

Kyungsoo kembali menutup mulutnya sendiri dengan tangan, matanya melebar. Sambil menggenggam pergelangan tangan Kyungsoo, Jongin menarik tangan itu dan memagut bibirnya dengan liar hingga tubuh Kyungso bergetar keras dan menarik Jongin menuju puncak. Pria itu mengerang keras lalu tubuhnya pun mulai bergetar.

Ketika gerakan terakhir telah berlalu, Jongin dilanda rasa lelah yang amat sangat. Tapi karena teringat bahwa Kyungsoo bisa remuk kalau tertindih olehnya, Ia segera berguling kesamping. Kyungsoo menggumam tak jelas lalu menarik tubuh Jongin, mencari kehangatan. Jongin bergerak membantu Kyungsoo, meletakkan kepala wanita itu di lekuk tangannya seraya menarik seprai yang kusut menutupi tubuh mereka berdua.

Keinginan untuk tidur begitu menggoda, tapi Jongin tak berani membiarkan dirinya melakukan itu. Ia tidak dapat memercayai dirinya untuk bangun sebelum siang esok hati. Ia terllau letih, dan tubuh mungil Kyungsoo yang meringkuk rapat pada tubuhnya terasa begitu menggoda.

"Aku harus pergi," bisiknya sambil mencium rambut Kyungsoo.

"Jangan, tetaplah disini." Kyungsoo menengadah, bibirnya menciumi dada Jongin yang telanjang. "tetaplah disini malam ini. Tinggalah bersamaku selamanya."

Jongin tersenyum lalu mengecup pelipis Kyungsoo. "Aku ingin sekali. Tapi kurasa keluargamu tidak akan memafkan pelecehan ini sebelum kita resmi bertunangan."

"Aku tak merasa dilecehkan."

"Aku merasa begitu." Kata Jongin.

Kyungsoo tersenyum. "Kalau begitu sebaiknya aku menikah denganmu." Tangannya yang mungil mulai bergerak mengelus tubuh Jongin malu-malu. "ironisnya," ujar Kyungsoo lagi, "Inilah pertama kalinya aku melakukan sesuatu yang membuat Ayahku senang."

Sambil menggumam simpati, Jongin menarik Kyungsoo lebih dekat ke pelukannya. Ia mengenal Ayah Kyungsoo lebih baik daripada siapapun, dan telah terbiasa menghadapi amukan pria itu, keegoisannya, kriterianya yang sangat ia tahu semua itu dibutuhkan Chanyeol untuk mebangun kejayaannya dari nol, pengorbanan yang harus Pria itu lakukan. Chanyeol akan mengeyahkan apapun yang menghalanginya untuk mencapai tujuan. Termasuk kedekatannya dengan Istri dan anak-anaknya.

Untuk pertama kalinya, terpikir oleh Jongin bahwa Chanyeol dan keluarganya akan beruntung memiliki seseorang yang bisa menjadi penengah yang menjebatani komunikasi antara dia dan keluarganya. Kalau itu memang bisa dilakukannya, maka IA akan mencari cara apapun agar bisa melakukannya.

"Kau," bsisiknya di rambut Kyungsoo, "Adalah hal terbaik yang dia miliki. Suatu saat nantia dia akan menyadarinya."

Jongin dapat merasakan Kyungsoo tersenyum. "Aku meragukan hal itu, tapi aku senang kau mengatakannya, tapi kau tidak perlu khawatir karna sudah sejak lama aku menerima keadaan Ayah yang seperti itu."

Sekali lagi Jongin terkejut mengetahui betapa dalam perasaan yang ditimbulkan Kyungsoo pada dirinya, pada keinginannya yang luar biasa untuk membahagiakan Kyungsoo.

"Apapun yang kauinginkan," bisiknya, "Apapun yang kaubutuhkan, aku akan memberikannya padamu. Kau hanya tinggal mengatakannya."

Kyungsoo meregangkan badan dengan nyaman, dan tubuhnya menggelenyar nikmat. Ia menyentuh bibir Jongin dengan jarinya, merasakan kelembutannya. "Aku ingin tahu apa permohonan seharga seribu won mu tempo hari, saat di sumur permohonan."

"Hanya itu?" Jongin tersenyum sambil menciumi jemari Kyungsoo. "Aku memohon agar kau mendapatkan Pria yang menginginkan dirimu sebesar aku. Tapi aku tahu itu takkan terjadi."

Lampu nakas berpendar pada tubuh Kyungsoo yang mungil ketika IA mengangkat kepalanya untuk menatap Jongin. "Kenapa tidak?"

"Karena aku tahu takkan ada pria yang begitu menginginkan dirimu seperti aku."

Kyungsoo menurunkan tubuhnya hingga berada di atas Jongin dan rambutnya menjuntai mengelilingi mereka berdua seperti tirai hitam.

"Apa permohonanmu?" tanya Jongin, menyisir rambut yang kemilau itu dengan jarinya.

"Aku memohon agar menemukan Pria yang tepat untuk menikah denganku." Lalu Ia tersenyum lembut yang membuat jantung Jongin seakan berhenti berdenyut. "Lalu kau muncul."

.

.

.

.

.

2-3 chapter lagi syudah end xixi

Thankyou for all reader who read, review, follow, fave. Without ya'all im nothin ;;;

So sampai disini saya mau kasih cuap cuap sedikit dan tolong dibaca.

Saya menyadari bahwa story ini (yang saya tulis ulang menjadi kaisoo, original story belong to lisa kleypas scandal in spring) memiliki banyak sekali lack yang saya akui itu fatal. Dimulai dari latar belakang, setting waktu, percakapan yang terlalu kaku juga beberapa penambahan dan pengurangan yang tidak tepat. Dan janji saya diawal untuk membuat setting semodern mungkin gagal untuk dilaksanakan. Yiss im fail.

Beberapa kali saya mendapat pm dan review untuk kritikan ini. Juga beberapa sindiran di kotak review story lain tentang apa yang saya tulis disini. Saya minta maaf sebesar-besarnya. Dan mungkin ini remake novel pertama dan terakhir yang akan saya tulis.

Izinkan saya menuntaskan story ini meskipun banyak sekali lack di dalamnya. Jadikan pengalaman, jadikan kritikan sebagai guru. Dan saya sangat berterimakasih untuk para author senior yang bersedia meluangkan waktu membaca bahkan hingga memberi saran. Dan juga readers yang terus mendukung keberadaan fanfic ini, without yall im nothin.

Im not a great author as i can only do. Im so sorry but lemme in, izinkan saya belajar untuk menjadi lebih baik lagi.

Xoxo

diya