Ruangan gelap dengan penerangan yang jauh dari kata cukup menemani sebuah keluarga nan dihuni oleh empat orang. Salah satu dari mereka menduduki kursi besar dan menyenderkan kedua tangannya yang dilipat diatas meja. Sedangkan yang lainnya berdiri tegap berjejer rapi tepat di depan meja. Bunyi lembaran kertas yang dibolak-balik secara berulang-ulang memenuhi ruangan gelap itu, beberapa detik kemudian suara batukan kecil terdengar menggema menandakan bahwa sebuah pembicaraan akan dimulai.

"Ayah telah menemukan siapa orang di balik semua kehancuran yang terjadi sekarang." ucap pria yang menduduki kursi besar, kaca mata yang sedari tadi bertengger di hidung mancungnya ia tanggalkan dan meletakkannya di atas kertas yang sedari tadi ia bolak-balik.

"Ayah yakin dengan target yang dimaksud?" tanya pemuda yang berdiri di depan ayahnya. Sang ayah mengangguk mantap.

"Siapa pelakunya ayah?" sambung gadis yang berada di samping pemuda tadi, ekspresinya yang penuh dengan rasa ingin tahu membuat sang ayah semakin yakin dengan kemampuan anaknya.

"Perlu ayah ingatkan, bahwa kita tidak akan melawan dalang kehancuran itu. Tapi kita akan menghancurkan sesuatu yang berharga baginya." jawab sang ayah, ketiga anaknya mengangguk mengerti.

"Lalu, apa yang harus kami lakukan ayah?" sahut anak paling bungsu yang terlihat bersemangat. Sang ayah bangkit dari kursinya dan menatap ketiga anaknya dalam-dalam.

"Ayah perintahkan, hancurkan Sasuke Uchiha!"

.

.

WHAT DO YOU KNOW ABOUT HINATA?

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Disclaimer : Naruto n the genk murni, sah dan tetap milik Masashi Kishimoto.

Rated : T

Pairing : NaruHina.

WARNING : Cerita abal plus pasaran and GJ, alur kecepetan, OOC, typo(s) dan gangguan lainnya. Kalau ada kesamaan alur/plot, tema cerita berarti kita sehati.

Summary : Bad summary/Di sekolah Hinata itu nerd, temannya hanya buku setebal kamus dan kaca mata besar yang selalu dipakainya. Hinata itu korban bully, ia tak pernah pulang dengan keadaan sempurna, namun pemuda bodoh bernama Naruto selalu menolongnya. Tapi apa kalian yakin hal itu juga berlaku jika Hinata berada di luar sekolah?

DLDR

RnR

~Happy Reading~

Pagi itu seorang gadis berambut hitam tengah berdiri dengan mata gelisah, tangannya meremas ujung seragamnya tanda bahwa gadis itu sangat takut. Sesekali jari tengahnya memperbaiki kaca mata yang ia kenakan dengan gemetar. Tas hitam yang ia sandang tampak lusuh dan jauh dari kriteria tas anak berada. Pria paruh baya di sampingnya memukul pundaknya pelan,

"Silakan Hinata, perkenalkan dirimu." perintah pria itu, Hinata mengangguk pelan lalu mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan. Ia menelan salivanya kasar, gadis itu menghembuskan napasnya dan mengeluarkannya perlahan. Dengan rasa percaya diri secukupnya gadis itu mulai buka suara.

"O… ohayo go… goza… gozaimasu. Wa… watashi wa na… namae Hinata de… desu. Yo… yoro… shiku one… onegai… onegaishimasu!" ucap gadis itu terbata-bata lalu membungkukkan badannya. Beberapa detik kemudian terdengar suara bisikan dan komentar pedas tertuju kepada Hinata, sang pria paruh baya yang berperan sebagai guru memukul meja kerjanya dengan penghapus papan.

"Diam semua! Hinata adalah teman baru kalian, jadi bersikaplah sebaik mungkin dengan Hinata. Mengerti?" sambung pria tua yang bernama Jiraiya-sensei. Semua murid menjawab 'iya' dengan malas. Siapa juga yang mau bersikap baik kepada gadis culun seperti Hinata? Lihatlah, kaca mata tebal, buku besar yang ia jenjeng dengan sebelah tangan, rambut yang dikepang dua, oh dan jangan lupakan perkenalan diri yang sangat memalukan itu.

"Hufh… baiklah Hinata, duduklah di kursi deret empat baris lima." ujar Jiraiya-sensei sambil menunjuk kursi yang dimaksud. Hinata mengangguk dan berjalan pelan menuju bangkunya, di tengah jalan salah satu siswi menselonjorkan kakinya hingga Hinata terjatuh. Semua buku yang dipegangnya berhamburan dengan bunyi 'brak!' yang keras. Keningnya berwarna merah setelah mencium lantai kelas. Semua murid tertawa melihat peristiwa itu, bahkan ada yang perutnya terasa perih.

"Hey, diam semua!" titah Jiraiya-sensei, Hinata mencoba berdiri dan mengemasi buku-buku yang berhamburan.

"Oooh… I'm sorry…" kata siswi yang telah membuat Hinata terjatuh, ia menyibakkan rambut merah mudanya dengan pongah. Hinata hanya tersenyum pelan dan menduduki kursinya.

"Baiklah semua, siapa yang tidak hadir hari ini?" tanya Jiraiya-sensei. Semua murid celingak-celinguk melihat kursi kosong.

"Sasuke dan Kiba pak!" lapor salah satu murid, Jiraiya-sensei langsung berdecak sebal mendengar nama yang terlalu sering memasuki gendang telinganya.

"Ya sudah, pelajaran ini akan tetap berlanjut walaupun mereka tidak ada!" Jiraiya-sensei menulis judul bab yang akan mereka pelajari hari ini. Tiba-tiba pintu kelas terbuka dan menampakkan dua pemuda dengan gaya berandalan masuk ke kelas.

Pertama, lelaki dengan wajah pucat dan rambut hitam seperti ekor ayam yang bernama Sasuke Uchiha. Tatapannya yang datar membuat para siswi jatuh hati kepadanya, ditambah wajahnya yang tampan semakin membuat jantung para gadis berdegup kencang. Posisinya sebagai ketua penguasa sekolah membuat ia sangat ditakuti oleh warga sekolah, lelaki yang hemat berbicara itu kadang bersikap temperament jika emosinya benar-benar memuncak.

Kedua, Inuzuka Kiba yang hobi memakai jaket baik cuaca dingin atau panas. Namun itu pengecualian jika ia berada di dalam kelas, alasannya masih belum pasti. Matanya yang tajam seakan mengiris hati para gadis. Pemuda penggila anjing ini adalah salah satu anak buah Sasuke, dan ia tak keberatan jika harus memukul wanita yang membuat Sasuke kesal. Sadis? Memang sikap itu yang dibutuhkan anak bungsu Fugaku.

"Ck, cepatlah duduk! Pelajaran ini sangat penting untuk ujian nanti!" Jiraiya-sensei kembali menulis di papan tulis, sedangkan Sasuke dan Kiba memutar bola matanya jengah lalu berjalan menuju bangkunya.

Kiba melempar ranselnya hingga suasana kelas menjadi gaduh, Hinata menoleh ke samping karena tempat duduknya tepat di sebelah tempat duduk Kiba. Kiba yang merasa ada yang baru memandang Hinata dengan tatapan mengintimidasi.

"Kau anak baru?" tanya Kiba tanpa senyum sedikitpun. Hinata yang merasa ditanya hanya bisa mengangguk. Kiba menggedikkan bahunya tidak peduli sambil membuka resleting tasnya lalu mengambil buku tulis dan sebuah pulpen. Sedangkan Hinata sibuk menghapus keringat dingin yang mengucur deras di telapak tangannya.

҉҉҉

Waktu berlalu, bel berbunyi menandakan waktunya beristirahat. Semua murid berhamburan keluar menuju kantin. Kecuali satu siswi, Hinata masih berada di dalam kelas membaca buku sambil memakan roti yang ia bawa dari rumah. Kelas yang awalnya hening berubah bisik karena derapan kaki seseorang menuju kelas Hinata. Seorang siswi mendekati Hinata hingga Hinata berhenti membaca buku.

"Hinata, bolehkah aku minta tolong?" tanya siswi itu, Hinata mengangguk.

"Aku sangat haus, bisakah kau membelikanku minuman?" sambung siswi itu sambil menyodorkan sehelai uang. Hinata berdiri dan mengambil uang itu, ia keluar kelas menuju kantin. Sedangkan siswi tadi mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.

"Bagaimana? Kau berhasil?" tanya seseorang di tempat lain

"Tentu dong! Ino tidak pernah gagal menjalankan misi!" bangga Ino.

"Baiklah, aku percaya padamu!"

Sambungan telepon terputus, gadis itu menjejalkan ponselnya ke dalam saku dan tersenyum miring.

"Selamat menghadapi ujian, Hinata!"

҉҉҉

Hinata menginjakkan kakinya di depan kantin, rasa takut merasuki dirinya. Pintu kantin seakan-akan merentangkan baliho besar yang berisi `Warning! This bully area! Pecundang datang barbel melayang!`. Dengan pelan gadis itu mencari minuman yang ingin dia beli. Ternyata, kehidupan di dalam kantin sangat keras! Bayangkan saja, kau harus berdesak-desakan dengan murid lain hanya demi mengisi perut yang telah meronta. Ugh, Hinata terpaksa mengikuti acara 'mari berdesak-desakan denganku!' bersama murid lain untuk mengambil minuman yang dititipkan kepadanya.

Sekitar tiga menit Hinata melakukan pertarungan mengambil sebotol soda, dengan rasa bangga Hinata berjalan keluar dari kantin karena telah berhasil mengambil minuman. Langkah Hinata terhenti karena segerombolan gadis tengah memblokade pintu kantin.

"Pe... permisi…" kata Hinata dengan sopan, tapi semua siswi itu hanya membalas dengan tawa yang saling bersahut-sahutan. Hinata mengerutkan keningnya bingung, memangnya ada yang salah dari ucapannya tadi?

"Apa yang kau bawa Nerd?" tanya siswi berambut merah muda diiringi panggilan yang kurang mengenakkan, sepertinya gadis itu adalah pentolan gerombolan siswi yang tengah menghadang Hinata.

"I… ini minuman…" jawab Hinata ragu-ragu. Siswi berambut merah muda tadi tersenyum meremehkan dan menyabet botol soda itu dari tangan Hinata.

"Itu bu… bukan milikku." imbuh Hinata sambil mencoba mengambil botol itu dari tangan murid yang tadi menselonjorkan kakinya hingga Hinata terjatuh di kelas. Tapi gadis berambut merah muda itu tak mendengarkan ucapan Hinata.

"Kau tahu Nerd, rambutmu terlihat sangat kering! Aku kasihan dengan rambutmu, kau jarang keramas ya?" ucapan pedas itu sontak membuat siswi-siswi yang lainnya tertawa. Hinata menunduk malu.

"By the way, aku akan memberikan jasa spesial untuk membersihkan rambutmu Nerd, anggap saja ini salam perkenalan dariku." sambung gadis itu dan memegang rambut Hinata yang dikepang.

"Sudahlah Sakura, hentikan basa-basinya! Langsung saja kau lakukan!" sorak salah satu siswi. Napas Hinata tercekat, apa yang akan dilakukan siswi ini?

Sakura membuka tutup botol dan menumpahkan semua soda itu di atas kepala Hinata hingga rambut Hinata basah. Siswi yang lainnya tertawa terbahak-bahak melihat Hinata dipermalukan oleh Sakura.

"Lihatlah Nerd, rambutmu sekarang terlihat berkilau! Kau harusnya berterima kasih kepadaku!" ujar Sakura sambil mengambil kaca mata Hinata dan melemparnya asal.

"Ingat Nerd, kau tak akan menemukan kebahagiaan disini, mengerti?" Sakura menarik rambut Hinata, Hinata merintih kesakitan dan mengangguk.

"HENTIKAN SAKURA!"

Teriakan menggelegar itu spontan membuat semua aktivitas di kantin terhenti. Sakura terkejut dan menatap tak percaya siapa yang telah meneriakkan namanya itu. Orang yang berteriak itu berjalan mendekati Sakura dan siswi yang lainnya ketar-ketir melihat orang itu. langkah siswa itu terhenti dan menatap Sakura dengan tajam.

"Kenapa kau melakukan pembulian Sakura?" tanya siswa itu dengan geram. Air wajah Sakura langsung berubah menjadi penuh ketakutan.

"A… aku… ti…" Sakura tergagap, ia tak bisa berbicara lancar jika siswa itu menatap dirinya seakan-akan ingin mengulitinya saat ini juga.

"Sudahlah Naruto, ini bukan urusanmu." sambung seorang siswa yang tiba-tiba datang dan menepuk pundak Naruto.

Siswa itu bernama Neji. Tidak ada yang mengetahui marga yang disandangnya. Lelaki misterius ini adalah salah satu penguasa sekolah sekomplotan dengan Sasuke Si Wajah Datar. Jurusnya yang bisa melumpuhkan lawan sekali pukul inilah yang membuat Sasuke menjadikan Neji sebagai salah satu anak buahnya.

Uzumaki Naruto. Lelaki sawo matang ini juga penguasa sekolah di bawah naungan Sasuke. Diantara Neji dan Kiba, Naruto lah yang paling dekat dengan Sasuke. Bisa dikatakan jika Naruto adalah tangan kanan Sasuke. Dan masalah IQ, jangan ditanya! Dia penyandang gelar 'murid terpintar numero uno dari bawah dua tahun berturut-turut.` Prestasi yang luar biasa bukan?

"Tetap saja tidak bisa Neji, Sakura telah bertindak keterlaluan." balas Naruto, Neji menghela napasnya pasrah dan membiarkan Naruto bertingkah semau hatinya. Kini Naruto tengah membantu Hinata untuk berdiri dan mengambil kaca mata Hinata yang telah pecah.

"Ku ingatkan Sakura, jangan pernah kau mengganggu siswi yang lebih lemah darimu!" Naruto membopong Hinata keluar kantin. Setelah itu, aktivitas di dalam kantin mulai berjalan dengan semestinya.

҉҉҉

"Kau tak apa-apa? tanya Naruto khawatir, Hinata hanya menjawab dengan anggukan kecil. Naruto memapah Hinata menuju lokernya dan mengambil sebuah handuk berwarna putih lalu membersihkan rambut Hinata dengan handuk itu.

"Maaf, tapi sepertinya kau harus membuka ikat rambutmu." saran Naruto, Hinata mencoba menghindar tapi Naruto malah membuka ikat rambut Hinata secara sepihak sehingga rambut hitamnya yang panjang terurai sudah.

"Wuaaah…" decak kagum Naruto, pemuda itu terlihat terpukau dengan penampilan Hinata tanpa kaca mata maupun rambut yang dikepang. Khayalan Naruto berkembang membayangkan Hinata mengenakan gaun nan indah dan berdansa dengannya. Pastilah itu sangat romantis di kalangan anak muda sepertinya.

"Kau baik-baik saja?" sambung Hinata, Naruto mengangguk mantap hingga lamunannya buyar. Naruto kembali membersihkan rambut Hinata dengan handuknya, tapi aktivitasnya terhenti saat Hinata memegang tangan Naruto dan tersenyum simpul.

"Terima kasih, tapi sepertinya aku bisa membersihkan ini sendiri." ujar Hinata, Naruto merasa terhipnotis dan hanya bisa mengangguk lemah. Kini jantungnya berdetak tak karuan saat Hinata tersenyum kepadanya, jujur baru kali ini Naruto merasakan jantungnya berdegup kencang. Perdana dan ekslusif disaat melihat Hinata tersenyum.

"Sepertinya memang harus dibilas." gumam Hinata seraya menggenggam rambutnya yang lembap, Naruto merekahkan senyumannya dan menatap Hinata dengan bahagia.

"Itu ide yang bagus, ayo ke toilet!" ajak Naruto, Hinata memandang Naruto dengan heran. Baru kali ini ada cowok yang begitu antusias ke toilet.

"Ta… tapi aku bisa pergi sendiri." ucap Hinata sungkan.

"Kaca matamu pecah, bagaimana caranya kau melihat jalan dengan benar? Kalau nanti kau tertabrak dengan sesuatu dan kau terluka, maka aku yang akan disalahkan orang lain. Lebih baik aku temani!" promo Naruto persis seperti SPG di supermarket. Hinata bingung dengan penuturan Naruto tadi, kenapa dia merasa kalau ia akan disalahkan oleh orang lain? Hinata yang tidak mengerti hanya bisa menghela napas pasrah dan mengangguk lemah. Ia tak ingin membuang-buang energi untuk berdebat dengan Naruto.

"Kalau begitu mari aku antar ke toilet!" Naruto mempersilakan Hinata berjalan duluan dan ia iringi dari belakang. Di setiap langkah tak ada perbincangan yang terlontar dari kedua murid ini, mereka sama-sama terbang dalam pikiran sendiri. Hinata yang sibuk berpikir cara agar minuman soda yang ditumpahkan ke rambutnya tadi bisa hilang dan Naruto malah berimajinasi jika Hinata berpenampilan bak putri lalu tersenyum sambil menatap Naruto dengan matanya yang teduh. Membayangkannya saja wajah Naruto telah merah padam, apalagi jika itu benar-benar terjadi. Bisa pingsan di tempat siswa berambut kuning itu. Langkah Hinata terhenti dan menoleh ke belakang menghadap Naruto, sialnya Naruto masih tetap berjalan bahkan bibir kedua insan itu hampir bertemu jika saja tadi Hinata tidak mundur tiga langkah. Sontak Naruto tersadar dan melemparkan senyuman aneh yang terlihat mengerikan bagi Hinata.

"E… etto, terima kasih eum..."

"Naruto, namaku Uzumaki Naruto!" balas Naruto dengan suara tinggi.

"Ya, terima kasih banyak Naruto." kata Hinata dan membungkukkan badannya. Naruto melemparkan cengirannya, rasa bangga menggerayangi perasaannya yang sekeras batu.

"Ah, tidak apa-apa! Kita kan teman! Ayo kutemani!" ajak Naruto antusias. Hinata spontan terkejut dan mencoba menolak permintaan Naruto dengan cara yang halus.

"Sepertinya sampai disini saja Naruto, lagipula aku suda tahu kok."

"No no no! Kau itu murid baru Hinata, apa kau mau jika nanti Sakura menjahili mu lagi? Ayo aku temani!" bantah Naruto yang tetap kekeuh dengan pendiriannya.

"Ti… tidak usah Naruto. Lagipula apa yang akan dipikirkan orang jika kau menemaniku."

"Hei, jangan dengarkan kata orang! Kau tak perlu malu jika semua orang membicarakanmu!"

"Kau yakin ingin menemaniku?"

"Tentu saja!" balas Naruto dengan senyuman.

"Maksudku, kau yakin ingin masuk toilet siswi?"

Baka! Naruto mengutuk dirinya yang terlanjur bodoh ini, sudah jelas-jelas ia berada di depan toilet wanita kenapa ia masih ingin menemani Hinata ke dalam toilet? Ugh, hancur sudah image baik dan keren yang dibangun Naruto di depan Hinata. Masa depannya seperti runtuh sekejap mata, rasa malu langsung memenuhi perasaan Naruto.

"Eum… sepertinya aku tunggu disini saja." ujar Naruto.

"Yah, itu terdengar lebih baik." Hinata memasuki toilet siswi dan langsung menguncinya dari dalam. Sepertinya gadis itu takut jika siswa mesum seperti Naruto (menurut Hinata) akan memasuki toilet dan mengintip para siswi yang ada di dalamnya. Sungguh itu termasuk tindakan kriminal!

Sedangkan Naruto tengah mencoba memikirkan cara agar Hinata kembali menganggapnya pemuda yang baik, tapi tetap saja tak menemukan ide. Bayangkan jika kau tengah ingin ke toilet dan tiba-tiba pria yang baru kau kenal ingin menemani mu masuk ke toilet lengkap dengan senyuman aneh yang ia lemparkan kepadamu? Itu mengerikan sobat!

Memori Naruto kembali terputar saat ia melepaskan ikat rambut Hinata dan rambut Hinata terurai bak bintang iklan shampoo. Lagi, jantung Naruto berpacu yang semakin lama semakin cepat. Sepertinya besok ia harus mengirim surat izin ke sekolah dan memeriksa jantungnya yang berdegup melebihi biasanya ke dokter kandungan.

Hei, hei! Kenapa dokter kandungan? Bukannya kalau jantung berdetak lebih cepat harus konsultasi kepada dokter THT? Bukan THT tapi dokter gigi? Duh duh, bahkan karena kencantikan Hinata kebodohan Naruto meningkat dua kali lipat dibanding biasanya. Kenapa hanya dua kali lipat? Karena kebodohan Naruto saat kondisinya normal berada di bawah kebodohan murid TK. Terdengar kasar memang, tapi Naruto yang terlalu polos membuat semua orang berpikir jika dia adalah murid SMA yang kebetulan saja bisa masuk SMA. Mungkin ia menggunakan ijazah orang lain yang sudah letih menapaki jenjang pendidikan SMA atau mencoba mencetak ijazah sendiri lalu menganggap dirinya benar-benar lulus.

"Aku pasti jatuh cinta! Aku harus mengatakannya sekarang juga!"

Naruto terlalu polos, bahkan ia langsung mengklaim kondisi jantungnya sekarang sebagai tanda buih-buih cinta telah tertanam di hatinya. Rasa percaya dirinya memang terlalu hyper ini membuat ia mengambil jalan keluar dengan cepat, yaitu menyatakan cintanya langsung kepada Hinata. Karena menurut Naruto, cinta itu bisa datang kapan saja! Dan ia juga pernah menonton sinetron yang menceritakan sang tokoh utama yang tampan tiada tara jatuh hati dengan gadis jelata saat ia memandang gadis itu pertama kalinya, istilahnya `Love at the first sight!`. Naruto percaya dengan prinsip percintaan itu, dan ia akan membuktikan konsep romantisme remaja dalam beberapa menit lagi.

Naruto yang membelakangi toilet siswi mendengar decitan pintu, ia yakin kalau Hinata telah keluar dari toilet. Tiba-tiba perasaan gugup menyelimuti diri Naruto, perasaan tak percaya diri datang terus menerus. Gendang telinganya mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya, tak lama kemudian sebuah tepukan lembut mendarat ke pundak kirinya. Naruto menoleh ke pundak kirinya dan melihat punggung tangan seseorang yang pucat dan lentik khas wanita.

"Sudah pasti ini Hinata!" duga Naruto. Perlahan Naruto mengelus punggung tangan itu dan berteriak sekeras-kerasnya.

"Kau tahu, aku sangat menyukai mu! Jantungku berdegup kencang setiap melihat senyummu! Aku bukanlah pujangga yang bisa merangkai kata dengan indah, tapi maukah kau menjadi kekasih ku wahai orang yang memegang pundakku?" pernyataan cinta itu mencelos keluar dengan indahnya dari mulut Naruto. Sedangkan yang mendengar penuturan cinta tulus Naruto menatap pemuda polos itu dengan tak percaya dan langsung melepaskan tangannya dari pundak Naruto.

"A… Apa? Ka… kau menyukai ku?"

.

.

.

TBC

Ulala… Megumi Si Author GJ se-galaksi Bima Sakti datang lagi bawa fic NaruHina! Kenapa harus NaruHina? Tanyakan kepada Depe yang bergoyang (?)/lagi-lagi lu sok lucu/nggak lucu ya?/ pake nanya lagi! Udah ah, ogah gue denger bacot area lu!/ hiks... Acan! Tolong Megumi! *peluk Acan dengan penuh kasih sayang/ ih apaan sih lo main peluk-peluk orang!/ *Megumi pundung sendiri, ada yang mau ikut?/ ENGGAK!

Ini fic udah jamuran di laptop Megumi, biar jamurannya nggak semakin kronis Megumi publish deh! Seperti biasanya, Megumi pengen tahu gimana chap yang awal ini? Tolong kasih review ya, biar ni fic bisa makin baik! Dan cara penulisan Megumi semakin meningkat! Satu review kalian sama dengan 100 kalori buat Megumi (emang ini makanan?) Ya udah, daripada Megumi nge-bacot nggak ketulungan lebih baik Megumi tutup dengan,

The last of my bacot : review plis…