Love Sick

Genre : Romance, Angst

Rating : M

Cast : Jung Yunho, Kim Jaejoong, Park Yejin, Shim Changmin

Author : Me

warning : ff ini akan menistakan Jaejoong dan mungkin akan membuat kalian tidak suka. Jadi jika kalian ingin membaca ff ini tolong dipikirkan baik-baik ^_^

(note : untuk tulisan miring itu masuk ke flashback)

Oneshoot

Jaejoong berdiri didepan westafel, menatap dirinya lewat cermin. Wajahnya diselimuti kekhawatiran, juga penasaran disaat yang sama. Ia memejamkan matanya sebelum mengangkat sebuah benda yang terus ia pegang. Tak lama kemudian, matanya perlahan terbuka, melihat pada satu objek yang sejak tadi membuatnya ingin tahu.

Mata Jaejoong membulat, benda itu menunjukkan tanda..

Dua garis.

"Hahh.." Tubuh Jaejoong hampir merosot kalau ia tak segera berpegangan pada pinggir westafel. Kepalanya terasa pusing. Tebakkannya selama ini benar. Ia hamil.

.

.

.

Udara diluar begitu dingin, musim gugur telah tiba dan Jaejoong duduk didekat perapian untuk menghangatkan tubuhnya. Ia duduk diatas permadani mahal yang dulu dibeli seseorang untuknya. Jari lentiknya menyentuh permadani lembut itu. Ia ingat, 3 bulan lalu, ditempat itu, sesuatu yang mengubah hidupnya terjadi.

.

.

.

Ahh..hahh..hhh..

Nafas Jaejoong terengah-engah. Tangannya menahan berat badan seseorang yang tengah menindihnya. Keringat membasahi seluruh tubuhnya, menetes dari dahi ke pelipisnya.

Bruk..

Tubuh mabuk itu tak bergerak, bahkan ketika Jaejoong mendorongnya menjauh. Dengan sisa tenaganya, ia berusaha bangun, lalu menoleh pada pria yang tertidur disampingnya.

Tangan Jaejoong terangkat, menyentuh pipi pria yang sangat ia kenal, mengelusnya lembut. Ia tersenyum, senyum yang amat miris, hingga setetes airmata mengalir dari mata indahnya.

"I-ini aku, Yunho. Kim Jaejoong, no other" Lirihnya.

.

.

.

Ting..tong..ting..tong

Jaejoong mendengar suara bel, perlahan ia bangun dari duduknya untuk membukakan pintu. Senyumnya melebar ketika melihat Yunho berdiri didepannya, sama dengan Jaejoong pria itu pun tersenyum. Jaejoong sangat senang melihat Yunho yang sudah tak pulang lebih dari seminggu.

Ketika ingin memeluk Yunho, Jaejoong terkejut melihat ada orang lain yang datang bersama Yunho.

"Ye-yejin sshi"

"Annyeong Jaejoong sshi" Wanita itu menyapa Jaejoong bersamaan dengan senyum manis yang mengembang dibibirnya.

.

.

.

Jaejoong berada didapur saat ini, dari tempatnya berdiri ia bisa melihat kearah ruang tamu. Disana terlihat Yunho dan Yejin saling bergurau dan berbagi tawa. Jaejoong melihat lama pada Yunho yang tampak begitu bahagia, menatap wajah wanita disampingnya dengan pandangan penuh cinta. Ia ingin sekali menggantikan tempat wanita itu, duduk berdampingan dengan Yunho sambil membicarakan masa depan. Tapi kenyataannya membuat dada Jaejoong berdenyut nyeri. Ia bukan siapa-siapa, tak pernah berarti bagi Yunho. Ia hanya seorang sahabat yang dipaksa menikah dengan Yunho, hanya sebatas itu, setidaknya itu yang ada dipikiran Yunho.

Satu tahun mereka menikah, keduanya memang lama bersahabat sejak SMA. Jaejoong anak yatim piatu, dan sudah begitu akrab dengan keluarga Yunho, sebelum kedua orang tua Yunho meninggal karena kecelakaan, keduanya berpesan agar Yunho dan Jaejoong menikah. Pesan tak terduga itu mereka anggap sebagai permintaan terakhir yang harus di penuhi.

Yunho dan Jaejoong berbicara selama beberapa jam untuk membahas masalah ini, membicarakan apakah harus memenuhi permintaan terakhir orang tua Yunho.

Saat itu Jaejoong bertanya pada Yunho, apa pria itu menyetujuinya. Yunho terus diam sambil memandang Jaejoong lama. Jaejoong tahu isi pikiran sahabatnya itu dan kemana jawaban itu akan bermuara.

'Jae, kau tahu aku dan masa laluku. Meski aku tak menjawab, kau tetap menemukan jawabannya, aku-"

'Tentu, Yun. Aku hanya ingin membayar budiku pada orang tuamu dengan menyetujui pernikahan ini, tapi kita bisa buat perjanjian' Yunho mengernyit saat itu. Jaejoong tersenyum dengan misterius.

'Aku akan menjadi istrimu, hanya sampai saat dia kembali. Bagaimana?' Jaejoong memberikan penawaran yang tak cukup menguntungkannya. Yunho terdiam lagi. Ia mencoba melihat sorot kebohongan dimata Jaejoong, tapi pria manis itu meyakinkan Yunho dengan anggukan dan senyum yang mampu membuat Yunho percaya. Pria itu ikut tersenyum, meski senyum manis yang ia tunjukkan pada kenyataannya itu semua adalah palsu.

"Jaejoong~"

Jaejoong tersentak ketika seseorang memanggilnya. Ia baru terbangun dari lamunannya, melihat pada gadis yang sudah berdiri disampingnya.

Yejin tersenyum, "Kau melamun?" Tanya wanita berwajah campuran itu.

Jaejoong menggeleng sambil tersenyum canggung, "Maaf, tadi aku sedang memikirkan sesuatu"

"Apa itu?" Yejin cukup penasaran. Jaejoong terdiam, ia ragu apa yang harus ia katakan pada gadis itu.

"Aku hanya berfikir, ternyata harapan Yunho sudah terkabul. Ia begitu menginginkan kau kembali dan kau kini sudah bersamanya" Kata Jaejoong. Yejin tersenyum malu.

"Seharusnya aku tak pantas kembali setelah sekian lama, kesalahanku adalah tak memberitahu Yunho alasan kepergianku. Aku pernah berniat untuk benar-benar meninggalkannya, tapi ketika penyakitku sembuh, aku jadi bersemangat untuk kembali padanya" Jelas gadis itu sambil melihat Yunho yang duduk di sofa. Mata Yejin terlihat sayu. Ada banyak pengorbanan yang harus dilalui gadis itu untuk bisa kembali kesini, dan Jaejoong tidak ingin membuatnya sia-sia hanya karena keinginan bodohnya.

"Sini aku bantu membuat tehnya" Seru Yejin senang.

Jaejoong tersenyum, ia memperhatikan gerak-gerik Yejin, mencoba mengerti apa yang membuat Yunho begitu mencintainya. Gadis itu cukup manis, rambutnya panjang sebahu, kulitnya putih dan ia begitu anggun. Gadis itu memang tipe Yunho dan yang jelas ia adalah seorang wanita. Kenyataan itu yang membuat Jaejoong jatuh terpukul.

.

.

.

Aku adalah aku, berapa tahun untukmu bisa mengenalku? Dan butuh berapa lama kau akan menyadari, bahwa hanya aku yang menemanimu?

.

.

.

"Kalian lama sekali, eoh?" Tanya Yunho kesal. Yejin duduk disamping Yunho sedang Jaejoong duduk disofa depan mereka.

"Itu karena Jaejoong Oppa tak memberitahuku dimana letak gulanya" Jawab Yejin manja. Jaejoong tersenyum.

"Seharusnya kau tak perlu memasukkan gula kedalamnya"

"Eh?"

"Karena tanpa gula pun kau sudah terlihat manis" Gombal Yunho.

"Ah, Oppa!" Yejin pun mencubiti perut Yunho hingga pria itu berusaha menjauh.

Jaejoong terdiam melihat adegan didepannya. Ia mengalihkan pandangannya saat Yunho memeluk Yejin sambil mencium keningnya.

.

.

.

"Jae, seperti perkataanku ditelepon kemarin, aku sudah menyiapkan surat cerai dan bisa kau tanda tangani" Kata Yunho memulai pembicaraan yang menjadi maksud kedatangannya. Saat ini Jaejoong memperhatikan sebuah amplop yang Yunho letakkan diatas meja. Ia mengambil lalu membukanya.

'Pemutusan tali pernikahan antara saudara Kim Jaejoong dan Jung Yunho'

Jaejoong ingin merobek kertas itu kalau saja ia tak ingat rencananya, dan pada akhirnya yang ia lakukan adalah tersenyum miris.

Yejin meletakkan pulpen diatas meja, mendekatkannya pada Jaejoong. Jaejoong melihat dengan getir kearah benda itu, lalu melihat kearah Yunho dan Yejin secara bergantian.

Sepasang kekasih itu meyakinkan Jaejoong dengan cara yang berbeda. Yejin dengan senyum manisnya dan Yunho dengan tatapan memohonnya.

Tangan Jaejoong bergetar saat terulur kearah pulpen tadi, mencoba dengan sepenuh hati agar gerakannya lebih cepat.

Srett..

Yunho dan Yejin tersenyum bahagia setelah Jaejoong menuliskan tanda tangannya.

"Terima kasih, Jaejoong"

.

.

Semudah itukah kau melepaskanku? Hingga aku tak dapat membaca pikiranmu. Kau ingin aku pergi, tanpa memberiku waktu untuk berkata, bahwa aku sangat mencintaimu

.

.

Jaejoong mengambil testpack yang ia sembunyikan ditumpukan pakaiannya dilemari. Menatap getir kearah dua garis yang ada disana. Ia begitu menyedihkan, hamil dan diceraikan. Ia tak apa jika hanya ia yang menderita, tapi anak ini tak seharusnya ikut bersamanya.

Jaejoong menggenggam testpack itu dengan erat, lalu berjalan kearah westafel didalam kamar mandi, menyalakan kran air lalu menjatuhkan testpack itu kedalam lubang saluran pembuangan, membiarkannya hanyut terbawa air.

Jaejoong tersenyum. Kehamilannya, hanya ia sendiri yang tahu.

.

.

.

3 tahun kemudian...

Seorang anak kecil berusia 3 tahun tengah berlarian di ladang strawberry tempat ibunya bekerja. Ia baru saja pulang dari kota untuk menjual buah-buah berwarna merah itu. Ia begitu dekat dengan paman pemilik perkebunan ini karena paman itu mempunyai anak yang seumuran dengan anak itu. Sang ibu tidak melarangnya untuk bermain asal jangan berbuat nakal.

"Appa~" Anak itu berteriak pada seorang lelaki yang sedang menuangkan pupuk keatas pot-pot berukuran sedang.

"Changmin, kau sudah pulang?" Tanya pria itu dengan senang. Anak bernama Changmin itu mengangguk dengan lucu.

"Lalu kau berlari dari rumah paman Cho kesini?" Tanya pria itu sambil membersihkan kotoran di pipi anaknya. Changmin mengangguk sambil menyengir. Pria itu tersenyum, anaknya sangat lucu.

"Apa pekerjaan Appa masih banyak?" Tanya Changmin pada sang 'Appa'. Pria itu menggeleng.

"Sebentar lagi selesai.."

"Jaejoong sshi" Pria itu menoleh setelah seseorang memanggilnya dari belakang.

.

.

Jika itu yang terbaik untukmu, aku akan lakukan. Jangan tanya bagaimana perasaanku.

.

.

"Bagaimana keadaan istri saya, Uisa?" Tanya Yunho pada dokter yang baru selesai memeriksa Yejin.

"Masih sama, Yunho sshi. Tak ada cara lain kecuali menggunakan jasa sewa rahim"

"Aku tak mau" Seru Yejin. Ia begitu keras kepala sekarang. Didinding rahimnya terdapat benjolan yang tidak bisa kempes dan itu merupakan tumor. Jalan satu-satunya adalah mengangkat rahimnya dengan resiko tak bisa hamil selamanya.

"Tapi Yejin, kau harus segera dioperasi. Jangan memaksakan dirimu" Kata Yunho meyakinkan. Yejin menggeleng keras.

"KALIAN TIDAK TAHU BAGAIMANA PERASAANKU!" Teriaknya sambil menangis, "Aku membutuhkan rahim ini hiks..aku ingin hamil dan melahirkan seorang anak hiks, hanya itu. HANYA ITU!"

Yunho memeluk istrinya yang semakin tak terkontrol. Sejak menderita tumor itu ia menjadi lebih sensitif. Mungkin karena Yejin mempunyai riwayat penyakit yang sama, jadi untuk yang kedua kalinya itu cukup mengejutkannya. Dulu ketika ada tumor dikepalanya, ia pergi meninggalkan Yunho, mencoba sembuh tanpa memberitahu pria itu. Saat itu ia merasa hidupnya telah hancur, dan sekarang, setelah semuanya membaik, ia kembali dihadapkan oleh kenyataan, ia tidak bisa hamil.

Yunho terus memeluk Yejin yang menangis keras didadanya, mencoba menenangkan istri yang dinikahi 3 tahun lalu.

Selama menikah, mereka memang tak dikaruniai seorang anak. Segala cara sudah mereka lakukan termasuk memeriksa kesuburan keduanya. Tumor di dinding rahim Yejin tak terdeteksi selama beberapa tahun hingga dua hari lalu ia mengalami pendarahan dan sampai pada berita tentang rahimnya tadi, membuat tubuhnya lemah seketika.

Yunho memejamkan mata, kenapa semua cobaan ini terjadi padanya. Apa salah mereka? Pria tampan itu tak berani membayangkamnya.

.

.

.

Changmin terus berceloteh di gendongan Jaejoong, menceritakan bagaimana serunya perjalanan kekota tadi termasuk tentang apa saja yang ia lihat disana.

Jaejoong tersenyum melihat kepintaran anaknya dalam berbicara, meski umurnya baru 3 tahun tapi Changmin sudah bisa membaca beberapa kata dan cukup cerewet untuk anak seusianya.

"Nanti kita pergi bersama ya, Appa. Ikut dengan Cho Ahjussi, Kyunnie dan Minnie" Kata Changmin sambil memainkan kerah baju Jaejoong. Jaejoong mengangguk sambil tersenyum.

"Tentu, Changminnie"

"Oh iya, Jae. Lusa akan ada sepasang suami istri yang akan berlibur dan menyewa villa milik Siwon sshi, dan ia ingin kau menjadi pemandu mereka" Kata seorang wanita teman kerjanya diladang yang berjalan disampingnya.

Jaejoong menoleh, "Sejak kapan Siwon sshi menyewakan villanya?" Tanya Jaejoong bingung.

"Sejak dia berfikir untuk menambah kekayaannya" Jawab wanita itu sambil tertawa. Changmin pun ikut tertawa geli mendengarnya, menunjukkan gigi susunya yang berjejer rapih. Jaejoong hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

.

.

Kau telah pergi cukup lama, dan aku baik-baik saja disini.

.

.

Jaejoong mengusap punggung Changmin yang sudah terlelap. Ia tidak menyangka jika anaknya sudah besar. Changmin cukup membanggakan untuknya, meski hanya mempunyai 1 orang tua tapi Changmin sangat bahagia.

Anak yang Jaejoong lahirkan 3 tahun lalu itu begitu menyayanginya. Ia tidak tahu apa yang terjadi jika ia tidak memiliki Changmin, mungkin hidupnya tak akan sebahagia ini.

Gerakan tangan Jaejoong berhenti. Ia teringat tentang masa lalunya. Saat dimana terakhir ia merasakan batas antara kebahagiaan dan kesedihan.

Setelah menandatangani surat perceraian itu, ia mendapat senyum terimakasih dari Yunho dan Yejin. Ia membalasnya dengan perasaan sedih. Yang membuatnya ingin menangis adalah ketika melihat senyum diwajah Yunho yang ditujukan pada wanita disampingnya. Kenapa senyum itu bukan untuknya? Apa setelah semua yang ia lakukan Yunho belum bisa melihatnya?

Ia tak berbohong jika dirinya begitu mencintai Yunho, hingga ia rela menjadi tempat pelarian pria itu, bahkan ia rela membagi hidupnya untuk pria yang tak pernah mencintainya.

Setelah menandatangani surat itu ia berkata dengan penuh kegugupan, melihat mata Yunho yang terarah padanya. Tanpa mempedulikan Yejin yang menatapnya bingung, Jaejoong bertanya.

"Yunho, bisakah untuk malam ini kau..tidur denganku?" Mata Yunho dan Yejin melebar. Tidur dari perkataan Jaejoong itu, benar-benar dalam arti yang sebenarnya.

"Tapi-" Yejin ingin protes, tapi Jaejoong memotong dengan cepat.

"Yunho.." Jaejoong hanya butuh persetujuan Yunho, dan terlihat pria tampan itu sedang bingung. Jaejoong menatapnya dengan tatapan sendu itu, dan Yunho tahu ia tidak bisa menolak.

.

.

.

"Jaejoong ah, biarkan Minnie bermain dengan Kyunnie" Kata Siwon pada Jaejoong yang baru datang di villanya sambil menggendong Changmin. Mendengar itu membuat bocah 3 tahun itu berseru senang.

"Appa, turunkan aku.." Kata Changmin dengan bersemangat, ia sudah ingin bergabung dengan Kyuhyun yang sedang asik mendorong meja.

Jaejoong menurunkan Changmin dan anaknya itu langsung berlari menjauhinya. Ia tersenyum manis sambil melihat Changmin, hal itu tak luput dari mata Siwon yang ikut tersenyum hangat.

"Menjadi orang tua tunggal memang menyusahkan sekaligus menyenangkan ya?" Tanya Siwon. Jaejoong mengangguk.

"Melihat Changmin tumbuh dengan baik, itu sangat menyenangkan"

"Seandainya Changmin masih punya ibu" Terawang Siwon. Jaejoong tersenyum miris. Didesa ini hanya tahu jika Jaejoong adalah ayah dari Changmin tanpa tahu kenyataan bahwa ia yang telah melahirkan Changmin.

Jaejoong menjaga rahasia itu selama 3 tahun, dan tentu saja Changmin pun tidak mengetahuinya.

"Ah, Siwon sshi..tamu anda sudah datang" Kata maid yang berlari kearah tuannya. Siwon tersenyum. Ia memang menyuruh tamunya itu kerumahnya sebelum datang ke villa, karena ini kali pertama ada yang menyewa villanya.

Setelah kepergian Siwon, Jaejoong pergi mencari Changmin dan Kyuhyun yang sudah tak terjangkau pandangan matanya. Ia akan membawa kedua anak itu pergi dari villa karena tamu sudah datang.

"Changmin..Kyuhyun, kalian dimana? Ayo kita keluar, tamunya sudah datang" Seru Jaejoong. Ia tak melihat kedua anak itu, hingga ia tiba di ruang makan dan melihat dua bokong kecil dibawah meja makan.

"Kalian sedang apa?" Jaejoong sudah berjongkok dibelakang keduanya, membuat mereka terkejut.

"Yah, Appa..kami kan sedang bersembunyi" Kata Changmin tidak senang, wajahnya cemberut begitu lucu.

"Iya, Ahjussi tidak seru" Sambung Kyuhyun. Jaejoong tersenyum, kedua anak itu begitu lucu.

"Ah, Jaejoong~"

Suara Siwon terdengar dari belakang membuat Jaejoong berdiri cepat.

"Ada ap-"

Deg

"Jaejoong"

.

.

.

Jaejoong duduk diatas tempat tidur, memangku bantal dan mengalihkan matanya kearah pintu kamar mandi. Setengah jam yang lalu ia berhasil membuat Yejin pergi, membiarkannya untuk mendominasi Yunho. Ia menjelaskan tentang maksud 'tidur' yang membuat kedua orang itu bingung.

Selama menikah dengan Yunho, Jaejoong belum pernah sekalipun tidur dalam satu ranjang dan ia menginginkan itu untuk terakhir kalinya—sebelum mereka bercerai. Dan alasan itu cukup berhasil untuk membuat Yejin percaya.

Jaejoong meremas jari jemarinya gugup, lalu mengusap perut ratanya berulang kali. Haruskah ia mengatakan kalau saat ini ia sedang hamil? Apa dengan begitu Yunho tak jadi menceraikannya dan memilih untuk merawat anak mereka bersama? Ah, Jaejoong tampak begitu bodoh. Bukankah beberapa jam lalu ia telah memutuskan untuk merahasiakan tentang kehamilannya, tapi sekarang?

Ceklek..

"Kau belum tidur?" Tanya Yunho. Pria itu sudah memakai singlet dan celana pendek yang memang biasa dipakai untuk tidur. Mandi adalah kebiasaan Yunho sebelum tidur.

Jaejoong menggeleng, "Ada yang ingin aku bicarakan padamu"

Yunho menghampiri Jaejoong lalu duduk didepannya, menatap wajah sahabatnya itu dengan serius. Jaejoong menelan ludahnya. Ia harus bicara, tidak peduli jika itu akan membuatnya rendah dimata Yunho.

"Mungkin ini bisa dikatakan sebagai permintaan terakhir dariku" Kata Jaejoong memulai, "A-aku..aku ingin kau..menyentuhku" Lanjutnya membuat Yunho terkejut.

"-menciumku, bercinta denganku. Perlakukan aku seperti kau sedang melakukannya dengan Yejin. Aku tahu kau mengerti maksudku" Sambungnya, memperjelas maksud ucapannya.

.

.

.

Setelah sekian lama, rasa ini terbentur oleh kenangan lama yang meski begitu menyakitkan tapi terus diingat, membuatku tak mampu melupakanmu.

.

.

.

"Anda mengenal Jaejoong, Yunho sshi?" Tanya Siwon bingung.

Yunho melihat pada Jaejoong tapi pria itu terus menunduk, "Aku.."

"Kami tidak saling kenal!" Jawab Jaejoong cukup tegas. Ia kini menatap kearah Yunho dengan tenang.

Yunho ingin protes tapi Jaejoong mengalihkan pandangannya dan membuat Yunho tak yakin untuk menjelaskannya. Dulu Jaejoong memintanya untuk tidak mengingatnya lagi. Supaya lebih mudah melupakan, mereka harus menganggap tak ada apapun yang terjadi diantara mereka, termasuk pernikahan dan kenangan didalamnya, tapi Yunho tak menyangka, kalau maksud Jaejoong itu adalah melupakan semuanya, termasuk persahabatan mereka.

Yejin yang dari tadi hanya berdiri disamping Yunho, memandang Jaejoong yang pernah membantunya dulu. Jaejoong berbeda dari 3 tahun yang lalu dan itu terlihat dari sorot mata pria itu.

"Appa..Appa" Jaejoong merasakan ujung bajunya ditarik-tarik, lalu ia melihat pada Changmin yang terlihat kebingungan.

"Ne?"

"Minnie main dengan Kyunnie, ne?" Tanya Changmin sambil tersenyum. Jaejoong berjongkok lalu mengusap kepala anaknya penuh sayang.

"Sudah mainnya, sekarang kita harus pulang" Kata Jaejoong. Changmin cemberut mendengarnya. Tanpa meminta persetujuan Changmin, Jaejoong langsung menggendong anaknya itu, dan tanpa berkata panjang lebar ia pergi dari tempat itu.

Changmin yang berada dalam gendongan Jaejoong, menoleh kearah Yunho yang juga sedang melihatnya.

Yunho terus memandangi kepergian Jaejoong hingga tak terlihat. Ia seperti ingat sesuatu tapi lupa apa itu.

"Maaf, anak yang digendong oleh pria itu siapa ya?" Tanya Yejin yang penasaran. Yunho juga ingin tahu.

"Oh, dia Changmin. Anaknya Jaejoong. Mereka sudah disini sejak Changmin masih bayi, menurut cerita Jaejoong kalau istrinya sudah meninggal" Jelas Siwon.

Yejin berbisik pada Yunho, "Apa Jaejoong menikah lagi?"

Yunho menggeleng ragu, tapi wajah Changmin kembali diingatnya, lalu tak berapa lama matanya melebar.

'Oh, tidak!' Pekiknya dalam hati.

.

.

.

Kau boleh membenciku, memakiku, bahkan membunuhku, tapi hanya satu yang ku minta, jangan suruh aku untuk berhenti mencintaimu.

.

.

.

Jaejoong menutup pintu rumahnya dengan tergesa-gesa, menguncinya rapat. Nafasnya terengah-engah masih dengan Changmin yang berada di gendongannya.

"Appa, ada apa?" Tanya Changmin bingung. Jaejoong menggeleng.

"Minnie tidak boleh jauh-jauh dari Appa, ne. Jangan pernah keluar tanpa Appa. Arasso?" Kata Jaejoong. Ia harus menyembunyikan Changmin sampai Yunho pergi dari sana. Ia tidak mau Yunho menyadari tentang Changmin. Changmin yang tak tahu apapun hanya mengangguk tak mengerti.

'Shit, kenapa bisa aku bertemu lagi dengan Yunho?'

.

.

.

"Akh..ahh..ughh.." Jaejoong mencoba melihat Yunho yang sedang bergerak diatasnya. Wajah pria itu penuh dengan peluh dan kepalanya yang terangkat melihat pada Jaejoong. Mata keduanya bertemu, menyalurkan perasaan yang hanya mereka yang tahu. Jaejoong mengusap kepala Yunho sambil mendesah, terlonjak oleh gerakan berulang yang dilakukan Yunho. Kedua kaki pria itu sudah memeluk pinggang Yunho, ikut bergerak seirama dengan nafsu yang kian meningkat.

Setelah diam cukup lama, akhirnya Yunho menyetujui permintaan Jaejoong. Ia akan memberikan kenangan indah pada sahabatnya itu.

"Arghh..Jae..hh" Yunho mendesah, kejantanannya dibawah sana terasa nikmat karena lubang Jaejoong yang dipersempit, hal itu membuatnya mendapatkan kenikmatan yang tiada tara. Jaejoong tahu bagaimana cara membuat Yunho melayang dan hal itu membuat Yunho semakin dekat dengan klimaksnya.

"Jaehh..akuhh..ahh" Gerakan Yunho lebih cepat dari sebelumnya membuat Jaejoong merasakan ngilu pada lubangnya. Ia tahu Yunho akan keluar. Pria itu berniat melepaskan kedua kaki Jaejoong dari pinggangnya karena ia ingin mengeluarkannya diluar, tapi tidak untuk Jaejoong, ia ingin Yunho mengeluarkan benih didalam lubangnya, maka ia pun makin mengeratkan kakinya yang melingkari pinggang pria tampan itu.

"Eerrghh..akh.."

Yunho tak dapat menahannya lagi, dengan kepala yang tenggelam dibelahan leher Jaejoong, ia mengeram dan mengeluarkan semua benihnya didalam Jaejoong.

.

.

Apakah kau tak mengerti bahwa aku sangat mencintaimu? Kenapa kau tak tahu itu? Kenapa kau tak tahu seberapa banyak pengorbanan dan airmata yang telah aku keluarkan untukmu?

.

.

Yunho memegangi kepalanya, sejak beberapa menit lalu kepalanya terasa sakit dan sekarang ia baru selesai minum obat. Siwon meninggalkan sepasang suami istri itu di villanya untuk beristirahat.

"Kau kenapa, Oppa?" Tanya Yejin. Ia bingung dengan apa yang terjadi pada suaminya itu. Yunho menoleh, menatap Yejin dengan wajah menyesalnya, lalu mengeluarkan dompet disaku celananya. Membukanya lalu menunjukkan sebuah foto yang tampak kusam tapi masih bisa terlihat jelas.

Yejin terkejut, menutup mulutnya dengan tangan, "Bu-bukankah dia anak itu? Changmin?" Tanya wanita itu. Ia mengerti, tapi tidak mencoba menebak.

"Bukan..anak difoto itu adalah aku"

.

.

.

Jaejoong menutup semua jendela, mengunci dan menutup tirainya hingga rumah itu menjadi gelap. Jaejoong terus memeluk Changmin takut anaknya itu pergi jauh darinya. Ia menciumi wajah Changmin dan membuat anak itu bingung.

"Appa kenapa? Minnie takut" Changmin hampir menangis melihat sang Appa yang bersikap begitu dan Jaejoong hanya menggeleng.

"Dengar, apapun yang terjadi tolong jangan tinggalkan Appa!"

Jaejoong tidak akan membiarkan Yunho membawa Changmin, meski mantan suaminya itu tidak bilang akan membawa Changmin tapi pria itu yakin setelah Yunho tahu fakta tentang Changmin, ia akan meminta Changmin padanya. Ia tidak mau. Hanya Changmin yang ia punya, tidak akan ia biarkan siapapun membawanya pergi.

Tok..tok..tok..

Jaejoong menoleh cepat kearah pintu, mendengar ketukan yang berulang tak sabar dari seseorang. Ia menggeleng lalu sambil menggendong Changmin ia membuka pintu itu perlahan.

"Jaejoong!" Wajah Yunho terlihat disana. Jaejoong segera menutup pintu meski terlambat. Tangan Yunho terselip diantara pintu.

"Ka-kau mau apa?" Suara Jaejoong bergetar. Melihat Yunho membuat ia ingat masa lalunya yang sudah lama ingin ia lupakan.

"Aku ingin bicara, Jae"

.

.

.

"Aku tidak akan hadir dalam sidang perceraian kita, Yunho. Aku akan pergi dari hidup kalian. Anggap semua ini tak pernah terjadi dan tak pernah ada aku diantara kalian. Aku rasa itu lebih baik" Kata Jaejoong dihadapan Yunho dan Yejin keesokan harinya. Ia memandang bergantian pada kedua kekasih itu. Memandangnya dengan terluka.

Apakah mereka tak bisa membaca perasaannya? Kenapa mereka selalu egois? Tidak bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya. Ia begitu mencintai Yunho, ia rela meninggalkan pria itu, tapi kenapa mereka tidak menahannya? Kenapa mereka bahagia sedangkan ia harus menyerah? Cinta sangat tak adil padanya.

.

.

.

"Jawab jujur, Jae. Apa benar Changmin anakku?" Tanya Yunho, masih berdiri didepan pintu. Jaejoong memeluk Changmin.

"Tidak. Changmin anakku" Jawab Jaejoong. Matanya berkaca-kaca.

"Changmin anakku, Yun. Hiks dia anakku" Jaejoong tidak bisa untuk tidak menangis. Ia terus memeluk anaknya sambil terisak.

"Jae Oppa, bagaimana bisa? Maksudku, kau bisa hamil?" Tanya Yejin yang masih tak percaya. Jaejoong menatap Yunho, memang tak ada yang tahu kalau ia punya rahim termasuk Yunho dan adanya Changmin membuat mereka tidak percaya.

"Kenapa kau bisa hamil sedangkan aku tidak?" Tanya Yejin yang mulai memperluas topik. Yunho menoleh, melihat istrinya yang memandang Jaejoong dengan datar.

Jaejoong tak mengerti arah pembicaraan wanita itu hingga Yejin meneruskan.

"Kalian bercinta tanpa sepengetahuanku, apa itu tidak kejam? Dan sekarang aku menderita karena tak bisa punya anak" Lanjut Yejin sambil tersenyum sinis.

"Yejin ah.."

"Aku kira, setelah aku berhasil menyingkirkanmu aku telah menang. Tapi kenyataan brengsek ini membuatku kesal" Yunho tak menyangka Yejin bisa berkata sekasar itu. Mata wanita yang menjadi istrinya selama 3 tahun, menatap nyalang pada Jaejoong.

"Aku kesal saat aku berusaha untuk sembuh, kalian malah menikah dan aku tak akan membiarkan itu karenanya aku datang kembali untuk mengambil milikku, tapi kenapa setelah 3 tahun berlalu..AKU BERTEMU LAGI DENGANMU, KIM JAEJOONG!" Yejin berteriak pada akhir ucapannya, membuat Yunho harus menahan tubuhnya.

"Tenanglah, Yejin" Kata Yunho.

"Dan sama seperti 3 tahun lalu, kau harus merelakan orang yang kau cintai" Yejin menjeda ucapannya, lalu memeluk lengan Yunho dan tersenyum padanya.

"Oppa, kita bawa Changmin pulang ya?" Mintanya dengan manja membuat Yunho dan Jaejoong terkejut.

"Hiks, Ja-jangan" Jaejoong menggeleng.

"Appa, Minnie takut" Changmin menangis dipelukan Jaejoong.

"Jae Oppa, aku mohon. Yunho Oppa butuh penerus dan Changmin merupakan anak kandungnya. Kau tenang saja, tidak ada yang tahu kalau ternyata ada pria yang bisa hamil jadi kau tak akan malu. Bagaimana?" Wanita itu memandang polos kearah Jaejoong.

Yunho ingin bicara tapi Yejin memeluk lengan Yunho makin erat.

Jaejoong terdiam. Apa yang dikatakan Yejin benar. Changmin akan bahagia bersama mereka. Tapi apakah harus lagi? Mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bahagia.

.

.

.

Aku tak lebih baik darinya, yang ku punya hanya cinta dan itu tak pernah cukup untukmu, dan untuk membuatmu bahagia, aku akan mengorbankan segalanya, termasuk memberi anak untukmu.

.

.

.

"Changmin tidak suka makan brokoli, ia sangat suka strawberry. Ia selalu minum susu sebelum tidur. Ia sangat pintar bicara dan Hiks...kalian harus menjaganya dengan baik" Jelas Jaejoong panjang. Ia dan Changmin berada didalam mobil Yunho, mengantarkan anaknya yang tak mau ikut ayah kandungnya itu. Anak itu sudah tertidur dan nanti Jaejoong akan meninggalkannya bersama Yunho dan Yejin.

Jaejoong membelai rambut Changmin yang tertidur dipangkuannya, ia harap anaknya itu bahagia, hanya itu.

.

.

.

Pengorbanan Jaejoong untuk cintanya. Katakan bahwa ia bodoh, tapi membuat orang yang ia cintai bahagia, itu sudah cukup. Cinta bukan hanya tentang rasa ingin memiliki, tapi tentang pengorbanan dan airmata.

.

.

E

N

D

.

.

Tumpeh-tumpeh nangisnya T.T Entah oneshoot panjang ini berhasil membuat kalian menangis atau tidak, yang pasti aku nulisnya sambil bercucuran airmata #lebay

Jaejoong nista banget disini? Memang. Dan bagi yang gak suka harap baca warning terlebih dahulu agar tidak ada pihak yang merasa tertipu ^_^

Bagaimana pesan dan kesan kalian?

Ff yang lain lanjutnya nanti kalo udah punya banyak waktu buat ngetik ^_^