disclaimer | Masashi Kishimoto

The Purple Apple | Chapter 1

.

Sasuke tidak tahu, hidupnya akan berubah sejak ia menonton video porno pertamanya. Sesuatu yang ada dalam dirinya terbangun dan memaksa dilepaskan. Ia merasakan sendiri. Sosok itu seperti iblis yang ingin mengendalikannya.

Akal sehat Sasuke Uchiha sekuat tenaga mempertahankan eksistensinya ketika pria itu hampir saja memperkosa tunangannya. Akibat itulah pernikahan mereka dibatalkan. Gadis itu terlalu takut pada Sasuke. Takut pada iblis yang tidak bisa pria itu kendalikan.

Sasuke ingin iblis itu hilang. Namun ia sudah menjadi satu dengannya.

Bukan berarti Sasuke selalu membawa iblis itu dalam keadaan terjaga, kemanapun ia pergi. Iblis itu hanya akan bangun jika ada pemicunya. Walau terkadang naluri Sasuke-lah yang membangunkan monster itu.

Ketika iblis itu bangun, ia bisa mendekam di kamar berhari-hari lamanya. Seluruh mainannya juga rusak. Terkadang ia tidak sengaja melukai dirinya sendiri, demi kepuasan. Namun ia tetap tidak merasa puas.

Sasuke takut. Tidak ada seorangpun yang menginginkannya. Tunangannya kabur ketakutan. Ia pun takut pada dirinya sendiri. Ia takut merusak orang lain karena dirinya sendiri.

Sampai akhirnya ia bertemu wanita itu. Wanita yang mampu membangkitkan Sang Monster. Wanita yang tidak takut melepaskan rantai, sekaligus mengendalikannya. Hinata Hyuga.

.

Seharusnya Sasuke Uchiha diberi penghargaan. Atas dedikasinya untuk tidak merusak masa depan orang lain dengan menahan dirinya sendiri. Menahan diri selama lebih dari dua puluh tahun lamanya, adalah hal yang hebat. Resikonya adalah jika ia melakukan seks dengan seorang wanita, wanita itu bisa habis dalam semalam. Sasuke tidak akan berhenti hingga hasratnya terpuaskan.

Bagaimana bisa mengambil kesimpulan seperti itu, sementara Sasuke tidak pernah melakukannya dengan wanita?

Sasuke sudah merusak boneka seksnya untuk yang kesekian kalinya. Ia bahkan hampir memperkosa tunangannya, Sakura Haruno kalau saja saat itu gadis itu tidak memukul kepala Sasuke dengan lampu di kabinet ranjang.

Semenjak itu, Sasuke menutup diri. Ia memilih untuk tidak menikah, hanya karena ia khawatirr, istrinya akan menganggapnya iblis haus seks.

Bukan berarti Sasuke selalu tidak bisa menahan hasratnya. Di luar, ia tidak mudah terpancing. Bahkan jika ada seorang wanita setengah telanjang di depannya. Kecuali muncul dorongan seksual, ia akan berusaha untuk melakukan seks hingga ia merasa puas.

Karena itulah Sasuke berhenti mengunjungi kelab malam. Ia tersadar ada yang salah dengan dirinya, setelah ia membeli lima belas sex dolls dan merusak semua sex dolls-nya. Karena kondisinya itu, bahkan setelah ia hampir memperkosa Sakura, Sasuke menjadi pesimis dalam hidupnya. Ia tidak yakin, ada yang menginginkannya.

.

Naruto membuka restoran ramen baru, tak jauh dari apartemen Sasuke. Grand opening-nya diselenggarakan malam ini. Naruto mengundang seluruh relasinya, yang kebanyakan darinya tidak dikenal oleh Sasuke. Semenjak ia dan sahabatnya itu berpisah saat kuliah, Sasuke mendapati banyak kenalan Naruto yang terasa asing baginya.

"Masih sendirian?" Tanya Naruto pertama kali, ketika Sasuke datang. Sedikit mendengus kesal karena pertanyaan itu, Sasuke hanya berdeham saja. "Minumlah dulu." Saran Naruto. Lalu pria itu berbicara pada pelayan, meminta segelas bir untuk Sasuke.

"Apa saja selain alkohol." Ujar Sasuke menolak.

"Sejak kapan kau menolak alkohol?"

"Sudah lama."

Naruto hanya tidak peka. Setiap kali mereka bertemu, Sasuke selalu memesan apapun selain alkohol. Hanya hari ini saja, ia menolak pesanan Naruto.

"Ada apa ini? Tidak biasanya."

Sasuke hanya ingin menghindari kejadian buruk yang akan terjadi jika ia mabuk. Ia tidak ingin kehilangan kesadaran dan membuat kekacauan di acara penting sahabatnya.

"Aku menyetir sendiri. Aku tidak boleh mabuk."

"Astaga. Hanya itu saja? Kau bisa meminta supir pengganti, Sasuke."

"Tetap tidak bisa." Jawab Sasuke tegas. Naruto memilih mengalah, dan memesankan kopi pada pelayan.

"Jadi, bagaimana kabarmu? Masih belum bisa mencari pengganti untuk Sakura?" Tanya Naruto memulai topik bahasan.

"Belum."

"Atau kau ingin kucarikan, pendamping untukmu?"

"Tidak."

"Astaga, Sasuke. Kau ini hampir empat puluh tahun. Kau tidak ingin seperti diriku, hm?"

"Aku tidak mau punya istri galak seperti istrimu."

Naruto hanya bisa mendengus, mengalah. Istrinya memang sangat galak. Sebenarnya wanita itu hanya terlalu tegas, aktif dan bersemangat.

"Bagaimana kalau kita mencari pasangan untukmu di sini? Coba kita lihat wanita seksi di sana." Telunjuk Naruto menunjuk ke arah seorang wanita dengan dres biru ketat, dengan riasan tebal.

Sasuke mengamatinya sekilas dari jauh. Tidak ada hal yang baik dari wanita itu kecuali tubuh seksinya. Tunggu sebentar, sepertinya wanita itu sudah memiliki keripit di wajahnya.

"Kau memilih nenek-nenek untukku?" Tanya Sasuke malas.

"Yang penting tubuhnya."

Naruto dan pikiran kotornya. Sasuke tidak habis pikir. Di saat seperti ini, ia merasa lebih normal dibanding Naruto. Pria jabrik itu suka sekali membahas tubuh wanita. Sasuke lebih senang menghindari topik itu, karena takut hasrat seksualnya terbangun.

"Naruto?" Suara cempreng seorang wanita memanggil. Wanita dengan rambut pirang pucat, menghampiri mereka.

"Ino. Lama sekali."

"Aku menunggu Hinata." Mata bulat Ino kemudian melirik pria di depannya. Pipinya bersemu. "Si... siapa?" Tanya wanita itu pada Naruto.

"Oh, ini temanku SMA. Sasuke Uchiha." Jawab Naruto malas. Ia sering sekali mendapati teman-temannya ingin berkenalan dengan Sasuke.

"Kau harusnya mengatakan padaku lebih dulu, jadi aku bisa berias!" Ino berbisik-bisik, sementara Naruto mengabaikannya.

Sasuke mengabaikan dua orang itu dan memilih untuk melihat suasana restoran. Restoran Naruto baru saja buka dan langsung ramai oleh pelanggan. Pria itu pintar sekali memanfaatkan bisnis.

Lama mengamati suasana restoran, pandangan Sasuke teralih pada sosok seorang wanita yang berjalan dengan anggunnya, memasuki restoran. Wanita itu tampak seperti wanita biasa pada umumnya, tapi wanita itu berhasil mengalihkan fokus Sasuke.

Wanita itu berhenti dan menyapa Ino serta Naruto, tapi Sasuke mengabaikan itu semua. Pandangannya tidak bisa beralih dari kulit putih mulusnya, leher jenjang, serta wajah cantik wanita itu. Jangan lupakan gaun mini ketat yang membalut tubuhnya.

Melihat wanita itu, Sasuke tidak bisa menahan dirinya. Iblis di dalamnya seperti berontak, memaksa melepaskan diri dari rantai yang menjeratnya.

Seakan telah kehilangan kendali atas dirinya sendiri, serta merta Sasuke beranjak. Pria itu menarik bahu wanita itu, memaksa wanita itu menatapnya heran. Ketika wanita itu masih mencerna apa yang dilakukan Sasuke, pria itu segera mencumbunya, melumat bibirnya.

Lidah Sasuke menjilati bibir wanita itu, memaksa masuk ketika bibir pria itu melumat bibirnya. Wanita itu tidak sepenuhnya menolak karena masih terkejut, tapi Sasuke seakan memaksanya. Bahkan tangan kanannya meraih rahang wanita itu, membawanya lebih dekat dengannya.

Ino melongo, sementara Naruto mematung. Ia tidak pernah melihat sahabatnya seagresif ini pada wanita. Wanita itu terkejut, tentu saja. Ia mendorong Sasuke, hendak menamparnya. Tangannya segera terhenti, ketika melihat ekspresi Sasuke.

Tepat saat wanita itu mendorong Sasuke, saat itulah akal pria itu setengah sadar. Ia sadar, ia sudah mencium orang asing. Setengah kesadarannya yang lain, memaksa Sasuke untuk menggagahi wanita itu.

Bagi orang lain, Sasuke seperti seorang pria kurang ajar yang tiba-tiba mencium orang asing. Namun entah mengapa berbeda dengan wanita itu. Melihat tatapan sayu Sasuke, wanita itu seperti melihat seseorang yang sudah lelah menahan dirinya sendiri.

Menurunkan tangannya, wanita itu meraih tangan Sasuke. Ia lalu berkata pada Naruto.

"Kami pergi dulu." Ujarnya seraya menarik tangan Sasuke. Naruto dan Ino segera tersadar dari lamunan mereka. Mereka berteriak memanggil wanita itu.

"Hei, Hinata! Kau mau kemana?"

.

Masih menggenggam tangan Sasuke, Hinata membawanya keluar restoran. Ketika menghadap pria itu, dilihatnya pria itu berkeringat, dengan tatapan tak fokus, seakan sedang menahan sesuatu. Tangan Hinata terangkat, menyentuh dahi Sasuke, tapi pria itu segera menghempas tangannya. Pria itu mundur sedikit, menghindari Hinata dengan napas tersengal. Padahal Hinata tidak membawanya berlari, tapi napas pria itu terputus-putus.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Hinata khawatir. Gadis itu mendekat, tapi Sasuke kembali menjauhinya.

"Aku... baik-baik saja." Jawabnya.

"Kau kelihatan tidak baik." Hinata melupakan kenyataan bahwa pria itu menciumnya paksa. Sejak melihat tatapan sayu Sasuke, ia merasa ada yang tidak beres dengan pria itu. Nalurinya sebagai seorang dokter, tergerak untuk peduli.

"Tidak. Jangan mendekat!"

Suara Sasuke meninggi, seiring dengan deru napasnya yang makin terputus-putus. Dirasakannya sesuatu mulai terbangun.

Tidak biasanya ia seperti ini. Sasuke tidak pernah hampir lepas kendali di luar rumah.

Setengah hati Sasuke mengatakan untuk menjauhi gadis di depannya. Namun setengah hatinya yang lain berontak. Pandangannya sedikit-sedikit terarah pada leher jenjang gadis itu. Sesaat mengalihkan pandangan, tapi kembali pada paha mulus gadis itu.

Sial, kenapa dia harus pakai rok mini?

Akal sehat Sasuke merutuk. Pikiran iblisnya menjalar, menampilkan visual yang ia inginkan.

Paha putih nan mulus itu, melingkari pinggulnya, mengunci. Suara erangan yang terdengar membuat ia makin bersemangat. Leher jenjang dan aroma harum tubuh gadis itu, terasa menggiurkan untuk digigit. Dadanya yang bulat dan empuk itu seperti siap untuk dilumat olehnya. Membayangkan rasa air susu yang keluar dari putingnya...

"Tuan..."

Sasuke tersadar dari lamunannya. Pipinya memerah karena panas tubuhnta. Mengetahui wajah Hinata sangat dekat dengannya, serta merta ia mundur menjauh, lalu lari menuju mobilnya. Tidak lama kemudian, sedan raven bergerak melewati Hinata yang merasa bingung.

Sepeninggal Sasuke, Hinata kembali ke restoran dan mendapati Naruto dan Ino mengobrol.

"Mana Sasuke?" Tanya Naruto. Mengetahui yang dimaksud pria jabrik itu adalah laki-laki yang pergi dengannya tadi, Hinata tersenyum kecil.

"Pulang."

Ekspresi Naruto berubah bingung.

"Pulang? Ada apa dengan pria itu?"

"Ngomong-ngomong Hinata, apa kamu mengenal pria tadi?" Tanya Ino.

"Tidak."

"Tidak?" Tanya Naruto heran. "Kupikir kalian saling mengenal."

"Aku tidak mengenalnya." Jawab Hinata. "Sepertinya dia mengira aku kenalannya."

Naruto berdeham. Memikirkan orang-orang yang mungkin mirip Hinata, yang dikenal oleh Sasuke. Gadis kenalan macam apa yang bisa membuat pria raven itu mencium gadis yang pertama kali ditemuinya.

Semakim dipikir, otak Naruto semakin lambat bekerja.

"Aku tidak yakin, kau mirip dengan temannya. Pria itu sangat tertutup."

"Ada apa dengannya?" Tanya Hinata ingin tahu. Bagaimanapun juga, ia merasakan keanehan pada Sasuke.

"Aku tidak tahu. Dia tidak pernah terbuka padaku."

"Mungkin Sakura tahu." Celetuk Ino.

"Sakura? Benar juga." Naruto teringat dengan gadis berambut pink, tunangan Sasuke. "Pria itu semakin tertutup setelah pernikahannya dan Sakura batal." Ia kemudian melihat Hinata seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa, Hinata? Apa kau tertarik dengannya?"

Lamunan Hinata buyar. Ia tersenyum, membalas pertanyaan Naruto.

"Dia mengingatkanku dengan pasienku dulu."

Naruto bergumam maklum. Pantas jika Hinata tertarik dengan Sasuke.

"Apa yang terjadi dengan pasienmu?"

Pandangan Hinata menerawang, teringat dengan salah satu pasien yang pernah ia tangani. Tatapannya menyiratkan pengalaman yang terasa kurang mengenakkan.

"Aku berharap hal itu tidak terjadi pada temanmu." Kata Hinata sembari menggulum senyumnya.

"Sasuke terkena penyakit mental? Itu tidak terpikirkan olehku." Naruto bergumam heran. Baginya Sasuke terlihat normal seperti halnya orang lain.

"Aku tidak mengatakan dia memiliki penyakit mental."

"Tapi sebagai psikiater, kau tertarik padanya, Hinata. Bagaimana Naruto tidak memikirkan hal itu?" Celetuk Ino.

"Sejak pertunangannya dengan Sakura batal, dia membuatku khawatir. Bisakah kau mencari tahu?" Tanya Naruto pada Hinata. "Jangan-jangan dia patah hati." Naruto pernah mendengar beberapa orang yang sampai bunuh diri hanya karena patah hati. Ia berharap Sasuke tidak seperti itu.

"Aku tidak tahu apa aku bisa." Jawab Hinata ragu. Melihat Sasuke seperti melihat pasiennya yang dulu gagal ia sembuhkan. Hinata bersimpati pada Sasuke, sekaligus takut.

"Ayolah. Setidaknya aku tahu, dia baik-baik saja." Naruto bersikeras. "Aku sampai mengira dia gay. Setelah pernikahannya batal, dia tidak tertarik pada gadis manapun."

Hinata terdiam, tidak menjawab. Dia tidak tahu harus berkata apa untuk mengelak.

"Akan kukirim alamat rumahnya ke ponselmu." Naruto mengetikkan pesan di ponselnya dan segera terkirim ke ponsel Hinata.

"Dia tinggal sendirian dan bekerja di rumah. Kedua orang tuanya tinggal di Jerman sejak lima tahun lalu, dan kakaknya tinggal di Amerika. Bisa dibilang, akulah orang terdekatnya, tapi kau tahu sendiri, dia tidak pernah terbuka denganku." Mendengar kondisi Sasuke dari Naruto, Hinata merasa semakin tidak bisa mengelak. "Aku percayakan dia padamu, Hinata."

Tidak bisa menolak lagi, Hinata hanya bisa menghela napasnya. "Baiklah."

.

Sasuke sedikit bisa merasakan sensasi dingin di kulitnya. Namun deru napasnya terasa panas. Ia melihat tubuh sintal putih nan mulus bergerak di atasnya. Bibir pink lembut itu meraba kulit lehernya, dan dirasakannya juga kulit lembut membelai dada bidangnya.

Napas Sasuke tercekat ketika jari lentik itu menjepit puting dadanya, menariknya. Pria itu mendesah ketika bibir lembut itu bergerak menyusuri dadanya dan kemudian menuju absnya.

Sasuke ingin menghentikan gadis itu. Ia merasakan dirinya yang lain terbangun dan ingin dipuaskan. Namun ia segera tersadar. Kedua tangannya diikat di atas.

"Jangan takut. Aku akan membantumu."

Suara itu terdengar familiar baginya. Ketika ia melihat lebih jelas, dilihatnya seorang gadis dengan surai indigonya, menatapnya, tersenyum. Sasuke mematung, terhipnotis dengan mata bulan gadis itu.

Lamunannya buyar ketika gadis itu beringsut menuju bagian bawahnya. Sasuke tercejat, mendapati gadis itu menyingkap selimut, membuat kejantanannya yang telah ereksi itu terlihat seluruhnya.

Pria itu semakin tercekat ketika gadis indigo itu meraih kejantanannya.

"..."

Lidah Sasuke kelu. Mulutnya membisu tak sanggup mengatakan sepatah katapun, karena terkejut dengan pemandangan di depannya.

Ia tidak pernah bersetubuh dengan perempuan asli. Ia selalu melakukannya dengan boneka-bonekanya yang sekarang sudah rusak.

Ketika gadis itu mengarahkan kejantanan Sasuke menuju mulutnya, saat itulah pria itu berteriak. Matanya terbuka lebar, dan sekujur tubuhnya berkeringat.

Sudah beberapa tahun lamanya sejak mimpi basah pertamanya, dan sekarang ia mengalaminya lagi.

Pria itu beringsut, mendapati ranjangnya sudah basah. Ia bersyukur, adiknya melepaskan kepuasannya di dunia nyata.

Berdiri dan mengambil spreinya, Sasuke teringat ia belum memesan sex doll untuk bulan ini. Setelah memasukkan sprei ke mesin cuci, ia membersihkan diri. Ia lalu membuka komputernya untuk memesan sex doll baru.

Masih berkutat di layar komputernya, suara bel berbunyi. Sasuke mendekati lubang pintu. Dilihatnya gadis indigo dalam mimpinya datang.

Bel berbunyi lagi. Untuk pertama kalinya pria itu panik, tidak tahu harus melakukan apa.

"Sasuke-san." Suara gadis itu berteriak memanggilnya. "Apa kau ada di rumah? Aku Hinata Hyu..."

Hinata berhenti ketika dilihatnya pintu itu terbuka. Dari celah pintu, ia bisa melihat Sasuke mengintipnya, was-was.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"A... Aku..." Gadis itu tiba-tiba tidak bisa melanjutkan perkataannya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa ketika ditanyai secara langsung oleh Sasuke.

"Kalau ini tentang ciuman kemarin aku minta maaf..."

"Tidak masalah." Jawab Hinata tiba-tiba. "Aku tidak masalah dengan hal itu. Kemarin kau sangat aneh, Naruto-san cemas jadi..."

Sasuke tertegun sejenak. Meskipun gadis itu menyebut nama Naruto sebagai alasan, ia bisa melihat ekspresi cemas gadis itu. Gadis itu adalah orang asing, tapi datang dan bersimpati padanya. Sesaat kemudian hati Sasuke berubah dingin. Pria itu tidak ingin menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memanfaatkan gadis itu.

"Terima kasih sudah mencemaskanku. Kemarin ada hal yang harus kulakukan dan sangat mendesak."

Benar. Kemarin ia terpaksa menjinakkan adiknya sendirian di mobil, di pinggir jalan tol, malam hari.

"Bolehkah aku masuk? Aku ingin mendengar kabarmu."

Jantung Sasuke tiba-tiba berdetak kencang. Untuk pertama kalinya ia mendapati seorang gadis yang tidak takut padanya. Gadis ini sudah dicium paksa oleh pria tak dikenal, dan tidak takut untuk masuk ke dalam rumahnya.

Tangan pria itu tergerak untuk membuka grendel pintu, tapi terhenti setelah melihat ekspresi kecewa Sakura. Ia tidak ingin gadis di depannya menunjukkan ekspresi yang sama. Ia tidak ingin berujung hilang kendali dan merusak gadis itu. Seperti yang hampir ia lakukan pada Sakura.

"Kabarku baik-baik saja. Jika tidak ada hal lain, silahkan per..."

Sasuke mendorong pintu, hendak menutupnya, tapi kaki Hinata dengan heelsnya, mengganjal pintu. Dalam hatinya gadis itu merutuk, melihat kakinya bergerak sendiri. Ia sudah berjanji akan berhati-hati dalam menerima pasien, tapi yang selanjutnya ia terpaksa menyesali mulutnya sendiri.

"Bolehkah aku membantumu, Sasuke-san?" Hinata sadar, Sasuke terkejut dengan pertanyaannya. Ini artinya pria itu tahu apa yang dimaksud Hinata.

"Apa kau yakin dengan pertanyaanmu itu?" Tanya Sasuke dingin.

Hinata terdiam, berpikir. Ia tidak salah lagi menganalisis Sasuke. Meskipun mungkin ia akan salah diagnosis, tapi ia jelas mengetahui ada yang aneh dari pria itu, dan pria itu menahan-nahannya selama ini.

"Bisa saja diagnosisku salah, tapi aku ingin membantumu."

Ekspresi Sasuke menggelap. Gadis itu mulai gugup, takut pria itu akan mengiranya gadis murahan. "Ano... Lupakan saja..."

Hinata berbalik pulang, tapi ia segera berhenti ketika celah pintu itu melebar. Dilihatnya Sasuke dengan tatapan kosongnya, membuka pintu.

"Bisakah kau membantuku?"

Hinata mengerjapkan matanya. Ia sadar dengan apa yang akan ia hadapi. Pria di depannya ini, mempunyai ciri yang sama seperti pasiennya dulu. Pengidap hiperseksual yang berusaha menekan dirinya sendiri.

Hinata tahu sejak melihat tatapan sayu Sasuke di restoran, kemarin malam. Ia tahu, ia tidak boleh menerima pasien itu untuk kali ini. Namun tatapan kosong Sasuke seperti menggerakkan hatinya.

Pria itu sendirian. Tidak ada yang mengetahui kondisinya kecuali Hinata. Tidak ada yang memahaminya... Kecuali Hinata.

Menelan ludahnya, Hinata memantapkan dirinya sendiri. Ia menatap Sasuke, yakin.

"Apa yang bisa kubantu?" Pertanyaan Hinata disambut dengan senyum nanar Sasuke.

"Ayo kita bicarakan di dalam."

Kaki jenjang Hinata tergerak, memasuki pintu itu dan membiarkannya tertutup rapat.