Dude Ranch Bride (Remake)

.

Story by : Madeline Baker

Remake By : Zahra Amelia

.

Rate : T - M

.

Length : Chaptered

.

Cast : Cho Kyuhyun x Lee Sungmin

Other Cast : Zhoumi, Lee Donghae, Lee Sungjin, Lee Chunhwa, Kang Kyeong Suk.

.

Genre : Romance/Hurt/Comfort

.

Disclaimer : KyuMin is Destiny

.

Warning : Boys Love, Yaoi, Absurd, Monotone story, Failed Romance, OOC,

OC, miss typo(s) etc

.

Sebuah novel Harlequin straight yang merupakan karya dari 'Madeline Baker' dengan judul 'Dude Ranch Bride' yang saya remake menjadi sebuah fanfiction dengan main pair KyuMin, dengan segala penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya, demi menyelaraskan dengan karakter dari Kyuhyun dan Sungmin.

.

Prolog

.

Don't Like Don't Read

Happy Reading n enJOY!

.

.

.

Lee Sungmin mencengkeram tangan ayahnya saat mereka melangkah menyusuri lorong menuju altar. Dia sungguh tidak dapat melakukan semua ini. Mengapa dia bisa membiarkan semuanya terjadi hingga sejauh ini?

Lee Chunhwa meraih dan menepuk-nepuk punggung tangannya. "Santai saja, tidak perlu segugup itu, Sungminnie," bisik ayahnya itu.

Santai saja? Bagaimana mungkin dia bisa santai? Sungmin melirik sulur putih panjang yang membentang di hadapannya, pita putih satin di ujung bangku gereja, serta anyaman ranting tinggi yang dipenuhi kuncup bunga mawar berwarna merah muda dan putih. Bunga kesukaannya, yang entah mengapa saat ini justru tidak menarik minatnya sama sekali.

Saksi dari pihaknya dan kelima pengiringnya, semuanya mengenakan gaun bernuansa merah muda dan membawa buket bunga anyelir putih, berdiri di sana dan tampak jauh lebih bahagia dibanding dirinya. Mereka pasti tengah mengenang pernikahan mereka sendiri atau membayangkan pernikahan mereka kelak. Saudara laki-lakinya, Lee Donghae dan Lee Sungjin, berdiri di samping Zhoumi, bersama dua saudara laki-laki dan sepupu pria itu.

Mengapa dia bisa semudah itu termakan bujukan ayahnya untuk menjalani pernikahan ini? Dari sudut matanya, dia melihat ibunya duduk di deret terdepan, tampak bahagia sekaligus sedih.

Ayahnya meringis saat dia mencengkeram kuat-kuat lengan pria paruh baya itu. Dalam beberapa langkah mereka sudah berada di depan altar. Harum bunga mawar seketika memenuhi indra penciumannya, namun sama sekali tidak bisa meredakan kegugupannya.

Ayahnya sedikit membungkuk dan mencium keningnya lalu menaruh tangannya, yang dingin dan gemetaran, di atas tangan Zhoumi. Merasa ditinggalkan, Sungmin memohon dalam hati kepada ayahnya, yang dibalas dengan anggukan singkat dan senyum menenangkan, sebelum melangkah mundur. Seraya mendesah pasrah, Sungmin dengan enggan menghadap ke arah pendeta.

"Pernikahan adalah sesuatu yang sakral," ucap sang pastor memulai khotbahnya. "Dan tidak bisa dilakukan dengan mudah..."

Sungmin mencuri pandang ke arah Zhoumi. Pria keturunan Cina itu bertubuh jangkung, berambut merah cerah, dan tampan, dengan mata hitam, wajah tirus dan hidung mancung. Dia ambisius, selalu tenang, dan bahkan lebih kaya dari pada ayahnya. Tapi, apakah dia ingin menghabisakan sisa hidupnya bersama pria itu? Sungmin mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa keraguan ini tak lebih dari sekedar rasa gugup yang menyerangnya, rasa gugup yang justru hadir pada detik-detik terakhir. Tapi, dia sadar jika keraguannya ini lebih dari sekedar rasa gugup.

Zhoumi adalah pria yang selalu ingin menjadi pusat perhatian. Pria itu memiliki ambisi besar dan ingin mencalonkan diri di kantor publik dalam satu atau dua tahun, tetapi bukan kehidupan rumah tangga semacam itu yang Sungmin inginkan. Dia hanyalah pria sederhana dengan mimpi tentang sebuah keluarga yang bahagia, yang dia inginkan adalah menikah dengan seseorang yang dia cintai dan mencintainya, dan hidup dengan seorang pria yang lebih mementingkan pendampingnya dibandingkan dengan karirnya.

Zhoumi telah membuatnya melupakan hal penting itu sejenak. Pria itu telah membuatnya terpesona kemudian terjebak ke dalam cinta semu yang pria itu tawarkan, meyakinkannya bahwa dia mencintai pria itu. Ya, Sungmin telah terjebak dalam permainan yang diciptakan oleh Zhoumi.

Dan mengapa dia tidak mendengarkan perkataan ibunya?

"Dia tak akan membuatmu bahagia, Sungminnie." Kang Kyeong Suk telah mengatakan hal itu dua puluh menit yang lalu, sebelum pemberkatan. "Belum terlambat untuk berubah pikiran dan mencari cinta sejatimu, eomma hanya merasa kebahagiaanmu bukan dengan Zhoumi."

"Eomma, apa yang eomma katakan? Aku sudah memilihnya." Sungmin menatap ibunya di cermin, mencoba meyakinkannya lewat sorot matanya, saat wanita paruh baya itu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Belum terlambat katanya? Ada setumpuk kado pernikahan di rumahnya, sebuah BMW E60 yang sedang menunggunya di depan gereja untuk membawa mereka ke bandara ketika pemberkatan ini usai. Kamar pengantin di Hotel Plaza Athenee di Paris telah dipesan untuk menghabiskan bulan madu mereka. Sungmin mendesah pelan. Sungguh dia tidak ingin pergi berbulan madu ke Paris, tetapi pria itu telah menepis keberatannya, mengatakan bahwa mereka akan bersenang-senang setelah urusan pekerjaannya di sana selesai. Pria itu bahkan masih memikirkan pekerjaannya saat mereka berbulan madu, sungguh mengenaskan. Sejujurnya Sungmin hanya ingin menghabiskan bulan madunya di Pulau Jeju, menikmati keindahan pantainya yang menenangkan.

Suara sang pastor kembali menyadarkan Sungmin dari lamunannya. "Dan apakah kau, Lee Sungmin, menerima Zhoumi..."

Lidah Sungmin terasa kelu, kerongkongannya tercekat, telapak tangannya terasa lembab akibat keringat dingin. Dia bisa mendengar gaung suara ibunya di benaknya. 'Apakah kau sangat mencintainya, Sungminnie, sehingga kau tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa dia?' Dan Sungmin tahu jawabannya adalah tidak.

Sungmin menatap lekat pria jangkung yang berdiri di sampingnya dan untuk sesaat yang terasa aneh dia justru merasa melihat wajah pria lain. Wajah yang dibalut kulit putih pucat, garis wajah yang tidak terlalu tegas namun berkharisma, dan rambut sedikit ikal kecokelatan. Dan pria itu adalah alasan terbesarnya tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Tidak sekarang. Tidak selamanya. Dalam hidupnya hanya ada satu pria yang benar-benar membuat Sungmin tidak bisa hidup tanpanya, dan itu bukan Zhoumi.

Rasa panik tiba-tiba menyergapnya, Sungmin menyentak tangan Zhoumi untuk mendapatkan perhatian dari pria itu. "Zhoumi... ma-maafkan aku, aku... aku tidak bisa melakukannya, melanjutkan ini semua, semua ini salah," bisiknya pelan. "Sekali lagi maafkan aku."

Sungmin nyaris tersandung saat dengan tergesa melepaskan genggaman tangan Zhoumi, lalu berbalik dan berlari menyusuri lorong gereja secepat yang bisa dia lakukan, meninggalkan Zhoumi yang tertegun di belakang sana. Bagaimana dia bisa membiarkan kekayaan Zhoumi, perlakuan mesra pria itu padanya, bahkan cincin kawin bermata berlian itu, menyingkirkan keraguan dan mempengaruhi keputusan yang harusnya dia ambil dari awal? Bagaimana dia bisa berpendapat akan menemukan kebahagiaan bersama Zhoumi jika pernikahaan ini lebih demi kebahagiaan ayahnya dibanding dengan kebahagiaannya sendiri? Tidak! Sungmin tidak bisa melanjutkan semua ini, karena dia sadar akan berakhir seperti apa rumah tangganya bersama Zhoumi kelak.

Sungmin berlari semakin cepat, matanya berkabut menahan tangis, dia seorang pria dan baginya pria pantang untuk menangis, meski kini dadanya terasa terhimpit oleh beban berat, oleh sebuah penyesalan. Dia mendorong pintu kayu ganda besar di hadapannya, dan bergegas menuruni tangga menuju BMW E60 yang sedang menunggu.

Pengemudi BMW E60 itu membukakan pintu belakang untuknya. Sungmin kemudian segera membungkukkan tubuhnya, lalu masuk ke kursi belakang dan duduk di sana.

"Jalan!" perintah Sungmin. "Sekarang! Jalan! Cepat!" ucapnya lagi dengan nafas yang sedikit tersengal.

Sang pengemudi mengangguk pelan, seolah salah seorang mempelai yang melarikan diri dari pernikahan adalah suatu hal yang biasa dalam pekerjaannya. Pria itu kemudian memasukan kunci kontak, meluncur pergi dari gereja itu, berasamaan dengan Zhoumi dan tamu undangan yang menghambur ke luar untuk menghentikannya.

"Kemana tujuan anda, Tuan?" tanya sang pengemudi.

Sungmin terdiam sejenak. "Bandara Incheon, antarkan aku ke sana." Dia bergumam pelan sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kulit mobil yang terasa lembut. "Dan bisakah kau mengemudi lebih cepat?!"

"Ya, Tuan," ucap sang pengemudi seraya melajukan kendaraannya lebih cepat, membelah jalanan kota Seoul menuju bandara terbesar di Korea Selatan itu.

Sungmin menatap ke luar jendela, melihat pemandangan yang melintas di luar sana, raut wajahnya tampak sendu. Satu-satunya yang melintas di benaknya hanyalah Pulau Jeju. Tempat dimana dia bisa bersembunyi dan menenangkan diri. Tempat dimana dia tidak harus menjelasakan apa yang tengah dia lakukan dan mengapa dia melakukan hal senekat ini. Suatu tempat dimana tidak seorangpun mengenalnya bahkan menganggap penting keberadaannya.

.

.

.

Mereka akhirnya sampai di Bandara Internasional Incheon setelah berkendara selama lima puluh menit.

"Kita sudah sampai, Tuan."

Ucapan pengemudi itu menyentak kesadaran Sungmin, dia bergegas turun, setelah sang pengemudi membukakan pintu untuknya. "Bisa tolong kau keluarkan barang-barangku dari bagasi, aku harus membawa barang-barang milikku, sisanya kau bisa hubungi Zhoumi. Dan tolong jangan beritahukan kemana aku pergi," ucap Sungmin, nada bicaranya sarat akan permohonan.

"Tentu, Tuan. Saya mengerti, anda membutuhkan ketenangan saat ini, semoga setelah ini anda bisa jauh lebih tenang." Sang pengemudi tersenyum tipis ke arah Sungmin.

Sungmin tersenyum lega. "Terima kasih."

"Sama-sama. Jadi, yang mana barang milik anda?" tanya sang pengemudi seraya membuka pintu bagasi.

"Koper berwarna merah muda dan tas kulit kecil berwarna cokelat," jawab Sungmin, dia tidak mungkin salah mengenali barang miliknya, meski ibunya lah yang membereskan semua barang-barang miliknya, termasuk ID card, kartu kredit, sedikit uang tunai, serta Pasport dan VISA miliknya, yang seharusnya dia bawa untuk keperluan bulan madunya di Paris.

"Semoga anda menemukan kebahagiaan anda," ucap sang pengemudi kemudian sedikit membungkuk kepada Sungmin.

"Sekali lagi terima kasih banyak." Seulas senyum tulus terukir di bibir Sungmin. Dan dibalas anggukan singkat dari sang pengemudi.

Sungmin kemudian menyeret kopernya, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam bandara Incheon. Hanya memikirkan kemana dia akan pergi saja, Sungmin langsung merasakan getaran semangat yang tidak dia harapkan mengalir ke sekujur tubuhnya.

Sungmin terdiam dan memejamkan matanya sejenak, apakah pergi ke sana adalah tindakan yang bijaksana. Dia tahu meski keluarganya akan mencarinya ke Pulau Jeju, namun tidak ada satupun dari keluarganya yang akan menyangka dia akan pergi ke tempat itu, dan kemungkinan terbesarnya adalah dia akan bertemu dengan pria itu di sana. Selama lima tahun terakhir, setiap kali dia tidak sengaja melihat pria dengan tubuh tinggi tegap dengan kulit putih pucat dan rambut sedikit ikal berwarna kecokelatan, maka detik itu pula jantungnya akan berdetak penuh antisipasi.

Sungmin berharap pria itu kini berada di sana. Melihat pria itu lagi mungkin merupakan hal yang baik dan tepat, meski kebimbangan masih bercokol di sudut hatinya. Sungmin menghela nafasnya, dia akan pergi ke sana, putusnya. Melihat sekali lagi pria itu dan mungkin setelahnya dia bisa benar-benar menyingkirkan pria itu selamanya dari hatinya.

.

.

.

TBC

Cerita ini asli milik 'Madeline Baker' dengan judul yang sama yaitu 'Dude Ranch Bride' atau dalam bahasa indonesia bisa diartikan 'Mempelai sang Peternak'.

Sorry for typo(s).

RnR?