Disclaimer : Naruto © Masasi Kishimoto-sensei

Pairing : NejiTen

Rate : T

Genre : Romance

Warning : OOC, little bit yaoi, no yuri scane, miss typo[s], plot yang agak lelet, Tenten's POV, hope you like it.


My Best Friend Is a Gay and I Love Him

By:

Hairo-Azzurro-Brown


Chapter 1: Friends? I Hope we are more than that.

Itu tidak mungkin takdir, tapi itu juga bukan sebuah kebetulan.

Hari itu, hujan turun begitu lebat, walaupun itu adalah hari pertama memasuki SMA. Udara yang berat dan lembap mengelilingiku. Beberapa orang yang sebelumnya sekelas denganku di SMP menyapaku, dan aku balas menyapa, tertawa dan bersikap boyish. Ketika bel berbunyi, aku segera berjalan dan duduk sesuai urutan yang telah ditetapkan di papan tulis. Aku bahkan tidak benar-benar menyadarinya yang berada di sampingku, hingga wali kelasku memanggil namanya, dan dia mengancungkan tangannya.

Perasaan itu belum tumbuh, aku yakin. Bahkan pada saat aku tak sangaja bertatapan denganya, tak ada debaran jantung yang berlebihan. Aku yakin saat itu perasaan ini belum muncul dan tumbuh. Tapi, tanpa kusadari rasa sakit itu merambat perlahan dan menyusup dalam, lebih dalam dari yang biasa kubayangkan. Dan semuanya berawal.

.

"Rapat?" tanyaku, memastikan apa yang baru saja kudengar. Aku berjalan di sampingnya, bagaikan seorang model yang bersinar dan asistennya. Yah, dapat kupastikan akulah asisten tersebut. Maksudku, rambut panjang coklat, kulitnya yang seputih porselen, bukan hanya peringkat tiga umum sekolah ini, dia juga menjabat sebagai ketua osis, begitu sempurna bagaikan bidadari yang jatuh ke bumi. Tidak, bukan bidadari, melainkan malaikat. Mungkin kau juga akan berpikir bahwa dia adalah perempuan yang paling sempurna di dunia, jika kau tidak menyadari bahwa dia mengenakan pakaian laki-laki.

Ya, dia adalah laki-laki. Dia bahkan terlalu cantik sebagai laki-laki.

Berdiri di sampingnya bagaikan... bagaikan... aku bahkan tidak bisa membandingkan diriku denganya. Wajahnya yang putih bersinar, seakan-akan bisa memantulkan satu jerawatku yang baru saja muncul. Rambutku yang juga berwarna coklat, walaupun agak gelap, sering kucepol. Bahkan dari lubuk hati yang paling terdalam aku menyadari, bahwa rambutku jika dibandingkan dengannya yang notabenenya laki-laki, akan sangat membuatku depresi.

Aku menarik nafasku lebih dalam lagi, berharap aku tidak menyadari fakta-fakta yang baru saja kubeberkan.

"Tenten?" Neji menepuk pelan pundakku, suara yang berat membuatku menyadari bahwa aku masih berada disampingnya.

"A... Apa? Maaf, aku tadi agak tidak fokus..." jawabku cepat, mencari alasan.

"Melamun?" dia menggelengkan kepalanya.

"Hehehe..."

"Novel apa yang kau baca kali ini?" dia kembali berjalan, dan aku segara mengikutinya. "Bukan novel, manga baru. Benar-benar bagus!"

"Aku tidak tau bagaimana kau bisa mendapatkan nilai-nilamu itu..." dia kembali menggelengkan kepalanya, yah, memang aku termasuk peringkat sepuluh besar ketika ujian kelulusan, "Bagaimanapun, kau tak boleh lupa besok kita akan rapat dengan ketua osis yang baru."

"Neji, kau tau, kau sudah lulus dari sekolah ini sebulan lalu. Kau seharusnya mempersiapkan dirimu untuk masuk universitas bukan?" gerutuku.

"Mereka meminta bantuanku sebagai mantan ketua osis, kau pikir aku akan menolaknya?" dia mengeluarkan handphonenya dari saku.

"Dan kenapa aku harus ikut denganmu?" balasku.

"Bukankah kau adalah mantan wakil ketua?" dia membalasku dengan pertanyaan yang tidak bisa kulawan dengan alasan yang rasional.

"Tapi, besok itu sabtu. Aku ingin menghabiskan waktuku untuk menonton anime yang semalam kudownload," oke, alasan yang sangat kekanak-kanakan akhirnya kukeluarkan.

"Apa karena itu kau punya lingkar hitam di bawah matamu?" dia bertanya, walaupun matanya masih terfokus pada layar handphonenya.

"Tidak, bukan itu, kemarin aku tidak sengaja melihatmu berciuman dengan Itachi," entah kenapa adegan kemarin terulang kembali dalam ingatanku, sial!

"Ah, ini... ini karena aku menangis semalaman," kenapa aku mengatakannya?! Tarik kembali ucapanmu Tenten!

Dia mengalihkan perhatiannya dari layar handphonenya dan memandangku. Walalupun sepertinya tanpa ekspresi, aku cukup yakin dia sedikit mengkhawatirkanku. Aku terdiam, ragu untuk melanjutkan, ragu untuk mengutarakan apa yang ada di pikiranku. Dia masih memandangiku, iris matanya yang sebening danau di musim panas, benar-benar bisa menenggelamkanku. Aku segera mengalihkan pandanganku, tapi aku merasakan arah tatapan matanya tidak berubah, walalu begitu dia tidak mengeluarkan sedikit pun suara. Mungkin sudah saatnya aku jujur?

"Neji, aku..." benarkah ini saat yang tepat?

Aku menarik nafas, kapan saat yang tepat itu?

"Aku... aku..." bolehkan aku beraharap ini saat yang tepat? "Aku... semalam menonton anime yang sangat sedih."

"Hah?" Neji memandangku, alisnya berkedut.

"Pemeran utama laki-lakinya mati," aku menambahkan alasan berharap terdengar sedikit realistis, aku yakin dia siap meledakkan amarahnya, tapi itu lebih baik.

"Hah.." tapi dia hanya menggelengkan kepalanya, "Terserah kau, Tenten."

Itu lebih baik, walaupun aku terus berbohong, dia masih menjadi sahabat baikku, aku dapat berada di sampingnya, aku masih mempunyai alasan untuk terus bersamanya. Tidak masalah, aku akan terus berbohong untuk bersamanya. Tidak apa.

.

Sejak kapan? Entahlah, aku tidak pernah ingat, kapan persisnya aku benar-benar dekat dengan seorang Hyuuga Neji.

Itu terjadi begitu saja kupikir, tidak ada yang menginginkan posisi wakil ketua kelas, padahal Neji sudah menjadi ketua kelas –walaupun teman-teman sekelasku memaksanya−. Ino beralasan bahwa dia sibuk dengan jadwal modelling nya. Sakura mengatakan bahwa dia sudah menjadi ketua di klub karate. Uchiha Sasuke menolak tanpa alasan yang jelas, tapi tak ada yang berani memaksanya. Dan segelintir alasan lainnya dari teman-temanku yang lain. Satu-satunya yang mencalonkan diri sebagai wakil ketua kelas adalah Naruto, dan tak ada seorangpun yang setuju.

Jam tanganku sudah menunjukkan angka 18.30. Sialan, bahkan sudah hampir sejam hanya untuk menentukan siapa wakil ketua kelas. Aku harus ke supermarket untuk berbelanja bahan makan malam, dan jika aku telat, aku akan telat memasak makan malam, selanjutnya aku akan telat menonton anime yang telah kutunggu-tunggu. Dan malam ini adalah episode pertamanya!

"Tenten, bagaimana?"

"Ya, sensei?" aku memandang Kurenai-sensei bingung.

"Baiklah, karena Tenten sudah mengatakan iya, jadi ketua dan wakil ketua kelas kita adalah Hyuuga Neji dan Tenten," Kurenai-sensei mengangguk puas.

Eh... Apa yang baru saja kudengar?

"Kalian boleh pulang sekarang," kata Kurenai-sensei sambil berjalan keluar dari kelas.

Heh?! Apa maksudnya itu? Aku cukup yakin, kalimat yang sebelumnya kukeluarkan merupakan kalimat tanya dengan tanda tanya di akhir kalimat. Aku yakin itu merupakan pertanyaan, dan bukan pernyataan!

"Tapi..." dan tak ada seorangpun yang mendengarkanku, semuanya sudah beranjak dari tempat duduknya, dan keluar kelas.

Eh... apa yang harus kulakukan sekarang?

"Tenten, concrat..." teriak Sakura sebelum keluar kelas.

"Sialan! Concrat apanya?" umpatku pelan, dan aku melihat Hyuuga Neji berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah pintu.

"Ah, Hyuuga-san, mohon kerja samanya..." ucapku menunduk sedikit. Dia hanya memandangku, untuk sepersekian detik kupikir dia akan mengabaikanku. Tapi kemudian dia menjawab,"Ya, mohon kerja samanya juga."

Aku yakin saat itu aku hanya menganggap sebagai seseorang yang patut untuk dikagumi. Tapi, sejak kapan perasaan itu berubah?

.

Aku tidak tau bagaimana mendiskripsikan dengan tepat kata teman itu. Ataupun bagaimana mendeskripsikan kata dekat. Yang aku tahu, aku menghabiskan setahun masa SMA-ku bersama Hyuuga Neji, kami sama-sama berdiri di depan memimpin rapat kelas, pulang bersama karena sama-sama mengikuti rapat osis sebagai perwakilan kelas kami, kami sama-sama menjadi perwakilan dari kelas kami sebagai panitia festifal budaya, kami sering manghabiskan jam makan siang kami bersama, mendiskusikan segala hal yang menjadi tanggung jawab kami, kebiasan ini terus berlanjut dan tanpa kusadari aku selalu berada disampingnya.

Ketika aku melupakan laporan yang harus kami serahkan kepada guru pembimbing kami, atau ketika aku kebingungan apakah besok akan ada rapat dengan panitia festifal, aku akan langsung menghubunginya. Dan itu adalah salah satu kebiasan yang entah sejak kapan selalu kulakukan. Karena itu setiap pagi sebelum jam menunjukan tepat jam tujuh, aku akan meraih handphoneku dan menelepon Neji, hanya untuk menanyakan apa yang harus kubawa hari ini, atau mengingatkannya mengenai presentasi yang harus dia lakukan di depan ketua panitia festifal nanti.

Seharusnya aku ingat bahwa hari itu adalah hari pertama libur musim panas, libur panjang kami sebagai ganti ujian kenaikan kelas yang telah kami lalui. Tetapi seperti biasa, sebelum jam menunjukan tepat jam tujuh, aku segera meraih handphoneku dan menelepon Neji, mataku masih terpejam, mendengarkan deringan yang berlalu.

"Moshi-moshi?" dan suaranya terdengar, berat tetapi halus, sepertinya dia terbangun akibat bunyi dering dari panggilanku.

"Neji? Ini Tenten. Maafkan aku, aku lupa hari ini kita akan rapat dengan penitia festival olahraga bukan? Laporannya? Apakah masih ada yang ingin kau ubah?" tanyaku dengan mata terpejam, masih setengah berada di alam mimpi.

"Rapat?" dia balik bertanya padaku.

"Ya, rapat. Rapat persiapan festival olahraga," aku mengangguk dengan mata terpejam, masih belum bergerak dari ranjangku, bergelung dengan selimut.

"Kau harus bekerja di Hyuuga Coorporation setelah kau lulus nanti , Tenten,"

"Hah? Apa maksudmu?" aku menyerngitkan dahiku, bingung dengan perkataannya.

"Kau jelas seorang pekerja keras. Bahkan ketika libur musim panas yang ditunggu seluruh murid di Jepang datang, kau malah bertanya mengenai rapat. Kau jelas seorang pekerja keras," aku dapat mendengar dia terkekeh dari seberang sana.

"Hah?" aku segera mebuka mataku, memencet beberapa tombol di handphoneku untuk melihat kalender.

"Neji... aku minta maaf! Maaf!" kataku setengah berteriak, menyadari kesalahanku. "Maaf! Apakah aku membangunkanmu?" tanyaku lagi, benar-benar menyesal dengan apa yang kulakukan.

"Tidak masalah. Aku juga lupa jika hari ini sudah masuk libur musim panas," suara langkah kaki yang terdengar dan suara seperti sesuatu yang dituangkan kedalam gelas, suasana seperti ini? Bukankah sering kubaca dalam novel romantis yang dipinjamkan Sakura padaku? Sialan! Apa yang kau pikirkan, Tenten?

Mataku yang sudah terbuka tak bisa lagi kututup. Aku memandang keluar jendela, cuaca sudah dapat dipastikan akan sangat panas, padahal sekarang baru jam tujuh. Aku segara turun dari ranjangku, berjalan keluar dari kamarku, dan membuka kulkas, mengeluarkan kotak susu coklat, dan menuangkannya ke dalam gelas. "Maaf, Neji. Aku benar-benar lupa kita sudah libur, harusnya aku ingat festival itu sudah berlalu seminggu yang lalu," kataku sambil meneguk susu coklatku.

"Bukankah aku sudah mengatakan tidak masalah?"

"Setelah waktu yang begitu super sibuk, sekarang aku kebingungan harus melakukan apa ketika libur," aku mendengarnya berguman meng-iya-kan, aku mengeluarkan selai coklat dan mengolesnya tebal di atas roti. "Baiklah, kalau begitu. Sampa.."

"Hah... aku lupa untuk mengambil buku biologi dan fisika di dalam loker," kata Neji tiba-tiba.

"Mau pergi ke sekolah sama-sama? Aku sebenarnya mau pergi ke toko buku hari ini," responku tanpa pikir panjang.

"Baiklah."

"Baiklah, kalau begitu sampai bertemu di stasiun setengah jam lagi. Jaa ne!" Apa yang baru saja kukatakan? Apa yang baru saja kukatakan? Demi Galileo Galilei yang lahir di bulan februari, apa yang baru saja kukatakan? Yah, walaupun bulan kelahiran Galilei tidak ada hubungan dengan apa yang baru saja kukatakan, tapi... bukankah aku baru saja mengajak Neji ken... TIDAK!

Buang jauh-jauh apa yang kau pikirkan Tenten!

.

Haha... kencan? Dengan jeans butut, kaus oblong, dan sepatu kets yang kukenakan, jangan berkhayal! Gadis SMA seperti apa yang pergi berkencan pada liburan musim panas menggunakan kaus oblong? Semua orang pasti mengira bahwa aku adalah laki-laki, jika saja bukan karena cepolku. Neji yang berajalan disampingku, sedikit membuatku merasa terintimidasi. Walaupun kami sama-sama mengenakan jeans dan kaos, tetapi kenapa dia terlihat lebih 'anggun' daripada aku yang perempuan? Kami baru saja meninggalkan gerbang sekolah, ketika akhirnya aku mengatakan apa yang sejak tiga puluh menit lalu yang menjadi perdebatan dengan batinku sendiri

"Kau tau Neji, kau tidak perlu ke toko buku."

"Bukankah kita sudah berjanji untuk pergi bersama-sama?"

Walaupun aku yakin tidak ada makna aneh yang tersembunyi dibalik pertanyaannya. Tapi, cukup dengan sebuah pertanyaan itu, dia bisa membuatku terdiam dan membuat pikiranku tiba-tiba kosong. Jantungku yang berdebar dua kali dari biasanya dan wajahku yang memerah yang coba kusembunyikan, sejujurnya aku meyakinkan diriku bahwa ini hanya karena efek sengatan panas matahari di musim panas. Tapi, entah kenapa ada sebuah kata yang terus bergema di telingaku, seakan-akan menyanggah teoriku.

.

Sudah sebulan semester ketiga dimulai, dan hal yang akhir-akhir ini dibicarakan adalah regenerasi osis, ketua dan wakil ketua. Entah kenapa aku merasa bahwa hari ini akan sama seperti hari pertama aku memulai masa SMA-ku, hujan yang cukup lebat sejak semalam membuat kelembapan menyelimuti udara. Aku harap hari ini akan menjadi hari yang baik. Tapi, sepertinya takdir sangat ingin melihatku menderita, atau dia hanya sedang merasa bad mood.

Ketika Kurenai-sensei masuk pada saat istirahat makan siang, aku seharusnya menuruti kata hatiku untuk membawa omamori pagi tadi, tapi aku mengabaikannya. Dan inilah yang kutakutkan akan terjadi, dan benar terjadi sekarang ini.

"Baiklah, berdasarkan suara mayoritas kelas, karena Neji dan Tenten akan menjadi wakil dari kelas kita sebagai calon ketua dan wakil ketua osis, maka dengan ini aku menangkat Lee dan Naruto sebagai ketua dan wakil ketua kelas."

Entah fakta mana yang lebih mencengangkan, fakta bahwa Lee dan Naruto yang akan menjadi ketua dan wakil ketua kelas sebelas-satu, atau Neji dan aku yang menjadi calon ketua dan wakil ketua osis, atau fakta bahwa aku tidak pernah tau kapan diadakan sebuah rapat kelas yang menghasilkan fatwa mayoritas seperti itu. Yang bisa kulakukan adalah menatap Neji di sebelahku, dan berusaha melakukan telepati menanyakan apa yang terjadi. Tapi, yang bisa dilakukan oleh Neji adalah menundukan kepalanya frustasi, seakan-akan tau hal ini akan terjadi, tetapi tak bisa melakukan apa-apa lagi.

.

Dan hal itulah yang terjadi, setelah menghabiskan setahun bersama Neji sebagai ketua dan wakil ketua kelas, sekarang aku mungkin harus menyerahkan setahun masa SMA-ku sebagai seorang wakil ketua osis. Dan itu benar-benar terjadi, pemilihan antara Neji-Tenten dan Shikamaru-Sai berakhir seri. Tetapi pada saat terakhir, Shikamaru memberikan suaranya kepada Neji dan mengundurkan diri sebagai calon ketua osis. Selanjutnya yang kuketahui, aku sudah diberikan selamat karena terpilih sebagai wakil ketua.

.

Cantik? Benar, sore hari di bulan desember terlihat sangat cantik. Hari itu merupakan hari penutupan tahun ajaran dan hari peresmian dibebas tugaskan Neji dan aku sebagai ketua dan wakil ketua osis. Acara terakhir yang akan dilakukan osis tahun ini adalah acara pelepasan alumni. Karena itu, walaupun jam sudah menunjukan jam 17.30, aku dan Neji masih berkutat dengan beberapa rancangan acara dan berdiskusi.

Ya, aku masih terus menyangkalnya, bahwa aku menyukai laki-laki yang sedang duduk di depanku ini. Aku terus menyangkalnya, perasan ini hanyalah rasa hormat dan kagum. Karena dia adalah satu-satunya orang yang tidak menganggapku aneh.

Aku dibesarkan di sebuah panti asuhan dan itu artinya aku adalah yatim piatu. Apakah orang tuaku meninggal karena kecelakaan? Ataukah ibuku adalah seorang prostitusi yang tak menginginkan kelahiranku? Aku tak pernah tau itu, hal yang pertama bisa kuingat adalah anak-anak lain yang memanggilku Tenten. Aku tidak peduli dengan orang tua ataupun keluarga, garis keturunan ataupun nama keluarga, bagiku itu adalah kosa kata asing yang tak kumengerti. Itu adalah hal yang biasa bagi anak-anak yang dibesarkan panti asuhan. Karena itu, aku tak benar-benar memikirkannya hingga aku meninggalkan panti asuhan untuk masuk SMP. Pemilik ramen Ichiraku adalah adik dari kepala panti asuhan, karena itu aku mulai bekerja di kedai ramen tersebut untuk membayar biaya hidupku di Konoha. Semua orang di kedai itu memanggilku Tenten dan tersenyum. Kupikir semua orang di dunia itu sama, dan saat itulah aku menyadari bahwa aku terlalu naif. Betapa naifnya diriku, ketika teman-teman perempuan sekelas bertanya tentang namaku.

"Tenten."

Kupikir itu cukup, seperti duniaku selama ini, kupikir itu cukup.

"Ah, bukan itu bukan nama keluarga. Itu nama depanku. Aku tak punya nama keluarga."

Kupikir itu cukup. Tapi, kenapa mereka memandangku dengan pandangan aneh, apakah aneh tidak mempunyai nama keluarga? Kenapa mereka menolak untuk sekelompok denganku? Kenapa mereka tidak ingin pulang sama-sama denganku? Dan aku mulai mengabaikan mereka seperti mereka mengabaikanku. Aku mulai bermain dengan anak laki-laki dan bersikap tomboy. Walaupun anak laki-laki bertanya hal yang sama mengenai nama keluarga dan mengatakan bahwa itu aneh, tapi mereka tetap menerimaku dan bermain bersama.

Tapi, Neji berbeda. Dia berbeda.

"Mohon kerja samanya. Aku Neji Hyuuga."

"Tenten. Aku juga, mohon kerja samanya."

Hingga, sekarang aku masih sering bertanya, kenapa saat itu dia tidak bertanya mengenai namaku? Apakah dia tidak meresa aneh? Bagiku, seorang Hyuuga Neji adalah laki-laki yang sangat kukagumi.

"Tenten-san..."

Semua orang memanggilku begitu, tapi ketika kata itu yang keluar dari mulutnya. Aku merasakan sesuatu yang berbeda. Sejak kapan aku merasakan hal itu?

"Tenten..."

Takdir, jika aku bisa berharap aku ditakdirkan untuk bertemu dengannya, apakah aku boleh menghubungkan benang merah ini? Benarkah aku boleh berharap?

"Tenten, aku..."

Apakah aku masih bisa menyangkalnya sekarang?

"Aku menyukai Itachi-senpai. Dan sekarang aku sedang berpacaran dengannya."

Sedetik yang lalu, kupikir betapa beruntungnya aku bertemu dengannya. Sedetik yang lalu, aku menyangkal bahwa aku menyukainya. Sedetik yang lalu, aku masih berharap bahwa benang merah itu tidak akan putus. Sedetik yang lalu, aku masih memandangnya dan mengaguminya tanpa berkata apapun.

Tapi, kenapa?

"Apakah kau menganggapku menjijikan sekarang, Tenten?"

Aku benar-benar berharap ini adalah mimpi.

"Tidak."

Ah, dia memandangku. Matanya yang sebening danau di musim panas itu memandangku, apakah dia bisa melihat kebohongan dibalik mataku?

"Tidak, selama kau masih menjadi Hyuuga Neji yang kukenal, dan kau masih menjadi Hyuuga Neji yang kukenal."

Kenapa nafasku terasa sesak? Kenapa ada sesuatu yang terasa berat di perutku? Tapi, hal yang membuatku lebih terpukul adalah bagaimana aku masih bisa tetap tersenyum kepadamu.

"Ternyata kau benar satu-satunya orang yang kuanggap dekat, Tenten."

Kenapa kau membalas senyumku? Hyuuga Neji, apa yang baru saja kau katakan itu salah. Uchiha Itachi telah merebut tempatku, orang yang kau anggap dekat itu adalah Uchiha Itachi. Bukan aku. Tapi, kau tidak menyadarinya, bukan? Ketika Uchiha Itachi berdiri diantara kita berdua, dia mengambil tempatku. Aku yang selalu berada disampingmu kini telah tergantikan. Kau tidak menyadarinya bukan? Ketika dia memutuskan benang merah antara kita berdua.

.

Dan walaupun begitu, entah kenapa aku tidak meneteskan air mata. Dari pada kesedihan, kehampaanlah yang kurasakan. Semuanya tidak sama lagi, aku bukanlah Tenten yang kau kenal. Aku hanya bisa berharap, kau tidak akan pernah menyadarinya, betapa aku berharap aku akan terbangun dari mimpi buruk ini. Aku terus memohon, agar aku bisa menghentikan waktu, ketika aku tak sengaja melihatmu berciuman dengan Itachi. Aku berharap aku bisa melangkah mundur, dan terbangun dari mimpi ini. Aku berdoa agar kita kan selalu bersama seperti dulu. Tapi, aku salah.

Aku terlalu menyukaimu Hyuuga Neji.

Aku terlalu menyukaimu Hyuuga Neji, hingga aku terus mereset ulang perasaanku.

Tidak masalah aku terus berbohong, selama aku masih bisa memeluk ilusi yang kau berikan padaku, aku masih menjadi orang yang kau anggap dekat bukan, Hyuuga Neji?

Ah, gadis ini begitu bodoh. Ya, Hyuuga Neji, kau tau gadis bodoh ini hanya tidak bisa mengatakan bahwa dia menyukaimu. Tapi, kau tidak tau bukan, Hyuuga Neji?

Ini tidak mungkin takdir, tapi ini juga bukanlah sebuah kebetulan, bukan begitu Hyuuga Neji?

.


Two or three Chapter. Mind to review?