.

.

.

FALL FOR DANCE

Story : Bbusan

Main Cast : Kim Jongin and Wu Yifan

Rate : T

.

.

.

.

CHAPTER 1

Sudah setahun lebih Yifan dan Jongin menikah, namun Yifan sangat sibuk sampai ia tak bisa meluangkan waktu untuk Jongin. Jongin tau kalau Yifan terlalu sibuk dengan perusahaannya, namun ia ragu ketika dua minggu belakangan ini tak sengaja mencium bau parfum yang berbeda dari kerah kemeja kerja Yifan ketika Jongin hendak mencucinya. Yifan hanya membeli parfum yang sama saat parfum tersebut akan habis. Tanpa Yifan ketahui, empat hari ini Jongin mengikutinya secara sembunyi-sembunyi dan berakhir dengan ketakutan Jongin yang sudah ia bayangkan jauh sebelum mereka terikat ikatan suci. Zhang Yixing. Seorang lelaki China yang ia ketahui sedang berlibur di Seoul sejak tiga minggu lalu. Ingin rasanya Jongin bertanya langsung pada Yifan mengapa ia selalu menemui Yixing setelah jam kantor selesai.

Namun, ia sadar diri.

Perjanjian diantara dirinya dan Yifan sebelum mereka menikah membuat lelaki kulit tan itu berpikir seribu kali untuk bertanya langsung padanya. Yifan menyetujui pernikahan ini karena permintaan orang tua mereka dan hyung dari Jongin yang juga teman Yifan sedari SMP. Tanpa Yifan tau, Jongin mempunyai satu rahasia yang ia simpan sampai rapat-rapat mengapa ia mulai menyukai sosok Yifan dan menyetujui permintaan tersebut.

Jongin sedang merapikan kasur mereka berdua ketika Yifan keluar dari kamar mandi yang hanya melilitkan handuk biru dipinggangnya. Tetesan air dari ujung rambutnya mengenai lantai ketika ia mengacak-acak rambut pendeknya supaya air itu berkurang. Mata tajam Yifan menangkap pantulan dari kaca Jongin yang sedang membungkuk, mengganti sampul beberapa guling diatas kasur. Yifan tak berbicara sepatah katapun sejak ia pulang semalam. Jongin memang tipikal lelaki yang berpikir dua kali ketika ia akan mendahului suatu pembicaraan.

"Jongin-ssi, apakah hari ini kau akan ke studio?" studio dance lebih tepatnya. Jongin membangun studio tersebut dua tahun lalu. Tidak dengan campur tangan kedua orang tuanya, Yifan ataupun kakaknya saat Jongin membangunnya, Jongin menggunakan uang tabungannya dari SMA hingga di Juilliard.

"Tidak. Hari ini aku akan mengambil sepatu dari sponsor untuk pertunjukan minggu depan." Mendegar jawaban itu, Yifan mendekat kearah Jongin kemudian menarik badan Jongin agar berdiri dihadapannya. Perlahan, Yifan mencondongkan wajahnya ke hadapan Jongin. Bibir yang dingin itu membuat jantung Jongin berdebar-debar. Ia menahan napas saat bibir Yifan menciumnya kuat. Ciuman ini adalah ciuman ketiga kalinya setelah ia menikah dengan Yifan. Jantungnya serasa ingin melompat ketika Yifan terus melumat bibir tebal Jongin hingga istrinya itu menepuk pelan dadanya.

"Jongin-ssi… Sepertinya aku menginginkanmu saat ini."

Seolah tak menerima penolakan, Yifan segera mendorong pelan tubuh Jongin hingga terjatuh diatas kasur. Tadinya, Jongin ingin menolak permintaan Yifan, namun hatinya berkata lain. Ia menginginkan sentuhan Yifan yang tak pernah ia dapatkan setelah malam pertama. Ia menginginkan ciuman Yifan, yang baru menjamah bibirnya saat dialtar juga malam pertama mereka.

Yifan tersenyum kecil kemudian membenamkan wajahnya diceruk leher Jongin. Jongin sepertinya tak bisa bernafas sesuka hati. Perasaannya kini bercampur aduk. Yifan merasakan hawa panas yang seolah menjalar dari dalam dirinya. Ini adalah kedua kalinya Yifan melihat tubuh Jongin seutuhnya. Hidungnya menyentuh hidung Jongin. Bibir Yifan sedikit bermain diarea luar bibir Jongin. Wajah Jongin menampakkan semburat merah.

"Shhh…" tubuh Jongin menegang ketika tangan kanan Yifan mengelus daerah pribadinya. Jongin menyukai sentuhan Yifan yang menggunakan tempo berbeda disetiap gerakannya. Benar-benar memabukkan.

"Maaf, Jongin-ssi. Sepertinya aku akan membuatmu kesakitan pagi ini." Erangan kembali keluar dari mulut Jongin. Desahan nafas Yifan seolah membuatnya kembali gugup.

"Ahhh!" erangan Jongin kembali terdengar ketika mereka menjadi satu dengan sempurna untuk yang kedua kalinya.

.

.

Kedua orang itu berpandangan terhalang oleh sebuah meja makan yang diatasnya sudah tersaji dua porsi nasi goreng kimchi buatan Jongin. Sementara itu, Jongin sedang menelusup kedalam mata Yifan untuk memastikan sesuatu. Cukup lama mereka berpandangan, ketika sebuah suara menghentikan kegiatan mereka.

"Get a room, please!" suara cempreng lelaki yang sedang berdiri tak jauh dari mereka duduk itu membuyarkan lamunan mereka. Dengan cepat, Jongin menoleh kemudian tersenyum kecil. Kim Jonmyeon. Laki laki bertubuh 176cm itu tertawa kecil kemudian berjalan menuju meja makan. Jongin dan Yifan heran, bagaimana dan kapan Jonmyeon bisa masuk dalam apertemennya.

"Oh.. Annyeong Jonmyeon!" Yifan bangkit dari segera memeluk Jonmyeon.

"Sudah, Yifan! Kau membuat Jongin cemburu pada hyungnya sendiri. Hahahaha" raut wajah Jonmyeon saat tertawa itu membuat Yifan tersenyum kemudian melepaskan pelukannya dan beralih menatap Jongin yang terlihat mengangkat sebelah alisnya. Jongin yang sadar dengan keadaan tersebut, beranjak dari tempatnya dan menuju dapur,

"Aku akan mengambilkan sarapan untuk Jonmyeon-hyung." Teriaknya dari arah dapur. Hidung Jonmyeon mengendus aroma yang khas dari badan Yifan.

"Ya! Kau melakukannya setiap pagi, eoh?" Tanya Jonmyeon sembari menduduki kursi diantara kursi Yifan dan Jongin. Yifan tertawa kecil menanggapi pertanyaan temannya itu.

"Aku khawatir dia akan kesusahan berlatih untuk pertunjukan minggu depan. Jadi, kau harus menahan nafsumu itu hingga pertunjukan usai, Arraseo?" Jonmyeon menepuk bahu Yifan sembari menahan tawanya. Direktur muda itu akan terdiam jika Jonmyeon sudah membahas tentang hubungan seks dan cinta. Jongin kembali dengan sepiring nasi goreng kimchi yang memang ia sisakan diatas penggorengan kemudian memberikannya pada Suho.

"Bagaimana persiapan untuk pertunjukanmu, Jongin-ah?" Tanya Jonmyeon sembari melahap sendokan pertama nasi goreng tersebut.

"Sejauh ini sudah 95%, hyung. Hanya kurang dekorasi panggung saja."

"Bagaimana dengan sponsor? Mereka sudah memberikan sesuai perjanjian kalian?"

"Sudah. Beberapa sponsor sudah melihat progress yang signifikan."

Yifan hanya menyimak obrolan kakak adik didepannya ini tanpa berhenti melahap sarapannya. Jonmyeon beralih memandang Yifan, "Kau harus mengosongkan jadwal minggu depanmu, Yifan. Kau terlalu sibuk mengurusi perusahaan. Jangan sampai kau tak datang ke pertunjukan Jongin seperti beberapa bulan lalu, dan membuat Jo…"

"Hyung.." Jongin memandang Jonmyeon dengan tatapan memohon "Kita sedang sarapan hyung. Bisakah membicarakan sesuatu tidak dimeja makan?" Jongin mulai ketus.

"Arraseo. Akhir-akhir ini aku jadi sedikit banyak bicara. Aigooo…"

"Kau memang banyak bicara sejak dulu, Jonmyeon."

"Aku tidak banyak bicara kecuali kau yang mengajakku bicara."

"Sedangkan seorang Wu Yifan jarang sekali memulai pembicaraan"

"Ya! Kau angry bird!"

"Ori! Bibirmu mirip ori, Jonmyeon! Hahahahaha!"

"YA! Aku bilang diam! Kalian membuatku pusing!" Jongin beranjak dari meja makan berjalan menuju kamarnya. Jonmyeon dan Yifan yang saling pandang itu terdiam, tak lama kemudian mereka tertawa keras.

"Hey! Jongin! Lakukanlah seks setelah pertunjukanmu selesai. Hyung tak ingin malu melihatmu pincang diatas panggung! Dan segeralah mandi. Bau sperma tercium dari sini!" dan ucapan Jonmyeon terbalas oleh sebuah slipper putih yang melayang dari arah Jongin dan mendarat tepat diatas kepala Jonmyeon.

.

.

Sudah pukul Sembilan pagi setelah Yifan berangkat kekantornya bersama Jonmyeon yang beralasan akan membicarakan sesuatu selama perjalanan. Jongin kini terdiam memandang lurus pemandangan dari balkon kamarnya dan Yifan. Ia termenung sejak tujuh menit yang lalu. Beberapa pertanyaan yang terus berputar di otaknya itu membuat Jongin berandai-andai sesuatu yang sedikit tak mungkin.

Drrrrttt… Drrrrttt…

Tiba-tiba getaran ponsel membuat lamunannya terhenti. Jongin merogoh ponsel dari saku celana pendeknya, lalu menatap benda bergetar itu selama beberapa detik. Kemudian membaca pesan yang ia terima. Sehun menyuruhnya agar segera mendatangi studio karena ada sesuatu yang tak beres.

.

Sepuluh menit berlalu tanpa ada pembicaraan apapun. Ketiga laki-laki itu sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa tumpukan box sepatu merk terkenal berada di samping mereka. Setelah mengambil beberapa keperluan dari sponsor, mereka bertiga berakhir di sebuah coffee shop yang berada disekitar Sinchon. Bahasan mereka tak berubah. Masih dengan topic yang sama ketika mereka bertemu beberapa jam lalu di studio dance milik Jongin. Dahi Jongin yang berkerut, kini memudar. Ia kembali menatap kedua laki-laki yang berada di depannya. Sehun sedari tadi tertunduk dan menatap kearah lantai, sedangkan laki-laki berkacamata disebelahnya sesekali menatap kearah jendela yang berada beberapa centi disebelahnya. Park Chanyeol, teman Sehun yang juga menjadi teman dekat Jongin beberapa bulan belakangan.

"Apakah kita harus mengumpulkan dana dari team ini?"

"Itu adalah pilihan terakhir yang akan ku pilih. Kau tau kan Jongin jika hampir semua penari tidak hidup berkecukupan?" Sehun berujar lalu menyesap caffe lattenya dengan perlahan. Sehun adalah teman Jongin sejak sekolah dasar dan dipertemukan kembali saat Jongin tiba di Korea setelah menyelesaikan studinya di Juilliard. Ia teringat, pertemuan pertama sejak mereka lama berpisah ketika Sehun sedang mempertunjukkan street dance di salah satu taman di Hongdae bersama beberapa team yang sedang battle. Dan team tersebut, sekarang sudah terdaftar sebagai salah satu pengguna studio Jongin.

"Kenapa kau tak mengajukan sponsor untuk perusahaan Yifan?" Chanyeol menampakkan senyum lebarnya ketika mata tajam Jongin merespon ucapannya.

"Yang benar saja, Chanyeol. Sepertinya perusahaan Yifan tak tertarik dengan pertunjukan kita."

"Ayolah Jongin. Kenapa kau tak mencobanya dahulu?"

"Kupikir, perkataan Chanyeol ada benarnya, Jongin." Sehun membela Chanyeol. Biar bagaimanapun, ia tak tega jika Jongin akan menghabiskan tabungannya lagi untuk pertunjukan tersebut. Ia tau, Jongin keras kepala mempertahankan prinsipnya untuk tidak meminta bantuan financial orang tuanya atau Jonmyeon, kakak kandungnya. Setahu Sehun, permintaan terakhir Jongin tentang fasilitas sebagai salah satu calon pewaris beberapa perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor itu adalah berkuliah di Juilliard. Setelah lulus dari Juilliard, Jongin benar-benar menepati janjinya untuk tak meminta fasilitas pada orang tuanya yang pasti akan diberikan pada Jongin secara cuma-cuma. Buktinya, Jongin memiliki MV Agusta F4CC itu hasil jerih payahnya menjadi assisten Adam Shankman dan menjadi salah satu dancer di Dance Theatre of Harlem karena ingin lebih dekat dengan Robert Garland choreographer favoritenya selama 2 tahun setelah memperoleh Bachelor of Fine Arts dari Juilliard.

"Akan ku usahakan nanti. Sekarang pikirkan langkah selanjutnya jika proposal kita akan ditolak oleh perusahaan Yifan." Protes Jongin yang dibalas oleh gelengan cepat Chanyeol "Tidak ada langkah selanjutnya. Perusahaan Yifan itu besar dan pasti dia akan menjadi sponsor kita. Kau kan sudah menikah dengannya."

"Ya!" pukulan tangan Jongin telak mengenai ubun-ubun Chanyeol sedangkan Sehun yang sedari tadi memperhatikan hanya tergelak tawa.

.

.

.

Yifan bersandar pada dinding kaca yang membatasi seluruh sisi ruangannya, menatap gedung pencakar langit lainnya yang tak jauh dari gedungnya. Ia mengalihkan pandangan dan menatap puluhan kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana atau kerumunan orang yang sedang berlalu lalang dengan tujuan masing-masing. Matanya memincing ketika menangkap batang hidung seseorang yang ia kenal. Yixing yang sedang turun dari Aston Martin One 77 di depan gedung perusahaannya. Setelah memakai jasa valet parking, ia bergegas memasuki gedung.

"Yaaa! Mau sampai kapan kau melamun terus, Yifan?" Yifan menoleh, menemukan Yixing yang berdiri di depan pintu ruangannya dengan tangan dilipat didepan dada. Dia menyadari jika Yixing akan menemuinya, tapi ia tak menyadari jika waktu yang Yixing perlukan tak lebih dari 5 menit untuk mencapai dilantai 16 ini.

Dia berjalan meraih kursi yang berada didepan kursi kerja Yifan, kemudian mendudukinnya. "Bisakah. Kita lunch diluar hari ini?"

.

.

Angka digital berwarna merah menunjukkan angka 16. Pintu lift terbuka dan menampakkan beberapa karyawan hilir mudik dibalik ruangan kaca disampingnya. Setelah sekertaris Yifan yang bernama Victoria undur diri karena masih banyak pekerjaan yang ia belum selesaikan, Jongin melangkah pasti menuju ruangan yang berada diujung koridor tersebut. Beberapa karyawan yang bekerja membungkuk padanya. Bukan Jongin jika ia tak membuat orang lain berdecak kagum karena fisik sempurnanya. Mereka menghormati Jongin karena mereka tau Jongin adalah adik Kim Jonmyeon, anak dari Kim Sungsoo dan Song Yoonah yang telah menjadi Nyonya Kim.

Jongin berhenti tepat didepan ruangan dengan pintu bercat coklat dan ada papan emas kecil bertuliskan Director Wu. Debaran di jantungnya semakin tak terkontrol. Tangan kanannya menggenggam erat map biru hingga meninggalkan bekas keringat dingin yang keluar dari telapak tangannya.

Tangannya terulur mengetuk pintu.

"Masuk!"

Dia menarik nafas dalam-dalam lalu memutar kenop pintu dengan tangan kirinya.

"Oh.. Jongin-ssi" Yifan yang berada didalam ruangan itu menyapa pertama kali ia menginjakkan kaki dalam ruangan tersebut. Jongin mengangguk kemudian duduk di sofa dekat ia terdiam beberapa saat lalu. Ia menemukan seorang laki-laki yang sedang memandanginya dari atas sampai bawah dengan wajah polosnya. Tidak salah lagi, itu Yixing. Laki-laki yang menemui Yifan akhir-akhir ini. Jongin mengetahuinya karena Jongin diam-diam bertanya pada kasir coffee shop dimana Yixing dan Yifan bertemu dari bill yang mereka bayar setelah kedua laki-laki itu pergi, tentunya.

"Ada apa kau kemari? Tak biasanya kau datang."

"Hnnn.. Aku hanya mengantar proposal ini, Yifan-ssi" Yifan segera menerima uluran map dari Jongin kemudian membacanya dengan perlahan.

"Pertunjukanmu? Bukankah sudah banyak sponsor yang akan mensponsori pertunjukanmu?" Jongin mengangguk kaku, kemudian tersenyum canggung.

"Beberapa perusahaan menarik sponsornya. Ada beberapa perusahaan yang sedang mengalami penurunan, ada juga yang beralasan jika pertunjukan ini tidak akan sukses."

"Pertunjukan apa?" Yixing beranjak dari kursinya kemudian duduk disamping Yifan dan mencoba mengintip sedikit proposal yang ada ditangan Yifan. Pelafalan Korea Yixing sedikit kacau. Masih tercampur antara logat bahasa China yang cepat.

"Pertunjukan menari, Tuan….." Jongin menampakkan raut wajah bertanya, Yixing yang tersadar segera mengulurkan tangannya pada Jongin,

"Zhang Yixing"

"Wu Jong… Ehnnn.. Kim Jongin" ia membalas uluran tangan Yixing kemudian tersenyum ke laki-laki berlesung pipi itu. Yifan tersenyum simpul ketika melirik sekilas Jongin yang sedang tersenyum kaku. Jongin sedang menepati perjanjian mereka. Salah satu isi perjanjian tersebut jika masing-masing harus menyembunyikan status mereka dihadapan orang lain, kecuali keluarga, teman, dan sekertaris pribadi Yifan, Victoria.

"Jadi, dimana aku harus tanda tangan, Jongin?"

"Kau akan menjadi sponsor kami?" Jongin melebarkan matanya beberapa mili. Yifan mengangguk dan tersenyum.

"Tentu. Jonmyeon juga akan melakukannya ketika kau menunjukkan proposal ini."

Jonmyeon lagi?

.

.

Yifan memperhatikan kedua laki-laki dihadapannya dengan seksama. Yixing sedang bercerita panjang lebar tentang hobby menarinya saat di China pada lawan bicara yang duduk bersebelahan, Jongin. Jongin menanggapi celotehan Yixing dengan anggukan dan senyuman kecil khasnya. Lelaki yang telah menyandang gelar Wu itu sedang menyantap waffle cream chese vanillanya dengan sedikit terburu-buru. Melihat lelehan ice cream dari waffle yang sedang disantapnya berada di sudut bibirnya, Yifan segera menggeser selembar tissue ke hadapan Jongin.

"Bersihkan sudut bibirmu dengan tissue." Kemudian Yifan menyeruput Caramel Machiatonya dengan tenang.

Jongin tercenung beberapa detik sebelum akhirnya menyadari sesuatu.

"Gomawo.."

"Aigoo… Romantisnya pasangan ini" Yixing terkekeh senang, membuat Jongin menghentikan tangannya yang sedang mengelap sudut bibirnya.

"Jadi… Kau sudah tau?"

"Jonmyeon yang bercerita padaku." Jongin kembali mengalihkan pandangan dari Yixing untuk meneruskan acara makan siangnya yang sedikit terganggu dengan celotehan Yixing. Yifan terdiam, wajah datar yang tampak pada dirinya, menghentikan kekehan Yixing.

.

.

.

Menginjak hari keempat sebelum pertunjukan dimulai, Jongin mulai disibukkan dengan latihan intensif 20 jam dalam seharinya. Terkadang, ia bahkan harus mengurungkan niatnya untuk pulang keapartemennya beristirahat di kasurnya dan lebih memilih untuk tidur di studio dancenya hanya dengan beralaskan sebuah kantong tidur. Chanyeol terus membantunya untuk mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan. Sedangkan Sehun, sepertinya Jongin akan kehabisan nafas jika tak ada Sehun. Laki-laki itu membantunya untuk menyempurnakan gerak atau mengawasi latihan kelompoknya. Seperti saat ini, Sehun tengah mengkontrol beberapa gerakan dari team c yang sedang mendapat giliran untuk menggunakan studio tengahnya. Jongin hanya mendesah kecewa ketika ia berulang kali menggerakan pergelangan kakinya untuk menyesuaikan dengan sepatu yang akan ia kenakan pada saat pertunjukan. Ia berada didepan kaca besar disalah satu sudut studionya, ketika Chanyeol tiba-tiba berada disampingnya.

"Semuanya sudah selesai. Dan penjualan tiket cukup membuatku terkejut, kenaikan 40% dan mungkin mereka akan memenuhi kursi penonton, karena setelah pertunjukan ini dipublikasi di beberapa media, nitizen penasaran dengan lulusan Juilliard ini. Tapi mereka lebih penasaran dengan ballet yang akan kau bawakan." Chanyeol menepuk pundak Jongin. Jongin tersenyum lega,

"Tubuhmu semakin kurus. Perhatikan pola makanmu. Aku tak mau pertunjukan ini berantakan karena kau sakit, Jongin."

"Ehn.. Orang dekorasi menunggumu di gedung, mereka akan memastikan beberapa lighting sesuai konsepmu. Mau ku antarkan?" Jongin menggeleng dan tersenyum pada Chanyeol, "Tidak. Kau boleh beristirahat. Ajak Sehun dan lainnya beristirahat sejenak. Lima belas menit lagi, makanan akan datang."

Setelah mengganti sepatunya dengan adidas putihnya, Jongin bergegas meninggalkan studio, tentunya setelah berpamitan pada kelompoknya juga Sehun dan Chanyeol.

.

.

Langit malam kelihatan mendung gelap, menandakan bahwa tak lama lagi mungkin gerimis akan mejadi hujan. Lingkaran hitam samar samar tercetak jelas dibawah mata Jongin. Tak henti-hentinya ia menguap ditengah gerimis besar ini. Beberapa orang meninggalkan halte tersebut untuk menuju rumahnya atau mencari tempat meneduh lebih baik. Ia menepuk plean snapback merahnya yang terkena gerimis sewaktu ia keluar dari bus dan berlari ke halte di wilayah Hannam tersebut. Ia memilih untuk menggunakan bus untuk menuju gedung yang akan menjadi tempat pertunjukannya daripada mengendarai motor sport hitamnya. Ia cukup lelah untuk mengendarainya. Ia melirik jam tangannya yang menunjukkan angka 8 lebih. Sejujurnya, ia bisa saja menyuruh Sehun untuk menjemput dengan mobilnya ataupun Chanyeol, tapi ia berpikir dua kali. Mereka pasti akan lelah. Kakinya benar-benar lemas saat ini, tubuhnya bersandar pada tepian kursi besi berwarna coklat tersebut. Ia tak menghiraukan hawa dingin yang mulai menelusup masuk melalui celah pakaiannya yang sudah setengah basah. Jongin hanya ingin memejamkan mata sejenak. Sejujurnya, ini lebih menguras tenaga daripada bekerja dengan Adam Shankman atau dalam Dance Theatre of Harlem. Jongin tersenyum tanpa membuka kedua kelopak matanya saat teringat perjuangannya untuk mendapatkan ini semua. Walau ia tak sesukses Yifan dalam usaha keluarganya untuk mendirikan hotel atau department storenya, walau ia jauh dibawah kakaknya, Suho yang sedang menjadi Director di Perusahaan kontraktor milik appanya tapi ia bersyukur karena berusaha ini dengan jerih payahnya sendiri.

.

.

Jongin duduk bersandar pada sofa ketika Yifan baru saja menginjakkan kakinya di apartement mereka. Ia melihat Jongin yang sedang tertidur dengan pakaian yang masih basah itu terlelap. Setelah mengganti baju kantornya dengan baju casual, Yifan menaruh pakaian Jongin yang ia ambil dari lemari Jongin untuk mengganti pakaian istrinya tersebut. Yifan terdiam saat melihat badan Jongin yang semakin kekurangan sedikit daging atau lemaknya. Setelah mengganti pakaian keseluruhan Jongin, ia beranjak dari ruang tengah dan menaruhnya di atas mesin cuci. Tubuh Jongin menggeliat tak nyaman. Dengan segera, Yifan mendekati Jongin kemudian sebelah alis matanya terangkat. Bibir Jongin yang biasanya berwarna merah itu tampak pucat, matanya tampak menghitam. Ia segera menelusup ke leher samping Jongin dengan punggung tangan kanannya. Yifan terkejut dengan suhu tubuh Jongin yang tak biasa. Ia tak terbiasa merawat orang sakit seperti ini. Sebelumnya, Jongin tak pernah terlihat sakit didepannya. Dan tebak apa yang akan pria ini lakukan? Menelepon Jonmyeon tentunya.

.

Yifan memejamkan mata dan mendengar detak jantungnya sendiri. Disela-sela Jonmyeon merawat Jongin yang sedang berada di kamar mereka ini, ia memperhatikan jelas setiap langkah Jonmyeon dari sofa di dalam ruangan tersebut yang terletak di samping kasur tempat Jongin terbaring. Semakin hari perasaannya itu semakin tak terbendung terhadap Jonmyeon, kakak istrinya sendiri.

"Bagaimana kau bisa menjadi suami yang baik, mengurus istri sakit saja tak bisa." Sedari tadi Jonmyeon berceloteh menceramahi Yifan dengan kata-kata berbeda. Jongin mengerang kecil ketika Jonmyeon merapikan bantal yang ia gunakan. Ia sama sekali tak terbangun ketika Yifan menggendong tubuhnya dan membaringkannya di atas kasur. Ketika Jonmyeon menyuruhnya menelan obatpun, mata Jongin tetap terpejam. Tangan halus Jonmyeon merapikan rambut coklat Jongin yang mulai terurai menutupi wajahnya.

"Kau hanya perlu mengganti handuk itu dengan handuk yang ada di baskom." Jonmyeon menunjuk handuk yang ada didahi Jongin dan baskom yang berisi air panas dan beberapa handuk disampingnya. Yifan mengangguk. "Jika Jongin sudah bangun, berikan dia obat yang sudah aku siapkan dinakas, dan jangan lupa memanaskan bubur yang sudah kubuat di lemari pendingin."

"Jaga Jongin, aku akan pulang." Jonmyeon menepuk pundak Yifan dan meninggalkan ruangan tersebut. Beberapa saat kemudian, Yifan memberanikan diri untuk menyusul Jonmyeon. Laki-laki yang lebih tinggi itu menarik tangan Jonmyeon dan memeluknya. Jonmyeon terkejut. Tak biasanya Yifan bersikap seperti ini.

"Aku melakukan ini semua atas permintaanmu, Jonmyeon. Aku menikahi orang yang tidak ku cintai karena permohonanmu. Aku hidup dengan perasaan yang salah. Mencintai kakak dari istriku sendiri. Kau tau kan sudah lama aku mencintaimu, Jonmyeon. Tidak bisakah kau melihatku sekali saja?" Untuk beberapa saat mereka terdiam. Jonmyeon mengambil nafas dalam-dalam.

"…"

"Kau egois, Jonmyeon. Selalu menolak perasaanku." Yifan terisak kemudian mendaratkan bibirnya kebibir Jonmyeon. Jonmyeon mengelak, namun usahanya sia-sia. Ia mencoba menerima ciuman Yifan yang saat ini meningkat menjadi lumatan lembut. Ia memutus ciuman mereka, melihat saliva yang mengalir, ia mengelap dengan punggung tangannya. Jonmyeon tersenyum kecut melihat ekspresi Yifan yang bercampur aduk.

"Suatu saat kau akan mengerti kenapa aku melakukan ini, Yifan."

Dada Kim Jongin rasanya sesak sekali. Kepalanya seperti ditimpa beban yang besar. Dia bahkan bisa merasakan nafas yang sedikit berat karena rasa sakit tersebut. Ia menangis dalam diam, ia terisak tanpa mengeluarkan air matanya. Baru pertama kali rasanya mendengar pembicaraan orang lain itu membuat tubuhnya melemas. Ia bisa mendengar isakan Yifan yang belum pernah ia dengar. Ia bisa mendengar suara parau Jonmyeon yang jarang ia dengar. Dan ia mendengar pernyataan suami yang ia cintai tentang perasaannya terhadap kakak kandungnya untuk yang pertamakalinya. Ia menyalahkan pintu kamar tersebut yang masih terbuka lebar.

.

.

.

TO BE CONTINUED

A/N :

Terimakasih telah membaca fanfiction ini.

Ada beberapa kata-kata dan perbuatan yang dikategorikan dalam rate M. Untuk reader yang masih dibawah umur, skip saja ya adegan tersebut.

Saya nggak tau ini akan lanjut atau enggak karena kadang-kadang kehabisan ide gitu aja.

Review untuk penyemangat saya ketika menulis.