Aku bukan yang punya XXX HOLIC. kalo aku yang punya, XXX HOLIC nggak akan pernah tamat, dan genre nya jadi shonen ai
Chapter 1
The Seer
Ia berlari menembus hutan bambu. Kimono indahnya robek dan kakinya berdarah terkena semak-semak. Alas kakinya jatuh entah kemana. Jantungnya berdentum-dentum ketakutan. Sesosok bayangan bermata banyak dan memiliki taring mengejarnya dengan teriakan mengerikan yang membuatnya tuli. Darah merembes disamping dahinya dan di lengannya. Ia tidak tahu mengapa ia terluka, atau mengapa ia sendirian di tempat ini. Yang diingatnya hanyalah teror. Teror yang dihadapinya sejak membuka mata dan teror itu berhasil menjerat kakinya, lalu dia jatuh dengan kasar di tanah sebelum diseret. Apapun dilakukannya untuk terbebas dari jeratan itu. Kukunya patah dalam usahanya melepaskan tarikan. Ia menoleh ke belakang, ke arah teror yang membuat kulitnya merinding dan membeku saat ia melingkupinya. Ia menjerit.
Lalu bunyi suara keras benda melesat terdengar diatasnya, dan seketika makhluk itu lenyap.
"Oi. Apa kau baik-baik saja?" suara pria menyentaknya. Pria itu berjalan mendekat sementara ia mundur menjauh ketakutan.
"Siapa kau?" bisiknya.
Pria itu memiliki warna mata yang indah. Emas. Dan karena hakama dan kimononya yang gelap, warnanya semakin menonjol. Rambutnya hitam dipangkas pendek. Pria itu merendahkan tubuhnya yang besar, membuat mereka sejajar. Ia menyadari jika tubuh pria itu dua kali lipat besar tubuhnya, dan ia membawa panah.
"YANG MULIA!" dua orang pria berlari mendekat. Salah satu diantaranya, orang bertubuh tinggi besar dan berpedang, berkata para penyelamatnya, "Kereta kuda bangsawan di temukan di dalam jurang, aku tidak tahu pasti mengapa, tapi para pelayannya di temukan tak sadarkan diri di tepi jurang. Tidak sadar, tapi selamat—siapa dia? Apa dia salah seorang pelayan?"
"Dia bukan, kuro-bun. Tidak ada pelayan yang berpakaian seperti itu," sahut yang lain. Pria itu berambut pirang indah, menggelayut di lengan kekar kawannya. Tiba-tiba, mata hijaunya mengedip terkejut dan melangkah mendekatinya, seakan menemukan barang terselip yang sudah lama di carinya, "Watanuki-sama?" bisiknya sambil merundukkan tubuh. Kedua tangannya bergerak seakan ingin menyentuhnya. Ia beringsut ketakutan. "Kau tidak mengigatku." Fai menatap tuannya sekilas sebelum kembali padanya.
"Tidak. Siapa Watanuki?" bisiknya.
"Siapa dia, Fai?" bisik Kurogane. Pada keduanya, Fai menjelaskan. "Lord Watanuki Kimihiro dari Kastil Selatan. Dia seorang Watanuki, Pangeran," yang berarti seorang ahli nujum atau paranormal.
"Fai, ia diincar ayakashi," suara dalam dan tegas menyentak pria bernama Fai. Ia memandang tuannya dengan sedih, sementara pria yang dipanggilnya Kuro-bun mengerutkan dahi.
"Dia tidak seharusnya disini."
"Dia terluka," sahut Kuro.
"Kurogane, selidiki lebih jauh soal kecelakan ini. Kita seharusnya membawa sang lord ke kastil. Dia butuh obat."
Kurogane mengangguk sebelum berlari pergi.
Sang pangeran mengulurkan tangan padanya, "Namaku Doumeki Shizuka."
Ia hanya memandangi tangan itu. "Namaku. Aku tidak ingat namaku..." bisiknya.
"Aku tak kan menyakitimu," sambil berkata begitu, Shizuka menggenggam kuat lengan dan pinggangnya, sebelum mengangkatnya ke bahunya. Gerakan itu membuatnya kaget dan melingkarkan lengannya ke leher pangeran untuk mendapat keseimbangan. Lengan kuat pangeran menjaganya dari jatuh dan menggendongnya dengan mudah keluar hutan tanpa masalah.
"Kimihiro-sama. Kimihiro-sama!" seorang pria paruh baya berpakaian pelayan berlari ke arah mereka. Kimihiro melihat kekacauan yang ada disekitarnya. Banyak orang yang terluka dan para prajurit membantu menyelamatkan yang masih terjebak dalam jurang. "Apa yang terjadi padanya, Pangeran?" pria itu menunduk dalam-dalam, sebelum memandangnya dengan sorot cemas. Kedua tangannya meremas-remas ketakutan.
"Apa kau pelayannya?"
pria itu mengangguk-angguk dengan keras seraya memandang keheranan pada tuannya yang ketakutan dalam gendongan sang pangeran. "Saya pelayan pribadinya."
"Sepertinya dia hilang ingatan—" pria itu terkesiap, "—Dia tidak ingat namanya sendiri. Apa yang membuat kalian datang kemari? Kastil Watanuki berada sangat jauh di selatan."
Saat sang pelayan mengetahui pangeran tidak punya niat menurunkan tuannya dari gendongan, pria itu menunduk dalam dan menjawab, "Kami dalam perjalanan kembali, Yang Mulia. Sang lord mendapatkan permintaan untuk menolong seorang lady di ibu kota yang terkena kutukan. Tapi di tengah jalan kekuatan sangat jahat menyerang kami. Saya kehilangan sang lord. Saat itu hutan sangat gelap."
Pangeran mengerutkan dahinya, "Mengapa kau pergi saat hari sudah gelap?"
Pria itu tersentak. "Kami terpaksa. Kesehatan sang lord memburuk. Dan nasibnya semakin buruk seandainya dia tinggal."
"Nasib."
"Itu apa yang dikatakan sang lord. Saya tidak berani bertanya. Tapi saya punya perasaan sang lord sedang ketakutan. Malam saat kami diserang—sebelum kami diserang sang lord tersentak dari tidurnya dan berlari meninggalkan kereta."
"Kalian bisa tinggal di kastil, memulihkan diri dan mengisi perbekalan."
"Terima kasih yang mulia," pria itu menunduk dalam.
"Aku akan membawa lord Watanuki ke kastil. Kau bisa mengurusnya setelah kau diobati."
Sekali lagi pria itu menunduk.
Shizuka membawa Kimihiro ke dalam wilayah pribadinya. Sang lord tampak kelelahan, tapi tidak lagi ketakutan. Kepalanya bersandar dibahu Shizuka, dan Shizuka tidak melepaskan gendongannya, atau menghiraukan para pelayan yang menawarkan diri mengurus sang lord. Ia tahu, pria dalam gendongannya akan kembali ketakutan saat berada di sekitar orang asing. Dia tidak ingin membuat sang lord kembali memperlihatkan teror di matanya. Mata birunya yang indah.
Ia membawanya masuk ke dalam kamar tidur. Saat akan membaringkan tubuhnya ke tempat tidur, lengan di lehernya menegang. Shizuka mengamatinya, dia tak menatapnya, tapi dahinya berkerut. Akhirnya, Shizuka mendudukkannya diatas pangkuannya. "Watanuki. Watanuki. Kimihiro?" Kimihiro tersentak menatapnya. "Kau terluka. Akan ada tabib yang datang memeriksamu."
"Kau melenyapkan ayakashi itu."
"Aku Exorcist."
"Kau pangeran."
"Sekaligus Exorcist. Keluargaku punya darah pendeta dan aku mewarisinya."
"Kau juga bisa melihat ayakashi?"
"Tidak dengan jelas."
"Kau bisa menurunkan aku, pangeran."
Shizuka melepaskan Kimihiro. Pria itu menggeser tubuhnya duduk disebelahnya. Ia tampak mengawang-awang. "Aku tahu, aku hilang ingatan," ia tersentak, berdiri tiba-tiba. Gerakan itu membuat Shizuka setengah berdiri dan segera meraih sang lord yang tiba-tiba terjatuh, "Aku tidak seharusnya disini. Aku harus pergi. Aku harus pergi."
"Kimihiro. Kimihiro! Tatap aku!" Shizuka mencengkeram lengan Kimihiro. "Kau aman. Tidak akan ada yang menyakitimu."
Bibir pria itu tersentak, "Tidak," mata birunya memandang Shizuka dengan kasar. "Bukan aku. Kau."
Shizuka menaikkan sebelah alis.
Kimihiro mengerang, menekuk tubuhnya seakan kesakitan. "Hitsuzen. Hitsuzen..."
Hitsuzen. Dalam kitab buddha artinya takdir yang sudah digariskan.
"Apa kata hitsuzen?"
Matanya membelalak, ia masuk ke dalam masa trans, "Kau, aku, hitsuzen, bencana, bencana, bencana, bencana—"
"Kimihiro!"
"Bencana, bencana, bencana," ia tersentak. Menatap Shizuka dengan mata biru yang gelap. "Aku harus melindungimu," kata terakhirnya, dan dia jatuh dalam pelukan Shizuka.
xxXxx
Watanuki Kimihiro menyentak matanya terbuka. Yang pertama dirasakannya adalah hangat, aman. Tidak ada tanda-tanda hawa jahat disekitarnya. Lalu, ia menegang menyadari ia tidak berada di kamarnya, tidak pula di rumah peristirahatan di ibu kota. Dimana dia? Perlahan ia bangun, menyadari kepalanya di perban dan seluruh tubuhnya sakit. Ada luka di pipinya. Kimono yang dipakainya bukan miliknya.
"Kau bangun?"
Suara dalam dan berat menyentaknya. Ia terperanjat melihat siapa yang duduk di samping tempat tidurnya. Wajahnya tak berekspresi, tapi matanya yang emas berpendar dan tampak dalam. Mata penguasa. Mata dewa. "Pangeran Doumeki?"
Ia menaikkan kedua alisnya.
"Kenapa aku bisa berada disini?"
"Kau ditemukan di hutan. Berasama orang-orangmu. Dan juga hilang ingatan?"
"Hilang ingatan?"
"Kata tabib itu bersifat sementara. Dan kelihatannya kau sudah ingat kembali?"
Kimihiro tampak bingung. Lalu ia membeku. "Itu bukan hilang ingatan," ia tampak tak nyaman. "Itu terjadi setiap jiwaku tidak stabil."
"Itu sering terjadi?"
Ia menggeser tubuhnya gelisah. "Hanya ketika aku mendapat ramalan. Tapi biasanya, saat itu terjadi, aku akan berada disamping para pelayan pribadiku," ia memandang Shizuka sekilas sebelum menundukkan kepala lagi. "Biasanya tidak ada orang yang tahu. Aku tidak menyangka akan mendapat serang tiba-tiba..." ia melirik Shizuka, "A-aku sudah mengatakan sesuatu?"
"Hanya mengenai hitsuzen dan bencana."
Ia terkesiap, bertanya, "Apa lebih tepatnya yang kukatakan—Ah!" ia tampak mengingat sesuatu. Memandang Shizuka dengan tatapan ngeri. Ia menelan ludah. "Pangeran. Aku tidak berharap akan menyampaikan ini padamu. Tujuh hari lagi, akan ada yang berusaha membunuhku," Shizuka menaikkan kedua alis, "Dan itu akan mengancam nyawamu."
"Siapa?"
"Aku tidak tahu. Tapi aku akan segera berkemas-kemas dan meninggalkan tempat ini," ia beranjak, tapi Shizuka menahannya.
"Kau tidak akan kemanapun."
"Tapi—"
"Kau terluka. Anak buahmu terluka. Kau pergi atau tidak, sudah ditakdirkan kita pasti bertemu. Itu hitsuzen," Kimihiro tersentak, "Hitsuzen tidak bisa dihindari. Ia selalu punya cara untuk mewujudkan apa yang seharusnya terjadi. Dan aku tidak mau kau lebih terluka karena berusaha menghindari takdir. Dan, Hitsuzen tidak berkata aku atau kau akan mati. Kita bisa menghindarinya."
"Tapi lebih baik jika aku tidak disini."
"Lalu dimana? Tujuh hari lagi, kau masih berada di jalanan, tanpa perlindungan. Apa kau memang mau mati?"
Ia tersentak.
"Kau tidak akan kemanapun."
Kimihiro memandangnya geram, "Apa itu perintah?"
"Jika itu bisa menahanmu."
xxXxx
Shizuka mengamati lord Watanuki Kimihiro yang tertidur di sampingnya. Ia tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal, dibandingkan karena efek obat, lebih karena luka supranatural yang di deritanya. Shizuka tahu luka itu lebih menyakiti dibandingkan luka fisik, karena pengalamannya sebagai pemimpin keamanan kerajaan selama bertahun-tahun dan sejarah keluarganya dekat dengan hal supranatural.
Ini pertamakalinya ia bertemu dengan lord Watanuki Kimihiro, dalam situasi yang tidak pernah ia bayangkan.
Ia tidak pernah membayangkan bagaimana sosok sang lord yang terkenal misterius dan tertutup itu. Tapi ia tidak pernah menduga sang lord adalah pria muda di depannya; keras kelapa, pucat, gemetar ketakutan oleh apa yang mampu ia lihat dan cantik, alih-alih tampan. Tubuh sang lord sangat rapuh dalam pelukannya, ia masih bisa membayangkan saat kulit pucat itu menyentuhnya, atau saat degup ketakutan terdengar saat dada mereka bertemu, atau saat lengannya melingkari leher Shizuka mencari tempat aman.
Sisi dirinya yang protektif segera mengambil alih. Shizuka tidak pernah merasakan hal sekuat ini. Bukannya ia tidak pernah punya hubungan romantis dengan wanita, tapi apa yang ia rasakan pada Kimihiro, sekalipun mereka masih pertamakali bertemu sangatlah kuat.
Apa yang membawanya bertemu Kimihiro juga bukan sesuatu yang wajar.
Sewaktu ia pulang dari kewajibannya sebagai pangeran kedua, tiba-tiba ia punya perasaan yang kuat untuk memilih jalanan yang tidak biasa. Ia masuk ke dalam hutan. Shizuka bukan tipe orang yang mempertanyakan instingnya. Ia sadar hal supranatural ada disekitar, dan di dalam darahnya. Bukan pertama kali ia di selamatkan instingnya dengan cara aneh.
Pengalamannya membuatnya percaya pada apa yang dirasakannya.
Perasaannya saat ini jauh dari akal sehat. Ia ingin melindungi Kimihiro, walau seandainya Kimihiro tidak menginginkannya.
xxXxx
Kimihiro terbangun dan merasakan rasa hangat yang tidak biasa, dan belum pernah dirasakannya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata untuk menfokuskan diri dan menyadari dimana di berada. Ia berada di kamar Royal, kamar pangeran, di kastil pribadi pangeran di salah satu bagian tokyo—lebih tepat lagi, ia berada di atas dada pangeran. Hampir seluruh tubuhnya berada di tubuh pangeran, dalam kehangatan lengannya yang melingkari punggungnya, menahannya rapat. Kepalanya berada di atas dada pangeran dan kaki mereka saling berbelit. Ia sadar telah berbagi tempat tidur.
Kimihiro terkesiap kaget, terlebih menyadari ia memakai tidak lebih dari kimono tipis milik pangeran. Ia berusaha bangkit, hanya berhasil mengangkat kepala dan bahunya saat lengan pangeran mengeras. Matanya melayang pada mata pucat yang telah terbuka dan balik mengawasinya, tak ada ekspresi apapun, tak ada komentar apapun. Kimihiro merasakan pipinya memanas.
"Uh. Kau bisa melepaskanku, pangeran," ia mendorong tubuhnya melepaskan diri, tapi pangeran malah menariknya semakin rapat. Membuat kepala Kimihiro jatuh ke bantal pangeran, tak jauh dari wajahnya. Seandainya pangeran menoleh, maka bibir mereka pasti bersentuhan. Kimihiro berusaha bergerak menjauh saat merasakan lengan yang menahannya menghilang, namun berakhir dengan tubuh yang terhimpit di ranjang saat pangeran bergerak menindihnya.
Kedua tangan Kimihiro ada di dada pangeran, sadar akan hal itu tapi terlalu bingung meletakkan tangannya dimana. Seluruh tubuh pangeran menindihnya. Ia bahkan bisa merasakan setiap denyut otot yang dimiliki pria itu. Mata emas itu masih menatapnya saat ia berkata, "Waktunya minum obat," ia menegakkan punggung, meraih lipatan kertas berisi serbuk obat di atas meja di samping tempat tidur, mencampurkannya dalam gelas teh dan menyodorkannya pada bibir Kimihiro. "Ini akan membantumu tidur nyenyak."
Kimihiro tidak punya pilihan selain menyesap teh yang sudah menempel di bibirnya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, merasa aneh, tapi pangeran terus mendorong gelas itu hingga ia meminum isinya hingga habis. Saat pangeran meletakkan gelasnya kembali ke meja, Kimihiro sudah terlelap kembali.
Shizuka tersenyum miring. Merebahkan dirinya di samping Kimihiro dan kembali menariknya dalam rengkuhan nyaman. Shizuka menyusupkan bibirnya ke leher sang lord, ia menyukai wanginya. Lalu tertidur dengan wajah terbenam di tengkuk lord Watanuki.
Shizuka adalah tipe orang yang selalu bersungguh dengan pilihannya, dan itu membuatnya menjadi pria yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan kali ini yang diinginkannya adalah Kimihiro. LoL