sf KaiSoo - Jangan Menoleh (part 2)

Nyonya Do sangat khawatir. Ia mengawatirkan anak-anaknya. Kedua buah hatinya, Kyungsoo dan Sehun, bukanlah tipe anak yang mudah bergaul. Hal ini bukan dikarenakan mereka antisosial atau apa, hanya saja kedua putranya merupakan tipe pemalu. Jadi sangat wajar jika ia mencemaskan bagaimana putra-putranya akan bersosialisasi di lingkungan yang baru nantinya.

Bukan hanya hal ini yang menjadi buah pikiran Ny. Do. Sesuatu yang kemarin dilontarkan oleh tetangga mereka, Ny. Misano. Dia adalah guru di salah satu taman kanak-kanak di dekat daerah mereka tinggal. Wanita paruh baya itu mengatakan sesuatu tentang kamar mandi dan larangan menoleh.

Ny. Do tidak yakin ia betul-betul menangkap dengan baik apa yang diucapkan Ny. Misano. Jujur saja, ia tak mengerti bahasa jepang dan ia tak cukup fasih berbahasa inggris. Begitupula dengan tetangganya, hingga mereka terpaksa berkomunikasi dengan bahasa inggris seadanya dan banyak gerakan tangan. Kendala bahasa ini juga tak luput dari daftar kekhawatirannya.

Kesimpulan yang bisa ia ambil dari percakapannya dengan Ny. Misano adalah dia berusaha memperingatkannya tentang sesuatu di kamar mandi mereka. Dia juga memperingatkan mereka untuk tidak menoleh ke belakang saat mendengar suara atau sesuatu memanggil nama mereka di sana. Ny. Do tidak tahu bagaimana ia harus menyikapi hal ini. Karena itulah ia menceritakannya pada sang suami yang hanya ditanggapi dengan senyuman simpul dan ucapan yang berusaha menenangkan sang istri,

"Jangan terlalu dipikirkan, tetangga kita mungkin hanya senang memiliki tetangga baru dan ingin akrab denganmu."

"Tapi-"

"Aku yakin Ny. Misano hanya menceritakan isu yang berkembang di sekitar sini. Kau tahu, rumah yang telah lama tidak ditempati dan beberapa waktu berikutnya seseorang akan mengaku pernah melihat 'sesuatu' yang aneh di rumah ini. Mengerti maksudku, chagie?" Jelas lelaki bertubuh tegap itu saat makan malam mereka. Melihat raut muka istrinya, Tn. Do berusaha meyakinkan dengan menggenggam tangannya hingga sang istri menghela napas berat, menyerah.

"Ne, kurasa itu mungkin saja. Aku hanya berharap, tetangga kita seharusnya memilih metode pendekatan yang biasa. Sepotong kue pie atau makanan khas Tokyo akan sangat menyenangkan." keduanya terkekeh.

"Aku janji akan membawa pulang beberapa kuliner yang mungkin kau dan anak-anak sukai besok. Jangan terlalu dipikirkan lagi, arraseo?" Ny. Do benar-benar berharap ucapan suaminya benar.

.

.

.

Sayangnya ia tak bisa melupakan apa yang tetangganya sampaikan. Benar, ia tak pernah mengalami kejadian aneh saat berada di kamar mandi. Namun ia menemukan keanehan pada diri anak sulungnya. Kyungsoo mulai berbicara sendiri.

Hal ini mungkin tidak aneh jika anak-anak memiki teman khayalan dan menganggap mereka nyata. Namun, sebelum ini Kyungsoo tak pernah memiliki teman khayalan dan kenapa putranya membutuhkan hal itu jika dia memiliki Sehun untuk diajak bermain. Terlebih lagi keduanya sangat akrab.

Wanita bertubuh kecil itu mulai khawatir kalau ini adalah salah satu efek dari kepindahan mereka di lingkungan baru. Meskipun kemungkinan itu ada, namun putra bungsunya, Sehun, samasekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia kesepian seperti kakaknya. Sehunnie kecilnya masih gemar bermain dengan mobil-mobilan dan bonekanya. Dia juga sering mengajak hyungnya untuk bermain seperti saat ini.

"Soo hyung, thelamatkan Krong, Thomath tidak bitha berhenti! Choo choo!" pekik Sehun terlihat bersungguh-sungguh dalam memerankan Thomas, sementara kaki Krong 'tersangkut' rel kereta. Ny. Do masih terkesan dengan bagaimana putra bungsunya dapat melafalkan nama hyungnya tanpa aksen cadel, namun tidak untuk kata-kata lainnya.

"Andwae, Thomas berhenti! Krong, Super Pororo akan menyelamatkanmu!" Pekik Kyungsoo dengan suara melengking. Ia mengikatkan sapu tangan berwarna merah di leher bonekanya dan berputar seolah bonekanya tengah terbang. Tentu saja tak ada yang janggal dari permainan mereka, hingga sesuatu terjadi.

Semua terjadi dengan begitu cepat. Boneka Krong terlontar di sudut ruangan dan kemudian Kyungsoo yang terjatuh seakan sesuatu menyandung kakinya. Spontan sang eomma bergegas menghampiri guna memeriksa kondisi putranya. Kyungsoo awalnya hanya terdiam karena masih terkejut.

Namun tangisnya pecah saat Sehun meneriakkan dagu hyungnya yang sedikit lecet dan berdarah. Kyungsoo bukanlah yang pertama menangis, melainkan Sehun yang kasihan pada sang kakak. Dan seperti efek domino, Kyungsoo pun ikut menangis dengan keras. Hal ini membuat sang eomma kelabakan.

Ny. Do membersihkan luka Kyungsoo dengan bajunya, tak memedulikan noda di baju putihnya. Kemudian ia segera menggendong Sehun seraya mengusap punggungnya. Ia memeluk kedua putranya sambil terus membisikkan kata-kata menenangkan, sembari berusaha menahan air matanya sendiri. Wanita bermata belo itu membujuk Sehun agar menemani Kyungsoo, sementara ia mengambil kotak obat.

.

.

.

Kyungsoo membuka mata saat merasakan sentuhan dingin di pipi gemuknya. Ia sedikit kaget mendapati mata hitam legam milik Kai menatapnya. Meskipun ia seharusnya telah terbiasa dengan mata Kai yang 'berbeda' sejak 2 hari yang lalu. Anak laki-laki bermata belo itu menatap temannya dengan wajah cemberut.

"Waeyo Kai, aku mau tidur. " ucapnya dengan nada merajuk.

"Apa Soo marah?" tanya Kai memiringkan kepalanya yang ditanggapi anak laki-laki bermata belo itu dengan menggembungkan pipi.

"Kai membuatku tersandung, daguku jadi sakit dan Sehunnie jadi menangis. Aku tidak suka." Ujar Kyungsoo berusaha terlihat marah.

Namun hal ini tak akan berlangsung lama disaat Kai mulai mengeluarkan suara isakan. Kyungsoo merasa bersalah dan perasaan bersalahnya itu semakin menjadi saat ia dapat melihat bagaimana wajah sedih temannya dengan suara isakan yang terlambat dari bibir penuhnya yang pucat.

"Soo bilang, aku boleh tinggal di ruangan lain. Tapi Soo marah hanya karena aku menyelamatkan Krong dari Thomas. Aku hanya ingin ikut bermain."

Mata Kyungsoo mulai basah karenanya. Ia tak tega melihat Kai bersedih. Ia melepaskan tangan sang dongsaeng dengan perlahan agar dia tidak terbangun. Sehun sebelumnya ngotot ingin tidur bersama untuk memastikan hyungya tidak apa-apa. Anak laki-laki bertubuh kecil itu duduk di tepi ranjangnya menghadap Kai yang berdiri di sana. Ia menggenggam tangan dingin itu.

"Aku tidak marah dan Kai boleh ikut bermain. Tapi lain kali hati-hati, ne?" mendengar ucapan Kyungsoo, anak laki-laki berambut hitam itu berhenti terisak.

"Benarkah, Soo tidak marah?" Kyungsoo menggeleng sebagai jawaban.

"Soo tidak akan memintaku kembali tinggal di kamar mandi?" Kyungsoo menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tentu saja ia tak akan membiarkan Kai tinggal di sana. Itu tempat yang dingin dan akan menakutkan jika berada di kamar mandi sendirian. Karena ini telah melewati jam tidurnya Kyungsoo jadi mengantuk. Ia mengusap matanya dengan punggung tangan dan menguap.

"Aku mau tidur sekarang. Besok kita main bersama, ne? Jaljayeo Kai." ujar Kyungsoo mulai menarik selimutnya.

"Jalja Soo." Sebelum Kyungsoo benar-benar tertidur, ia bisa merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya. Mungkin angin, pikirnya sebelum ia terlelap.

.

Ny. Do baru saja terbangun dan merasa haus pergi ke dapur. Disaat ia selesai minum, ia dapat mendengar suara-suara seperti bisikan dan lirihan. Ia berpikir mungkin putra-putranya masih terbangun. Ia menaiki tangga ke lantai atas bermaksud mengecek. Namun sebelum ia sampai di sana, pintu kamar Kyungsoo terbuka.

"Baby, kau belum tidur?" tanyanya khawatir.

Anehnya, Ny. Do tidak melihat siapapun keluar ketika pintu itu bergeser menutup kembali. Dengan dahi yang mengerinyit, ia mendekati kamar putranya. Wanita bertubuh kecil itu merapatkan kimono tidurnya saat merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menerpa kulitnya. Kebingungannya bertambah, ketika ia menggeser pintu itu, dan melihat Kyungsoo dan Sehun tertidur sambil berpelukan di ranjang.

Disaat itulah, Ny. Do mendengar suara pintu yang digeser membuka dan menutup dari kamar tamu di sebelah. Ia masih berdiri di depan pintu kamar putranya, tangannya menggenggam pintu dengan erat, dan matanya melebar menatap pintu kamar di depan tangga tersebut. Ia menenggak salivanya dengan kasar. Setelah menutup kembali pintu kamar Kyungsoo, ia memberanikan diri berjalan ke kamar tamu.

Ny. Do berdiri cukup lama di depan pintu geser yang tebuat dari kertas itu. Meskipun pintunya terbuat dari kertas putih, ia tak dapat melihat ke dalam kamar. Lagipula, lampu kamar itu mati. Wanita berambut lurus sebahu itu tak yakin, apa yang ia cari dan apa yang akan ia temukan dengan membuka pintu ini.

Ketika tangannya hampir menyentuh pintu, Ny. Do menarik tangannya kembali. Sambil menggeleng ia menuruni tangga. Ia berpikir, ini sudah malam dan ia hanya kelelahan setelah semua yang terjadi 3 hari ini. Ia menyalahkan banyaknya hal yang diurus karena kepindahan mereka ke Tokyo. Dan mungkin, ia terlalu mengambil asi atas apa yang tetangganya ucapkan.

. . . END of part 2 . . .