Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Padahal saya sempet panik dan mikir, "I won't make it!" untuk DL Fanfiksi Kucing tapi ternyata jadi juga. Happy Fujodanshi Independece Day '69! :D

.

Yosh, I will survive!

Dozo, Minna-sama~

.

Disclaimer: Kuroko no basket belongs to Fujimaki Tadatoshi. Umineko no Naku Koro ni belongs to 07th Expansion.I don't take any personal commercial advantages from making this fanfiction. Purely just for fun.

Warnings: AR, crossover, boys love/shounen-ai, OOT, OOC, OC, slow-pace, typo(s).

.

Saya sudah memberikan warnings. Jadi, jika ada yang tidak disukai, tolong jangan memaksakan diri untuk membaca. ;)

.

Have a nice read! ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Pemuda bersurai coklat itu selalu berlama-lama menelusuri jalan menuju suatu tempat yang kini menjadi huniannya. Setelah mampir dari Mainhouse, meninggalkan Arbor tempat biasa keluarganya yang sekarang menggelar ritual minum teh di sore hari. Penghujung jarinya akan menyapa pucuk-pucuk kuntum mawar keemasan—sebenarnya warna kuning namun tatkala tersepuh matahari senja menjadi nyala jingga. Semilir angin ketika penahta langit di siang hari mengecupi ufuk barat menghembus kelopak-kelopak mawar juga pelbagai bunga-buga dipercik spektrum pelangi dan daun-daun kemuning kering. Wangi-wangi bunga merebak di udara, dan berekshalasi menghirup harum yang menentram sanubari. Terlebih saat di dengarnya burung-burung camar berkoak-koak menyongsong penghujung hari ditingkahi deru ombak yang berdebur memecah pantai.

Hidup memang indah. Fisiknya yang lelah karena kegiatannya sehari-hari seakan terlupa dimanjakan pesona alam—tepatnya rumah—yang kini selalu memenuhi ruang pandangnya nyaris setiap waktu.

Sesampainya di depan pintu rumah—sekali lagi, tempat yang hingga beberapa waktu ke depan akan tetap jadi huniannya—ia memijit beberapa tombol di interkom. Lampu kecil berwarna merah menyala sesaat. Interkom membuka secara automatik, secara internal menjulurkan kamera kecil yang menganalisis retina dari mata berpupil mungil itu dengan laser halus untuk mengidentifikasi identitas entitas di hadapannya.

Proses sesaat. Tombol interkom menyala hijau, lalu mesin menutup kembali dengan suara klik menggema tepis keheningan yang singgah. Pemuda itu bergumam lega lantas bergegas masuk ke dalam rumah.

Suara derap langkah samar secepat kilat.

"Tadaima—"

Grauk.

"Brrr!"

"—AKH … oh, Lion."

Kouki sudah terlalu biasa dengan sambutan manis kucing yang menyaingi cepat halilintar menyambar kakinya untuk digigit keras-keras.

.

#~**~#

Special for Event "Fanfiksi Kucing" and Fujodanshi Independence Day '69

.

The World of Cat Box

.

By: Light of Leviathan

#~**~#

.

Kouki menarik kucing yang masih setia menggigit fabrik celana jeans belelnya, menggendongnya dalam pelukan seraya melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah lalu berjalan melewati koridor. Dia menepuk kepala penuh bulu itu sekilas, berdecak kesal karena kucing hiperaktif ini malah menggigit tangannya karena tidak suka ditepuk-tepuk kepalanya.

"Aku juga lapar, tahu." Kouki mendengus perlahan, menarik tangannya agar jari-jarinya tidak putus digigit kucing bernama Lion di pelukannya—tanda yang ia tahu kucing itu sedang kelaparan.

Pemuda yang mengambil fakultas kuliah ilmu perpustakaan itu awalnya hendak melempar asal tasnya tatkala tak sengaja ia menginjak sesuatu.

"MEONG!"

"GYAA! ADUH, LEO!"

Kouki jatuh terduduk karena terjengkang menginjak ekor panjang seekor kucing jantan lain yang sedang menggelepar seksi di tengah lantai marmer rumah mereka. Kucing itu tanpa ragu mencakar punggung kaki Kouki lalu menatapnya dengan tatapan malas super menyebalkan, berpindah—melompat ke atas meja di ruang tamu—lanjut memampang badannya dengan me-marking meja sebagai kavling kekuasaan yang baru.

"Makanya, jangan suka tidur sembarangan begitu, Leo!" omel Kouki kesal. Ia bersungut-sungut kesakitan karena pantatnya berciuman mesra dengan lantai dingin.

Lion melompat turun dari pelukannya. Kouki hendak melempar asal ranselnya ke atas sofa tepat ketika ditemukannya seekor kucing lain—kali ini betina—memasang pose duduk anggun khas kucing elit. Mata kucing betina itu terbeliak—seakan memberikan peringatan dini bagi Kouki untuk tidak merebut daerah kekuasaannya. Kouki mengacak asal surai sewarna buminya sembari mendesah lelah. Ditatapinya bergantian tiga ekor kucing yang ada di sekitarnya.

Kucing jantan yang sedang menyabotase meja sebagai tahtanya itu dinamai Leo oleh pemiliknya. Leo adalah kucing Bengal atau blacan—hasil keturunan ketiga dari perkawinan silang antara kucing American shorthair dan kucing Asian Leopard. Ukuran badannya sedikit lebih panjang dan besar ketimbang tubuh kucing pada umumnya. Struktur biologis rangka tulangnya besar dan jenjang, serta bulunya tebal, panjang, rapat dan halus. Matanya sebiru batuan safir dan berkilau bagai laser dalam kegelapan. Warna bulunya seperti kayu manis dilapis polkadot hitam besar.

Kucing yang menjadikan sofa bak singgasana ratu itu bernama Shishi. Kucing betina berhidung dan paw-paw pinkish ini adalah salah satu ras kucing campuran hibrida yang merupakan hasil persilangan dari kucing liar serval dari afrika dengan kucing domestik Siamese, Bengal, dan Egyptian. Jenis kucing yang dinobatkan sebagai kucing bertubuh terpanjang oleh Guiness World of Records. Warna bulunya cenderung keabu-abuan dengan lingkaran-lingkaran lebih kecil ketimbang ras Bengal. Matanya secerah terik matahari musim panas.

Terakhir, kucing jantan yang tadi menyambut Kouki dengan gigitan manis di betis. Namanya Lion. Murni kucing leopard biasa yang amat hiperaktif. Hal yang unik dari kucing ini adalah dia tidak punya suara mengeong kucing pada umumnya, suaranya hanya gerung samar yang seringkali Kouki tertawakan karena terdengar absurd. Matanya hazelnut dan selalu berpendar, seolah memancar eksitasi tiada limitasi.

Ketiga kucing tersebut punya kesamaan selain corak bulu mengimitasi macan tutul walau warna bulu cenderung berbeda-beda. Arti nama mereka sama: Singa. Harga mereka nyaris sama: ratusan hingga jutaan US dollar. Mereka hanya taat-tunduk-patuh pada pemilik asli: Akashi-Furihata Seijuurou. Keahlian mereka pun sama: membuat Akashi-Furihata Kouki mederita.

Kouki suka kucing. Tapi jelas bukan kucing Akashi Seijuurou—kucingnya saja sudah membuat Kouki menderita lahir-batin dan jiwa-raga, apalagi pemiliknya yang menyebabkannya jadi pengidap vertigo kelas kakap. Kucing-kucing bergenus leopard yang didapat Seijuurou dari Bernkastel—seorang gadis enigmatis yang dulu ia pernah dengar cerita adalah cinta pertama suaminya namun entahlah—itu mengerikan. Gadis bertendensi sadis itu adalah gembong kucing ras prionailurus terpercaya.

Lihat saja!

Kucing jantan dengan pose "I'm the coolest cat in the world" itu bergelimpang seksi di atas meja, menatapnya dengan pandangan imitatif antagonis khas Akashi Seijuurou. Tak ubahnya dengan kucing betina di atas sofa yang kini sedang menjilat paw-pawnya dengan mata terpicing—jelas sekali mengawasi Kouki yang lugu balas menatap mereka. Dan satu kucing lagi kini sedang mengasah kuku dengan mencakar-cakar lengan sofa single.

Kouki bangkit sembari membersihkan pakaiannya dari bersitan debu, menghembus napas sekilas, lalu membalikkan badan menuju dapur mewah rumahnya. Berjinjit sedikit menjangkau sebuah toples besar berisi butir-butir yang berisik bergemerisik terletak di rak atas, tempat tersemat di dinding kitchen set. Serentak suara derap langkah kembali terdengar.

"Brrr!"

"Meong~"

"Miaaaw."

Kouki menatap puas pada trio kucing yang belingsatan menghampirinya dari ruang tamu. Memicingkan mata, membiarkan senyum puas terpulas di wajahnya. Mengangkat tinggi-tinggi toples berisi makanan kucing yang membuat ketiga kucing itu mengeong keras-keras, duduk manis dengan mata membesar berkaca-kaca, atau mengelus-elus kakinya—mendadak begitu afektif.

"Kalian ini … kalau lapar saja, baru bersikap baik padaku." Kouki berpura-pura mencibir.

Hanya saat makan saja mereka akan bersikap seperti kucing terimut sedunia dan mengakui Kouki pun adalah majikan mereka.

.

#~**~#

.

"Lion, jangan injak berkasku—Ya Tuhan aku tidak butuh stempel paw-paw kucing! Astaga, Leo, jangan tiduran di atas makalahku!"

Menemukan suaminya sedang mengerjakan tugas kuliah di ruang tamu dan menjerit karena dianiaya oleh kucing-kucing kesayangannya itu adalah hal yang lazim terjadi setiap ia pulang ke rumah lewat dari jam makan malam—dan tidak sempat bergabung makan malam bersama keluarganya di Mainhouse.

Akashi-Furihata Seijuurou biasanya akan mengabaikan saja. Namun setelah peristiwa itu yang di penghujung musim dingin tahun lalu menandang denyar pada debar jantung oleh geletar absurd, kali ini ia tidak mengucapkan salam apapun—bersandar di pintu masuk mengawasi suaminya kali ini sibuk menarik-narik makalahnya yang ditiban Leo.

"Miaw."

Sapaan manis membuat Seijuurou menurunkan pandangannya, menemukan Savannah cantik itu mengeluskan seluruh tubuh berbulunya pada kakinya. Refleks ia meraih kucing manis dalam pelukan seraya mengelus kepalanya—yang segera bermanja ria padanya dengan menabrakkan hidung merah mudanya ke garis rahangnya. Shishi mengeong lembut.

"Seijuurou-san, ka-kapan kau pulang?"

Pertanyaan yang disuarakan dengan canggung itu membuat Seijuurou beranjak dari posisinya untuk mendekati suaminya. "Baru saja."

Kouki tidak lagi melongo kaget ketika melihat Leo dan Lion seketika bangkit—berhenti menyiksanya, menyongsong majikan mereka, the one and only: suaminya. Ekor-ekor panjang itu mengibas-ibas cepat. Bahkan Lion yang suara meongnya absurd maksimal—dan Kouki tidak lagi mempertanyakan bagaimana bisa ada kucing tidak bisa mengeong seperti kucing pada umumnya—itu menggerung manis menyambut Seijuurou. Leo yang paling sombong itu bahkan bisa duduk elegan seraya mengeong dengan suara lembut dan tatapan syahdu tanpa selarik pun arogansi—tidak seperti ketika menatap Kouki.

Seijuurou menghempaskan tubuhnya di sofa. Membiarkan trio kucing itu bermanja kepadanya dengan cara mereka sendiri.

"Su-sudah ma-makan malam?" tanya Kouki ragu. Tanpa menunggu jawaban, lekas melesat ke dapur untuk mengambilkan minuman yang sudah disiapkannya sejak sore untuk Seijuurou.

"Sudah. Tadi aku sudah mengabari Okaa-san—aku makan malam dengan kolega bisnis. Apa Okaa-san tidak mengabarimu?"

Sekembalinya Kouki dengan segelas air putih hangat—Seijuurou menepis rasa penasarannya mengapa Kouki bisa mengetahui apa yang ia mau tanpa perlu mengatakannya, suaminya menerimanya dengan mengucapkan terima kasih. Meneguk air hangat sembari sudut-sudut mata laksana ruby miliknya menilik kegugupan Kouki yang kini meraih Leo untuk dipeluk dan dibelai-belai tubuhnya. Ditaruhnya gelas di atas meja.

"Ti-tidak. Beatrice Kaa-san tidak bilang apa-apa." Kouki menundukkan kepalanya, mendekap Leo lebih erat.

Seijuurou mengamati dari Leo yang seharusnya menempel padanya kini memasrahkan dirinya dipeluk oleh Kouki. Barulah ia menotis kekecewaan berkabut di airmuka suaminya yang tertunduk—namun Seijuurou sadari dari interaksi kucingnya dan Kouki.

"Ma-mau mandi? Water heater-nya sudah ku-kunyalakan." Kouki menaruh Leo di karpet yang sedari tadi didudukinya, ia buru-buru bangkit lagi entah kemana. Dia kembali dengan mantel handuk putih tebal yang terlipat rapi—menyerahkannya pada Seijuurou. "Ini sudah kucuci, kujemur, kusetrika," imbuhnya cepat-cepat saat melihat gelagat Seijuurou hendak melontarkan tanya.

Menemukan ketidaknyamanan Kouki bersamanya—atau mungkin canggung yang tersisa dan Seijuurou mengafirmasi bahwa Kouki masih mengingat momentum tersebut, diraihnya mantel handuk miliknya. Tanpa kata, berlalu ke kamar mandi. Separuh jalan, ia menoleh ke belakang. Menemukan Kouki menghempaskan diri ke lantai, menelungkupkan kepala di sofa dan menggerung entah apa pada trio kucing yang berada di sekitarnya lalu meraih tas kerjanya.

Seijuurou tersenyum samar, melanjutkan langkah menuju destinasinya dengan ingatan Kouki memeluk tas kerjanya sembari mengelus Shishi di pangkuan.

.

#~**~#

.

Seijuurou mandi tidak lebih dari setengah jam. Sudah mengenakan pakaian berbahan nyaman untuk tidur. Jika ia yang biasa pasti sudah masuk kamar tidur untuk mengistirahatkan raga yang lelah, namun di luar kebiasaannya kali ini ia kembali ke ruang tamu.

Firasatnya benar. Dan memang selalu benar.

Ditemukannya suaminya meringkuk di sofa memeluk Shishi. Di punggungnya Leo yang tidur ala kucing penguasa itu—memanjangkan badannya yang fleksibel, dan Lion tidur membuntal nyaman di kepala berhelai-helai coklat itu. Bukan pemandangan yang setiap hari dilihatnya. Sejenak Seijuurou tertegun memandangi suaminya yang tidur dengan posisi tidak nyaman seperti itu.

Kouki sebenarnya belum makan malam—tanpa perlu mengecek pada ibunya di Mainhouse, Seijuurou tahu itu. Dari ekspresi kecewanya saat Seijuurou menjawab ia sudah makan malam dengan relasi bisnis Akashi. Kouki mengkhawatirkannya kenapa hingga larut malam ia belum pulang sembari menuntaskan tugas atau proyek apapun yang berkenaan dengan kuliahnya, ditemani kucing-kucing mereka.

Pemuda bersurai merah magenta itu memutuskan untuk mengambil selimut hangat dari kamar tidur suaminya—selama ini mereka tidur berbeda kamar—yang berseberangan dari kamar pribadinya. Seijuurou berlutut di sisi sofa. Memindahkan Leo yang hanya mengangkat secarik kelopaknya—mengintip oh ini majikannya tersayang, lalu mendengkur keras ketika ditidurkan ke karpet dekat meja. Menarik kedua tungkai suaminya untuk diluruskan—karena jika dibiarkan ditekuk semalaman pasti besok pagi Kouki akan pegal-linu dengan posisi tidur yang seperti itu. Lantas Seijuurou menyampirkan selimut tersebut, memastikan seluruh tubuh kurus itu tertutupi selimut sampai sebatas bahu dan kepala seekor kucing betina manis menyembul di pelukannya.

Kouki mengerang pelan—mengubah posisinya—seakan mengerti tak ada lagi ganjalan di punggungnya. Terlentang. Seijuurou mengangkat lengan yang terjulur ke lantai, menaruhnya di atas perut pemuda itu sendiri lantas menyelimutinya sekali lagi. Airmukanya keruh. Tangannya kemudian terangkat, gestur hendak menyentil dahi suaminya yang tidak sadar menepis tangannya. Namun seluruh fokus atensinya terpusat pada wajah tanpa keistimewaan ini. Intuisinya memosi dirinya untuk menyingkirkan serakan helai-helai surai sewarna kayu itu, mengekspos lebih jelas fitur wajahnya yang tanpa keistimewaan sekali.

Atau begitulah seharusnya Seijuurou meyakini impresi ordinari sosok di hadapannya. Bukan menemukan kenyataan bahwa ia memutuskan mengelus rambut coklat Kouki lebih menyenangkan daripada bulu-bulu trio leopard kecil kebanggaannya. Atau inhalasi-ekshalasi ritmis Kouki itu membuatnya lebih rileks—dengan begini tak seorangpun merasa canggung. Atau gumaman absurd Kouki itu mengimpuls sudut-sudut bibirnya untuk terangkat melawan poros gravitasi.

Seijuurou duduk di sisi Kouki yang lelap dibuai mimpi. Berbisik.

"Kenapa kau tidak jujur padaku, Kouki?"

"Meong?"

Seijuurou menoleh pada kucing yang mendongak dengan pandangan terkantuk-kantuk padanya, mendengus geli lantas membelai sekilas kucing bengal jantan itu. "Aku tidak bicara padamu, Leo."

Setelah memastikan Leo kembali tidur, ia beranjak untuk merapikan barang-barang suaminya yang tergelar di meja di hadapan sofa. Meraih remote pengatur temperatur ruangan—meski sudah memasuki musim semi tapi suhu udara cenderung masih labil, menyetel suhu ruangan agar menjadi lebih hangat. Masuk ke kamar tidurnya untuk mengambil selimutnya sendiri. Seijuurou memutuskan untuk ikut tidur di ruang tamu bersama kucing-kucingnya dan Kouki. Ia tidur di sofa yang bersebrangan dengan sofa yang Kouki dan para kucing tempati, sofa yang ditempatinya adalah sofa malas dan nyaman untuk ditiduri.

Usai menata sofanya menjadi tempat tidur nyaman malam ini, Seijuurou meraih remote lain lagi yang diarahkan pada sistem penerangan ruangan—sistematis lampu-lampu terang benderang padam. Tinggal pintu geser berkaca bening yang menghadap ke area kolam renang dan pemandangan pantai lepas di kejauhan. Memandanginya sejenak hanya untuk mendengarkan gelombang memecah di bibir pantai, lantas memblokir panorama tersebut dengan remote, gorden megah tergeser otomatis memblokir visi dalam rumah keluar.

Di sela suara debur ombak dan deru halus mesin penghangat ruangan, terdengar tapak langkah. Tak lama, Seijuurou merasakan kepalanya lebih hangat. Refleks tangannya terangkat membelai buntalan berbulu yang sesuka hati merapat padanya. "Leo?"

"Meong."

Seijuurou menggeser tubuhnya ke samping, membungkus tubuhnya dengan selimut. Pandangannya lurus ke seberang—pada sofa tempat dua ekor kucing dan suaminya tidur bersama. Seperti ibu dengan anaknya.

Ah, mungkin Seijuurou terlalu lelah.

Lantas sepasang mata magenta itu terblokir oleh tirai kelopak mata yang turun setapak demi setapak hingga terpejam seutuhnya.

.

To be continue

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Q: Light, iki opo?

A: Ndak ngerti juga.

bercanda. *nyengir*#dibabet

Ceritanya, saya punya satu lagi MC jangka panjang (?) AkaFuri. Waktu saya lagi nyari ide pengen bikin fic buat event Fanfiksi Kucing, ngubek-ngubek draft di NB, eh saya dapet inspirasi untuk bikin side-story -nya dari fic tersebut. Berhubung memang di fic itu saya men-setting Akashi punya tiga kucing termahal di bumi (?). Semua info tentang kucing Akashi itu benar, kok. Trims Wikipedia.

Jadi kalau nemu hints sana-sini yang absurd, ya memang sengaja gitu. XD Nanti di chapter terakhir fic ini, saya akan berikan full teaser (?) dari summary, trailer dan tentunya lengkap dengan judul ficnya. ;D ficnya akan publish (stoknya baru 4 chapter) setelah fic AkaFuri saya yang lain tamat.

Plus, untuk yang mau nanyain fic AkaFuri saya yang lain, tenang aja. Akan update bersamaan dengan chapter terakhir fic ini (soalnya fic ini hanya dua chapter kekeke). XD

.

And see you latte~

.

Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca. Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. ^_^

.

Sweet smile,

Light of Leviathan