Disclaimer: I don't own Gundam Seed/Destiny but this story is mine!


A/N: Penting! kalau para readers menyimak betul sifat Cagalli pada chappie sebelumnya, pasti para reader bisa menebak apa tindakan Cagalli di chappie ini. Hehe ...

Setelah ini sy akan "cuti menulis" sementara, jadi … mungkin updet (semua fic) bakal lemoth lagi. Sy benar-benr minta maaf *bow*. Ada yang sudah ngintip profil saya? *wink*

Special Thanks to : Lenora Jime, Mrs. Zala, Dinah, Ikma Zun, Alya Zala, UL, love you all~

Warning: AU, Crack Pairing, Typo(s). Un-beta-ed. EYD ancur. Alur Cepat. Alur loncat. DLDR!

Enjoy~

-oOoxnelxoOo-

.

Just a Lil' Sis?

.

Act 5

.

-oOoxnelxoOo-

"Terima kasih atas tumpangannya Mir." Kudengar Shiho bicara pada Mir, di bangku kemudi. Flay sudah tertidur disampingnya.

"Bukan masalah. Maaf tak bisa mengantar ke asrama. Kurasa aku akan menginap di tempat Flay," ujar Miri. Aku hanya tersenyum tipis padanya.

"Tak masalah. Hati-hati. Sampai jumpa besok." Shiho membalas. Mengucapkan selamat tinggal dan kami melangkah masuk apartemen Kira.

Kubuka pintu itu dengan kasar, Shiho mengikuti. Kulihat Dearka di balik meja minibar, memegang botol bir, hanya dengan celana boxer-nya terkejut mendengarku datang. Ia tersenyum pada kami dengan polosnya, mengangkat satu alisnya tinggi, "Bad day girls?"

Aku hanya menyipitkan mataku pada pria kulit gelap itu. Giliran Kira mengangkat kepalanya di balik sofa. Sebelum ia bicara aku sudah memberinya aku-tak-mau-bicara glare. Ia memutar matanya dan kembali menonton televisinya. Besok, ia akan menceramahiku habis-habisan!

"C tunggu! Kita harus bicara." Aku tahu Shiho cemas, aku tahu ia juga terluka. Tapi, aku tak mau bicara dengan siapapun. Setidaknya, tidak saat ini.

"Shi besok saja, aku lelah!" kilahku tanpa menatapnya. Meneruskan langkahku. Tepat ketika akan menaiki anak tangga, Athrun muncul dari kamar mandi dengan rambutnya masih basah, menetes pada handuk yang ia kalungkan di pundaknya.

"Princess, kenapa kau tak menghubungiku? Aku bisa menjemp -kau baik-baik saja?" Ia tak memakai kaos hanya celana panjang training hitamnya. Memamerkan perutnya yang datar dan terpahat dengan begitu indahnya itu. Haume, lihat abs-nya itu. Ia terlihat sangat menggiurkan.

Damn Cagalli! Bukan saatnya memikirkan itu.

Kututup mataku erat dan kubuka kembali dengan cepat. Aku tak menjawab pertanyaannya. Saat akan melangkah, dengan cepat Athrun menarik pergelanganku. "Ada apa Princess? Apa terjadi sesuatu? Kumohon katakan padaku?"

Tanpa melihatnya aku tahu ia cemas. Aku benci orang ini, ia khawatir padaku tapi tidur dengan wanita lain dan menertawakan keperawananku dibelakangku! Sial! Sial!

"Biarkan dia Ath. C hanya butuh istirahat," sahut Shiho. Setengahnya benar, setengahnya untuk melindungiku agar aku tak menangis di depan lelaki bermuka dua ini.

"Ada apa sebenarnya Shi?"

"Hanya kesalapahaman," balas Shiho enteng. Iris mataku sukses membesar mendengar itu.

Aku berbalik menatap Shiho kesal. Akumemberinya tatapan tak percaya dan tampaknya ia tak terpengaruh. Aku menggertakkan gigiku, dasar wanita ini. Kesalapahaman? Seriously?!

"Biarkan dia, besok saja setelah kuguyur ia dengan air dingin, pasti akan bicara," potong Kira seraya berdiri dengan santai dari persinggahannya. Kali ini kupindahkan evil glare-ku padanya.

Tak lucu Kira Hibiki!

Tangan Athrun melemas, kugunakan kesempatan ini untuk melepaskan diri, menuju kamarku dan membanting pintuku keras. Kudengar samar, Athrun memanggilku. Shiho berpamitan dan kudengar Kira juga berpamitan mengantarnya.

Setidaknya Shiho dan Kira berbaikan kembali.

Kututup pintu kamarku keras sampai aku tak peduli apartemen ini runtuh karenanya. Sampai di dalam kamar, kulepaskan semua kain yang menempel di tubuhku, kulepaskan sandal menyakitkan itu dengan cara seperti saat aku menendang bola sepak, aku tak peduli yang satu di sebelah kiri dan sebaliknya, tujuanku selanjutnya tepat menuju ke kamar mandi.

Aku mengguyur tubuhku dengan air dingin, aku ingin melupakan apa yang wanita jalang itu katakan di club.

Kudengar seseorang mengetuk pintu kamar mandiku. Sial aku lupa mengunci pintu kamarku!

"Princess? Apa kau sudah tidur?" Kudengar suara kesatriaku. Ia begitu cemas. Tapi aku sedang tak ingin bicara. "Princess, kumohon buka pintunya. Kau membunuhku di sini. Aku hanya ingin memastikan keadaanmu." Cih, dia keras kepala sekali. Kuputuskan tak menghiraukannya. Aku hampir menyelesaikan mandiku, ia mulai beranjak pergi dan aku mendengar suara "klik" pintu kamarku.

Akhirnya … kuberanikan diriku keluar kamar mandi dan segera berganti dengan pakaian tidurku. Aku hanya ingin istirahat dan kalau bisa melupakan semua yang terjadi di club.

"Princess? Baiklah kalau tak ingin bicara. Kita bicara besok. Selamat malam." Athrun bersuara lagi. Oh Haumea, ia masih menungguku? Selama ini masih menunggu di balik pintu itu tanpa memaksa mencoba masuk?

Istirahat. Ya itu yang perlu kulakukan saat ini. Aku butuh tempat tidur, bantal dan selimut kesayanganku. Walau bayangan kejadian itu masih terngiang, aku mencoba untuk melupakannya dengan cara tidur. Ya itu akan membuatku lupa walau sesaat.

Sial!

Bagaimana cara melupakannya?

Bagaimana caraku tidur?

Menghitung domba?

Nah!

Hmm...

"Saat kau mulai membenci orang lain, cobalah mengingat, mengakui dan menerima hal-hal baik yang ada padanya walau ... hanya sekali."

Paman Patrick. Mengingat itu aku tersenyum. Begitu hangat. Bagaimana bisa ia sungguh berbeda dengan Athrun. Aku tersenyum lagi.

Sesuatu yang baik, huh? Menyenangkan? Athrun?

Mataku mulai berat. Kutarik selimut sampai ke bawah daguku. Kutatap langit-langit apartemen dan berpikir, apakah aku harus bicara padanya saat ini? Bila aku bicara sekarang, aku takut tak dapat mengontrol segalanya. Menyakitinya adalah hal terakhir yang ingin kulakukan.

Aku menghela nafas panjang.

Apa yang dikatakan wanita itu benar. Miri pernah mengingatkanku agar tak mempercayai kata-katanya. Aku ingin melupakannya. Aku ingin percaya yang dikatakannya adalah kebohongan. Tak mungkin Athrun mengatakan itu semua, tapi...

Aku mengenal Athrun for God know how long! Aku mengenalnya. Biarlah aku mempercayainya. Aku percaya padanya.

Aku menutup mataku erat. Berharap bila fajar tiba, semuanya akan menghilang. Sementara itu, biarlah kegelapan menyelimutiku disertai dengan beberapa tetesan airmataku.

.

.

.

.

.

Baru saja aku membuka mataku. Kudengar suara ringtone familiar memekik telingaku.

Sialan kau Shi! Aku bangkit, mengutuk diriku sendiri yang lupa menyalakan AC dan membiarkan tirai terbuka. Sinar matahari dengan tanpa ijin dan begitu tak berdosanya menyengat kulitku.

Kulirik jam digital di nightstand. Jam 11.00! OMG! Aku tidur seperti babi. Pantas begitu panas.

Kenapa masih terus berdering? Dengan malas kuraih Blackberryku.

"Rise and Shine C!" Ia begitu ceria di seberang sana.

"Berisik," geramku. Aku mencoba bangkit. Ouch, kepalaku. Minum sedikit saja sudah begini apalagi sampai mabuk.

"Cepat bangun pemalas! Athrun menghubungiku terus. Ia mengatakan kau belum bangun. Ia takut membangunkanmu. Ia tak sabar ingin tahu apa yang terjadi semalam! Jadi, cepat bangun! Ceritakan padanya! Dan biarkan aku tidur tenang di asramaku!"

Huh? Athrun? Semalam? Ehm ... sebentar, coba kuingat. Aku mengerjap berkali-kali. Aku pergi ke club mahal. Miri. Minum. Menari. Pria brengsek. Lalu, pulang. Tunggu, ada yang terlewat. Meer Campbell! Mengingat itu mataku terbuka lebar. Ngantukku menghilang, walau rasa sakit kepalaku masih terasa.

Kuputar mataku malas, "Aku tak berhutang apapun pada Athrun! Dan ya, aku akan bicara dengannya ... nanti!"

"Sekarang nona, bangkit sekarang juga!"

"Geez ... iya nenek, aku sudah bangun!"

"Baby~ apa yang kau lakukan di sana? Kemari ... tidurlah lagi. Aku ingin memelukmu~" Samar kudengar suara ngantuk seperti milik kakakku, Kira.

Baby?

"Tunggu sebentar, aku masih bicara pada C," balas Shiho setengah berteriak pada pria itu.

"Kira?" tanyaku tak percaya.

"Yup," jawab Shiho cepat. "Kau mengerti 'kan sekarang bantu aku nona. Akan kuhubungi kau nanti ... kalau aku ingat dan tak ... sibuk. " Aku tahu ia tersenyum. Sangat ... sangat lebar.

Aku memutar mataku ... lagi. "Ya ya ya," balasku malas.

"Hati-hati C. Love ya~"

"Hati-hati? Kau yang hati-hati pada kakakku, syukurlah kau bersamanya. Semoga berhasil, hate you too~"

Ia terkikik kecil sebelum menutup teleponnya.

Aku menatap ponselku. "Tidur tenang huh?" gumamku menyindir Shi. Tapi, thanks God, ia tertawa. Kurenggangkan badanku, menghirup nafas dalam-dalam.

I guess it's my turn now, aku harus mengurus Zala dulu.

.

.

.

.

.

Sekitar tiga puluh menit–setelah mandi, of course–aku turun dan mencium bau masakan. Begitu harum, aku jadi lapar. Oh ya, perutku belum diisi sejak semalam.

Aku tak terkejut, menemukan Athrun membelakangiku di dapur. Sedangkan di meja breakfast nook Kira telah tersaji beberapa macam makanan. Aku duduk saja di meja mini bar tepat di belakang Athrun. Ia masih tak menyadari keberadaanku.

Aku suka memperhatikannya seperti ini sejak kecil. Sejak Paman Patrick meninggal, ia lebih mandiri. Ia tak ingin menjadi beban Bibi Lenore. Ia kerja paruh waktu. Ia bisa mengurus dirinya sendiri bila Bibi bekerja. Ia dan Kira bisa sekolah di sekolah elit karena beasiswa.

Kugigit bibir bawahku. Pasti berat baginya. Tapi, ia tak pernah mengeluh.

Lucu juga, melihat ia shirtless, memakai apron dengan celana training panjang itu. Rambutnya di kucir. Punggungnya begitu tegap dan lebar. Kulitnya terlihat halus dan bersih. Bagaimana bisa ia selalu terlihat menggiurkan di setiap saat? Pantas semua wanita langsung membuang celana dalam mereka, hanya dengan ia mengucapkan "hi"!

Hhh ... aku jadi teringat kejadian semalam. Rasanya ingin kujambak rambut pink-nya itu!

Ia berbalik dan terkejut. Melepas apron. Mengambil kaos berwarna putih didekatnya, lalu memakainya. "Princess kau bangun."

Aku tersenyum kecil saat ia menghampiriku. "Um ... pagi?"

Ia tertawa kecil, dengan secangkir kopi hitam ditangannya. Meletakkan di depanku. "Kalau kau mengganggap matahari tepat di atas kepala masih pagi? Well ... tak masalah bagiku. Apapun untukmu Princess."

Haumea, aku makin mencintainya! Kutunjukkan deretan gigi-gigiku padanya.

"Kopi? Kau tahu aku tak suka kopi hitam." Aku merengut.

Senyumnya malah makin lebar. Eh!? Ada yang aneh, ah! Ia memiliki kantung mata. Apakah semalam ia tak -

"Princess. Kopi hitam itu untuk sakit kepalamu." Ia mengusap puncak kepalaku.

"Oh." Benar, kepalaku terasa pusing. Kuminum sedikit. Urgh, pahitnya! Bagaimana mungkin, ini bisa menjadi minuman favorit Athrun? Ia masih memperhatikanku. Bahuku melemas, aku melihatnya cemas. "Kau ... tak tidur semalam?"

Ia menangkup wajahku. Pandangannya melembut. "Tak apa. Apakah kau baik-baik saja? Ehm, sebaiknya kita makan dulu."

Selalu begitu, ia selalu berkilah. Selalu tak ingin membuat orang lain khawatir. Kuraih tangannya. Kuusap lembut sebelum kulepaskan perlahan menjauh dari wajahku. Ia terlihat tak senang. "Kalau aku mengatakan aku baik, aku ... bohong." Alisnya bertautan mendengarku. Senyumnya sedikit menurun.

Ia selalu mendengarkanku. Meski sering menggodaku, ialah yang selalu di dekatku. Athrun selalu ada untuk mendengarkanku. Athrun selalu ada untuk melindungiku. Athrun selalu ada di mana membutuhkannya. Ia selalu ada ... di sini.

Apakah ?

Apakah aku akan selalu ada bila ia ... membutuhkanku?

"Katakan Princess. Apa yang terjadi semalam? Kumohon."

Ia sungguh menggemaskan bila memohon. Bagaimana aku bisa menolak wajah seperti itu.

Sebelum aku bercerita, aku melihat sejenak berbagai macam hidangan di meja makan. Alisku terangkat. "Apa Dearka tak ikut makan dengan kita?"

Mata emerald-nya yang indah itu tak pernah meninggalkan wajahku. "Dearka sudah pergi pagi tadi."

Mulutku membentuk huruf "o" kecil. "Apa kau mengundang seseorang?" Ia menggeleng. "Hanya kita berdua?" Ia mengangguk, membuatku merona. "K-kenapa kau masak sebanyak itu? Kau mau membuatku melebar seperti sapi, hah?" Ia tersenyum simpul. Sial kau senyum maut! Wajahku makin memanas. Lagi-lagi, aku melupakan sesuatu, mataku membesar. "Apa kau sudah makan?"

"Aku menunggumu," jawabnya cepat.

"Apa kau gila? Kau tidak tidur! Tidak makan! B-bagaimana kau -kemari anak nakal, kau butuh makan lalu istirahat." Aku menariknya ke meja makan. Kami duduk berdampingan.

"Nah makan!" Aku mencoba menyuapinya.

Ia menggeleng. "Kau saja, aku tak lapar." Suaranya datar dan tenang.

Dasar keras kepala! Kuletakkan sendokku. Walau ksatriaku ini tersenyum matanya terpancar keresahan. Ia masih khawatir padaku, pada apa yang terjadi semalam.

"Kau takkan melepaskannya 'kan?" Aku bergumam kecil pada diriku sendiri.

"Hmm?"

Aku menunduk, menggeleng cepat. "Tidak." Kutatap wajahnya. "Berjanjilah untukku. Setelah aku menceritakan apa yang terjadi semalam. Kau akan menghabiskan semua ini dan tidur sampai besok pagi." Athrun menatapku dengan padangan amazed. Mungkin ia melihatku seperti aku sedang bergurau. "Aku serius!" Aku cemberut.

Ia tersenyum sangat lebar. "Oke -"

"Janji!" Perintahku.

Ia menghela nafas panjang. "Janji," ulangnya lirih.

Aku mulai menceritakan semua padanya. Mulai dari tentang Miri, hubungannya dengan Flay, Yzak dan Shiho. Lalu, kami menari, minum, bersenang-senang sampai penyihir pink itu datang dan mengacaukan segalanya.

Athrun mendengarkan semua yang kukatakan dengan sabar dan seksama. Ia merupakan pendengar yang baik, tidak seperti kakakku sendiri. Ia memperlihatkan beragam ekspresi saat aku menceritakan kejadian semalam, mulai dari bahagia sampai merenggut kesal.

Sebenarnya tidak semuanya, aku tak bercerita soal bagaimana Meer menggambarkan dirinya dan Athrun bercinta begitu hot dan -argh! Mengingatnya saja membuatku nausea. Terselip sedikit soal pria yang menyentuhkanku saat berdansa.

"Meer," ia berdesis. Menggertakkan giginya. "Akan kuurus wanita itu nanti. Princess percayalah, aku tak pernah mengatakan padanya."

Lalu siapa? Kira? Tak mungkin. Ia tak mungkin mempermalukan adiknya sendiri!

"Athrun sudah kukatakan padamu, aku mempercayaimu. Tapi awalnya, kuakui aku benar-benar marah."

"Maafkan aku Princess."

"Bukan salahmu, berhentilah meminta maaf." Aku tahu arti tatapannya padaku itu. "Dan jangan menghindariku lagi. Kau sudah berjanji. Kita akan melalui ini bersama -ehem, m-maksudku a-aku pasti akan mendengar ini juga cepat atau lambat, hanya sedikit terkejut, itu saja."

Apa yang kukatakan barusan. Aku ingin memukul kepala idiotku. Kita akan melalui bersama? Memang siapa dia? Suamimu? Ya ampun, aku hampir menyatakan perasaanku padanya!

Ia hanya tersenyum pahit. Mata indahnya begitu redup, masih menunjukkan penyesalan. Ia merasa sangat bersalah. Kepalanya tertunduk. "Seharusnya aku tak berjanji. Kau hanya akan terluka karenaku -"

"Kau tak suka aku didekatmu -"

Kepalanya terangkat cepat, menemukan mata amber-ku. "Tidak! Tidak seperti itu Princess. Sudah kukatakan aku bukan pria baik, kau hanya akan menjadi bahan cemooh orang bila bersamaku."

"Persetan dengan mereka! Aku punya kau! Ehm ... dan Kira dan Shiho, Flay, Joule, mungkin, Dearka dan Miri. Aku tak butuh orang lain yang tak tulus berteman denganku," sergahku.

"Maafkan aku -"

"Berhenti meminta maaf! Kalau tidak aku benar-benar marah padamu!" Aku marah pada Athrun? Pfft, yang benar saja. Aku hanya menggodanya agar ia berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Akulah yang patut disalahkan, seharusnya aku menyumpal mulut pedas orang-orang itu dengan bogemku agar mereka tahu bahwa Athrun bukan pria murahan dan aku bukan mainan seksnya!

"Ma -" sebelum ia menyelesaikan kata-katanya kupotong ia dengan pandangan mematikan dariku.

Perutku mulai bernyanyi. Tak kusangka aku sangat lapar. "Nah! Sudah mendongengnya! Sekarang kita makan -"

"Tunggu Princess, siapa pria itu?"

Ini dia! Kenapa dia ingat cerita yang itu sih!? Aku dan mulut besarku! Kuangkat bahuku. "Entahlah aku tak ingat! Ayo kita mak -"

"Kau yakin tak mengenalnya? Atau kau ingat wajahnya? Mungkin aku bisa -"

"Kau mau apa? Sudahlah. Aku sudah memakinya! Kalau aku tak bersama Flay dan lainnya, sudah rusak wajah dan kuremukkan kemaluannya!"

Ia tampak tak terpengaruh oleh gurauanku. "Princess -"

Kali ini aku serius. "Athrun, aku baik-baik saja. Kau lihat 'kan aku utuh tak terluka. Boleh aku tanya sesuatu padamu?"

Ia mengangguk pelan. "Hn."

Aku tak suka ini tapi aku harus mengakhiri ini sebelum ia memburu pria yang menyentuhku dan membunuhnya! "Apa kau tidur dengan Meer?"

Wajahnya terlihat jelas terkejut. Ia terdiam. Seperti menimbang apakah harus menjawab atau tidak. Matanya menghindari tatapanku. "Ya," akuinya lirih.

Aku ikut terluka mendengar pengakuannya. Apa boleh buat, akulah yang memulai. Sebenarnya aku ingin berteriak, "aku ingin membunuh semua wanita yang sudah menyentuhmu selain aku!" Of course, kecuali ibunya.

"Tapi kau berbeda Princess, kau sangat berharga. Kau tak boleh tersentuh oleh pria kotor macam -"

"Aku hanya manusia biasa Athrun. Sudah kukatakan kau dan aku akan saling melindungi! Titik. Akhir cerita! Sekarang aku lapar, boleh aku makan?" tegasku.

Ia menatapku. Seolah ia masih ingin membahasnya. Tapi aku menatapnya tajam, kupertegas di mataku bahwa aku-tak-ingin-membicarakan-lagi. Ia menghembuskan nafas panjang. Memejamkan matanya seakan ingin menenangkan pikirannya. Saat terbuka, aku menemukan mata tenangnya yang kusuka.

"Kau menang lagi Princess."

"Selalu!" sahutku, memasukkan satu suap makanan dalam mulutku. Hhmm ... ini enak sekali. "Ini luar biasa lezat Chef," godaku.

"Selalu," balasnya mengulang perkataanku. Membuat kami tertawa kecil bersama. Akhirnya Athrun kembali pada dirinya sendiri. Dirinya yang kusuka. "Tapi Princess kalau kau ke tempat seperti itu lagi kau harus mengajakku -tunggu, aku tak mau mendengar kata tidak! Kau suka atau tidak, aku akan mengikutimu ke sana!"

Aku memandang pria disampingku tak percaya. Ia kembali memutuskan seenaknya sendiri. Berdebat dengannya yang sudah 'mengetuk palu' tak ada gunanya. Lebih baik kuturuti saja ... sementara ini.

"Terserah kaulah Zala."

Akhirnya, kami memakan semuanya seperti tak ada hari esok. Haumea, ternyata kami berdua benar-benar kelaparan. Setelah itu, aku tak mengantuk, kuputuskan untuk menonton film secara maraton di sofa Kira yang empuk ditemani popcorn. Athrun juga ikut bersamaku, ia bersikeras mengatakan bahwa ia tak mengantuk. Akhirnya, setelah menonton beberapa film yang aku yakin ia tak melihatnya -romance, horror dan thriller bukan film yang suka ditontonnya, ia tertidur dengan kepala dipangkuanku. Ia terlihat begitu damai. Kubelai rambut birunya yang halus. Kadang kuusap lembut wajahnya, membuatnya menggeram dalam tidurnya. Sungguh lucu. Tak berapa lama -entah karena bosan atau memang- aku lelah menonton seorang diri. Aku pun mengantuk.

.

.

.

.

.

Aku tak tahu ini mimpi atau tidak. Samar, aku mendengar suara Kira.

"Hei." Ia sedikit berbisik. "Ia tidur?"

Lalu aku seperti mendengar Athrun menjawabnya. "Hn, bagaimana Shiho? Apa kalian bersama seharian ini?"

"Baik. Apa C sudah lama tidur?"

Athrun tertawa kecil dan sangat pelan. "Kau ketularan Shiho juga rupanya. Cukup lama. Dan Hibiki, jangan mengalihkan pembicaraan."

Ehm, sejak kapan bantalku sedikit keras tapi sangat lembut dan nyaman. "Aku tidak mengalihkan apapun." Sepertinya Kira bersuara lagi. "Apa kau tak capek, biar kugendong C ke atas."

"Tidak aku nyaman begini. Biar aku saja nanti yang menggendongnya. Kau mandi, makan lalu tidurlah. Sepertinya hari ini tenagamu terkuras karena sesuatu." Nada bicara Athrun seperti menyindir dan menggoda Kira.

Aku mencoba membuka mataku. Tapi rasanya berat sekali, seperti ada lem yang menempel. "Diam kau Zala!" Athrun tertawa kecil. "Dasar sisters complex!" Giliran Kira yang mengejeknya.

Tawa Athrun makin kencang, meski ia berusaha menahan agar tak terlalu menganggu. Makin terasa ini bukan mimpi.

"Kira, apa kau dan Shiho -"

"Athrun aku tak mau membahasnya lagi. Aku dan Shiho tak ada hubungan apapun!"

"Kira apa kau masih -"

"Ath sudalah ... lalu, bagaimana kau dan Cagalli?"

Eh!?

"Ap -"

"Jangan menyakitinya. Aku tak mau melihatnya menangis. Aku hampir menghajarmu karena setiap hari harus melihat wajah murungnya!"

Kak Kira ...

A-apa aku harus membuka mataku sekarang? Tapi kelihatannya seru mendengar isi hati laki-laki. Apalagi mereka membicarakan soal aku dan Shi.

Evil me ...

"Takkan." Ia membelai lembut wajahku. Suaranya yang berat dan lirih itu sangat sexy. Ingin sekali, aku bangun dan memeluknya erat. "Maaf Kira. Tapi kau juga jangan menyakiti dirimu dan Shiho -"

"Sudah kukatakan aku dan dia tak ad -"

"Kau mengingkari perasaanmu sendiri Kira."

Kira tak menjawab. Aku juga tak bisa melihat ekspresinya. Apakah Kira tak mempunyai perasaan apapun pada Shi? Pasti sangat menyakitkan pada Shi.

"Aku ... aku." Suara Kira terdengar ... aneh, sayang aku tak dapat melihat ekspresinya, "aku akan ke kamar. Thanks sudah menjaga C hari ini Ath."

"No prob." Kudengar suara langkah kaki menjauh. Athrun menghela nafas panjang. Aku merasa ia menatap wajah tidurku. Mudah-mudahan saja tak ketahuan, kalau aku sudah bangun. "Princess? Kau sudah bangun bukan? Buka matamu aku tahu kau mendengarku."

Sial!

Wajahku memanas, kubuka mataku perlahan, kulihat mata emerald kesukaanku sedang menatapku. "H-hi."

"Halo gadis nakal. Sampai mana kau mendengar kami?"

Ternyata tubuhku ada dipangkuannya. Aku tersenyum kecil. Mengendikkan bahu. "Entahlah, tentang Shi dan Kira?" akuiku polos.

"Hhh ..." ia hanya memijit pelipisnya.

"Kau lelah? Maaf aku tertidur lama dipangkuanmu." Aku sampai lupa kalau seharusnya ialah yang membutuhkan istirahat. Cagalli kau idiot!

Ia hanya tersenyum.

"Lalu? A-apakah Kira dan Shi? Apakah Kira menyukai Shi? Aku sangat menyayangi mereka berdua Athrun."

"Aku juga. Hhh ... tapi tak ada yang bisa kita lakukan Princess."

"Eh?" Aku bangkit, mengagetkannya. "Mengapa? Kita bisa membantu mereka. Aku tahu Kira menyukai -"

"Hanya mereka yang bisa membantu diri mereka Princess."

"Ta-tapi -"

"Sudahlah Princess kau lelah. Ayo kita -"

"Apa Kira mempunyai pacar?" tanyaku antusias, walau aku takut akan jawaban Athrun.

Ia terlihat berpikir atu setidaknya berpura-pura berpikir, Oh Haumea, ia manis sekali. "Hm ... setahuku tidak."

"Kenapa tak langsung menjawab?"

"Agar terlihat serius."

Aku terkikik kecil, ia tersenyum lebar.

Tiba-tiba sebuah pemikiran gila terlintas dibenakku dan aku sangat takut. Sangat-sangat takut. Ini seperti mencoba permainan roller coaster tertinggi di dunia. Takut tapi ingin mencobanya. Tanpa sadar salah satu telunjukku membuat suatu putaran didadanya. Kugigit bibir bawahku, bukti kalau aku begitu tegang. Mata hijau kesayanganku melihat apa yang kulakukan jari telunjukku padanya, ia meraih, menarik dan mencium punggung tanganku lembut.

Kau tau rasanya seperti apa rasanya?

Aku berhenti bernafas. Aku yakin wajahku memerah, hell, mungkin telingaku saat ini berwarna pink. Seolah membaca keheningan di sekitar kami ia mulai bicara dengan menempelkan tanganku di salah satu pipinya.

Aku harus menahan diri agar tak menarik kedua pipinya dan mempertemukan bibirnya dengan bibirku. Melumatnya dengan ganas, sampai ia lupa pernah tidur dengan Meer the bitch dan wanita lainnya. Bercinta dengannya, menandai bahwa pria ini hanya milikku. Dan aku hanya milik Athrun.

Lagi-lagi ia memandangku dengan arti yang tak kuketahui. Saat kuusap pipi lembutnya dengan ibu jariku, ia tersenyum tanpa matanya berkata lain.

Seperti suatu ... penyesalan? Sedih? Entahlah. Semua seperti tercampur di sana.

Ia mulai mendekatkan wajahnya, mataku melebar.

Apakah?

Apakah ini saatnya?

Semoga ia tak mendengar dan merasakan debaran jantungku ini. Oh Haumea, itu pasti saat memalukan.

Haruskah kututup mataku?

Atau haruskah aku membiarkannya terbuka?

Tapi aku begitu malu melihat wajahnya. Tapi aku juga ingin melihatnya saat kami berciuman nanti.

Berciuman?

Benarkah ini akan terjadi?

Haruskah aku berteriak kegirangan?

Tapi tunggu, mulutku pasti masih bau.

Sial!

Atau, aku harus berlari ke kamar mandi dan kembali memintanya menciumku?! Hell no, Athrun pasti akan mencari kesempatan 'melarikan diri' lagi.

Tapi -tapi -sial kau Cagalli, berhenti berpikir dan terimalah mimpi indahmu ini.

Athrun Zala akan mencium -

Ia berkedip, menjauhkan wajahnya dan memasang wajah datar seolah tak terjadi apapun. Hal itu sukses membuat semua mantra ini hilang.

Kami kembali menjadi kakak dan adik.

Hhh...

"Kau tegang?"

Huh?!

"Kau menggigit bibir bawahmu bila kau tegang?"

Oh.

God this is so humilating! Sangat memalukan!

"Ada apa Princess? Ada yang mau kau tanyakan padaku?"

Ya mengapa kau berhenti?

"Hmm?" ia masih memandangku. Dan aku masih tak menangkap maksudnya. Otakku berputar sebelum peristiwa kukira-ia-akan-menciumku-ternyata-tidak.

Sekarang akulah yang berkedip berkali-kali, oh ya, pertanyaan itu! Baiklah ini dia. Jangan buang waktu Cagalli, "Um, apa kau mempunyai kekasih?"

Ia menyeringai dan itu sangat lezat. Tunggu apa aku mengatakan lezat? Kurasa iya, well who's care? Athrun zala memang "lezat".

"Apa kau menginterogasiku, Princess?"

Aku mengendikkan bahu. Aku mencoba agar terlihat tenang, andai saja telinganya memiliki pendengaran supersonic ia pasti telah mendengar debaran jantungku yang abnormal ini. "Kelihatannya?"

"Tidak, tak pernah."

Wow itu … jawaban yang sangat cepat. Dan … apa kau tahu saat ini hatiku sedang melakukan salto kegembiraan sebanyak tiga kali.

Oke, ajukan pertanyaan lagi dan kali ini aku tak dapat menyembunyikan wajah tegangku, setidaknya ia tak memperhatikan tanganku yang bergetar, "Um, ada orang yang kau sukai?"

Athrun malah tertawa di saat aku begitu tegang dan serius. Melihat wajahku yang aku-bukan-badut-untuk-kau-tertawakan, perlahan tawanya memudar, tapi senyum "pengkhianatannya" itu masih susah untuk disembunyikan.

"Orang yang kusukai banyak Cagalli, kau serius ingin aku menyebutkan satu persatu? Kurasa bisa seharian penuh kita di sini?"

If with you, well, I don't mind but ... not a really good idea.

"Um, maksudku wanita yang kau ... cintai?" Aku hampir berbisik saat menyebut kata cinta.

Sekarang ia malah mengangkat kedua alisnya tinggi. "Ibuku -"

Aku mendengus. "Selain ibumu, ibuku dan ibu-ibu lain di dunia ini. Seriuslah Athrun, kau mengerti apa yang kumaksudkan?"

Kali ini, ia mengusap bagian belakang lehernya, itu tanda bahwa sekarang dialah yang merasa tegang. Oh Haumea, ternyata memang ada yang ia cintai! Cagalli kau menggali kuburanmu sendiri! Kuangkat satu telapakku dan kuturunkan dengan cepat karena aku memang tak sanggup untuk mendengar jawabannya.

"Oke tak usah menjawab bila kau -"

"Apa kau benar-benar ingin tahu?"

Huh?!

"T-tidak, ya, entahlah." Kujawab begitu cepat dalam satu nafas, semoga ia tidak menyadari perasaanku karena jawabku begitu konyol.

Ia malah tersenyum dan malah mencium keningku, satu, dua … empat detik. Wow, send me to heaven now. Dan sebelum aku bereaksi, begitu cepatnya ia mengangkat tubuhku, "now, now, waktunya tidur Princess."

"Hei kau belum menjawab pertanyaanku!" protesku dengan sedikit, sangat sedikit meronta ketika ia menggendongku menuju kamarku di lantai atas. Siapa yang tak mau digendong oleh seorang Athrun Zala?

Sialan, ia malah mengeluarkan seringai seksinya itu … lagi, "Sudah kujawab bukan?"

Eh?

"Hei, sudah kukatakan ibumu tidak termasuk -"

"Princess kau butuh tidur -"

"Aku sudah tidur -"

"Hm, kau masih dalam masa pertumbuhan, harus cukup istirahat dan makan."

Bola mataku membesar.

What.

The.

Hell.

Sekarang aku meronta-ronta dengan kasar, "sial kau Zala, jangan perlakukan aku seperti anak kecil!Lepaskan!"

"Kalau kulepaskan kau pasti terjatuh dan rasanya pasti sangat sakit."

Mataku makin melebar, ekor mataku melirik ke bawah, menghitung berapa anak tangga yang telah kami lewati. Uh, oke, nampaknya itu akan benar-benar sakit. Kupelototi dan aku berdesis padanya, "jangan sampai kau berani melepaskan aku!"

Sekali lagi ia tertawa, "buatlah keputusan Princess, kau ingin kulepaskan atau tidak?"

Sial kau Zala!

Kuputar bola mataku. "Nope, I'm comfy," balasku malas.

"Kau tenang saja, aku juga tak mau melepaskanmu."

Sepanjang ia memapahku, matanya tak pernah melepas wajahku. Syukurlah ia tak terpeleset dan mambuat kami harus dilarikan ke UGD karena mencoba permainan "pengantin-pengantinan' seperti anak SD. Kuakui, saat ia tersenyum dan mengatakan "aku juga tak mau melepasmu", aku meleleh, bukan, kurasa ... bahkan lebih dari itu. Kukalungkan kedua lenganku dilehernya. Kurasakan ia sedikit terkejut, iris matanya sedikit membesar, tapi ia masih tetap tersenyum seperti biasa. Aku bisa saja menariknya paksa, mendekatkan wajahnya padaku dan mencium bibirnya, tapi … itu akan menghancurkan segalanya.

Cukup seperti ini saja … for now.


TBC


A/N2: Sebenarnya saya mengerjakan ini akhir tahun 2013, sy tinggal menambahkan ini dan itu, edit sana sini. Fic yang benar" sy kerjakan taun ini hanya Yang Tak Terlupakan, lanjutan TBY dan LA yang (jujur) macet di tengah jalan alias WB di tambah RL yang hectic *sigh*. Khusus, untuk kedua fic itu maaf bakal lama updetnya *bow* orz.

Thanks,

Fighting!

Nel. ^o^)9

Edited: 26/11/2014