Dream Catcher / Chap. 2

A/N : ALOHA! ^o^

.

.

.

!*::::*! Happy Reading !*::::*!

"Jongin…"

"Ne?"

"Kau mau menjadi asisten manager untuk Luhan?"

!*::::*! Chapter 2 !*::::*!

Jongin tercengang dengan tawaran Sehun. Bagaimanapun Luhan juga idola-nya. Jongin sangat bersyukur dirinya bisa dekat dengan sang idola. Zaman sekarang siapa fans yang menolak tawaran seperti itu? Jawabannya Jongin.

Seberapa banyak 'Luhan' yang memenuhi pikirannya sekalipun, Jongin sadar dirinya hanya seorang pelajar. Pelajar dengan prioritas utamanya, BELAJAR. Jika Jongin terima, siapa yang menjamin sekolah Jongin tidak berantakkan. Luhan idola terkenal, pastinya memiliki banyak jadwal.

Fokus Jongin akan terbagi dua, sekolahnya akan berantakkan, lalu berakhir dengan rasa kecewa keluarganya yang sangat mengharapkan Jongin menjadi wakil sang hyung nanti saat menjadi CEO perusahaan keluarga mereka. Setelahnya Jongsuk akan menjadi Workaholic dan berujung Woobin yang marah pada Jongin karena Jongsuk sakit atau kurang perhatian untuk Woobin.

Seolah dapat membaca takdir dari opsi 'iya', Jongin bergidik ngeri. Lebih baik dia memilih opsi yang lain. "Tapi hyung, aku harus sekolah. Jadwal Luhan hyung pasti padat."

"Ani." Sehun menggeleng. "Kau bisa melakukannya sepulang sekolah."

"Tapi hyung…." Jongin kehilangan alasan untuk menolak Sehun secara halus.

"Tapi apa heum?" goda Sehun saat Jongin tak punya alasan yang tepat lagi. "Okey. Berhubung tak ada hal yang membuatmu menolak, aku nyatakan kau setuju. Kau boleh datang lagi besok, Jonginnie~ Kkk~"

Sehun melenggang pergi meninggalkan Jongin. Ugh… apa yang telah Jongin lakukan? Menerima tawaran kerja? Atau menyetujui nasib buruk yang akan diterimanya? Akh, Jongin pusing. Dengan pikiran bingung, Jongin melangkah pergi meninggalkan tempat tinggal Sehun dan Luhan.

.

.

.

Hari pertama, Jongin merasa dirinya seperti bodyguard. Daritadi terus mengekor Sehun yang mengawasi kegiatan Luhan. Dari mempersiapkan album, mengikuti veriety show dengan bintang tamunya Luhan, dan berlatih vocal. Semua kegiatan Luhan hanya diamati Jongin dari balik punggung Sehun. Berulang kali Sehun mengatakan bahwa Jongin bukan bodyguardnya, tapi ya namanya bocah -#dicekik Jongin-, Jongin sangat betah di belakang Sehun.

Sehun bergeser ke kiri, membuat Jongin menatapnya heran. Sehun yang gemas pun mencubit pipi Jongin yang gempil. "Sudah kubilang, kau bukan bodyguard-ku kan, kenapa tak menurut heum?"

"Au-auch hyung… Sakit, ish!" kesal Jongin. Sehun tertawa kecil melihat Jongin menekuk mukanya setelah cubitan itu terlepas. "Aku hanya bingung, aku harus bagaimana. Aku kan belum pernah bekerja."

"Kau hanya perlu melakukan hal-hal yang aku perintahkan. Selebihnya kau hanya berdiri mendampingiku. Dan kau catat ne, DI SAMPING bukan DI BELAKANG. Arraseo?"

Jongin mengangguk paham dan dibalas Sehun dengan mengelus rambut namja tan tersebut. Mereka tersenyum bersama. Pandangan Jongin beralih pada ruangan dimana dirinya juga Sehun terpisah dengan Luhan oleh dinding kaca tipis. Seketika melihatnya, nyali Jongin menciut. Rasanya seperti nyali itu terendam di air raksa. Pandangan itu begitu tajam dan menusuk tepat ke dalam iris onyx Jongin.

Jongin menunduk, menggeser pelan tubuhnya ke belakang Sehun. Kembali menyembunyikan diri disana. Sehun hanya bisa menghela nafas dalam. Tanpa tau penyebab Jongin kembali tak menuruti perkataannya. Sehun pikir Jongin tipe orang yang tak bisa patuh dengan satu perintah. Padahal seseorang bersurai Brownish Orange tengah menatap asistennya seperti ingin menguliti namja tan itu. Aura hitam ini, apa kau tak bergidik Sehun?

.

.

.

Kegiatan berlatih vocal Luhan menyebabkan mereka pulang larut malam ke apartemen. Jika kalian bertanya, kenapa Jongin tidak langsung pulang ke rumahnya? Maka alasannya ialah, tas dan seragam Jongin masih ada di apartemen dua sepupu itu. Pasalnya sehabis mendengar bunyi bel pulang sekolah, Jongin langsung bergegas menuju apartemen Sehun dan Luhan.

Setelah sampai, mereka bertiga memasuki lift. Sehun berdiri di dekat tombol angka lantai. Jongin di tengah-tengah sedang mengetikkan balasan untuk umma-nya. Luhan menyender di sudut lift dengan pandangan dingin. Meski sesekali ekor matanya melirik ke arah siluet bersurai hitam yang membelakanginya.

"Ya! Tunggu!"

Sehun spontan menghentikan pergerakkan pintu lift yang ingin menutup, saat seorang ahjussi berteriak ke arah mereka. Tidak sopan rasanya mengabaikan orang yang lebih tua. Jadi Sehun berniat membiarkan ahjussi itu menaiki lift yang sama dengan mereka. Apalagi melihat jalannya yang sempoyongan.

Sehun mengalihkan pandangannya pada segerombol orang di belakang ahjussi tersebut. Dahinya mengernyit. Pasalnya beberapa wanita muda dan ahjussi juga meniru cara berjalan ahjussi yang berteriak tadi. Ahjussi yang berteriak sudah memasuki lift dan memberikan kode pada temannya yang lain untuk masuk.

Sehun membulatkan matanya dan menoleh pada Luhan yang juga mengernyit bingung. Sementara Jongin masih asyik mengetik pesan. Mulut Sehun bergerak mengucapkan, segerombol orang mabuk, Lu!.

Luhan tak paham. Namun setelah orang-orang itu masuk dan aroma alcohol menyeruak tajam indera penciumannya, Luhan segera menarik Jongin untuk berdiri di belakangnya. Melindungi namja itu dari orang-orang tersebut.

Jongin terkejut saat tangannya ditarik dan tiba-tiba dirinya sudah berdiri di sudut lift dengan Luhan yang membelakanginya. Lift terasa sesak dan aroma aneh memenuhi atmosfir ruangan kecil ini. Hingga rasanya Jongin ingin muntah seketika menciumnya. Jongin bermaksud bertanya, ada apa? Tapi baru membuka mulutnya, suara sang idola tertangkap telinganya.

"Diam. Mereka mabuk."

Hanya dua kalimat dengan volume kecil bahkan terdengar seperti desisan, tapi Jongin langsung menurut.

"L-lantai berapa, ahjussi?" tanya Sehun sopan meski nada gugup sedikit menganggu disana.

"15." jawab ahjussi yang berteriak dengan singkat.

Cepat saja Sehun menekan tombol '15' dan '28'. Tangan Sehun bergetar saat melakukannya.

Seorang ahjussi yang bersender pada dinding lift menoleh ke kiri dan mendapati Jongin sedang menunduk. Hidung ahjussi itu memerah dan matanya terlihat sayu. Sepertinya beliau terlalu banyak minum. Ahjussi tersebut merenggangkan tangannya ke atas, lalu tangan itu menempel pada dinding lift, bergerak ke bawah menyusuri dinding lift hingga sampai di belakang pinggang ramping Jongin.

Tangan Luhan dan Jongin masih terus menggenggam. Pandangan dingin Luhan terus tertuju ke depan sementara Jongin sibuk menunduk. Sebuah tangan terasa mengalungi pinggangnya, Jongin tersentak menyadari itu. Matanya membulat. Tubuhnya menegang. Genggamannya mengerat dan Luhan dapat mengartikan itu. Jongin sedang risih.

Luhan menoleh ke belakang. Memberikan tatapan tajamnya pada sang ahjussi. Ahjussi tersebut membuang mukanya. Seolah-olah dirinya tak tau menahu apa masalah Luhan.

Luhan berdecak kesal, ancamannya dengan deathglare tak berdampak banyak. Luhan kembali memandang ke depan. Tapi genggaman itu tetap erat. Matanya melihat panel lantai mereka sekarang. Sudah lantai 11. Bersabar Luhan, tinggal 4 lantai lagi, batin Luhan.

Jongin masih merasa risih. Tak peduli seberapa rasa sakit di bibirnya, Jongin mengiggit keras benda kenyal itu. Kebiasaannya ketika dalam mode tak nyaman. Ahjussi itu meremas pinggangnya pelan dan Jongin ketakutan.

Bahkan rangkulan itu menggeser badannya sedikit ke arah sang ahjussi yang sudah menempel dengannya. Tapi Jongin tetap kukuh. Menunduk dan menggigiti bibirnya. Hembusan nafas terasa menggelitik daun telinga Jongin.

"Mau satu malam dengan ahjussi, anak manis? Ku pastikan kau akan mendesah di bawahku."

BRAKK!

"APA YANG KAU LAKUKAN, SEKYA (Berengsek)?!" teriak Luhan tepat di depan ahjussi itu. Tangannya mencengkram kerah kemeja putih beliau. Bohong jika Luhan tak mendengar semua bisikan seduktif sang ahjussi di telinga polos Jongin.

"Luhan! Hentikan!" perintah Sehun tegas sebelum tangan Luhan melayang ke wajah sang ahjussi. Luhan menoleh pada Sehun, dan amarah yang tinggi terlihat jelas pada mimik wajah Luhan. Sehun hanya menanggapinya dengan wajah yang dingin.

Tangan Luhan merosot jatuh perlahan. "Jangan ganggu dia!" desis Luhan.

.

.

.

Segerombolan orang mabuk yang memenuhi lift sudah keluar di lantai 15. Sedangkan mereka bertiga masih harus menempuh beberapa lantai lagi untuk sampai di lantai 28.

Luhan masih membelakangi Jongin yang shock. Sehun menyenderkan tubuhnya menghadap Luhan dan Jongin.

"Kau tak apa, Jongin?" tanya Sehun khawatir. Tak berniat mendekat terlebih dahulu. Jika ia mendekat, dengan sangat jelas Sehun bisa melihat genggaman tangan kedua insan itu. Meski dari jarak ini pun Sehun dapat melihatnya. Namun Sehun melarang hatinya untuk sakit terlalu jauh.

Luhan mendorong Jongin ke arah Sehun dan mendengus kesal. "Ish, merepotkan."

Sehun dengan sigap menangkap Jongin dan merengkuhnya. "Kau baik-baik saja kan?" Jongin mengangguk pelan menjawab pertanyaan Sehun. Ia masih shock. Pandangan Sehun beralih pada Luhan yang membuang mukanya. Bertentang arah dengan Sehun dan Jongin. "Lu, gomawo."

Luhan hanya mengangguk meski tanpa sepengetahuan Sehun, bibir itu tersenyum antara lega dan miris. Lega dirinya berhasil menyelamatkan Jongin dari ahjussi mesum itu. Dan miris merasakan hatinya perlahan digerogoti rasa sakit melihat Sehun merengkuh Jongin. Menurut kalian yang mana?

.

.

.

"Lu, Jongin bilang hari ini ia ada kelas dance dan sepertinya akan terlambat kemari. Jadi aku berinisiatif menjemputnya." ucap Sehun yang tengah memakai jaket kulit miliknya.

Hari ini Luhan free dan dengan simple memilih menghabiskan waktu seharian itu untuk membaca komik.

Luhan mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya. "Tolong belikan Grape Float dan Cappuchino, Hun."

"Untuk?" tanya Sehun heran.

"Hanya ingin."

Wajar jika itu Cappuchino, mengingat Luhan menyukai semua minuman berbau kopi karena…..Aku tak bisa mengatakan alasannya sekarang. Tunggulah hingga alur cerita ini menguaknya. Okey? Tapi ini Grape Float? Sejak kapan Luhan menggemari minuman semacam itu?

Namun Sehun tak mau memikirkan hal itu terlalu banyak. Mungkin Luhan sudah bosan dengan Kopi-nya. Jadi Sehun lebih memilih mengambil kunci mobilnya dan berangkat menuju sekolah Jongin. Sebelum itu ia harus membeli pesanan Luhan dulu.

.

.

.

Jongin baru saja pulang dari club dance dengan Sungjong kala melihat Sehun di depan gerbang sekolahnya. Memakai setelan casual yang pantas dengan tubuh pucatnya. Sehun tersenyum lembut melihat Jongin.

"Hai, Jong. Aku menjemputmu hari ini." sapa Sehun.

Sungjong memandang Jongin dengan tatapan, 'siapa-dia'. Jongin menghela nafasnya. Sungjong itu bukan tipe orang yang diberi penjelasan singkat lalu akan puas. Setiap kali Jongin ada masalah, Sungjong akan memintanya bercerita panjang lebar. Bahkan sampai mulut Jongin berbusa pun, Sungjong tak masalah.

"Jong, hari ini aku pulang dengan dia. Mungkin kau bisa bermain ke rumahku kapan-kapan saja ne."

"Dia siapa?" Satu pertanyaan Sungjong, pasti akan berujung seribu pertanyaan lainnya.

"Dia Sehun hyung."

"Ada hubungan apa kau dengannya?"

"Nanti akan aku jelaskan padamu."

Jongin sudah berjalan membuka pintu di samping kemudi mobil Sehun, saat Sungjong berteriak. "Aku ikut!" Lalu masuk tanpa izin di kursi belakang.

Sehun dan Jongin hanya bisa saling bertatapan. Sejurus kemudian Sehun menggendikkan bahunya, tanda tak peduli pada Sungjong. Jongin menghela nafasnya dalam. Mengikuti Sehun yang masuk ke dalam mobil.

.

.

.

Sekantong belanjaan teronggok di nakas kamar Luhan. Sehun menurunkan komik yang melindungi wajah Luhan. Membuat sepupunya memandang tak suka.

"Itu pesananmu." Sehun membuat Luhan kesal dan hanya untuk berucap itu saja? Berani sekali dia.

Sehun berjalan keluar dari kamar Luhan.

"Aku tak ingin Grape Float."

TAP

Langkah kaki Sehun berhenti saat mendengar penolakkan dari Luhan. Sehun berbalik dan memutar bola matanya malas. "Tadi kau memintanya, pabbo!"

Luhan menurunkan komiknya dan memandang Sehun dingin. "Well, mood-ku untuk itu sudah melayang."

"Lalu kau mau bagaimana?!" tanya Sehun frustasi. Tadi Luhan yang meminta dan dengan gampangnya dia bilang sudah tak ingin. Ugh... Jangan sampai Sehun memiting Luhan dan menenggelamkannya di kolam.

"Berikan saja pada bocah itu. Daripada terbuang." usul Luhan cuek dan kembali pada kegiatan awalnya.

Sehun hanya mengangguk dan mengambil Grape Float dari nakas guna diberikan pada Jongin.

Luhan tersenyum melihat kepergian Sehun. Jongin pasti akan suka. Bukankah Grape Float yang mempertemukan mereka? Tapi dengan mudahnya senyum itu berganti kesan. Lebih tersirat kemirisan disana.

Ya, Luhan merasa miris mengetahui fakta Grape Float itu diberikan pada Jongin bukan melalui tangannya. Dan Luhan yakin, Jongin akan mengira ini semua perhatian dari Sehun.

.

.

.

Jongin dan Sungjong sedang makan siang di ruang makan. Lebih tepatnya Jongin. Karena Sungjong sedari tadi memandang kagum ke seluruh sudut ruangan.

"Sehun hyung, ini benar apartemen-mu?" tanya Sungjong masih dengan tatapan kagum.

Sehun mengangguk menanggapinya. "Aheum. Dengan Luhan juga."

"Sudahlah, Jong. Jangan seperti itu. Masih ada 2 lantai di atas milik mereka." Jongin masih menyantap ayam gorengnya.

"Tunggu…Jong? Atau jangan-jangan kalian kembar?"

"Huh?" Jongin dan Sungjong melongo mendengar pertanyaan Sehun.

"Mana mungkin kami kembar." cibir Sungjong. "Marga saja beda."

"Wajah juga beda. Itu hanya nama panggilan kami yang sama, hyung. Kami kan sahabat kecil." Jongin ikut menambahkan.

Sehun tersenyum kikuk setelahnya. "Oh ya, Jong!" Mereka berdua menoleh. "Jongin maksudku. Ini ada Grape Float untukmu."

"Whoa~! Jinjja, hyung?" tanya Jongin dengan mata berbinar saat menerima Grape Float dari Sehun. Sehun mengangguk mantap.

"Selalu begitu. Jongin selalu memasang wajah teramat bahagianya jika dihadapkan dengan Grape Float. Kau begitu menyukainya?" kekeh Sungjong. Jongin mengangguk semangat dan menyesap Grape Float itu.

Berbagai pertanyaan berterbangan di kepala Sehun. Bagaimana bisa secara kebetulan Luhan menyuruhnya membeli minuman kesukaan Jongin dan memberikannya suka rela pada namja ini? Terlalu aneh untuk sebuah kebetulan. Namun kala ucapan terima kasih terlontar dari bibir kissable Jongin, Sehun langsung mengulas senyum lembutnya.

.

.

.

Hari berlalu dengan cepat. Sehun sedang menonton TV malam itu. Sibuk mencari channel kesukaannya. Tapi nihil. Hanya ada acara talk show yang terpampang di layar TV. Dan sialnya hal itu juga berlaku bagi seluruh channel. Huft… Membosankan. Sehun tak berminat menonton acara semacam itu. So, dia hanya memindah channel dari yang paling awal hingga terakhir dan berbalik lagi ke awal lalu terakhir. Begitu seterusnya.

"Sehun…" panggil Luhan.

Sehun masih memasang tampang bosannya. "Apa?"

"Kau tau rumah bocah itu?"

Salah satu alis Sehun terangkat. Kenapa Luhan menanyakan rumah Jongin? Sehun berbalik, matanya menyelidik. "Kenapa kau menanyakan itu?"

"Kau tau kan? Nah, minggu lalu aku membeli Hoodie. Tapi aku belum sempat memakainya. Setelah kupikir-pikir Hoodie itu sudah kuno dan ketinggalan zaman. Bisa kau berikan pada bocah itu? Aku tak akan mau memakai barang-barang seperti itu."

Sehun hanya mengangguk meski berbagai pertanyaan masih mengganggu otak cerdasnya.

.

.

.

Seminggu sudah Jongin membantu Sehun sebagai asisten Luhan. Dan Jongin rasa ia mulai menyukai perkerjaan ini. Meskipun sikap Luhan jelas menolak keberadaannya, tapi Sehun terus membela Jongin.

Pagi ini Jongin mendapat telpon dari Sehun. Namja Oh itu menyuruh Jongin menemuinya guna membicarakan jadwal Luhan yang sedikit berubah di Golden Chef. Salah satu restaurant di pusat kota yang sangat terkenal karena peraturannya.

Tak sembarang orang boleh masuk dan menikmati hidangan disana. Bahkan Jongin dengar, mereka punya kartu anggota untuk menggambarkan betapa pentingnya posisi mereka di Seoul.

Harga makanan disana juga tak bisa dianggap remeh. Itu semua karena hidangan tersebut berkelas internasional dan dibuat langsung oleh Chef yang sudah mencapai tingkat GOLD.

Seharian penuh Jongin mengubrak-abrik lemarinya. Mencari baju yang cocok untuk selera fashion kalangan atas. Yang jelas, sweater panjang atau hoodie kebesaran bukan pilihan yang bagus. Sampai Jongin menemukan kemeja kotak-kotak berwarna merah di bagian paling dasar dari lemarinya. Paling tidak style jeans dan kemeja sedikit menunjukkan kedewasaan Jongin kan?

.

.

.

Luhan menunggu Sehun menyelesaikan kegiatan menelpon Jongin. Sehun pun kembali dari balkon dan mendapati Luhan tengah duduk di kasurnya dengan pandangan dingin.

"Kau menyukainya?"

"Apa?" tanya Sehun bingung.

"Kau menyukai bocah itu?"

"Jongin maksudmu?" Sehun menggedikkan bahunya saat Luhan hanya diam tak merespon. "Eumm… Sebenarnya iya, dia menarik. Well… tidak ada alasan untuk menolak pesona Jongin. Aku mencintainya."

Luhan mendengus kesal melihat pernyataan Sehun yang ditutup dengan sebuah senyum lebar. Akhir-akhir ini dia memang sering mendengus kesal. Luhan berbalik, berniat keluar dari kamar sepupunya sebelum….

"Malam ini, aku akan menyatakannya pada Jongin, Lu."

Ucapan Sehun menusuk telinganya. Terbanting jauh ke dasar hati. Hingga rasanya hati Luhan remuk hanya karena sebuah kalimat.

Luhan membeku dalam langkahnya. Tanpa menolehkan kepala, Luhan kembali menuju pintu kamar Sehun. "Apa peduliku."

BRAKK!

Sehun meringis mendengar bantingan pintu yang keras. Kenapa dengan Luhan? Beberapa hari ini ia sensitif. Kasian sekali pintu itu. Menjadi samsak kekesalan tanpa alasan dari Luhan.

Sehun menepuk dahinya pelan. "Aku harus merangkai kata yang cocok untuk Jongin." ingatnya.

.

.

.

"Hyung?"

Sebuah suara yang Sehun kenal membuatnya mendongak. Bibir tipis itu membentuk lengkungan yang manis. "Jongin, kau sudah datang?"

Jongin menduduki bangku di seberang Sehun. Sedikit mencondongkan tubuhnya lalu berbisik. "Kenapa disini sepi sekali?"

Nyatanya hanya mereka berdua pengunjung restaurant ini. Jongin sedikit terheran mengetahuinya. Meskipun ini disediakan untuk kalangan konglomerat, tapi, ayolah banyak konglomerat di Seoul. Kenapa hanya ada mereka berdua?

"Entahlah." jawab Sehun acuh. "Jong, kau mau pesan apa?"

"Eumm.. apapun yang hyung pesan." Jongin sedikit melirik buku menu yang Sehun pegang. Demi apapun, tak ada satu hidangan yang Jongin kenali namanya. "Bagaimana dengan jadwal Luhan hyung?"

"Ah, ya." Sehun mengeluarkan tabletnya. "Lusa seharusnya Luhan mengikuti pemotretan dan berbagai kegiatan di Nowon. Namun mendadak akan diadakan konser besok hingga tiga hari kedepan di Seoul. Banyak jadwal yang harus dibatalkan. Aku tak akan sanggup mengabari mereka semua. Kecuali jika kau menginginkan tanganku tak berfungsi mendadak."

Jongin terkikik. "Hihihi~ Hyung kasian sekali. Baiklah, aku akan membantu mengabari beberapa dari mereka. Hyung tinggal kirimkan kontak siapa saja yang harus ku kabari."

Sehun tersenyum lembut melihat wajah Jongin. "Jongin…"

"Heum?"

"Apa kau bosan denganku?"

"Ani, Sehun hyung. Aku senang kok."

"Kau ingin terus bersamaku?" Jongin terdiam mendapat pertanyaan semacam itu. "Apa kau mau menjadi kekasihku?"

!*::::*! TBC !*::::*!

Mianhae …. Denra nge-PHP kalian… Apaan seminggu… Berbulan-bulan iya… Sekarang denra gak berani janji deh buat update cepet /.\

Mianhae… denra gak bisa bales reviews kalian.. tapi denra baca kok… untuk ff ini denra gak berani nargetin review…

Mianhae… karakter disini OOC banget… tokoh yang polos cuman 'Jong&Jong' doang… Istilahnya mereka disini paling muda diantara yang lain… Paling muda melebihi Taemin… Emang kenyataannya begitu sih ya u,u Tapi Jongin tetep paling muda diantara tokoh lainnya… Intinya, si 2Jong masih polos/? Dan Jongin lebih pendek dibanding Luhan disini, soalnya umurnya kan lumayan jauh tuh…

WVSG dihiatus kan, dan ini ff tergaje, denra sadar kok ehehehe tapi…semua hanya imajinasi, kawan~ u,u)/ jadi dibawa santai aje sii.. Maap kalau ada typo, ini langsung publish gk sempet ngecheck lagi eheheh

Mari review bagi yang berkenan~

-317-