Mereka para wanita selalu berkata "you're so hot," atau, "Manly man," bahkan "Most badass―entahlah aku tak terlalu ingat penulisan di majalah mereka menyebutkan badass atau bad ass― man 20xx." Tapi tak tahukah mereka, di hadapan gadis itu, semua predikatku tidak mampu membuatnya bertekuk lutut padaku.

"Yes, babe… I'm Burning Up cause you."

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Rate T semi M (untuk kata-kata kasar)

.

Seorang lelaki yang patah hati tak lebih seperti gadis remaja yang sakit hatinya, namun tak pernah terlihat. Kami akan menghabiskan waktu lebih kepada hal yang berharga―begitu pemikiran kami―daripada harus meratapi ia yang kini pergi dengan yang lain.

Ahahaha ironi sekali.

Aku benar-benar menyedihkan, lihat wajahku kini. Terlihat rambut tipis tumbuh di sekitar rahangku, begitu pula yang terjadi di sekitar pusar lurus ke bawah. Aku benar-benar seperti Tom Hardy dalam film Inception.

"Eewh Kak kau menjijikan seperti bola bulu," suara kaset rusak itu masuk melalui telingaku, dengan sengaja aku berbalik lalu berkacak pinggang tidak lupa menaikan sebelah alis. "Tatapan intimidasi mu tidak berpengaruh padaku," ia memperlihatkan kepalan tangannya padaku―pose menantang― dan langsung saja menyambar sikat gigi yang berada di dekat wastafel besar.

"Wow beruang kami sudah bangun dari keterpurukannya?" aku memutar bola mataku saat mendengar satu lagi bocah perusak pagiku. "Keunopo?" ucapnya di sela-sela menyikat gigi. Aku tidak menghiraukannya, dan malah sama-sama mengambil sikat gigi.

Kami bertiga berhadapan di depan cermin wastafel yang besar, melakukan kegiatan rutin di pagi hari yang seharusnya aku akui untuk beberapa hari yang lalu tidak kulakukan. Di sana, di dalam cermin terlihat tiga sosok dengan wajah, mata bahkan rambut yang hampir sama. Dua orang lelaki shirtless mengapit seorang wanita memakai kaus ketat beserta hotpants, tidak lupa rambut panjang bergelombangnya yang acak-acakan khas bangun tidur. Sebutlah kami saudara karena memang begitu adanya.

"Kenapa kau memperhatikanku―tidak ada incest OKAY?" matanya tajam mengarah padaku.

Aku mendengus pelan, "hotpants itu terlalu pendek, Naori."

Naori bahkan Izuna mulai menatapku aneh, "Kak kau mulai aneh," ia mencibir.

"Oh Nao, maklum saja, Kak Mada baru bangun dari keterpurukannya," Izuna tersenyum mengejek, tak terlalu kupikirkan. Karena mereka selalu begitu.

"Apa rencana kalian hari ini?" sungguh aku tidak berbasa-basi saat ini, boleh saja orang lain berkata aku adalah seorang prodigy, arogan, bahkan lemari es. Namun ada satu hal yang mereka tidak ketahui, aku masihlah seorang manusia yang memiliki predikat kakak tertua.

"Balas dendam terhadap Akatsuki," ucap mereka bebarengan tanpa mengganggu keseriusan mereka menyikat gigi, bahkan Izuna mulai memperlihatkan sudut-sudut giginya di hadapan cermin.

"Kau harus ikut, kak." Izuna melirikku dari pantulan cermin, "kami tak akan menang bila tak ada yang memegang bass."

"Bukankah ada Sasuke?"

"Bocak tengik itu terlalu cantik untuk menjadi personil band Rock, dia lebih pantas menjadi Boyband," kau tidak pernah berubah Izuna, selalu berkata frontal jika menyangkut Sasuke rivalmu.

"Tapi sebelum itu," Naori memberikanku pisau cukur, "cukur semua bulu-bulu itu, aku tak ingin mereka mengubah nama band kita menjadi Uchiha and The Bear!"

Tanpa mengucapkan apapun lagi, mereka keluar bersamaan. Menyalakan mesin cukur itu, dan mengarahkannya kepada tempat seharusnya, pikiranku mulai melayang. Benar kata mereka, mungkin jika aku datang ke klub dan melakukan hal yang kusukai disana, selain mampu melupakan si brengsek Mito, dan bertemu sesuatu yang bagus.

.

.

The Uchiha's © Saitou senichi

Part Madara : Burning Up.

Warning! AU, untuk part Madara ini saya melakukan collab dengan Ookami Child, saya sudut pandang kehidupan Madara, dan beliau sudut pandang kehidupan Hinata (coba tengok akun kakam)

.

.

"Pak, tuan Hyuuga ingin bertemu dengan anda," aku menaikan sebelah alis mendapatkan sesuatu hal yang tidak biasa.

"Kau bisa langsung menyuruhnya masuk," perintahku sembari mencuri-curi pandang kearah jam yang sudah menunjukan pukul 07.30 malam.

Ketika pintu terbuat dari kayu Tigerwood itu terbuka, aku langsung berdiri sembari membenarkan letak jasku. Berjalan pelan namun mantap padanya yang dahulu sekali menjadi partner bisnis si tua Bangka Indara kami yang tersayang.

Menjabat tangannya kuat―kode etik pembisnis― dan mulai menyunggingkan senyum, "senang sekali bertemu dengan anda," sepertinya tak mampu membuatnya terkesan.

Raut wajahnya masih kaku seperti dulu, ah sudah berapa tahun aku tidak melihatnya? Terakhir mungkin ketika aku masih aktif di The Uchihas. Hmm, "sayang sekali aku tidak senang bertemu denganmu," jujur sekali Hyuuga ini.

Aku tersenyum miring, "ah apa peduliku, tak ada yang berharga darimu," gumamku.

"Untuk seorang yang lahir sebagai salah satu anak dari sang legenda, kau begitu tidak sopan," ucapnya sarkastik.

Aku tetap menggiringnya duduk di sofa berwarna hitam dengan corak merah kesayanganku. "Anda begitu serius memasukan ucapanku ke dalam hati," lalu memberikan kode pada Fuu―sekretarisku untuk membuatkan teh. "Ada yang perlu saya bantu?"

Ia mengeluarkan sebuah map dengan foto yang di ambil dari berbagai sudut yang pas, "bisakah kau mengirimkan beberapa anak buahmu untuk menyelidiki ini?"

Ternyata pembicaraan bisnis yang penting sekali, aku melirik jam di lenganku, ku pastikan tidak akan lebih dari setengah jam membereskan bisnis ini. Entah kenapa rasanya ada suatu hal yang menarik disini. Di setiap pembicaraan kami, tak henti-hentinya ponselku bergetar, bahkan sampai Hyuuga itu keluar dan mensepakati beberapa peraturan bisnisku.

Seperti biasa sebelum aku pulang, Fuu memberikan salam.

Berjalan menuju tempat parkir khusus, dan memasuki mobil hitam metalik kesayanganku. Melemparkan jas dan dasi yang mencekik ini ke bangku belakang, tidak lupa dua kancing teratas ku buka, dan menggulung lengan kemeja sampai kesiku, itu terasa sulit ketika kau pun harus mengangkat ponsel.

[KAKAKK! DIMANA DIRIMU?! KAMI SUDAH MENUNGGU DARITADI! Awas saja jika tidak datang.]

"Jalan."

[Tambah kecepatan! Pokoknya aku tak mau si pierching itu mentertawakanku―ouch Nao! Jangan memukul kepala kakakmu!]

"…" segera ku matikan sambungan. Entahlah, kurasa Izuna dan Naori tertukar kepribadian.

Dengan sengaja aku membuka kaca pintu, selain untuk merasakan hembusan angin malam, pun untuk membuang asap rokok yang kuhirup. Tidak lupalagu kesayangan Naori menggema di dalam mobil, menemaniku menembus jalan malam di kota.

.

.

Setelah menyerahkan kunci pada petugas, tidak lupa membuang puntung rokok dan menginjaknya. Aku mulai memasuki gedung elit itu, segera ku menyapu seluruh sudut ruangan. Berbagai manusia kota dengan berbagai gender sangat kompak ketika mendengar nada menghentak yang disebabkan oleh Disk Joki kebanggaan klub ini. Sudut mataku melihat segerombolan bocah-bocah yang mungkin akan beranjak dewasa, apakah Izuna akan bermain di sini sebagai perayaan mereka? Atau hanya ingin mendapatkan perhatian seseorang selain dari mengalahkan Akatsuki?

Tidak sengaja aku menangkap sosok yang menarik. Seorang gadis dengan dress merah bertali spageti yang mengelilingi leher jenjang indahnya, punggung indahnya yang polos benar-benar membuat semua mata lelaki menoleh padanya. Such a bitchy bitch. Dia memakai gaun kekurangan bahan itu dengan sangat anggun? Berbeda sekali dengan kawan-kawannya yang malah terlihat seperti gadis penggoda.

Di sini bukan tempatmu Little one.

Aku tersenyum sinis. Kenapa bukan dari kemarin saja aku main kesini? Dan melupakan tingkah konyolku mengurung diri ketika patah hati.

Dengan langkah pasti dan mata tajamku, aku memperhatikan gerak-geriknya di balik manusia yang masih asik dengan dunia malam ini. Ah uh, lihat dia menoleh kebelakang, ke tempatku berada. Matanya yang indah mengingatkanku pada seseorang itu mulai menyipit, apakah aku tidak terlihat di matamu Little One.

Apakah auraku terasa olehmu hingga kau ketakutan dan menggigit bibir merah menyalamu itu? Akan ku tunjukan cara mengigit yang be―!

"Kakak?!" oh Shit, aku lupa tujuanku kemari. Dan bersyukurlah padaNya karena tepukan seorang Izuna mampu menyadarkan kakaknya dari kejadian yang tidak diinginkan. Aku menoleh dan langsung saja ia menyodorkan ku sebuah bass.

"Ayo bersiap-siap, setelah lagu ini kita harus masuk," Izuna memberikan aba-aba sembari mengikat rambut liar panjangnya, "Naori kau sudah siap?"

"Yayay," ucapnya sembari berjalan mendekati kami. Sudah dua kali adik kecilku ini membuat sebelah alisku naik karena penampilannya.

"Naori, jeans panjang itu tak berguna menutupi kakimu, begitu banyak sobekan," katakanlah aku seorang posesif, itu hal yang wajah bagi seorang kakak pada adik.

Memutar bola mata dengan bosan, ia segera mendorongku menuju panggung yang berlawanan dengan keberadaan DJ di iringi riuh redam tepuk tangan yang membahana. Sungguh membuatku pongah, kesombongan yang merasuk hati karena pemujaan dari orang orang itu.

"Kita sambut The Uchihas!"

Ah akhirnya My Little One mampu melihat keberadaanku. Kalian harus tahu adrenalin yang terjadi akibat suara pemujaan itu dan tatapan polosnya membuatku terbakar. Burning up.

Aku segera memainkan bass yang memang menjadi intro lagu ini, inilah kebiasaan kami. Salah satu dari kami akan menjadi penentu sebuah lagu dan akan diikuti yang lainnya. Sebutlah aku egois, namun itulah ciri Uchiha. Suara drum yang di mainkan Naori pun mulai masuk dan menyamai nada introku, diikuti oleh Izuna.

"It's bugging me―"

Ah ya aku jengkel, kau memilih memperhatikan kawan lelakimu itu daripada memperhatikan aku yang berada di atas panggung.

"Grating me, and twisting me around―"

Jangan pernah mengacuhkan aku meski itu hanya dalam pikiranmu, Little One.

"Yeah I'm endlessly caving in, and turning inside out―"

Suara Izuna mengiringiku yang mungkin telah ia sadari fokusku telah terbagi-bagi. Ya, aku sudah gila karena merasa tertarik dengan seorang yang belum aku kenali.

"Because I want it now, I want it now… Give me your heart and your soul…"

(Muse , Hysteria)

Salahkanlah dia yang menjelma menjadi wanita iblis yang mampu menggodaku, bahkan belum ada 24 jam aku memandangnya. Kau akan mendapatkan balasannya karena sudah berani menggodaku begitu.

.

.

.

A/n : setelah ini tunggu kelanjutannya di akun kkam, sudut pandang dari kehidupan Hinata dan juga pastinya lebih panjang dari ini huahaha. Oh ya, ketika membaca paragraph ketika The Uchihas manggung, langsung dengarkan music Muse yang Hysteria.

Kritik dan saran selalu di terima.