CHAPTER 14


Kening Luhan mengerut mendengar permintaan maaf Sehun. Apakah Sehun sedang sakit atau sesuatu hal lain? Masalahnya raut wajah Sehun terlihat bersungguh-sungguh. Mata Sehun begitu dalam menatap hazel Luhan yang pekat itu. Luhan kemudian duduk di sebelah Sehun—berharap Sehun akan memberikan penjelasan soal apa yang baru diucapkannya.

"Kau mendengarku? Aku minta maaf, dengan segala kesalahan yang pernah aku perbuat padamu, Luhan."

Badan Luhan seakan-akan disengat oleh perasaan-perasaan aneh. Sehun memang sedang sakit—pikir Luhan. Luhan pun menggelengkan kepala, sebagai tanda bahwa Ia tidak mengerti. Bukan tidak mau memaafkan Sehun. "Sehun kau harus mandi lalu sarapan, setelah itu jelaskan semuanya kepadaku. Aku tidak mengerti!"

.

.

"Kau kan sudah mendengarnya, aku ingin meminta maaf, Luhan."

"Kenapa kau meminta maaf?"

"Bukankah aku banyak salah padamu? Aku suka mem-bully dirimu, membuatmu terluka dan menangis, apa itu tidak cukup untukku meminta maaf padamu?"

Semua terasa rumit sekarang. Apakah Sehun datang untuk meminta maaf semalam? Tapi karena kondisi badannya tidak memungkinkan, Sehun mengurungkan niatnya? Luhan membuang muka terhadap Sehun. Kepalanya terus berpikir—apa yang harus Ia respon dari perkataan Sehun?

"Kenapa sekarang kau meminta maaf?" tanya Luhan dengan nada dingin.

"Akan ku jelaskan sesuatu padamu. Tapi kau dengar baik-baik, setuju?" Luhan mengangguk mantab. Kemudian Ia membenarkan posisi kacamatanya untuk lebih jelas melihat wajah Sehun.

Sehun menarik nafas panjang. Sebenarnya gusi dan giginya masih terasa ngilu akibat dihantam oleh anak buah Bosnya. Apalagi kepalanya yang kemarin berdarah—ugh, semua masih terasa sakit. Tetapi demi Luhan, Ia harus bercerita. Sehun sudah tidak sanggup menahan rahasia ini dari Luhan.

"Jadi... selama ini... aku bukanlah makhluk jahat yang melakukan bullying padamu hanya karena kau adalah siswa yang berasal dari Cina—"

"—Kau tahu Luhan, ada orang yang memaksaku untuk melakukan ini semua padamu. Aku melakukannya demi keluargaku. Demi Tuhan, aku tidak pernah bermaksud membuatmu sedih setiap kali aku mem-bully dirimu."

Tentu saja Luhan terkejut. Apa maksud Sehun ada orang yang menyuruh Sehun untuk mem-bully dirinya? Siapa orang yang setega itu padanya? Ia mengira Sehun adalah makhluk jahat, tetapi... Sehun hanyalah robot, sehingga sebenarnya ada lagi orang yang lebih jahat dari Sehun?

"S-s-siapa yang melakukan ini padaku...?"

"Kau akan tahu nanti, aku tidak bisa memberi tahumu secara gegabah. Keluargaku diancam olehnya. Aku harus melindungi Ayah dan Hyungku. Mereka adalah keluargaku yang tersisa. Aku minta maaf harus mengorbankan dirimu, Luhan..."

Otak Luhan berpikir cukup lama untuk mencerna apa yang baru saja Sehun katakan. Ia terdiam sejenak baru kemudian membuka suara lagi. "Kau tidak sedang berbohong Sehun?"

Sehun meringis kecil karena nyeri pada kepalanya terasa lagi. Rasa nyeri ini membuatnya harus menenangkan kepalanya sambil mencengkram erat rambutnya. Luhan khawatir dengan ringisan Sehun barusan. Tetapi baru saat Luhan hendak bertanya pada Sehun soal keadaannya, Sehun kembali bersuara.

"—Ka-kau tahu Lu, luka lebam i-ini... aku dapatkan karena beberapa hari belakangan aku tidak melakukan pertunjukan. Bos... Bos sialan itu... Ia menyebut saat mem-bully dirimu adalah pertunjukan... ugh... T-tolong Luhan... percayalah padaku... Argh!"

Sehun mengakhiri ucapannya yang tertatih-tatih itu dengan sebuah erangan. Oh Tuhan, Luhan benar-benar tidak membayangkan betapa sakitnya tubuh Sehun saat ini. Mungkin Luhan harus membawa Sehun pergi ke rumah sakit sebelum parah. Pertolongan pertama Luhan tidak bisa menyembuhkan Sehun 100 persen. Tapi tunggu, Luhan ingin menanyakan suatu hal.

"Sehun b-boleh aku berta—"

"Argh!" Kali kedua Sehun mengerang kesakitan. Baiklah, Luhan akan bertanya nanti. Sekarang Ia perlu membawa Sehun ke rumah sakit. Sehun harus sembuh.

.

.

"Obat diminum setiap habis makan tiga kali sehari, oh ya jangan lupa mengoleskan salep setiap hari setelah mandi." Luhan mengangguk kecil mendengar apa yang diucapkan oleh apoteker itu. Setelah mengambil semua obat Sehun, Luhan segera bergegas menuju ruangan tempat Sehun diperiksa.

Sehun mulai diberikan penanganan sudah sejak satu jam yang lalu. Dokter Jeon—dokter paruh baya yang memeriksa kondisi Sehun adalah teman ayahnya. Dokter Jeon sudah lama mengenal keluarga Sehun. Dokter Jeon juga tahu mengapa Sehun bisa babak belur seperti ini—ia sudah tahu jawabannya bahkan lebih dari apa yang Luhan tahu. Kembali ke kondisi Sehun, untungnya luka yang Sehun terima dari 7 anak buah Bosnya itu tidak terlalu serius. Mungkin karena Sehun sudah kebal soal ini, jadi bogeman mentah dari eksekutor atau anak buah Bosnya adalah hal yang biasa. Meskipun kepalanya terasa pusing yang luar biasa, namun Ia yakin rasa sakit itu akan hilang besok atau setelah oba yang Ia minum nanti habis.

"Kau belum selesai berurusan dengan mereka?" tanya Dokter Jeon sambil memperban tangan Sehun.

"Akan kuselesaikan segera." Jawab Sehun ringan.

Dokter Jeon mengangguk kecil sambil tersenyum kecil. "Sayangnya aku hanya bisa membantu dengan hal-hal seperti ini. Kalau aku bisa bela diri, mungkin aku akan ikut membereskan masalahmu, Sehun-ah."

Sehun tertawa kecil mendengar perkataan Dokter Jeon. Tepat setelah itu, pintu ruangan mereka terbuka. Luhan masuk dengan malu-malu ke ruangan Dokter Jeon. Sehun tersenyum kecil melihat Luhan yang datang sambil membawa kantung plastik berisikan obat-obatannya.

"Nah, sudah selesai. Pulanglah dengan selamat ya, semoga kau tidak bertemu mereka." Ujar Dokter Jeon sambil merapikan kasa bekas memperban Sehun.

"Terima kasih dokter..." ujar Luhan sambil menunduk kecil. Dokter Jeon tersenyum melihat perilaku Luhan.

"Aku kembali dulu ya, terima kasih paman—"

"—Lu, ayo kita pergi."

.

.

Sehun dan Luhan pergi ke rumah sakit menggunakan kereta bawah tanah. Fyi, banyak sekali toko yang ada dalam kereta bawah tanah. Keduanya berjalan melewati banyak toko, tetapi langkah Sehun terhenti saat melewati sebuah toko yang menjual banyak baju di dalamnya. Tanpa berucap pada Luhan, Sehun memasuki toko tersebut diikuti Luhan di belakangnya. Sehun mengitari toko yang lumayan luas itu beberapa kali. Di dalam otaknya, Ia sedang menimbang-nimbang sesuatu. Tetapi Sehun diam tidak bersuara—hal ini membuat Luhan bertanya-tanya kenapa Sehun memasuki toko ini.

"Eum... Sehun-ah... kenapa kau masuk kesini?" tanya Luhan takut-takut.

Sehun memutar tubuhnya hingga menghadap Luhan yang sebelumnya ada di belakang punggungnya. Ia tersenyum yang—Luhan bahkan tidak bisa menafsirkan apa senyum itu.

"Aku akan membeli beberapa pakaian. Kau tunggu sebentar, oke?"

Dan kemudian pemuda albino itu pergi entah kemana—meninggalkan Luhan yang masih mematung karena kebingungan. Untuk apa Sehun membeli baju? Tetapi kali ini Luhan tidak mau mengikuti Sehun lagi. Ia memilih untuk duduk di depan kaca sambil melihat Sehun yang tengah memilih-milih baju. Sebenarnya Luhan heran akan beberapa hal. Sehun—pemuda yang sedang lincah memilih-milih baju itu, tadi pagi masih terlihat rapuh dengan segala rintihan yang keluar dari mulutnya. Tapi herannya, saat ini—detik ini, Sehun nampak lincah memilih baju yang akan dibeli. Pergerakan Sehun seolah-olah dirinya tidak mengalami hal yang buruk beberapa waktu yang lalu.

Sehun memang ajaib; batin Luhan. Luhan tidak menyangka bagaimana jika dirinya berada di posisi Sehun. Dihajar habis-habisan, lalu masih harus pergi ke rumah sakit dengan segala luka yang ada di wajahnya tidak menggunakan taksi. Oh ya, Sehun masih sanggup berjalan walaupun kepalanya sakit. Luhan tahu Sehun adalah orang yang sangat kuat dan kebal. Mungkin Sehun tidak akan meringis jika tidak benar-benar sakit. Tetapi kalau sudah meringis? Mungkin sakitnya benar-benar sakit.

"Hey, ayo pergi."

Luhan mengadah melihat Sehun yang ada di hadapannya sambil membawa kantung plastik berisikan baju-baju. Melihat tangan Sehun yang diperban keduanya, Luhan dengan refleks berdiri lalu mengambil alih kantung belanja itu dari tangan Sehun.

"Hey-hey, ini kan milikku kenapa kau yang membawakan?" protes Sehun saat melihat Luhan yang membawa semua kantung belanjanya.

"Tanganmu diperban, Sehun. Jangan membawa barang berat!" Sehun tertawa sinis mendengar jawaban yang Ia anggap konyol itu. Ia merebut kembali kantung belanjaannya dari tangan Luhan sehingga Ia kembali membawanya.

"Ayo pergi, Luhan."

.

.

Mereka berdua kembali ke flat Luhan setelah di sepanjang jalan berdebat mengenai 'siapa yang membawa kantung belanja ini'. Hal yang konyol memang. Di satu sisi, Sehun tidak masalah untuk membawa kantung belanjanya karena perban di tangannya tidak terasa sakit baginya. Sedangkan Luhan merasa bahwa perban pada tangan Sehun itu pasti terasa sakit.

"Sehun kau menyebalkan! Bagaimana jika tidak sembuh?!"

Deg.

Kantung belanja berisi puluhan ribu won itu dihempaskan begitu saja ke meja oleh Sehun setelah Sehun mendengar Luhan tengah gusar. Tidak, Luhan tidak boleh gusar, emosi, atau marah saat ini.

"Luhan... tenangkan dirimu... aku akan sembuh, sudah jangan emosi, oke?"

"Tapi—"

"Ssssttt! Sudah aku minta maaf, oke?"

Mata Sehun memastikan bahwa tidak ada tanda-tanda Luhan akan meledak atau emosi saat ini. Sehun terus menatap mata Luhan hingga Luhan merasa canggung dan melupakan rasa sebalnya kepada Sehun. Sehun tersenyum kecil melihat Luhan menggaruk tengkuknya—mungkin karena gugup Ia pandangi terus. Setelah Luhan perlahan menjauh, mungkin ke dapur, Sehun kembali memungut kantung belanjaan yang sempat Ia terlantarkan di meja.

.

.

Luhan menghampiri Sehun yang sedang berbaring di atas kasurnya setelah selesai menyuci piring. Sehun hanya memandang Luhan sekilas, kemudian memalingkan wajahnya pada ponselnya. Luhan duduk di kasurnya lalu melepaskan kacamatanya. Dan sebuah atmosfer hening nan canggung menyelimuti keduanya. Luhan dan Sehun berdiam diri tanpa berbicara, sampai akhirnya Luhan teringat akan sesuatu.

"Eum Sehun, bolehkah aku bertanya?" Sehun menoleh pada wajah malu-malu Luhan yang Ia anggap sangat cantik dan imut itu. Oh tidak, dirinya sangat gemas dengan pemuda kecil ini.

"Berbaring disini, Luhan." Ujar Sehun sambil menepuk sisi kasur yang tepat berada di sebelahnya.

Luhan menggaruk tengkuknya gugup. Dan sebuah kesialan karena jantungnya berdegup cepat. Tapi... akankah Luhan mendapatkan jawaban jika Ia berbaring di sebelah Sehun? Oh, mungkin Ia. Pikiran luhan akhirnya ter mindset untuk berbaring demi mendapat sebuah jawaban. Jadi, Luhan akhirnya berbaring pada kasurnya sendiri.

Tanpa diduga saat Luhan sudah berbaring, Sehun mendekap tubuh Luhan dalam pelukan hangatnya. Wajah Luhan terasa panas saat merasakan tubuh Sehun yang berjarak sangat dekat dari tubuhnya. Lengan Sehun terasa pas memeluk pinggangnya, dan tangan yang lain menjadi bantal bagi kepalanya. Sehun tersenyum saat berhasil memeluk Luhan seperti ini. Ia mengusap kepala Luhan dengan halus tanpa memikirkan bagaimana keadaan jantung Luhan saat ini.

"Apa yang ingin kau tanyakan? Aku akan menjawab semampuku."

Wajah Luhan kembali memerah. Dengan keadaan seperti ini, apa mungkin Ia terus bertanya pada Sehun? Tetapi, Luhan membutuhkan jawaban atas pertanyaannya. Dan hanya Sehun orang yang bisa menjawabnya.

"Eum... apa siang kemarin... benar kau yang menyuruh berandalan itu menyiramku dengan air... air aneh?"

Sehun diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Luhan. Setelah mengmbil nafas, Ia mulai membuka suara. "Tidak. Aku tidak melakukannya. Mereka hanya menggunakan namaku agar kau takut."

Jangan pikir bahwa Luhan hanya akan bertanya satu pertanyaan. Luhan punya banyak pertanyaan untuk Sehun. "Boleh aku bertanya lagi?"

"—Silahkan,"

"Ahm... apa kau merasa terkadang diriku terasa aneh? Se-seperti kadang... ah aku tidak tahu... ta-tapi... kurasa kau tahu..."

Kening Sehun mengerut mendengar pertanyaan ini. Ia melepaskan pelukan pada tubuh Luhan. Sehun menatap lekat-lekat mata Luhan yang sangat indah ini. Pikiran Sehun agak linglung untuk menentukan apakah Ia harus berbicara mengenai Deer-ssi pada Luhan. Tapi, mana mungkin Luhan selamanya tidak akan tahu soal Deer-ssi bukan?

"Apa kau merasa aneh seperti... online di komputer sambil membalas pertanyaan, merasa rambutmu warnanya berganti atau pernah pergi ke club sebelumnya?"

Kali ini kening Luhan yang mengerut. Luhan tidak tahu. Kadang Ia merasa melakukan sesuatu diluar kendalinya bahkan tanpa Ia sadari sekalipun. Tapi apakah hal-hal itu sampai pergi ke club? Kalau online di komputernya, Luhan sering menemukan dirinya seperti itu. Tahu-tahu saat Ia bangun, ada sebuah situs aneh tentang sex yang sedang dibuka dalam komputernya. Soal cat rambut, Ia tidak sadar kapan rambutnya berganti warna. Apakah warna rambutnya yang dulu bukan yang sekarang? Tapi... terkadang Luhan tidak ambil pusing soal itu. Ia tidak peduli, Ia tidak sadar, Ia bahkan lupa.

"Begini Luhan, di dalam dirimu, ada seseorang yang lain. Namanya Deer-ssi."

Deer-ssi?

"Ia akan muncul saat kau marah. Sifatnya sangat berbeda darimu. Kau mungkin tidak sadar saat kau marah kau akan menjadi orang yang lain."

Luhan tidak percaya soal ini. Apa benar Ia begitu saat marah? Seperti apa dirinya yang lain ini? Kenapa Luhan tidak pernah sadar jika ada orang lain dari dalam dirinya?

"Oh ya Luhan, aku ingin bercerita sedikit."

"—Jadi, Deer-ssi adalah pendiri sebuah situs tanya jawab seks paling terkenal namanya ask-masternim. Secara teknis, pendiri situs itu adalah dirimu. Dia benar-benar paham mengenai dunia seks, percayalah. Apakah kau tidak pernah menemukan hal-hal berbau seks di kamar, di komputer atau di flat ini?"

Luhan menggeleng. Ah entahlah. Ia tidak tahu. Mungkin hal-hal milik Deer-ssi ada, namun Ia tidak tahu dan tidak memperhatikan. Mungkin Ia harus mencari selepas ini. Tapi apakah mungkin Deer-ssi menyembunyikan barang-barang itu selagi dirinya lupa?

"Aku menjadi admin di situsmu selama beberapa bulan terakhir. Bahkan menjadi partner phone sex Deer-ssi sampai aku bertemu dengannya pada suatu hari."

Hah? Apa itu phone sex?

Luhan tidak mengerti lagi. Mengapa ada orang seperti Deer-ssi dari dalam dirinya. Mengapa?

"Bahkan... aku pernah melakukan seks dengan Deer-ssi. Atau secara teknis dengan dirimu. Ta-tapi itu semua saat aku dan Deer-ssi dalam keadaan mabuk."

Ini adalah fakta yang sangat mencenangkan dalam hidup Luhan selama 19 tahun Ia hidup. Perlahan Luhan meneteskan air matanya. Ia membiarkan air mata itu membasahi wajahnya. Ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri—mengapa ada Deer-ssi di dalam dirinya? Bahkan Deer-ssi pernah separah itu hingga berhubungan seks dengan Sehun! Deer-ssi sungguh merusak dirinya. Luhan terisak. Ia benci soal ini. Ia benci Deer-ssi. Sangat membenci Deer-ssi!

"Hey Luhan, tidak perlu menangis... aku belum selesai bicara..."

Tapi Luhan seolah tak mendengarkan Sehun dan terus terisak. Sehun kembali memeluk tubuh ringkih Luhan sambil mengusap punnggung Luhan dengan halus.

"Tapi Lu, Deer-ssi punya sisi baik. Ia ingin menjagamu. Ia membenci siapapun yang berusaha menyakitimu. Deer-ssi lebih kuat darimu. Ia menjagamu disaat genting. Deer-ssi lah yang menjaga tubuhmu saat kau tidak sadar."

Luhan menatap mata Sehun saat Sehun mengatakan hal itu. Dengan mata yang penuh dengan air mata serta suara yang terisak, Luhan menatap Sehun dengan diam—menunggu apa yang akan Sehun katakan lagi mengenai Deer-ssi.

"Kau tidak perlu membenci Deer-ssi, Luhan. Dia memang buruk, tapi kau tidak boleh membenci Deer-ssi."

"Uhm Sehun... ba-bagaimana Deer-ssi kepadamu, Sehun-ah?"

Sehun terkekeh mendengar pertanyaan Luhan. Jawaban pertanyaan ini sebenarnya sangat mudah. "Deer-ssi sangat membenciku. Itu karena aku mem-bullymu setiap hari. Itu wajar karena Deer-ssi membenci siapapun yang menyakitimu."

Pikiran Luhan mendadak tenang. Ia tidak tahu bagaimana tetapi... Ia yakin Sehun menceritakan semua yang sebenarnya tentang Deer-ssi. "Te-te-terima kasih Sehun su-sudah hiks—menjawab semua pertanyaanku..."

Sehun mengangguk sambil tersenyum kecil. Ia mengusap air mata yang masih tersisa pada wajah Luhan lalu mengecup kening Luhan. Isakan Luhan berhenti saat Ia merasa keningnya dicium oleh Sehun. Jantung Luhan berdegup cepat merasakan hangatnya kecupan Sehun pada keningnya. Semua yang Sehun lakukan membuatnya tenang.

"Eum Luhan, boleh aku meminta sesuatu?" Luhan menatap wajah Sehun sebagai tanda bahwa Ia akan mendengarkan ucapan Sehun.

"Mulai saat ini percayalah padaku. Kau dan Deer-ssi dalam bahaya. Aku mungkin satu-satunya orang yang mengerti apa masalahnya. Namun kumohon padamu, percayalah bahwa aku akan menjagamu."

Luhan cukup terkejut mendengar permintaan Sehun. Apa maksudnya bahaya? Apa yang bahaya yang mengincarnya? Sepertinya Deer-ssi membuat hidupnya rumit. Luhan menghela nafas panjang. Ia memeluk erat tubuh Sehun. Pikirannya kacau. Ia tidak tahu harus bagaimana. Mungkin percaya pada Sehun adalah pilihan. Toh Sehun bukan orang yang jahat. Sehun sudah mengatakan semuanya. Ia bercaya bahwa Sehun tidak berbohong, Sehun tulus, dan Sehun akan membawanya.

"Hmm... aku hanya bisa percaya padamu, Sehun."

Te

Be

Ce


HELOW EVERYBODY! YUHUW Michy is back yeorobunnn :" :" :"

Okay kata pertama untuk mengawali author note ini adala F! Iya aku tahu banget ini keterlaluan. Bayangin aja, satu tahun gantungin kalian semua. Aku tahu kalian semua pada kepo T_T I'm so sorry! Seperti yang aku bilang di bio, aku beberapa bulan kemaren sibuk cari kuliah. Alhamdulillah akhirnya udah dapet kok di sebuah unversitas negeri di surabaya hehe. Dannnnn setelah beberapa bulan ngumpulin mood akhirnya tercapailah 2 chapter ini. Special update deh ini buat kalian semua yang udah fav, review, dan nunggu FF gaje nan absurd ini khukhukhu. Special hint, chapter ini diketik dalam waktu beberapa jam. Sedangkan chapter sebelumnya... sebenernya udah aku ketik dari lamaaaa sekali. Tapi baru nemu filenya :v seperti biasa suka lupa naroh file ff hehehe (sebenernya ada folder khusus tapi komputer tua ini sempet ke-reset jadi datanya ilang semua, untungnya file chapter 13 ada di flashdisk yehet)

Oh ya mau minta maaf juga, saya tahu saya labil. Abis gimana yah, aku tu cepet bosen orangnya, makanya jangan kaget aku udah ganti pen name 3 kali wahahahaha. diusahakan ini yang terakhir hihihi so still the same! michyeosseo = beobblecruz = dearxunlu

Silahkan hujat saya di kolom review, silahkan hujat ff absurd ini. hak kalian untuk ngereview atau tidak, tapi buat silent reader silahkan tobat.

Thank you for waiting meh gaes,

dearxunlu, xoxo!