Stand By You

.

.

.

.

.

.

Warning :

Kali pertama ngetik pake ponsel saking malesnya, T.T harap maklum kalo typo berserakan, diperbaiki sendiri yah^^

.

End Previous chap

Tubuh tegap Yunho serta merta terus memojokkan tubuh topless Jaejoong yang kian tersudut didinding ruangan belakang yang hanya berisikan kamar pribadinya dan kamar satunya yang sekarang dihuni Yunho.

"Hei, kau tahu ternyata takdir kembali mempertemukan kita." Yunho kembali menciptakan seringai diwajahnya, menatap lamat-lamat wajah cantik yang telah memuaskannya malam yang lalu.

"K-Kau, mengapa bisa?" Jaejoong mencoba menguasai emosinya, ia takut jika orang lain akan mendengar perdebatannya dengan siberuang itu.

"Mintalah penjelasan dengan Ayahmu, aku disini akan selalu mengawasimu, dan mungkin akan mengulang kegiatan kita semalam, hehehe." Yunho berbahasa korea dengan cukup jelas, disambut delikan bola mata besar Jaejoong.

"Beruang mesum!"

"Kau tahu, bercinta dikursi belakang sebuah mobil itu sungguh sangat tidak memuaskan, mungkin nanti kita bisa mencoba melakukannya lagi disetiap ruangan rumahmu ini."

PLAK!

PLAK!

PLAK!

Ouwhh, tiga tamparan sekaligus mendarat dirahang tegas itu yang mana pemiliknya seolah tak merasakan dampak sakit akibat tamparan keras tersebut, bibir hati itu malah mencetak senyum menggodanya.

Jaejoong yang berhasil melarikan diri segera kembali kedalam kamarnya dan mengunci pintunya rapat-rapat, nafasnya terengah-engah seraya mencerna kembali apa yang barusan dialaminya, sedangkan Junsu hanya memasang wajah cengo melihat kelakuan sang sahabat yang kembali kekamar tanpa membawa minuman dan makanan sama sekali.

.

.

.

.

And the story has just begun...

.

.

"Hyung!"

...

"Hyung...ya! Aku baru tahu jika dirumahmu ini ada setannya."

Junsu berkacak pinggang, bangkit dari posisinya diatas ranjang milik Jaejoong, mendekati ketempat Jaejoong berada.

Hhhhh...

Jaejoong menghembuskan nafas panjang.

"J-Junsu~ah, k-kupikir kau masih kenyang, aku tidak jadi mengambilkanmu makanan, hehehe." Jaejoong gelagapan menanggapi tatapan selidik dari kedua bola mata Junsu.

"Alasanmu sungguh tidak masuk akal, hyung." Junsu kembali menuju ranjang empuk Jaejoong, menghempaskan tubuhnya, meraih sebuah majalah dari meja nakas yang terletak disamping tempat tidur berukuran queen tersebut.

Jaejoong kembali menghela nafas melihat Junsu telah menjauhinya.

"Hyung, apa yang ingin kau ceritakan?"

"Ye?"

"Ck, bukankah tadi siang kau mengajakku menginap dirumahmu dan berjanji akan menceritakan sesuatu kepadaku? Ahh kau pelupa sekali, eoh?"

"Ohh..n-ne, aku ingat sekarang, ahh chakkaman...setelah aku mandi, arraso?"

"Baiklah, aku menunggumu."

Jaejoong segera menghambur kekamar mandi yang untungnya terletak didalam kamarnya sendiri. Mengurung diri didalam ruang favoritnya kemungkinan bisa menjernihkan pikirannya, apa yang harus dikatakannya kepada Junsu sahabatnya, jika yang berada dirumahnya saat ini bukan hanya bakal calon tunangannya, tetapi juga ada orang telah memperkosanya semalam, bagaimana bila Hyunjoong mengetahui apa yang sudah dialaminya bersama pemuda Jepang itu semalam, Hyunjoong bakal terkena serangan jantung.

Sudah beberapa menit Jaejoong masih berada dikamar mandi, membuat Junsu tentu saja menjadi gelisah, wajah imutnya terlihat kesal karena dibiarkan manyun sendirian tanpa ada makanan barang sedikitpun, Jaejoong benar-benar keterlaluan.

"Hyung! kalau kau belum berniat keluar, aku akan pamit pulang sekarang juga!" kesal Junsu mengetuk pintu kamar mandi Jaejoong dengan sedikit keras.

Tanpa menunggu lama pintu kamar mandi itupun terbuka dengan pemandangan wajah tersenyum Jaejoong yang dibuat-buat tentu saja.

"Hyung...jangan uji kesabaranku, kau berhutang banyak penjelasan malam ini." kali ini nada bicara Junsu sungguh serius sekali, membuat Jaejoong hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Baiklah...baiklah, kajja, kau dudukla disini Su, apa aku mesti bercerita dengan keadaan tanpa pakaian seperti ini?" jangan lupakan Jaejoong hanya menggunakan handuk yang dililitkan dipinggangnya setelah keluar dari kamar mandi.

Sepertinya Junsu harus kembali bersabar.

.

Sementara itu diruang kerja Hyunjoong...

"Aku tak menyangka, kau memiliki putra yang sungguh menawan tuan Kim, sungguh sayang jika harus kau jodohkan dengan keturunan Shirota."

Tubuh tegap itu berdiri membelakangi sosok Hyunjoong yang duduk dibelakang meja kerjanya, sementara sepasang mata musang itu sibuk menjelajahi foto-foto yang tertata rapi didinding ruang kerja Hyunjoong yang cukup luas.

"Kau tak perlu mencampuri urusanku anak muda, mengenai perjodohan ini, aku tau apa yang sebaiknya aku lakukan untuk masa depan putraku." Hyunjoong berkata penuh penekanan, sementara bibir hati itu tersenyum miring menanggapinya.

"Aku hanya menyayangkan tindakan gegabahmu ini, kau pikir dengan mengadu domba antar klan mereka dan menciptakan perang saudara diantara mereka kau bisa melarikan diri dan mengingkari janjimu?" maaf, tapi aku harus mengatakan ini, Takayama tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Anakmu adalah cucunya, ahh cucu diluar kehendaknya, tepatnya. Kau tentunya mengetahui apa konsekuensi atas tindakanmu diwaktu lalu."

"Anak muda, kau begitu sok tahu akan kehidupanku, kau sendiri apa kau siap menghadapi kelicikan mereka? Kau pikir aku tidak tahu asal usulmu?" Hyunjoong mendengus, melecehkan pemuda yang kini berada dihadapannya.

"Kita berasal dari tempat yang sama, namun keberadaanku sedikit lebih menguntungkan dari nasibmu, setidaknya aku tak pernah menghamili putri Takayama, hahaha..." Tawa lepas dari dari bibir hati membuat Ayah dari Jaejoong dihadapannya mengatupkan bibirnya erat, bunyi gemeletak giginya terdengar jelas tak membuat pemuda dihadapannya berniat menghentikan tawa liciknya.

"Dan satu lagi Tuan Hyunjoong yang terhormat, janjimu untuk mengembalikan cucunya, sudah melewati batas yang kau janjikan sendiri, untuk ini maaf, aku tidak bisa berbuat apa-apa, terlebih tindakan gegabahmu menjodohkan putra cantikmu dengan keturunan Shirota, kau membuat Takayama murka." Pemuda berwajah dingin itu mengendikkan bahunya setelah mengakhiri kalimatnya.

ARGGHHHHHHH!

Laki-laki setengah baya itu mencengkram rambutnya dengan kasar, kegusaran dan kekalutan tercetak jelas pada wajahnya.

Entah apa yag harus ia katakan pada putra kesayangannya nanti.

.

Dua minggu kemudian

Pemilik wajah putih mulus itu terus menerus menghisap asap dari batang rokok yang entah sudah yang keberapa jumlahnya, punggung rampingnya terus bersandar pada batang besar rindang pohon ditempat kesukaannya pada area kampus tempatnya menuntut ilmu.

Bibir yang entah mengapa selalu berwarna merah alami kendati ia adalah perokok yang cukup aktif itu terlihat komat kamit, entah apa yang menjadi kekesalannya hari ini. Junsu yang dititipinya untuk membelikan makanan dikantin belum juga muncul batang hidungnya, bertambah rusuh hatinya jika dalam keadaan lapar.

Ya Jaejoong orang tersebut memang tak pernah memiliki teman lain selain sahabatnya Junsu. Wajar saja, Jaejoong gerah jika berteman dengan sesama namja, yang ada akan berakhir pada ajakan kencan mereka yang sudah pasti akan ditolaknya mentah-mentah.

"Hyung, ini..." tak berapa lama Junsu datang dengan dua kaleng minuman ringan dingin ditangannya, menyodorkan salah satunya kehadapan Jaejoong yang masih memasang tampang galaunya.

Jaejoong telah menceritakan semua kepada Junsu beberapa hari yang lalu sewaktu Junsu menginap dirumahnya, semua tanpa terkecuali termasuk kejadian perkosaan didalam mobil pada malam naas itu.

Jaejoong hanya memiliki Junsu sebagai sahabatnya, dan ia telah berjanji tidak akan ada rahasia diantara mereka.

"Hyung minumlah, aku sengaja membelikan minuman ringan tanpa soda untukmu." Dahi Jaejoong berkerut mendadak mendengar perkataan Junsu barusan. Sedang Junsu hanya cengar-cengir gaje.

Jaejoong memasang wajah galaknya, wajah galak Jaejoong ini malah justru dapat membangkitkan libido para seme diluar sana. Itu menurut Junsu yang merupakan fudanshi.

"Hehehe...Hyung jangan memasang tampang angker begitu, nanti kalau ada seme yang lewat bisa gawat." Cengiran Junsu semakin lebar, sementara wajah Jaejoong semakin menyeramkan (menurutnya sendiri).

"Junsu-ya, cepat katakan apa maksudmu tidak memberikan minuman bersoda itu kepadaku? Aku tidak sedang batuk." Junsu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Anu Hyung, aku pernah mendengar jika orang hamil minum minuman bersoda janinnya akan lemah dan lama-kelamaan akan keguguran." Junsu mengakhiri kalimatnya dengan cengiran khasnya, sementara Jaejoong yang mendengar alasan Junsu kepalanya sudah mulai berasap.

"Yah kau anggap aku ini perempuam, eoh? Berikan minumanmu, ppali!"

"Yah...yah Hyung, kenapa merampas minumanku? Itu bahaya untuk janin didalam perut Hyung! Kembalikan Hyung!" Junsu kaget dan panik saat tiba-tiba Jaejoong merampas kasar minuman kaleng bersoda miliknya yang masih sangat penuh itu.

glek~

glek~

glek~

Satu kaleng minuman dingin bersoda itu amblas kedalam perut Jaejoong hanya dalam hitungan detik.

Junsu melotot.

"Hyung kejam, bagaimana kalau..."

"BAGAIMANA APA? Kau menganggapku seperti wanita lemah saja, jangan sampai aku mengulangnya lagi Junsu-ya, aku tidak bakal hamil, sekarang bukan masa suburku, lagi pula aku ini adalah lelaki tulen, aku yang akan menghamili wanita, bukan dihamili, titik!"

"Ta-tapi Hyung kan mengatakan kalau o-orang Jepang itu keluar di..dalam anu Hyung." Junsu meringis sungguh ia ngeri melihat wajah horor Jaejoong mendengar kalimat frontalnya barusan. Wajah putih Jaejoong sudah berubah warna menjadi pink tua.

"ANU APA?" Junsu gemetar melihat wajah mengeras Jaejoong.

"A-anu itu H-hyung..." jawab Junsu terbata dan sungguh tidak jelas, hanya saja telunjuknya terarah ke bagian belakang Jaejoong, tepat dipantatnya.

BRAKK!

Junsu meringis melihat Jaejoong yang sudah melangkah menjauhinya. Sepertinya Jaejoong benar-benar tersinggung.

Kalau sudah begini Junsu tidak akan mengejar Jaejoong, ia sudah hafal benar, Jaejoong butuh sendiri.

.

Jaejoong yang dalam keadaan gusar memutuskan untuk pulang menemui Ayahnya dan meminta penjelasan mengenai keputusan orang tua yang dimiliki satu-satunya itu. Ia sungguh tidak terima keputusan sepihak Hyunjoong yang telah menjodohkannya dengan Shirota Yuu, pria Jepang yang matanya ingin Jaejoong colok karena selalu jelalatan saat melihat Jaejoong, apalagi bagian belakang tubuhnya.

Huh~

Mengingat itu Jaejoong ilfil seketika, dipercepat langkahnya menuju kamar kerja sang ayah. Keheranan sejak dulu Jaejoong yaitu Hyunjoong tak pernah menyewa tempat sebagai kantor tempatnya bekerja, cukup sebuah ruangan dirumah mereka yang megah, dan beberapa orang berpakaian rapi yang sesekali mendatangi sang Aboeji. Namun Jaejoong tak pernah ambil pusing tentang bisnis yang dijalani oleh Ayah kandungnya itu.

"Ahh ikemen, sudah pulang ne?" Jaejoong memutar bola matanya kesal, ia benar-benar sedang tidak ingin berbasa-basi dengan pemuda Jepang yang tampaknya sangat mata keranjang itu.

Meski penampilan gagah dan berwajah blasteran, Jaejoong sedikitpun tak berminat dengan pemuda pilihan sang Ayah.

Karena Jaejoong itu normal. Masih suka perempuan, pemilik bukit kembar di dada mereka.

"Kok bengong?" ahh ini lagi, Jaejoong tak mengerti mengapa orang Jepang disini semua pandai berbahasa negaranya.

Wajah Shirota yang begitu mesum saat melihat calon tunangannya ini tak dapat menahan senyum saat melihat wajah bengong Jaejoong yang takjub akan kemampuan bahasa Koreanya. Tentu Jaejoong tak mengetahui jika Yuu pernah tinggal dan bersekolah di negeri Ginseng itu, dulu.

"Geser." Jaejoong tak dapat menyembunyikan raut malas pada wajahnya saat tubuh besar dan tegap dihadapannya menyabotase separuh lebih akses masuk kerumahnya.

Shirota Yuu menggeser perlahan tubuhnya memberi jalan masuk bagi pemuda yang telah membuatnya jatuh Cinta pada pandangan pertama itu.

Jaejoong melengos masuk tanpa mempedulikan wajah mesum Shirota dengan manik coklat mudanya yang jelalatan menatap kearah bawah tubuh Jaejoong.

Menurutnya Jaejoong memang bertubuh kurus kerempeng, namun bongkahan pantatnya tidaklah bisa dianggap remeh, bulat dan padat. Shirota tak dapat mengalihkan pandangannya begitu saja, meneguk air liurnya dan oh, tangan nakalnya-pun ternyata tak dapat menahan godaan untuk merasakan empuknya bongkahan dua daging empuk yang menantang didepannya.

"AWW! JEPANG KURANG AJAR!"

PLAKKK~

"Berani sekali lagi kurang ajar, kupatahkan hidung besarmu!"

"Awww...galak sekaliii, ouchhh sakit..."

Shirota berjalan tertunduk-tunduk sambil memegang benda pusakanya yang tak luput dari tendangan brutal Jaejoong, meski berkaki langsing namun tendangan Jaejoong tak bisa diremehkan sama sekali.

Jaejoong berlari menuju ruang kerja Hyunjoong, ia sudah tak dapat menahannya lagi, ia tidak ingin hidupnya diatur-atur, ia ingin menentukan sendiri pendamping hidupnya, yang tentunya berjenis kelamin perempuan.

Sreettt~

Pintu kokoh berbahan kayu itu terbuka tanpa adanya ketukan seiring wajah cantik yang tampak dari baliknya.

"Huhh...Jaejoongie yeoppuda, begitu terburu-buru kah sampai lupa mengetuk pintu dahulu?"

"Tsk, berhentilah memanggilku dengan sebutan kekanakan itu, dan juga sudah berapa kali Aboji kuperingatkan, aku ini lelaki sejati, sama sekali tidak cantik!" kesal Jaejoong mendengar kalimat sambutan sang Aboji untuk dirinya yang tiba-tiba masuk membuat pria paruh baya itu sedikit kaget.

Hyunjoong terkekeh pelan, melihat wajah bertekuk Jaejoong yang menurutnya malah menjadi semakin menggemaskan dan cantik.

"Baiklah, apa maksud kedatangan pangeranku yang paling gagah dan tampan ini, hmm?" goda Hyunjoong tersenyum simpul menatap sang Putra yang tampak semakin sebal.

"Aboji, aku ingin Aboji membatalkan pertunanganku dengan pemuda kurang ajar itu detik ini juga, aku tidak suka hidupku diatur-atur, dan aku hanya ingin menikah dengan wanita pilihanku saja." dengan lancar Jaejoong menyuarakan isi hatinya.

"Dan satu lagi, cepat usir tamu Aboji yang membawa pengawal bodohnya itu, aku tidak suka mereka tinggal bersama kita." merasa tidak puas Jaejoong lanjut menyatakan isi hatinya.

Hyunjoong yang mendengarkan semua unek-unek anak semata wayangnya itu terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya, entah itu tanda mengerti atau sebaliknya.

"Baiklah, ada lagi yang ingin Joongie sampaikan?" Jaejoong memasang wajah cemberut mendengar Aboji yang sama sekali tidak merubah sebutan manjanya.

Jaejoong menjawab hanya dengan gelengan saja.

"Hmmm, untuk masalah pertunangan, kembali keperjanjian awal kita, bawa siapa saja calon pendamping Joongie, dan Aboji akan batalkan pertunangan dengan Shirota-kun."

Jaejoong mendengus, nafasnya berhembus hingga menyapu sebagian rambut bagian depannya.

"Baiklah, Joongie akan secepatnya membawa seorang gadis kehadapan Aboji."

"Hahaha...yakin seorang gadis?" Hyunjoong terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya kearah putra semata wayangnya, seakan meragukan ucapan sang putra, mengejek tepatnya.

Tidak terima dengan prilaku meremehkan sang ayah, Jaejoong-pun beranjak dari ruangan Hyunjoong dengan langkah yang dihentak-hentakkan kasar lengkap dengan bibir manyun khas-nya. Tawa Hyunjoong pun masih terdengar hingga Jaejoong mencapai pintu kamarnya.

Dengan bibir yang tak henti menggerutu Jaejoong bergegas menuju kamarnya, hingga tepat didepan pintunya, terlihat dua sosok pengawal tamu sang Ayah, si tiang dan si jidat, begitu Jaejoong menyebut keduanya.

Begitu melihat keberadaan Jaejoong dua pemuda yang tengah mondar mandir didepan pintu kamar tuannya yang terletak paling ujung ruangan itu langsung membungkuk hormat kearahnya.

"Konnichiwa Jaejung-san." keduanya mengucapkan salam yang tidak Jaejoong mengerti sama sekali.

Selama kurang lebih 2 minggu berada satu atap dengannya Jaejoong tak pernah merasakan gangguan yang berarti dari ketiga pemuda tersebut, bahkan pemuda Jepang yang sudah memperkosanya lebih sering terlihat sibuk entah apa yang sedang diurusnya, Jaejoong tidak peduli.

Gangguan berarti hanya berasal dari Shirota Yuu yang selalu menempelinya selagi dirumah, sungguh Jaejoong merasa sangat tidak betah dirumah karena itu.

"Ck...kalian orang Korea, mau-maunya jadi kacung orang Jepang, cihh." tanpa membalas salam tersebut Jaejoong langsung masuk kamarnya, tentu saja tidak lupa membanting pintu dengan keras.

Sedangkan kedua pemuda tadi hanya dapat berpandangan saja. Ternyata Jaejoong mengetahui jika mereka berasal dari negara yang sama, hanya saja Jaejoong tidak mengetahui jika Bos mereka sebenarnya juga berasal dari negara yang sama juga.

Keduanya hanya dapat menggeleng melihat tingkah Jaejoong yang tidak pernah ramah kepada mereka.

Sementara itu didalam ruangannya, Hyunjoong yang tengah tertawa lepas melihat kelakuan putra semata wayangnya mendadak menghentikan tawanya begitu Jaejoong telah jauh meninggalkan ruangannya, wajah riangnya mendadak berganti muram tatkala mendapati gambar dibalik buku agendanya, gambar seorang wanita anggun berwajah Asia, memakai baju khas yang dikenal dengan sebutan kimono, wanita tersebut terlihat sangat muda dan cantik, dengan warna kulit seputih susu, sangat serasi dengan kimono yang dipakainya, merah hati bercampur krem, begitupun dengan kanzashi (tusuk konde) yang semakin mempercantik keadaannya.

Ujung jemari Hyunjoong bergerak menelisik setiap jengkal wajah didalam gambar tersebut. Entah kapan setitik air telah jatuh dari sudut matanya, tak seorang-pun tahu apa yang tengah berkecamuk dihati pria tersebut. Hanya saja begitu terlihat jika ia sangat mencintai sosok didalam gambar tersebut.

"Asuka..." perlahan bibir bergetar Hyunjoong merapalkan sebuah nama, nama sosok yang gambarnya terus dipandanginya.

Sosok ibu dari putra semata wayangnya. Putra yang ditakdirkan memiliki kelebihan dari laki-laki pada umumnya. Kelebihan yang tidak dapat diterima oleh keluarga sang Ibu yang telah melahirkannya.

Kelebihan yang dianggap sebagai aib bagi keluarga keturunan Yakuza. Karena di Jepang Yakuza adalah simbol kekuatan, kekerasan, dan kekuasaan tanpa ada sedikitpun unsur kelemahan didalamnya.

Dan kelebihan yang dimiliki putra Hyunjoong yang lahir tanpa ikatan pernikahan itu dianggap simbol kelemahan atas simbol kekuatan klan mafia yang sangat termashur. Bagaimana bisa seorang Pria memiliki rahim selayaknya perempuan? Apalagi ia adalah keturunan klan penguasa dunia hitam di Jepang. Takayama tak akan tinggal diam. Menyingkirkan makhluk tanpa dosa yang sudah dianggap aib semenjak didalam kandungan sang ibu adalah hal mutlak yang harus dilakukannya.

Tapi jika Tuhan berkehendak siapa yang dapat menghalanginya? Begitulah yang terjadi pada nasib Jaejoong, Asuka sang ibu berhasil mempertahankan nyawanya saat masih dikandungan, sedangkan Hyunjoong berhasil menyelamatkan nyawanya semenjak dilahirkan hingga saat ini.

Tapi apa yang ditakutkan Hyunjoong selama hidupnya bersama Jaejoong kemungkinan akan segera terjadi, Takayama masih mengincar nyawa Jaejoong, putra semata wayangnya, yang sangat disayanginya, demi menyelamatkan nyawa sang buah hati ia rela mengorbankan cinta tanpa restunya terhadap Asuka Yamaguchi, Ibu kandung Jaejoong.

Taka- yamaguchi, yang biasa disebut Takayama itu terkenal dengan sifat keras dan anti humanisme-nya, tidak manusiawi. Siapapun yang dianggap menghalangi kelancaran bisnis dan ketenangan hidupnya patut disingkirkan, meski itu darah dagingnya sendiri.

Sayangnya, Kim Hyunjoong tak dapat melakukan apapun, selain melarikan diri. Hingga saat ini keberadaannya bersama sang Putra telah diketahui oleh kaki tangan Takayama.

Tadinya Hyunjoong berusaha untuk menjodohkan Jaejoong dengan keluarga Shirota sasu yang dikenalnya lewat dunia bisnis, keluarga Shirota adalah satu-satunya kerabat klan Yamaguchi-gumi sehingga Hyunjoong mengambil keputusan singkat untuk menjodohkan Putra keluarga tersebut dengan anaknya sendiri. Hanya saja sampai disini Hyunjoong merasa sangat menyesal dengan pikiran dangkalnya waktu itu.

Menjodohkan Jaejoong dengan keluarga Shirota bukanlah solusi atas masalahnya, malah ia akan makin memperumit dan menciptakan perang saudara antara mereka. Posisi Jaejoong sangat berbahaya.

Arghhhhh!

Entah sudah yang ke berapa kalinya Hyunjoong meremas helaian rambut dikepalanya, rasanya ingin ia mencabut seluruh akar rambutnya demi mengurangi rasa pening yang menghentak otaknya saat ini.

"Jaejoongie...maafkan aboji."

.

.

"Ada apa Paman memanggil saya?" wajah tampan pemuda Jepang-Canada itu terlihat datar tanpa ekspresi.

Selama 2 minggu berperang melawan batin dan kehendaknya sendiri, Hyunjoong telah memutuskan langkah apa yang akan diambilnya. Ia tak tahan melihat tingkah Jaejoong yang uring-uringan karena tiba-tiba ada manusia asing yang tinggal dirumah mereka, ini harus segera diakhiri.

"Maaf sebelumnya, ini mengenai rencana pertunanganmu dengan Jaejoong Putra-ku, sepertinya pertunangan ini tidak dapat dilanjutkan, karena...yah, kau melihat sendiri tanggapannya, tampaknya ia sama sekali belum siap."

Hyunjoong berusaha berkata dengan normal meski jelas terdengar getaran pada pita suaranya, pertanda kegugupannya. Ia sadar keputusannya kali ini akan membawanya pada masalah baru, akam tetapi ia tidak akan mengorbankan perasaan putra semata wayangnya lebih lama, itu akan lebih menyiksa Jaejoong.

"Paman tidak sedang bercanda, kan? Ahh kalau hanya masalah penolakan aku sanggup berjanji dalam waktu sebulan kedepan hubunganku dan Jaejoong akan mengalam kemajuan, bagaimana?"

Pemuda blasteran itu tersenyum manis namun penuh penekanan, wajah tegasnya mengintimidasi sosok Hyunjoong dihadapannya, bahkan pemuda itu masih dalam keadaan berdiri, kedua telapak tangannya menapak keras dipermukaan licin kaca meja Hyunjoong.

Hyunjoong tersenyum tipis, sedikit tersentak akan perubahan sikap pemuda dihadapannya yang biasa bersikap manis kepadanya.

"Maaf Yuu, Jaejoong anakku benar-benar tidak menghendaki perjodohan ini, kuharap kau mengerti, aku sama sekali tidak bisa memaksanya." Hyunjoong mengakhiri kalimatnya dengan mengendikkan bahunya.

"Baiklah, kalau Paman tidak bisa memaksanya, aku sendiri yang akan memaksanya."

Hyunjoong terperanjat dengan sikap kurang ajar Yuu yang menjawab perkataannya dengan tidak sopan, segera ia bangun dari duduknya, ditariknya kedua sisi kerah baju yang dipakai pemuda berdarah Jepang yang sudah bersiap beranjak dari tempatnya.

"Jangan mengancamku dan anakku! Aku bisa berbuat apa saja untuk melindunginya!" ujar Hyunjoong keras tepat diwajah tampan Shirota Yuu, tampak lelaki setengah baya itu sangat khawatir akan apa yang akan dilakukan pemuda jepang ini terhadap anak semata wayangnya nanti.

"Kemasi barang-barang sekarang juga! aku akan melakukan apapun untuk keselamatan putraku satu-satunya!" kemarahan tampak jelas diwajah Hyunjoong, sementara kedua tangannya masih merenggut kerah baju Shirota Yuu, pemuda itu tetap dengan raut dinginnya, tampak tak gentar sedikitpun.

"Kau, akan segera mengetahui siapa diriku yang sebenarnya, jaga baik-baik apa yang seharusnya kau jaga, mulai dari sekarang..."

Hyunjoong tersandar dikursi kebesarannya sesaat setelah Shirota Yuu pergi dari hadapannya dengan ancamannya yang ia tahu itu tidak main-main.

Wajah tampan yang mulai dihiasi kerutan itu tampak tidak tenang, terngiang kalimat ancaman dari pemuda yang mantan calon menantunya itu, ia tahu kalimat itu tidak main-main. Sungguh penyesalan besar yang dirasakan Hyunjoong saat ini.

"Jaejoong-ah, maafkan Aboji."

.

Jaejoong terbangun pagi- pagi dengan keadaan yang berantakan, bahkan ia belum mengganti pakaiannya sedari pulang kerumah kemarin siang. Berbagai masalah yang menimpanya akhir-akhir ini membuat keadaan sangat suntuk.

Jaejoong keluar kamar setelah mencuci muka sekedarnya saja, melangkah menuju ruang makan, sejenak dirasanya keadaan yang berbeda selama beberapa hari belakangan ini, ia hanya melihat Hyunjoong duduk seorang diri dimeja makan membaca koran sambil menikmati sarapan roti bakar lengkap dengan kopi pahit kesukaannya.

Tentu saja Jaejoong merasa keheranan, dimana lelaki-lelaki pengganggu yang sudah beberapa hari ini mengganggu ketentraman hidupnya.

"Aboji, tumben sekali hanya sendiri, kemana orang Jepang peliharaan-peliharaan Aboji?" Hyunjoong tersenyum geli mendengar nada sindiran Jaejoong barusan. Dilipatnya kertas koran yang barusan dibacanya, ia letakkan diatas meja makan.

"Jaejoongie, Aboji telah membatalkan pertunanganmu dengan Shirota Yuu."

"Haa? sungguhkah Aboji?" mata bulat itu menyipit, pertanda tidak percaya dengan apa yang telah dikatakan sang Ayah barusan. Sedangkan Hyunjoong menarik nafas panjang, membuangnya dengan kasar.

Hhhhh...

"Nde, ia juga sudah meninggalkan rumah ini, kemarin."

"Aboji mengusirnya?"

Hyunjoong mejawab hanya dengan gendikan bahunya saja, terlihat seolah tengah menahan beban yang berat.

Wajah barbie yang belum mandi itu menatap dalam wajah sang Ayah, mencoba mempelajari bahasa tubuh sang Ayah saat itu.

"Tapi mengapa Aboji terlihat bersemangat seperti itu? Bagaimana dengan rekan kerja Aboji yang membawa dua kacungnya itu? mengapa mereka menghilang juga? apa Aboji mengusirnya juga? hehehe." Jaejoong tak dapat menyembunyikan kegembiraannya pada kalimat terakhirnya, ia sangat berharap semua pria tak jelas yang menumpang dirumahnya telah dideportasi Hyunjoong.

"Yunho beserta pengawalnya pamit pulang ke Jepang, hanya beberapa hari saja, setelahnya mereka akan kembali kesini, sayang." Jaejoong lemas seketika, huh, untuk apa kembali kesini lagi.

Hyunjoong beranjak dari duduknya, sebelum melangkah ia sempatkan mengacak pelan surai halus Jaejoong dengan penuh sayang, kebiasaan yang tak pernah dihilangkannya sejak Jaejoong kecil.

"Jaga dirimu sayang, Aboji tidak yakin keputusan ini adalah yang terbaik, setidaknya Aboji telah memenuhi keinginanmu."

Jaejoong menatap sang Ayah tak mengerti, entah mengapa ia merasa kalimat itu seperti sebuah pesan, bukan hanya sebuah pertanyaan biasa.

.

Selanjutnya hari-hari Jaejoong jalani seperti biasa, berkuliah, bermain bersama sang sahabat, Junsu, bahkan berkelahi juga, ingat ia adalah seorang kingka dikampusnya.

Hari ini seperti biasa disela-sela jam istirahat, di taman belakang kampus, dibawah pohon rindang, Jaejoong bersama Junsu tengah menikmati waktu senggangnya setelah makan siang dikantin. Jaejoong yang betah menghabiskan berbatang-batang rokok dengan Junsu yang sibuk dengan cemilannya.

Semenjak kepulangan tamu-tamu dirumahnya Jaejoong begitu menikmati hari-harinya, pemuda Jepang yang bernama Yunho itu belum juga kembali, sudah hampir 3 minggu dari kepulangannya ke Jepang. Selain merasa lega Jaejoong juga merasa sangat kesal, belum sempat ia menghajar pemuda tersebut untuk membalas dendamnya. Jaejoong berjanji jika pemuda itu kembali ia akan meracuninya dengan sianida.

"Hyung." panggil Junsu pelan.

"Umm..." Jaejoong menyahut pelan, masih menikmati asap rokok yang entah sudah batang keberapa.

"Hyung masih mengejar Yoona si primadona jurusan Sastra itu?"

Jaejoong tersenyum tipis.

"Sekarang ini aku tidak akan mengejar siapa-siapa lagi, siapapun wanita itu asalkan cantik dan buah dadanya besar, akan segera kujadikan istri, asalkan ia bersedia."

"Ppfftt..." Junsu menahan tawanya, dan ini tentu saja akan menyulut emosi sang sahabat cantik.

"Yah, kau meremehkanku bebek!"

"Hyung, aku tadi melihat Yoona, ia bersama pria yang pernah kau hajar karena sudah menembakmu." Jaejoong mendecih, wajahnya mengeras.

"Bitch..."

"Aku masih ingat saat pemuda itu babak belur kau hajar, Hyung, hahahaha." Jaejoong mengacuhkan kicauan Junsu, terus menghisap dalam-dalam racun nikotin dari sela-sela jari mulusnya.

"Eh Hyung tumben belum mimisan, ini sudah tanggal 15, lewat seminggu dari tanggal biasanya Hyung dapat."

"Uhuk...uhukk..."

"Eh Hyung gwaenchana?" Junsu melihat Jaejoong yang tiba-tiba terbatuk-batuk sambil menginjak-nginjak sisa puntung rokoknya.

Mendengar kalimat Junsu barusan membuat Jaejoong tiba-tiba berkeringat dingin.

Tidak, tidak mungkin, ia adalah lelaki sejati, diluar sana banyak calon ibu dari anak-anaknya kelak yang mengantri ingin menjadi istrinya. Setidaknya itu keyakinannya sendiri.

"Junsu ya, aku pulang duluan, tolong ijinkan aku dimata kuliah Jeonghan ssi." Jaejoong bergegas meninggalkan Junsu yang terbengong-bengong melihat perubahan tingkah Jaejoong barusan.

.

Jaejoong membunyikan klakson mobilnya berulang-ulang, heran tidak biasanya pekerja dirumahnya begitu lamban membukakan pintu gerbang untuknya, Jaejoong merasa sangat letih sekali, waktunya seharian dari membolos kuliah tadi dihabiskan dikedai shoju langganannya hingga malam hari menjelang. Jaejoong merasa tubuhnya seakan remuk, sangat lelah, tidak biasanya ia mengalami hal seperti itu.

Perlahan tubuh mungil itu keluar dari mobilnya, membuka gerbang besar kediaman megahnya bersama sang Aboji. Merasa heran tidak biasanya rumah megah tersebut terlihat lengang, meski hanya ia dan sang Ayah penghuni rumah itu, namun ada beberapa pekerja rumah tangga yang bahkan 24 jam terus bekerja bergantian dalam shift, mengapa rumahnya terlihat begitu lengang dan, gelap, sedikit curiga kendati tidak biasanya sudah memasuki jam malam seperti ini lampu-lampu penerangan baik didalam rumah dan sekitarnya masih belum dihidupkan.

Jaejoong melirik jam tangannya, tepat jam 6 sore, untungnya sinar matahari yang perlahan meredup masih sedikit menolong penglihatan Jaejoong yang mulai memasuki rumah lengangnya itu.

Sedikit was-was, heran akan keberadaan semua makhluk dirumahnya, berbagai pertanyaan berkecamuk dibenak pemuda bishounen tersebut, apakah Aboji-nya berangkat mendadak keluar negeri dengan membawa seluruh pegawai rumahnya, termasuk bibi Song sang kepala pelayan dirumahnya, atau Jaejoong menggeleng pelan, ini bukan hari ulang tahunnya, tidak mungkin mereka akan memberikannya kejutan saat ia membuka handel pintu utama yang kebetulan sudah didalam genggaman tangannya sekarang.

Perlahan pintu besar nan kokoh itu terbuka sedikit demi sedikit, Jaejoong terlihat ragu untuk melangkah kedalam rumahnya yang terlihat suram, karena pencahayaannya hanya mengandalkan sisa sinar matahari yang kian meredup diluar sana.

Mulai merasakan adanya ketidak beresan, perlahan demi perlahan Jaejoong melangkah masuk kedalam rumah megah lengang tanpa hilir mudik pekerja seperti biasanya, setidaknya ada bibi Song yang selalu menyambutnya ketika tiba dirumah. Tujuan pertama Jaejoong adalah saklar lampu ruang utama yang menerangi sebagian ruang tamu dan ruang keluarga besar rumah tersebut.

Begitu lampu menyala kedua mata besarnya mendelik tak percaya dengan pemandangan yang didapatnya saat memasuki ruang keluarga. Beberapa sosok tubuh tergeletak tak bergerak, Jaejoong mengenal semua diantara mereka, bahkan salah satunya adalah orang yang sangat tidak asing baginya.

"Bibi Song!" Jaejoong melangkah kearah salah satu tubuh yang tergeletak itu, perlahan diangkatnya kepala perempuan setengah baya itu kedalam pangkuannya, tidak ada darah, Jaejoong bernafa lega saat merasakan denyut nadi diurat leher yeoja yang sudah bersamanya sejak kecil itu. Terlihat lebam dibagian belakang kepala bibi Song, sepertinya ia pingsan karena pukulan keras pada bagian itu.

Perasaan Jaejoong semakin kalut saat pikirannya tertuju pada sang Ayah. Segera ditekannya panggilan cepat pada layar Iphone-nya.

"Junsu~ya, cepat tolong aku, sepertinya rumahku diserang perampok." tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya itu Jaejoong segera meninggalkan tubuh tak berdaya bibi Song dan beberapa namja yang entah apakah masih bernyawa atau tidak, tujuan Jaejoong sekarang adalah ruang kerja Hyunjoong, sang Ayah.

Jaejoong menghempas pintu ruang kerja Hyunjoong tanpa mengetuk lagi, suasana gelap menyambu penglihatannya, berjalan dengan meraba-raba untungnya Jaejoong hafal letak saklar lampu diruangan tempat favorit Ayahnya itu.

Setelah berhasil menerangi ruangan yang lumayan luas itu, tubuh mungil itu menegang ditempatnya, mulutnya ternganga, nafasnya seakan terhenti saat itu juga, jika saja tidak berpegang pada dinding ruangan maka dipastikan tubuhnya tak akan mampu berdiri tegak lagi.

Betapa tidak, tak jauh dihadapannya, masih dalam posisi duduk dikursi kebesarannya Hyunjoong tersandar tak bernyawa dengan sebuah pisau menancap tepat dibagian perutnya yang sudah berlumuran darah membasahi kemeja berwarna krem yang ia kenakan.

Tubuh Jaejoong lunglai terjatuh saat itu juga.

.

.

.

TBC

.

Note;

Maafkan segala keterbatasan saya yang 'melencengkan' janji saya utk segera update ff ini, seolah saya PHP-in readers semua. T.T

Jujur saja, saya sudah berusaha keras melanjutkan ff ini, dan inilah hasilnya, maafkan saya yang tidak maksimal membuat plot dengan setting yakuza Jepang, saya hanya mengambil yang umum-umum saja. Selebihnya silakan kalian berfantasi sendiri ya. Mengenai bahasanya juga, mungkin di part-part awal saya masih menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Jepang dan Korea, namun semakin kesini akan semakin diminimalisir dengan tujuan proses pengetikan agar cepat selesai, karena biasanya proses pengetikan terhambat karena saya sering bertanya dan mencari info kesana sini mengenai istilah asing yang saya pakai.

Demikianlah harap dapat memakluminya.

Love you all^^

Palembang, 21 oktober 2016

~MBJ~