Chapter ini telah direvisi terakhir pada tanggal 11 Oktober 2017.

Bagian yang direvisi berupa : typo(s), perubahan kalimat/kata, perubahan point of view, penambahan kalimat/kata, perbaikan EYD.

Total isi chapter : 12.400 kata dalam 39 halaman.


Entah kenapa aku pengin bikin cerita yang darah-darahan dengan Dark! Naruto didalamnya, terus dapet deh ide ini hahaha

Warning : M, yaoi, boyxboy, sexual content, lime/lemon, M-Preg, blood, character death ? haha, OOC, AU, demon, Dark!Naruto, Slut!Naruto? haha

disclaimer : naruto itu punya kishimoto-sensei kok :)

Selamat Membaca~!^^


Chapter 1 - Becoming Royal Knight


"—Ahn~!"

Seorang wanita mendesah keras saat sebuah tangan membelai pinggangnya dengan lembut, mengelus-elus setiap inci tubuh putih dan berliku itu, membuat sang wanita mengerang dengan basah. Tubuhnya mengeliat nikmat ketika tangan itu menyentuh buah dadanya, meremasnya pelan, kemudian menyentuh puting sensitif bewarna pink itu, memuntir, mencubitnya dengan keras.

"—Ahhnnn—lagi—nnngnnn~!" desah wanita itu dalam kenikmatan.

Pemilik tangan itu menjilat air liurnya sebelum dia menempelkan bibirnya ke puting tadi, menggigitnya keras, kemudian menghisap putih susu darinya tanpa ampun seolah-olah dia adalah bayi yang kelaparan. Laki-laki itu pun mulai menggerakan tubuhnya maju mundur, menggenjot penisnya ke dalam vagina basah dan hangat itu dengan cepat, membuat sang wanita mengerang kesakitan namun penuh nikmat.

"—nnn—lagi—please—ahhhhnn~!"

Pemuda itu pun mempercepat gerakkannya, menikmati sensasi basah nan hangat menyelimuti penisnya, menyodok lubang basah itu dengan keras, menyentuh setiap ujungnya dengan nikmat, menghiraukan erangan basah dari sang wanita.

"Ahn~!-good—ahhnnn—feel so good—Ngnnnn~!" wanita itu mendesah keras, tubuhnya mengejang hebat sedang tangannya mengepal dengan sangat kuat. Dia mencoba menaikan tangannya untuk merangkul sang pria, tapi tangannya tergulai lemas tak bertenaga. Seluruh tenaganya terkuras habis oleh pergulatan nikmat yang dilakukannya dengan pria tak dikenalnya itu. Pria yang seharusnya datang untuk membunuhnya malam itu. Dia tahu bahwa hal yang dilakukannya sekarang adalah hal yang gila, tapi apa daya yang bisa ia lakukan. Ia tak bisa menolak pesona dari tubuh indah dan sexy itu. Dengan aura chakra dan bau maskulin yang begitu kuat itu, dia tak bisa melakukan apapun kecuali bertekuk lutut tanpa perlawanan, menyerahkan seluruh tubuh dan pikirannya hanya untuk sebuah kenikmatan tiada dua itu.

"Ahhhh~!—Aku tidak bisa lagi-Nggnnnnn—nikmat sekali—ahhhnnn~!"

Pemuda itu tersenyum licik, menikmati erangan yang dihasilkan dari wanita di hadapannya. Dia mengelus pipi wanita itu dengan lembut, mata beriris birunya menajam dingin. "Kau tidak mau lagi?" dia berkata pelan.

"Tidak!—Ngnnn—Aku mau-Ahn!—lagi—Ahk!—kumohon lagi—Ahhhhnnn~!"

Pemuda menyeringai lebar kemudian berkata "Panggil aku Uzumaki-sama kalau begitu"

"Uzu—Ahnn!—Uzumaki-sam—a—Ahhnn~!—Uzumaki-sama—Ahnnnnnn~!" wanita itu mengerang keras dengan basah. Tubuhnya mengejang hebat saat dia untuk sekian kalinya mengeluarkan cairan dari vaginanya, mengirim sensasi nikmat tiada dua ke seluruh tubuhnya. Namun, sang pemuda masih belum juga menghentikan sodokannya, membuat sang wanita mengejang lagi, mendesah keras tak peduli meskipun tenggorokan sudah sangat sakit akibat berteriak terus menerus. Air liurnya mengalir deras dari mulutnya ke lantai dingin, bercampur dengan ceceran darah yang ada disampingnya. Matanya penuh dengan nafsu, menatap sang pemuda dengan nikmat dan nafsu. "Uzumaki-sama—Ngnn!—tolong—ohnnn—jadikan aku-ahk!—jadikan aku milikmu—Uzu—Ahhnnnn!" dia mendesah dengan nikmat, merengek terhadap pria di hadapannya, agar sang pria mau melakukan mating dengannya, menjadikannya pasangan seumur hidup.

Pemuda itu terkekeh pelan. "Milikku kau bilang?" dia bertanya dengan dengan seringai licik.

"Iya!—Ooohnnn!—please! jadikan aku milikmu!—Ahhhn!" desah wanita itu.

Mata beriris biru itu pun menajam, mengkilat dengan sangat berbahaya. Namun, tubuhnya masih belum menghentikan genjotannya terhadap lubang basah sang wanita. Dia menyeringai licik menggenjot penisnya lebih cepat dan lebih keras lagi, memusatkan seluruh chakranya dan mengirimkannya ke tubuh bagiannya bawahnya yang masih menyodok ke dalam lubang itu. Wanita itu mengerang keras, saat sensasi nikmat dari chakra itu menyebar ke seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya mengejang begitu hebat dan matanya melebar penuh kenikmatan. Dia pun menjerit keras saat tubuhnya merasakan klimaks kenikmatan yang begitu tinggi itu.

"AHHHHNNNNNNN~! UZUMA—"

Erangannya pun terhenti saat matanya membelalak kosong, napasnya menghilang dari hidungnya, dan jantungnya pun berhenti berdetak.

"sudah mati huh?" pemuda berambut pirang itu berkata pelan. Dia mengeluarkan penisnya dari lubang basah milik wanita yang sekarang tergeletak tak bernyawa itu dan kemudian mengelus penis miliknya dengan cepat. Dia mendesah pelan saat cairan spermanya keluar, memberikan sensasi nikmat ke seluruh tubuhnya. Setelah selesai, dia mengancing celananya lagi dan berdiri, menatap wanita itu dengan jijik. "Menjijikan. Menjadi milikku dia bilang? Huh" dia medengus jijik. "Dia bahkan tidak mampu menahan chakra milikku."

Dia mengambil pedang besar sepanjang 6 kaki miliknya itu dari lantai. Dia mengibasnya pelan di udara, kemudian dengan sekejap –Slash!- kepala wanita itu pun mengguling ke lantai, darah mengucur deras dari perpotongan itu, membasahi seluruh lantai dengan cairan merah pekat. Cairan merah itu pun bersatu dengan yang lainnya, menelusuri seluruh ruangan kerja yang kini sangat berantakan. Dinding yang seharusnya putih bersih, kini bernoda dengan cipratan merah. Buku-buku dan dokumen penting bersebaran di lantai dan meja dengan sangat berantakan. Rak-rak dan lemari buku yang seharusnya rapi kini hancur berantakan. Noda merah pekat bercampur ke seluruh ruangan luas namun gelap itu.

Mata beriris biru pemuda pirang itu, bergerak menelurusi ruangan dengan tatapan dingin. Mulai dari meja paling pojok yang dekat dengan pintu itu, terlihat seorang lelaki tua dengan tebasan besar di dadanya, darahnya sudah menggenang ke dalam kursi dan mejanya. Beberapa meter darinya seorang lelaki tua lainnya tergeletak tak bernyawa, kepala dan tubuhnya kini hanya tersambung oleh tetesan darah. Kemudian beberapa meter dari mereka, dan beberapa meter lagi, di kursi, sofa, meja, lantai, hampir menyeluruh ruangan, tubuh tak bernyawa yang diselimuti cairan merah pekat itu bergeletakan dimana-mana.

Pemuda pirang itu mendengus jijik "Menyedihkan." Dia bergumam pelan. Kakinya bergerak menuju meja tengah yang masih bersih dari darah. Dia mengambil sebuah buku tebal yang ia taruh sebelumnya disana. Dia menimbangnya sejenak sebelum akhirnya dia masukan ke dalam tas yang dibawanya. "Hanya ini petunjuk yang bisa kuambil huh…" dia bergumam lagi.

Dia menoleh ke keseluruh ruangan itu lagi, mengibaskan pedang besarnya agar bersih dari darah, kemudian memfokuskan chakranya menuju pedang. Kilatan api merah muncul yang kemudian menyelimuti seluruh batang besi pedang itu. Dia mengibaskan pedangnya dengan sangat cepat, sekilas dia terlihat seperti memotong udara tanpa tujuan, tapi satu detik kemudian kilatan merah memancar ke seluruh ruangan, dan akhirnya membakar ruangan itu perlahan-lahan, menghanguskan seluruh isinya.

Dia berlari ke arah jendela dan meloncat pergi meninggalkan ruangan.

.

.

.

.

"APA?!" teriak seorang lelaki berumur hampir lima puluhan itu. Dia menggebrak mejanya dengan sangat keras, membuat seisi ruangan tersentak kaget.

"Kadou-san, Saya rasa masalah ini menjadi sangat serius sekarang. Ini ketiga kalinya terjadi pembunuhan yang sangat kejih ini. Saya rasa pelakunya adalah orang yang sama. Mereka selalu membakar tempat kejadian sampai hangus tak bersisa. Kita tidak bisa menemukan satu petunjuk pun tentang pelaku karena seluruh isi ruangan sudah habis menjadi abu! Kita harus segera melakukan sesuatu Kadou-san!" teriak seorang lelaki berumur awal tiga puluhan terhadap atasannya, tangannya mengepal kencang, meremas lembaran kertas yang dibawanya.

"Nah, nah, tenanglah sedikit Hirashi-san dan Kadou-san, bisakah kalian menjelaskan padaku tentang kasus ini lagi?" kata seseorang yang baru memasuki ruangan dari pintu mahoni coklat itu.

"Kakashi-san! Yamato-san!" panggil serentak orang-orang yang ada di ruangan itu terhadap dua pria yang baru masuk itu.

"Yo!" sapa Kakashi dengan ceria, dia memiringkan buku oranye yang sedang dipegangnya itu di atas dahinya seolah-olah memberi hormat.

"Selamat siang, semuanya, Tsunade-sama bilang Departemen Penyelidikan Kerajaan membutuhkan kemampuan Dog Demon untuk sebuah kasus. Tsunade-sama mengirim kami untuk membantu kalian." Yamato menjelaskan kedatanganya ke seisi ruangan.

"Kesatria Kerajaan ya? Baguslah, Kupikir wanita itu tidak akan mengirimkan bawahannya kemari. Aku sudah memintanya sejak sebulan yang lalu, tapi baru sekarang dia mengirimnya" Kadou mendengus kesal.

"Maafkan kami. Kesatria Kerajaan sangat sibuk akhir-akhir ini. Akan ada perekrutan baru untuk tahun ini." Jelas Yamato lagi

"Perekrutan baru? Oh sudah waktunya ya. Akademi kesatria pasti akan ramai bulan ini, apa ujiannya akan sesulit tahun kemarin?" Hirashi bertanya, sedikit tertarik dengan kesatria kerajaan. Tapi sebelum Kakashi ataupun Yamato menjawabnya, sebuah gebrakan meja menghentikan mereka.

"Berisik! Bukan waktunya untuk membicarakan sampah seperti itu! Kita punya kasus yang harus diselidiki!" Kadou berteriak marah, secara efektif membuat seluruh orang di ruangan itu diam.

Kadou mendengus kesal, dan melipat tangannya di depan dada. "Hirashi! Jelaskan kasus itu lagi pada mereka!" suruhnya kesal

"B-baik! Um, i-ini dimulai dua bulan yang lalu, seorang menteri kerajaan tewas terbunuh di ruangan kerjanya sendiri. Tubuh tidak bisa diotopsi dan diselidiki cara kematiannya, karena tubuh beserta seisi ruangan habis terbakar menjadi abu. Tiga minggu kemudian, dua orang mantan menteri kerajaan juga terbunuh dalam kondisi yang sama. Tidak ada jejak pelaku yang tertinggal. Lalu yang terakhir terjadi dua hari yang lalu, korban adalah seorang pengacara dan empat orang pegawai dan sekretarisnya. Mereka terbunuh dalam kondisi yang sama. Kita masih belum bisa menemukan petunjuk tentang ciri-ciri pelaku ataupun motifnya, selain dari cara pelaku selalu membakar jejaknya tanpa sisa." Hirashi menjelaskan

"menteri, mantan menteri dan pengacara huh…" Kakashi bergumam pelan

"Kami sudah menyelidiki tempat kejadian bahkan dengan demon yang memiliki sensor pencari sekalipun, tapi tak ada jejak ataupun chakra yang tertinggal. Namun kami masih belum mencoba melacaknya melalui bau, karena itu kami meminta bantuan Kesatria Kerajaan yang memiliki kesatria Anjing ataupun Serigala didalamnya."

"Aku mengerti… yah, untuk lebih lanjutnya, kurasa kita harus melihat tempat kejadiannya langsung." Jelas Kakashi, menekukkan matanya menjadi garis lengkung ke atas seolah-olah ia tersenyum.

.

.

.

.

—Tok!—Tok!—Tok!

Pintu mahoni besar itu pun terbuka, membiarkan seorang gadis berambut hitam pendek masuk ke dalam ruangan. Di dalam pelukan tangannya terdapat sebuah babi kecil berwarna pink.

"Tsunade-sama, sudah waktunya untuk pembukaan penerimaan para calon kesatria baru. Para Guru dan Pelatih beserta calon kesatria sudah menunggu di lapangan utama." Kata gadis itu terhadap wanita berambut pirang yang dikuncir dua yang menjadi atasanya itu.

"Oh, sudah ya? Baiklah, ayo kita kesana Shizune." Ucap Tsunade kepada sekretarisnya.

.

"Ada berapa calon kesatria kali ini?" Tsunade bertanya kepada sekretaris saat berjalan berdampingan menuju lapangan utama, yang biasa digunakan untuk latihan para kesatria Kerajaan.

"Hmm, menurut data ada sekitar 280 orang. Lebih sedikit dari tahun kemarin, kurasa ini karena ujian dan latihan kita terlalu sulit Tsunade-sama. Dengan jumlah ini, yang akhirnya akan masuk menjadi Kesatria mungkin kurang dari separuhnya." Pikir sang sekretaris.

"Huh. Para demon sekarang ini sangat lemah, mereka bahkan tidak mampu melawan monster level 3 sendirian." Dengus sang Kepala Divisi Kesatria Kerajaan itu dengan kesal.

.

.

Lapangan luas itu sudah dipenuhi dengan para demon, menimbulkan suara berisik yang sangat keras memenuhi seluruh lapangan. Para calon kesatria terlihat rata-rata masih muda, berumur sekitar 18 tahunan sampai 25 tahunan. Bahkan ada yang berumur diatas tiga puluh mengikuti ujian masuk menjadi Kesatria kerajaan ini.

Sasuke mendengus kesal dari kursi singgasananya di atas panggung, menatap wajah-wajah demon yang nantinya akan menjadi partner timnya. Dia bisa melihat semua perempuan yang ada di lapangan di depannya berteriak memanggil namanya, membuat telinganya begitu sakit. Mereka pikir mereka siapa, berani memanggil nama seorang putra mahkota kerajaan iblis ini.

Dia bahkan hampir mati dari kebosanan saat acara pembukaan masih belum dimulai juga. Bagaimana bisa seorang wanita demon tua yang hanya seorang Kepala Divisi Kesatria Kerajaan berani membuat seorang anggota kerajaan, apalagi Putra Mahkota Kerajaan negeri ini menunggu seperti ini. Jika saja, wanita itu hanya demon tua yang tidak bisa apa-apa seperti para council sampah itu. Dia pasti sudah menghukumnya mati saat ini. Dasar Sialan.

Dia melotot ke arah pelayan disampingnya yang mencoba melayaninya dengan minuman. Dia bahkan tidak haus, untuk apa membawakannya minum, dasar pelayan bodoh. Nyali Pelayan itu pun langsung ciut, saat sang Yang Mulia di depannya melotot kearah padanya. Dia langsung menunduk malu meminta ampunan, kemudian langsung mundur dari Sang Pangeran.

Setelah beberapa menit berlalu, pintu masuk menuju lapangan itu pun terbuka, menunjukan sosok Tsunade yang berjalan dengan aura kuat yang langsung membuat para calon kesatria itu takut, di belakangnya sang sekretaris turut mengikutinya. Tsunade bergegas naik ke panggung dan berlutut di hadapan Putra Mahkota.

"Yang Mulia, maafkan atas keterlambatan hamba, ada sedikit masalah yang harus hamba lakukan terlebih dahulu. Namun, semua itu sudah diselesaikan. Jika Yang Mulia Putra Mahkota menginginkan, kita bisa memulai pembukaannya." Ucap Tsunade menunduk hormat terhadap Demon Kerajaan di hadapannya.

"Hn." Sasuke menggerutu sambil mengibaskan tangannya sebagai tanda perintah untuk segera melakukan pembukaan penerimaan Kesatria Kerajaan.

Tsunade mengangguk pelan, sebelum bergegas menuju tengah panggung. Dia mengangguk kepada seluruh Guru dan Pelatih di samping sebelum menoleh menuju seluruh demon di hadapannya.

"Selamat Datang di A.N.B.U, Divisi Kesatria Kerajaan Konoha, Saya adalah Senju Tsunade, Kepala Divisi, atau kalian bisa menyebutnya dengan Hokage. Saya tidak akan berpanjang lebar disini. Tapi-" Dia menghentikan perkataannya dan melirik ke setiap wajah di depannya. Dia menyeringai licik dan melepaskan seluruh chakranya, membuat aura kuat yang sangat menakutkan. Para demon calon kesatria yang memiliki tingkat chakra dibawahnya pun langsung ciut, bahkan ada beberapa yang pingsan dibuatnya. Seringai Tsunade melebar, sebelum dia berkata lagi. "AKU TIDAK PEDULI ALASAN KALIAN MASUK KEMARI, TAPI ANBU TIDAK MENERIMA DEMON LEMAH DAN PENGECUT SEPERTI KALIAN! BAGI KALIAN YANG TAKUT MATI DAN TIDAK CUKUP KUAT UNTUK BERTAHAN DISINI. PERGI DARI HADAPANKU SEKARANG JUGA!"

Tsunade mendengus kesal saat melihat hampir separuh demon di depannya berjalan mundur dan satu per satu mulai pergi dari hadapannya. Shizune menghela napas panjang dan memijat kepalanya dengan pelan. "Tsunade sama, seharusnya anda tidak perlu mengatakan itu. Kita membutuhkan kesatria di divisi kita.." bisiknya pelan terhadap atasannya.

"Huh, sudah kubilang, kita tidak butuh pengecut, Shizune. Pengecut yang takut mati tidak akan bisa melindungi kerajaan ini." Dengusnya kesal.

"Tapi tetap saja kan…" Shizune menghela napas berat.

Menghiraukan sekretarisnya, Tsunade pun berkata lagi. "Well, apa cuma ini yang tersisa sekarang?" dia bertanya, meremehkan seluruh demon di hadapannya. Di dalam kepalanya, pikirannya mulai menghitung cepat. 'tidak sampai 200 ya...' dia mengangguk pelan

"Baiklah, jika tidak ada lagi yang ingin mundur. Kita mulai saja langsung ujiannya." Ucapnya enteng. Dia hendak menyuruh bawahannya untuk segera mempersiapkan ujian, tapi terhenti saat pintu gerbang tiba-tiba terbuka keras.

"TUNGGU!" teriak seseorang dari arah pintu yang terbuka itu. Dia memiliki rambut pirang yang keemasan, dengan sebuah ikat kepala di dahinya. Jacket hitam dan oranye menutupi kulit tan-nya. Napasnya terengah-engah seakan dia habis lari dari ujung kota.

"TUNGGU! AKU INGIN IKUT UJIAN JUGA!" teriaknya lagi terengah-engah.

"Siapa namamu bocah?!" Teriak Tsunade kesal akan keterlambatannya.

"Huh? Oh, namaku Uzumaki Naruto! Hal yang paling aku sukai adalah Ramen dan Oranye! Impianku adalah menjadi Kesatria paling hebat di dunia ini!" Bocah pirang itu menyengir lebar, memberi hormat dua jari ke seluruh demon di hadapannya.

Para demon di seluruh lapangan itu pun terkikik geli menertawai kenorakan bocak pirang yang baru datang itu. Tsunade mendengus kesal padanya. "Well, terserah saja, ayo kita mulai ujiannya sekarang." Dia menoleh dan segera berlutut hormat di hadapan Sang Putra Mahkota. "Yang mulia, apa anda yakin ingin mengikuti ujian? Kami bisa langsung memasukan Yang Mulia ke dalam salah satu tim jika anda mau."

"Tidak. Aku akan ikut. Aku ingin seluruh kerajaan tahu bahwa aku menjadi seorang Putra Mahkota bukan hanya karena darahku, tapi juga kekuatan demon-ku" ucapnya pendek sebelum pergi meninggalkan Tsunade menuju tempat ujian berlangsung.

.

.

.

Ujian yang pertama dilakukan adalah ujian tulis. Para calon kesatria ditempatkan di suatu ruangan untuk mengerjakan lembaran soal. Yep, lembaran. Bukan hanya satu lembar, tapi LEMBARAN. Artinya ada banyak kertas soal yang harus mereka kerjakan. Setelah berjam-jam, mereka bergumul disana, akhirnya satu persatu mereka keluar dari ruangan neraka itu. Tentu saja, Sasuke, Sang Putra Mahkota-lah yang selesei terlebih dahulu.

Dia adalah seorang demon jenius di kerajaan ini. Mampu menyelesaikan semua soal dan tugas yang diberikan dengan mudah. Berpendidikan tinggi sejak dia berumur 10 tahun. Tak hanya itu, sebagai demon berdarah kerajaan, dia memiliki tingkat chakra yang sangat tinggi, dibandingkan dengan demon kelas rata-rata yang akan menjadi partnernya nanti sebagai Kesatria Kerajaan.

Para calon kesatria disuruh bergegas kembali menuju lapangan setelah mereka selesai mengerjakan ujian tertulis. Seorang bocah berambut pirang keemasan itu pun akhirnya keluar dari ruangan sebagai peserta yang paling terakhir. Dia menggaruk dada bidangnya pelan dan menguap keras. "Aahh, rasanya aku mau mati di dalam sana." Dia mengerang ke dirinya sendiri, berjalan dengan malas menuju lapangan

"Hey, aku tak pernah melihatmu di ibukota." Seseorang berkata dari belakangnya.

Naruto tersentak kaget dan berbalik dengan cepat. "Woah! Bikin kaget saja!" ucapnya cepat.

"Maaf, Namaku Chouji, dari klan Akimichi, Klan kami adalah terkenal dalam pembuatan senjata di ibukota. Apa kau pernah mendengarnya?" ucap bocah berbadan besar yang memiliki rambut coklat, di tangannya adalah sebungkus snack yang sedang dimakannya.

"Um, sebenarnya, tidak. Hehehehe" dia menggaruk belakang kepalanya dengan malu. "Aku dari desa yang sangat terpencil di Negara Api. Ini pertama kalinya aku ke Ibukota." Ucapnya menyengir.

"Oh. Pantas saja. Dengan penampilanmu itu, siapapun pasti akan langsung hapal denganmu." Balas chouji sambil menguyah, matanya melirik dari atas ke bawah penampilan naruto.

"Kau pikir begitu?! Sudah kuduga, oranye itu sangat keren kan! Tidak ada warna yang bisa menandingi oranye!" teriaknya semangat

"Huh, hanya idiot yang pakai oranye!" ucap seseorang mengejutkan mereka.

Mata beriris biru milik naruto membesar saat melihat seorang gadis cantik berambut pink di depannya. Gadis itu memakai terusan merah menutupi tubuh atasnya sampai atas lutut, dengan celana hitam pendek menutupi bagian bawah tubuhnya. Dia melipat kedua tangannya di bawah dadanya—ehem, yang datar—dan menyeringai licik.

"Woah, nona, kau cantik sekali! Siapa namamu?" tanya Naruto semangat, melupakan ejekan sebelumnya.

"Haruno Sakura-san. Tak kusangka anak menteri sepertimu akan mengikuti ujian Kesatria seperti ini." Tanya chouji

"Itu bukan urusan-mu Akimichi!" ucap Sakura melotot pada pemuda berambut oranye itu, menghiraukan pemuda pirang di sampingnya. Dia mendengus kesal sebelum berbalik meninggalkan mereka.

"Whoa, tunggu! Sampai nanti Sakura-chan!" Naruto menyengir lebar.

"Naruto, kan? Sebaiknya kita cepat pergi, yang lain sudah mulai berkumpul disana" ajak Chouji sambil berjalan.

.

.

.

Setelah seluruh peserta yang tersisa berkumpul di lapangan, mereka diarahkan lagi menuju suatu tempat yang cukup jauh dari kerajaan. Mereka berhenti di suatu tebing yang sangat tinggi, di bawahnya merupakan hutan lebat dan besar yang sangat luas. Meski pandangannya sangat indah dari atas tebing, para demon itu masih bisa melihat dan mendengar suara-suara monster buas berkeliaran di bawah sana, memberikan sensasi merinding pada mereka.

"Yang mulia, apakah anda yakin dengan ini? Anda harus ditemani dengan beberapa pengawal." Pinta Tsunade yang berlutut hormat di hadapan sang Putra Mahkota.

Tapi Sasuke hanya mendengus bosan. "Sudah kubilang biarkan aku. Hal seperti ini tidak akan membunuhku."

"Tapi Yang Mulia, kita tidak ingin—"

"Apa kau meremehkan kekuatan ku?!" tanyanya marah.

"T-tidak maaf Yang Mulia. Saya akan segera memulainya" Tsunade menunduk, sebelum mundur perlahan dan bergegas berdiri di hadapan para peserta yang lain. Dia menarik napas panjang dan menghembuskannya pelan. Dia menoleh dan merubah wajahnya menjadi serius.

"Akan kukatakan sekali lagi. Kerajaan ini tidak butuh pengecut! Ujian berikutnya akan dilakukan dibawah sana." Ucapnya menunjuk ke arah bawah tebing. Dia menyeringai licik saat melihat para demon di hadapannya melebarkan matanya ketakutan. "Yang ingin mundur, Aku beri waktu 10 detik dari sekarang. 9—

8—

7—

6—

5—

4—

3—

2—

1! Berhenti!" Dia melirik sekilas dan mengangguk pelan. "Menggelikan, hanya separuhnya yang tidak punya hati pengecut huh…" katanya pelan

"Baiklah, semuanya berbaris di depanku, berdiri di atas batu berbentuk lingkaran itu. Akan kujelaskan peraturannya. Apa semuanya sudah memilih senjata?" ucapnya lagi

Para pesertapun mengangguk pelan, menunjukkan senjata yang sudah diambilnya masing-masing sebelum pergi ke arah tebing. Mereka memang diijinkan membawa senjata, bahkan ANBU memfasilitasinya saat persiapan kemari, dengan alasan sebagai perlindungan, ataupun untuk mengetes kemampuan bersenjata masing-masing calon kesatria.

Tsunade mengangguk pelan setelah para peserta selesai berbaris, sebelum ia berkata lagi "Aku hanya akan mengatakan ini sekali saja. Di bawah sana" dia menunjuk kebawah. "Ada sebuah reruntuhan kuil kuno. Aku ingin kalian mengambil sebuah batu relic dari kuil itu dan kembali ke tebing. Satu relic untuk satu tim dam satu tim ada 3 orang. Dua orang pertama yang kalian temui adalah orang yang akan menjadi tim kalian. Tim ini akan berlaku selama kalian di ANBU. Ada pertanyaan?" dia berhenti dan melihat sekilas, melihat bocah pirang yang dilihatnya tadi mengangkat tangan.

"Tidak? Baiklah. Semoga Beruntung." Ucapnya menggangguk ke arah Kesatria lain di sampingnya untuk segera memulai ujian, menghiraukan Naruto.

"T-t-tunggu, tunggu dulu! Aku ada pertanyaan! Hey baachan! Dengarkan aku! Baa—" sebuah kunai melesat cepat menyentuh tipis pipinya, sukses membuatnya terdiam.

"Kau bilang apa tadi?" Tsunade tersenyum dingin, otot dahinya berdenyut.

"U-uh a-aku ada pertanyaan baac—" kunai yang lain melesat lagi, kini pipinya sedikit berdarah. Naruto menelan ludah. "M-maksudku Ane-san, A-ane-san yang sangat cantik! aku ada pertanyaan Ane-san" tanyanya gugup

Tsunade hanya tersenyum tipis, dia menoleh ke kesatria di belakangnya. "lakukan sekarang!" perintahnya.

Para kesatria demon itu mengangguk, dan dengan cepat mengangkat tangannya, membentuk simbol-simbol, sedang mulutnya mengucapkan mantra. Lalu satu per satu kesatria itu, menghentakan tangannya ke tanah, dan—

BAM!

BAM!

BAM!

BAM!

BAM!

Satu per satu batu berbentuk lingkaran yang diinjak oleh para calon kesatria itu melesat keatas, membuat demon di atasnya terpental jauh ke arah bawah tebing. Teriakan terdengar satu persatu saat mereka terpental jatuh.

Mata Naruto terbelalak lebar saat melihat satu per satu para calon sepertinya terpental ke depan menuju bawah tebing. Dia menelan ludah, dan mulai panik. "T-t-tunggu! Tunggu! Ba- maksudku Ane-san!—

Seorang demon berjarak empat batu darinya terpental dengan pekikan suara yang sangat keras….

—sudah kubilang aku ada pertanyaan! Tolong dengarkan aku dulu!—

Lalu terpental lagi meninggalkan hanya 3 batu bersama miliknya….

—Kau harus memberitahu kami, bagaimana cara turunnya nanti—

Terpental satu lagi tinggal 2 batu bersama dengannya….

—Tebing ini sangat tinggi! Dan ada banyak sekali monster di sana—

Terpental satu lagi meninggalkan gema pekikan yang keras…

—Ane-san! Dengarkan Aku! Aku bisa mati jika—AHHHHHH!"

Dan dia pun akhirnya terpental ke atas menuju hutan penuh monster buas berkeliaran….

.

.

.

.

Naruto pun terpental jauh, sangat jauh menuju hutan lebat penuh dengan monster buas berkeliaran yang sangat menakutkan itu…. Apa dia baru saja bilang menakutkan? Ha! Menggelikan! Pikirnya terkekeh pelan.

Muka beraut seperti anak bodoh yang ketakutkan itu pun mulai berubah, menjadi muka santai dengan seringai puas. Direntangkan tangannya lebar di udara, menikmati cepatnya hembusan angin yang menabrak seluruh tubuhnya. Naruto memutar seluruh badannya layaknya roket yang meluncur cepat di udara, kemudian melakukan rolling ke belakang dan ke depan lagi. 'Sial! Ini sangat mengasikkan hahahaha!' pikirnya dengan tertawa, bibirnya pun membentuk cengiran lebar.

Jatuh bebas di udara itu berlangsung cukup lama, mengingat tingginya tebing itu dari permukaan tanah di hutan lebat itu. Mata beriris birunya lalu bergerak ke arah sekeliling. Melihat, satu per satu peserta mulai jatuh ke tanah. Ada peserta yang langsung diserang monster bahkan sebelum mendarat… 'Bad for you, haha.' Dia menyeringai kecil. Ada juga peserta yang tidak bisa melakukan pendaratan, tubuhnya hancur akibat tabrakan yang sangat keras dengan tanah… 'Uh, Menjijikan!'

Namun ada juga peserta yang menarik perhatiannya. Naruto akui mereka bisa berpikir cepat, untuk mencari cara melakukan pendaratan. Dia melirik sekeliling, mencoba mencari partner tim yang kuat.

.

Si rambut merah itu terlihat cukup kuat sejak pertama kali terlihat olehnya. Dia membawa gentong besar yang terlihat terbuat dari tanah di punggungnya. Naruto terkejut saat melihat gentong itu berubah menjadi pasir dan bergerak mengitari tubuhnya di tengah udara. Lalu saat dia sudah dekat dengan pepohonan dibawah, pasir itu segera membentuk seperti pijakan di bawah kakinya. Lalu dengan santai, Pemuda berambut merah itu menggerakan pasirnya masuk ke dalam hutan.

.

'Wow… itu sangat praktis. Apakah pasir salah satu kekuatan demon miliknya?' Naruto lalu melirik ke samping, melihat bocah gemuk berambut coklat yang ia temui sebelumnya. Siapa namanya tadi? Chouji? Naruto hanya ingat dia dari si Pembuat senjata Akimichi yang cukup terkenal di ibukota. Pedang buatan klan Akimichi sangat bagus, ia ingat pernah memesan dari sana. Sayang sekali dia tidak membawanya sekarang.

Mata beriris biru miliknya membesar terkejut saat melihat bocah berambut coklat itu tiba tiba menjadi besar. Yang ia maksud disini adalah, menjadi BESAR. Benar-benar BESAR! Dia menjadi berukuran raksasa dan mendarat dengan kaki besarnya dengan mudah, menggemparkan tanah yang ada dibawahnya. Huh, suaranya pasti akan memanggil banyak monster. Sangat hebat, namun cukup berbahaya.

.

Beberapa meter dari bocah raksasa itu, Yep, Dia putuskan untuk memanggilnya bocah raksasa sekarang. Naruto penasaran bocah itu demon apa.. Oh kembali ke topik, seperti yang dibilang beberapa meter dari bocah raksasa itu, dia melihat pemuda dengan rambut hitam berkuncir nanas. Wajahnya terlihat sangat ngantuk. Naruto bahkan tidak yakin jika dia bangun sekarang.

Beberapa detik sebelum dia menyentuh daun paling atas dari pohon di bawahnya, tubuhnya langsung berubah menjadi burung hantu yang cukup besar, dan terbang mengelilingi atas pohon. 'Ohhh! Shapeshifter! Jarang sekali aku melihat Owl Demon sekarang ini. Tak kusangka masih ada! Haruskah aku bertim dengannya? Ku dengar klan Owl Demon memiliki otak yang sangat jenius.' Pikir Naruto cepat melihat burung hantu itu.

.

Ia lalu melirik sebelah kirinya. Menyeringai kecil, saat melihat banyak demon yang melakukan shapeshifting, seperti yang berjarak beberapa puluh meter darinya. Rambutnya berwarna hitam gelap malam, dan kulitnya sangat putih seperti pucat. Kimononya berkibar terkena hembusan angin. Naruto menajamkan iris mata, mencoba melihat wajah pemuda raven itu. Dia tersentak saat melihat wajah putih yang sangat cantik itu tiba-tiba menoleh padanya. Iris hitamnya bertemu dengan iris biru. Mereka bertatapan selama beberapa detik, sebelum sang raven menolehkan wajahnya lagi. Dalam sekejap mata, tubuhnya berubah menjadi serigala besar, berbulu hitam kelam, sama persis dengan warna rambutnya. Tidak ada corak sedikit pun pada bulu hitam itu, hanya hitam gelap, seperti langit malam hari. Sangat indah.

Itu sampai ia sadar pemuda raven itu adalah Uchiha Sasuke, Putra Mahkota Kerajaan Konoha… tidak. Mungkin akan lebih pantas jika ia sebut sebagai, Pengganti Dirinya…..

Naruto mendengus kesal.

.

.

Hutan lebat itu pun akhirnya menyambutnya. Naruto menghirup udara di sekitarnya dengan kencang, menggembungkan pipi dan mengumpulkan chakra di dalam mulutnya, sebelum akhirnya dia tiupkan dengan keras, membuat sebuah tabrakan antar udara sangat keras di depannya. Hembusan angin keras itu berhasil mendorong tubuhnya ke belakang. Dengan cepat Naruto memutar tubuhnya ke belakang, menyentuhkan kaki pada batang pohon di belakangnya, dengan satu gerakan dia menghentakan kaki ke depan. Naruto memutar tubuh, melewati ranting besar di depannya. Kemudian mendorong tubuhnya dengan hentakan kaki lagi, melewati ranting lainnya dan akhirnya berhenti di ranting yang bisa ia pijak. Ia pun menghela napas pelan.

Jadi… apa yang harus ia lakukan sekarang huh?

Naruto menggerakkan leher dan pundak–Krak!—kemudian tangan, kaki dan pinggangnya, mencoba melemaskan otot. Dia melihat ke sekeliling sejenak, sebelum akhirnya meloncat turun dari pohon setinggi 10 meter itu, melakukan beberapa rolling di udara, kemudian menghentakan kaki ke tanah dengan entengnya, tanpa secuil suara pun.

Wanita tua itu bilang, orang pertama yang ia lihat akan menjadi partner tim. Naruto ingin menjadikan si Burung hantu itu tim-nya. Namun jarak mereka terlalu jauh, terlalu beresiko jika sebelum ia menemuinya, ia sudah bertemu orang lain. Dia bisa saja lari kesana dengan kecepatan maksimum miliknya, tapi dia tidak ingin orang lain melihat kemampuannya yang sebenarnya. Hmmm….

Pikirannya terpotong oleh suara gemerusuk tiba-tiba dari semak-semak di depannya. Naruto menaikan alis dan menunggu siapapun itu untuk keluar.

"Huh? What the hell! Kenapa aku harus bertemu denganmu idiot!" Gadis berambut pink itu berteriak.

Yeah, right. 'What the hell!' benar kata-kata yang sangat cocok sekarang ini. Kenapa harus cewek itu yang keluar sekarang sih! Sialan! Naruto menggerutu dalam hati.

"Aw, Sakura-chan! Aku sangat senang kita bertemu, kita akan menjadi satu tim!" balas Naruto dengan cengiran palsu. Dalam hati, ia mencibir 'Dasar wanita jalang, berani sekali dia muncul di hadapanku seperti ini!'

"Diam, Baka! Mana mungkin aku mau se-tim denganmu! Pergi sana! Anggap kita tidak pernah bertemu!" Teriak Sakura kesal berbalik lagi ke arah sebelum ia datang.

'Oh. Senang kita sependapat, Pink Jelek!'

Jika sekarang ini, Naruto sedang tidak menyembunyikan identitasnya, Dia pasti sudah melesat pergi meninggalkan cewek Pink itu. Sayang sekali, hal itu tidak bisa ia lakukan sekarang, ada identitas penting yang harus ia jaga disini.

"Tunggu Sakura-chan! Ayo kita se-tim! Pasti akan menyenangkan! Sakura-chan yang sangat cantik dan denganku yang sexy ini, kita pasti akan menjadi tim yang sangat serasi!" ucapnya cerewet mengikuti Sakura.

Sakura pun mengeram kesal dengan tingkah Naruto, dia berbalik dan mengepalkan tinju, gerakan tangannya yang menuju wajahnya itu seperti slow motion di mata Naruto. Dengan cepat Naruto melemaskan seluruh tubuh dan menahannya agar tidak bergerak secara refleks untuk menghindari pukulan itu, sebelum akhirnya –Buakk!— mengenai pipinya dengan keras.

Naruto cukup terkejut saat tubuhnya terbanting ke belakang. Ia pikir cewek pink itu tidak punya kelebihan apa-apa, namun pukulannya itu cukup keras. Dia pun mengerang kesakitan, menggulingkan badannya ke kanan dan ke kiri di atas tanah seakan-akan pukulan itu benar-benar menyakitkan.

Sakura tersenyum puas melihat Naruto kesakitan, dan segera berbalik meninggalkannya.

Naruto pun bernapas lega, dan duduk menyilangkan kaki, tangan dinaikan untuk mengelap darah dari luka bibir yang sekarang sudah hilang tanpa bekas.

Mendengus kesal, dia berjalan ke arah yang berlawanan dengan Sakura, tangan mengepal di dalam saku. Dengan santainya dia berjalan menelusuri hutan, satu monster pun masih belum terlihat di sekitarnya. Bukan berarti mereka menjadi masalah untuknya, tapi tetap saja Naruto memilih untuk tidak bertemu mereka.

Sebuah teriakan keras menarik perhatiannya, Naruto menoleh ke arah belakang. Dia bisa mendengar suara gaduh langkah kaki yang cukup besar dari sana. Dari suaranya mungkin itu adalah salah satu fanged beast di hutan ini. Naruto menimbang sejenak, untuk pergi dari sini dengan cepat atau membantu siapapun yang sedang dikejar monster itu. Setelah beberapa detik, dia menghela napas, dan menunggu.

Suara itu pun semakin dekat, semak-semak di depannya bergemerusuk menandakan ada seseorang yang sedang berlari di dalamnya. Sebelum akhirnya semak-semak itu terbuka, dan keluarlah… Sakura. Great.

Sakura terjatuh di depannya, dengan napas terengah-engah, dan mata yang membelalak lebar melihatnya."N-naruto! Tolong aku! Mereka terus mengejar—

Kalimatnya terpotong saat monster itu akhirnya muncul. Monster yang cukup besar, setinggi sekitar 3 meter berbentuk seperti beruang raksasa, dengan taring dan cakar yang besar, kepalanya seperti memakai topeng keras yang terbuat dari tulang, topeng itu memanjang ke belakang punggungnya membentuk seperti tanduk keras.

"Idiot! Jangan diam saja! Kita harus melawannya!" Sakura berteriak.

Monster itu menggeram keras dan kemudian menerjang ke arah dua calon kesatria itu. Naruto segera berpura-pura tersentak kaget dan menarik Sakura dengan keras. "Kita harus lari!" teriaknya memasang ekspresi takut.

"Bodoh! Monster itu ada dimana-mana, mereka akan terus mengejar kita!"

Mereka pun tersentak kaget ketika dari arah depan, monster yang lain tiba-tiba muncul. Monster itu menaikan cakarnya yang besar ke arah Naruto. Dengan cepat Naruto mendorong Sakura, dan menerima serangan itu dengan sengaja, membuatnya terpental beberapa meter ke belakang. Jaket oranye-nya pun robek ketika cakarnya berhasil melukai dadanya.

"Naruto!" jerit Sakura saat dia melihat pemuda pirang itu berdarah.

"Sakura-chan, larilah! Biar aku yang menangani mereka!" teriak Naruto.

"T-tapi—"

—Slash!—Slash!—Slash!— tebasan kuat tiba-tiba muncul memotong monster yang ada di hadapan sang pirang, membelahnya menjadi tiga. Naruto meringis jijik, saat darahnya menyiprat ke tubuhnya. Sial.

Tubuh monster itu akhirnya tumbang, memperlihatkan sebuah sosok di belakangnya, Naruto menajamkan irisnya untuk menangkap sosok itu lebih jelas.

"Kyaaaaaaaaaaa!" Sakura tiba-tiba saja berteriak mengejutkan. Naruto menaikan alis saat melihat mata Sakura berubah bentuk menjadi Love, lalu mengarahkan matanya menuju orang ketiga yang sepertinya menjadi penyebabnya, dan… Oh. Pantas Saja.

"Sasuke-sama! Yang Mulia Putra Mahkota, saya senang sekali kita bertemu disini! Ini pasti takdir kita untuk menjadi satu tim! Nama saya adalah Haruno Sakura, untuk bertemu anda di tempat seperti ini—" –dan bla bla bla dan bla bla bla bla seterusnya yang sudah tidak Naruto dengarkan lagi.

Sang pirang itu pun berdiri dan mengelap darah dari badannya. Lukanya sudah sembuh total sekarang, goresan kecil seperti itu tidak akan bisa membunuhnya. Naruto berbalik badan menghadap monster yang masih menggeram marah di belakang mereka. Masih tersisa dua monster, Ia melirik ke arah Sasuke terlihat dia sedang menangani yang satunya.

Berbalik ke monster satunya, Ia rogoh kantung kecil yang menempel di pahanya untuk mengambil kunai, sebelum maju menerjang monster itu. Dengan gerakan serampangan, pemuda pirang itu menonjok sang monster dengan tinjunya, lalu menendangnya di bagian leher, kemudian dengan satu gerakan ia meloncat dan –Jleb!— ditancapkannya kunai yang ia pegang ke dalam mata monster itu.

"Hahahaha! Rasakan kehebatan Uzumaki Naruto ini monster jelek!" tawa sang pirang mengejek.

Seperti dugaannya, monster itu pun mengamuk marah, dia mengayunkan cakarnya dengan buas ke arahnya, sukses melukainya dan membuatnya terpental jauh.

"Baka! Apa yang kau lakukan idiot! Kau bahkan tidak bisa melawannya!" teriak Sakura, segera menghampiri sang pirang.

Sasuke yang sudah membunuh monster yang dilawannya segera berbalik dan menebasnya seperti yang dia lakukan sebelumnya. Monster itu pun tumbang ke tanah berceceran dengan cairan merah pekat.

"Kau terluka." Ucap Sang Putra Mahkota itu menghampiri sang pirang.

Naruto meringis dan berkata "Ehehehehe, jangan khawatir, aku tidak apa-apa kok."

"Hn. Jangan terlalu percaya diri, idiot. Aku hanya tidak ingin punya teman tim yang hanya menyusahkanku nantinya. Perlihatkan lukamu." Ucap Sasuke angkuh.

"I-ini bukan apa-apa kok, sungguh! Aku baik-baik saja!" balas sang pirang sedikit panik, bergerak mundur mencoba menghindari wolf demon di depannya.

"Perlihatkan, Dobe! Ini perintah!" perintah sang Putra Mahkota dengan angkuh, matanya melotot dengan dingin.

"A-apa?! Aku bukan dobe, teme! Jangan memanggilku begitu, dan kau tidak bisa memerintahku begitu saja!" teriak Naruto kesal.

"Baka! Lakukan saja perintahnya, dia putra mahkota kerajaan ini, tentu saja dia bisa memerintahmu!" omel Sakura, memukul belakang kepala pemuda pirang itu.

"Ow! Sakit! Kenapa kau memukulku Sakura-chan?!" rengek sang pirang padanya.

"Berisik, cepat buka saja jaket jelekmu itu!" omelnya Sakura, sambil menarik jaket oranye sang pirang untuk melihat lukanya.

"Ow, ow, hentikan, ini pelecehan! Kalian mau memperkosaku dengan memaksaku buka baju begini, Hey!" rengek Naruto kesal, berusaha mempertahankan jaket oranye miliknya tetap menempel pada tubuhnya. Namun sayang sekali, sepertinya ia salah memperhitungkan kekuatan yang dimiliki Sakura, tangannya benar-benar kuat, karena –Brettt!— dia berhasil merobek jaket oranye itu. Naruto pun merutuk dalam hati, dan menolehkan wajahnya ke samping, merengut dengan kesal.

Ada sebuah jeda, saat tidak satupun dari mereka bertiga yang berbicara. Naruto bisa melihat mata sang 'Pink jelek' dan 'Pangeran Angkuh' itu melebar saat melihat bagian tubuhnya yang seharusnya terdapat luka cakaran.

"L-lukamu—tidak ada? Apa yang terjadi?! Darahmu banyak sekali tadi! Kau benar-benar tidak terluka?!" ucap Sakura dengan kaget.

"Sudah kubilang aku baik-baik saja kan? Aku punya regenerasi tubuh yang sangat cepat!" kata Naruto mengambek.

"Hn. Seharusnya kau bilang saja dari tadi, idiot!" ucap Sasuke dengan dingin.

"Hey! Berhenti memanggilku idiot, teme! Aku tidak idiot!" teriak sang pirang kesal

"Kau idiot, jadi aku memanggilmu idiot, dobe."

"aku bukan dobe, teme!"

"Hn. Bodoh."

"Brengsek!"

"Tolol."

"Bajingan!"

"Dungu."

"Bangsat!"

"Goblok."

"K-kau—"

"Kehabisan kosakata dobe?" ucap Sasuke tersenyum licik.

"Brengsek! Dasar Putra Mahkota—" Naruto menghentikan kalimat sesaat ia sadar apa yang ingin ia katakan.

"Apa yang ingin kau katakan, dobe?" ucap Sasuke dingin.

Naruto hanya melotot balik dan bergegas pergi meninggalkan mereka, mendengus dengan sangat kesal. Dia pasti benar-benar sial, satu tim dengan Pangeran Sombong dan fangirl-nya. Great.

'Dasar Putra Mahkota Palsu' pikirnya dengan marah.

.

.

.

.

"Merepotkan.." ucap Shikamaru dengan kesal, dia mengepakkan sayap dan menajamkannya untuk terbang lebih cepat. Matanya melirik ke sekelilingnya mencari dimana letak sahabatnya mendarat. Dia merutuk saat dia masih belum juga menemukannya, sebelum melesat dengan sangat cepat menuju keributan yang tidak jauh darinya.

"Haah… merepotkan.." ucapnya lagi, menghampiri bocah raksasa berambut coklat, sahabatnya itu.

"Oi, Chouji! Kecilkan tubuhmu, kita harus segera mencari Ino!" teriaknya bertengger di pundak temannya.

"Shikamaru? Uh sial, mereka tidak ada henti-hentinya!" rutuknya kesal, menghantamkan tinju ke monster-monster yang mengerumuninya di bawah. Dia mengangkat kakinya, dan menghentakannya dengan keras ke tanah dimana monster itu berada, sukses menghancurkannya berkeping-keping. Tanah yang dipijaknya pun bergempar dengan hebat akibat hentakan yang dilakukannya, mengagetkan semua monster yang terletak beberapa puluh meter darinya.

"Hentikan bodoh! Kau hanya akan memanggil monster-monster itu kemari! Ayo cepat kecilkan tubuhmu! Aku khawatir dengan Ino yang sendirian!" teriaknya lagi.

"Uh, baik, baik, tunggu sebentar, aku akan mengecil sekarang." Ucap bocah berambut oranye itu, dalam hitungan detik tubuhnya mulai mengecil perlahan. Shikamaru yang bertengger di pundaknya langsung terbang menuju bawah, bersiap menangkap temannya itu.

Setelah berhasil mengecil ke bentuk tubuhnya yang semula, Chouji langsung meloncat naik ke atas punggung Shikamaru dan berpengangan ada bulunya. Shikamaru pun langsung melesat terbang ke atas meninggalkan monster-monster yang ada dibawah, dan bergegas mencari Ino.

"Apa kau bisa merasakan chakra-nya?" tanya chouji pada temannya.

"Merepotkan… ya sedikit, mungkin di sekitar sana." Ucapnya malas dan melesat ke arah yang barusan ia katakan.

.

.

Ino merutuk dengan sangat kesal, melotot ke arah gerombolan monster yang ada di depannya. Dia terjepit sekarang, di belakangnya merupakan dinding tebing, sedangkan di depannya gerombolan monster buas yang siap memakannya. Dia menajamkan cakar miliknya dan menerjang ke arah monster yang hendak menyerangnya. Dia menggigitnya dengan taring tajamnya dan mencakar perut monster itu. Monster itu menggeram kesakitan, dan tergeletak jatuh. Namun Ino tidak punya waktu untuk bernapas lega saat monster lainnya menerjang ke arahnya. Ia hendak menghindar tapi ekornya tertangkap oleh monster itu dan membanting tubuhnya dengan sangat keras ke arah tebing.

Cat demon berbulu pirang itu mengerang kesakitan, ia mencoba berdiri namun rasa sakit langsung menjulur ke seluruh tubuhnya. Dia memaksa untuk berdiri dan menggeram marah ke arah monster di depannya. Indra penciumannya tergelitik saat dia mencium bau familiar di udara. Dia mendongak ke atas dan menyengir lega.

"Ino!" teriak chouji, dia hendak melompat ke bawah dan membantu sahabatnya itu, tapi tersentak saat Shikamaru terbang berbalik.

"Oh shit!" rutuk Shikamaru tiba-tiba

"Apa yang kau lakukan, Shika! Kita harus menolong Ino!" teriak Chouji, bingung dengan perubahan Shikamaru

"Ini gawat Chouji! Fuck! Sepertinya kita sudah mengganggu penguasa wilayah sini!" rutuknya kesal, melesat ke bawah dengan cepat menujut Ino berada.

Ino yang melihat dua sahabatnya dari bawah itu, menatap bingung, dia bisa mendengar dari tempatnya kalau dua temannya itu sedang panik. Dia tersentak kaget saat monster-monster di depannya tiba-tiba saja melesat kabur meninggalnya, seakan-akan takut akan sesuatu.

"Ino cepat kabur dari situ!" teriak chouji, yang sedang terbang menuju arahnya.

"Apa maksu—"

GROAAAAARRRR! Erangan yang sangat keras mengagetkannya, matanya membelalak lebar saat dia mendongak ke atas menuju arah suara. Tanpa pikir panjang, dia langsung melesat lari menuju arah hutan mengikuti monster-monster lainnya. Shikamaru pun terbang membuntutinya, dengan cepat menghindari hentakan angin saat monster mirip burung raksasa yang merupakan pemilik erangan keras itu mengepakkan sayapnya dengan keras sebelum akhirnya mengejar mereka.

"Shit! Ini sangat merepotkan!" rutuk Shikamaru kesal.

.

.

Temari mengibaskan Tessen, kipas raksasanya itu dengan kuat, melepaskan serangan angin tajam yang berhasil memotong monster di depannya. Dia berbalik ke arah monster lainnya, dan menyerangnya dengan kipasnya itu. Dia menendang ke belakang, mengenai monster yang mencoba menyerangnya dari belakang. Dengan cepat dia mengibaskan kipas, membuat angin topan kecil dan menghentakkannya ke arah gerombolan monster yang berdatangan ke arahnya.

Bernapas lega, dia melompat dari ranting ke ranting menuju tempat terakhir kali dia melihat saudaranya.

"Kankurou!" panggilnya

Pemuda bertudung hitam itu menoleh ke arahnya, jari-jarinya memainkan benang-benang chakra miliknya dengan lincahnya, menggerakan Karasu, boneka berwarna hitam itu untuk memancing monster yang berjarak sekitar dua puluh meter darinya. Karasu menyerang monster itu dan menggiringnya ke arah Kuroari, boneka satunya, yang sudah bersiap melakukan serangan. Sesaat monster itu terperangkap , Kuroari pun melancarkan serangan pada monster yang terpengangkap di dalamnya, dan –Crash!- cairan merah pekat memuncrat dari dalam boneka itu.

Kankurou menggerakan bonekanya kembali, untuk menyerang monster yang datang menyerangnya lagi, melancarkan serangan pisau yang bertubi-tubi dan menggerakan benang chakranya untuk mencekik monster itu. Dia tersenyum licik, saat monster itu tergeletak tak berdaya di tanah.

"Apa kau melihat Gaara?" tanya Temari setelah ia tiba di samping saudaranya itu.

"Mengamuk seperti biasa." Jawab Kankurou singkat, jarinya menunjuk ke arah dimana adiknya itu berada.

"Tsk." Temari mendecak. "Kita harus segera menemukan kuilnya. Aku tidak ingin berlama-lama di hutan ini. Semakin gelap tempat ini, semakin buas monster di dalamnya" Katanya kesal, sebelum melesat ke arah adiknya berada. Kankurou hanya mengangguk dan mengikutinya di belakang.

.

.

"Jadi, Hinata-chan, kau dari klan Hyuuga kan?" Kiba bertanya dengan cengiran khasnya, kakinya berjalan dengan santai, di sampingnya seorang gadis berambut hitam panjang dan bermata lavender berjalan mengiringinya. Dia menutuk-nutuk satu jari telunjuknya dengan jari telunjuk lain miliknya, kepalanya menunduk malu, bertingkah sedikit kikuk.

"I-iya…" jawabnya gagap, merasa gugup dengan pemuda berambut coklat yang baru ditemuinya itu. Mereka bertemu saat sedang melawan monster, seperti yang dijelaskan Tsunade sebelumnya bahwa orang pertama yang ditemui akan menjadi tim. Mereka berdua pun akhirnya bekerja sama menjadi satu tim mengalahkan monster-monster yang menghadang mereka.

Sebenarnya, Hinata ingin mencari kakak sepupunya, agar mereka bisa menjadi satu tim. Mereka datang bersama untuk menjadi Kesatria Kerajaan. Namun karena ujian kedua ini, mereka terpaksa berpisah.

Guk. Guk. Guk. Guk. Guk.

Suara gongongan anjing yang keras mengagetkan mereka. Kiba langsung berlari cepat menuju Akamaru, anjing putih kesayangannya itu. "Ada apa Akamaru?" tanyanya heran

"Guk. Guk. Guk. " Akamaru menggonggong dengan sangat semangat, membuat Mata coklat Kiba membelalak lebar dan menyengir senang. "Serius?" tanyanya semangat, bergegas lari mengikuti anjingnya itu. Hinata yang tertinggal di belakang hanya menatap bingung dan segera berlari menyusul teman satu tim-nya itu.

"Whoahhahaha! Lihat ini Hinata! Kita menemukan kuilnya!" teriak kiba dengan sangat semangat.

Mata beriris lavender itu membelalak lebar saat dia menangkap pemandangan luas di hadapannya. Bangunan kuil itu sudah sangat tua dan runtuh bergeletakan ditanah, di tengahnya membentuk lingkaran, dengan tiang-tiang kecil yang melingkar disana.

"Hey, apa itu relic-nya? Tanya Kiba menatap sekeliling benda-benda kecil terbuat dari batu yang berbentuk mirip bidak catur dan berada di setiap tiang kecil itu. Dia menaikkan tangannya untuk meraih relic itu, dan menatapnya dengan takjub.

"Kita hanya perlu mengambil satu." Sebuah suara baritone tiba-tiba saja muncul mengagetkannya.

"Gyaaa!" Kiba tersentak jatuh karena kaget. Dia mendongak dan melebarkan irisnya. "S-siapa kau?!"

"K-k-kiba-kun! A-apa k-kau tidak apa-apa?" teriak Hinata gugup menghampirinya. Dia terhenti saat melihat seseorang berdiri di depan Kiba. Pemuda itu berbadan besar dan sangat tinggi, memakai jaket tebal berwarna hijau yang menutup seluruh badan dan kepalanya, sedang matanya tertutup oleh kacamata hitam. Tidak ada celah sedikitpun yang bisa dipakai untuk mengintip wajah orang itu, karena jaket yang ia kenakan berkerah sangat tinggi, menutupi setengah wajahnya.

"Shino dari klan Aburame. Kalian hanya berdua, itu artinya kita satu tim." Ucapnya singkat.

.

.

"Arrrggh! Sial! Kalau begini, jaketku tidak mungkin dipakai lagi!" rengek Naruto kesal, tangannya menyemplungkan jaketnya ke air sungai yang ada di depannya, dan menguceknya dengan keras, mencoba membersihkannya dari darah.

"Buang saja, Dobe. Jaket norak dan lusuh begitu." Ucap Sasuke singkat, ujung bibirnya terangkat, tersenyum mengejek pada pemuda pirang di sampingnya.

"Apa?! Jaketku tidak norak, Teme!" teriak Naruto kesal pada pemuda raven itu.

"Oranye itu norak, Dobe!" balas Sasuke lagi.

"Brengsek! Oranye itu warna terkeren dari yang terkeren yang paling ada Teme!" teriak Naruto lagi.

"Hn. Jaket dengan pemiliknya memang sama saja. Norak." Ketus Sasuke dengan menyeringai tajam.

"A-Apa?! Jaga ucapanmu Teme!" teriak Naruto mengepalkan telapak tangannya.

Sasuke hanya melebarkan seringainya puas, membuat mulut Naruto menggangga tak percaya dan kesal karena ejekannya itu. Entah kenapa, pemuda raven ini merasa sangat senang mengejek pemuda pirang itu, saling mengolok satu sama lain. Mungkin karena ini pertama kalinya ada seseorang yang tidak menganggapnya sebagai Putra Mahkota Kerajaan, bahkan dengan lancang memanggilnya dengan nama-nama. Tapi, dari pada marah, Sasuke lebih suka melihat reaksi dari sang pemuda pirang saat diejek.

Jika ini bukan pemuda pirang itu, melainkan orang lain, yang lancang mengejeknya seperti ini, Sasuke pasti sudah menghukumnya mati. Tapi si Dobe pirang itu, dia benar-benar tidak tahu apa yang membuatnya merasa pemuda itu sedikit berbeda. Tidak ada yang spesial dari pemuda pirang itu, dia bodoh, idiot, lemah, norak, penyuka oranye… See? Semua tentang si Dobe itu tidak ada yang bagus. Yah mungkin kau bisa melakukan pengecualian jika kau juga menghitung tubuh tinggi tegap miliknya, punggungnya yang lebar itu, dada bidang yang terlihat kokoh, perut dengan six pack lengkap yang kuat, kulit tan-nya yang terlihat sangat hangat, mata biru indah yang seakan menghipnotismu, dan rambut emas berkilauan yang—

"Oi Teme!" Sasuke tersentak dari pikirannya, pipinya bersemu merah ketika ia mendongak mendapati Naruto hanya berada beberapa inci dari wajahnya. Dia tersentak kaget dan mendorong Naruto dengan sangat keras.

"Ow! Teme! Apa yang kau lakukan brengsek!" erang Naruto sakit, karena terjatuh akibat didorong terlalu keras.

"Hn." Gerutu pemuda raven itu memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan semu merah di pipinya.

Dia melirik ke arah Naruto dan mendapati wajahnya menjadi terasa semakin panas, karena Naruto masih belum juga memakai kaos dan jaketnya itu.

"Pake bajumu, Dobe! Kita harus segera pergi mencari kuilnya." Gerutu Sasuke bergegas pergi.

"Tapi bajuku masih basah! Dan Jaketku juga robek, Teme! Hey, Teme! Tunggu brengsek!" teriak Naruto mengejar sang raven.

.

.

"Sasuke-sama! Aku menemukan sebuah goa disana! Aku rasa itu adalah kuilnya!" pekik Sakura dengan senang, matanya mengedip-edip ke arah Sang Putra Mahkota di sampingnya, seakan mencoba merayu dengan keimutanya.

"Hn." Sasuke hanya menggerutu dan berjalan ke arah goa yang ditunjuk oleh Sakura, di belakangnya Naruto mengikutinya.

"Apa kau yakin ini kuilnya?" tanya Naruto melihat-lihat sekitar goa.

"Tentu saja, Baka! Hanya tempat ini yang terlihat kuno!" pekik Sakura, sambil memukul belakang kepala Naruto.

"Ow! Kenapa kau memukulku Sakura-chan" rengek Naruto, mengelus-elus bagian kepalanya yang sakit.

"Berisik, Idiot! Ayo kita masuk saja, Sasuke-sama!" Sakura berkata, mengubah suaranya menjadi sangat lembut saat berbicara dengan Putra Mahkota yang sangat disukainya itu, membuat Naruto harus menahan diri untuk tidak muntah.

Sasuke hanya menggerutu dan masuk kedalam goa, diikuti oleh Sakura di sampingnya. Dia mengambil ranting dan membakarnya dengan jurus Katon miliknya, sebagai penerangan di dalam gua yang gelap itu. Di belakang Naruto berjalan perlahan mengikuti dua teman tim-nya itu. Alis pirang miliknya mengkerut tidak nyaman.

'Perasaanku tidak enak disini…' pikirnya dalam hati.

Sakura masih mengoceh dengan riang disamping Sasuke, meskipun sang pujaan hatinya itu sama sekali tidak merewesnya. Mereka berjalan di dalam gua gelap itu selama beberapa menit, sampai suatu ketika Sakura tiba-tiba saja tersandung jatuh. Dia mendongakan wajahnya ke atas, mendapati sebuah benda berwarna emas menyala yang sangat runcing. Lalu dia menunduk lagi menatap lurus di depannya dan melihat—

—dua pasang bola mata merah menyala yang sangat besar.

"GYAAAAAAAAAAAAAA!"

.

.

"Shit! Shit! Shit! Ini salahmu Sakura! Kau yang menyuruh kami masuk ke dalam Gua!" teriak Naruto terengah-engah dalam larinya. Dia meloncat saat benda emas runcing itu menyambar kakinya.

"A-a-apa! I-i-i-ni bukan salahku! Memangnya aku tahu, di dalamnya ada monster seperti itu! Bisa saja memang ada kui—Kyaaa!" dia menjerit saat benda emas itu menyambar lagi. Dengan sigap, Naruto langsung mendorong gadis berambut pink itu jauh dari monster di belakangnya, membuat Sakura terlempar keluar dari goa, di depannya Sasuke tersentak kaget.

"Mana Dobe?!" teriaknya panik.

"Sasu—" kalimat Sakura terpotong saat dari dalam goa, Monster itu akhirnya memperlihatkan wujudnya. Dua pasang mata terbebalak kaget, melihat monster kalajengking raksasa di depan mereka, di ujung ekor emasnya, Naruto bergelantungan ketakutan.

"H-hey.." dia meringis pucat, melambaikan tangannya dengan pasrah "Bisakah salah satu dari kalian menolo—Gyaaa!" Dia menjerit kaget saat ekor monster itu bergerak lagi, menyambar dua rekan tim di depannya. "T-t-tunggu! Tunggu sialan! Jika kau mau mengayun-ayunkan ekormu seperti ini, setidaknya turunkan aku dulu—Gyaa!" dia menjerit lagi, ketika ekor monster itu hampir menyambar batu besar.

"Apa yang dilakukan si idiot itu sih.." gerutu Sasuke kesal sambil melompat menghindari sambaran lainnya.

Dia mengangkat pedangnya dan menebaskanya ke arah monster kalajengking itu, tapi lagi-lagi ekor tajamnya menghalangi. Dia merutuk kesal dan mendongak ke arah Naruto yang masih tersangkut di ekor monster. "Oi Dobe, pegangi ekornya! Jangan sampai kau—

Kalimatnya terpotong saat monster itu akhirnya menyadari keberadaan Naruto di ekornya, kemudian mengibas ekornya dengan sangat keras, dan dengan sukses melemparkan Naruto ke udara menjauh dari lokasi tim-nya.

—melepaskanya…." Ucap Sasuke pelan, menggangga kaget saat melihat pemuda pirang itu terlempar sangat jauh. Dia menutup mulutnya, dan menatap ke monster menakutkan yang kini sudah bebas dari beban di ekornya. "Shit!" Sasuke menggerutu, tanpa membuang waktu langsung memutar balik dan menyeret Sakura.

"Lari!"

.

.

Naruto menghela napas pelan, dia memutar tubuhnya di udara, dan mendarat di salah satu ranting besar di bawahnya. Dia melihat ke sekelilingnya, menajamkan iris birunya ke arah goa tadi. "Monster jelek itu benar-benar melemparku terlalu jauh.." gerutunya kesal. Benar saja, dia terlempar hampir satu kilometer dari gua itu. Dia bisa melihat dengan iris birunya itu kalau dua rekan timnya berlari menghindari monster raksasa itu dengan kepayahan.

Mendengus kesal, dia bergegas turun dari pohon dan berlari ke arah tim-nya. Tak ingin membuang waktu, dia bersiap-bersiap untuk berlari dengan kecepatan penuh, tapi terhenti saat dua monster datang menghadangnya. Dia mendecak kesal dan mengambil dua kunai dari kantung kecil di pahanya.

Dua monster itu berjalan perlahan mengelilingnya, seakan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang mangsanya. Naruto menggerakan otot leher miliknya dan melemaskannya –Krak!- dan pundaknya –Krak!- kemudiaan jari-jarinya –Kretek!–Kretek!–Kretek!- dan menyeringai berbahaya.

"Jadi… cara apa yang kalian inginkan?" ucapnya pelan mengayunkan kunai di antara jarinya.

Monster itu hanya menggeram dan menerjangnya dengan cepat.

"Tulang remuk dan hancur?" tanyanya menyeringai, melompat tinggi lalu memutar tubuhnya dan –BUAK! Menghantam salah satu monster dengan tendangan yang sangat keras. Monster itu pun merintih kesakitan akibat tulang rusuknya yang hancur, bahkan topeng tanduk keras miliknya hancur berkeping-keping.

"Kepala terlepas dari tempatnya?" tanyanya lagi, dia memusatkan chakranya menuju dua kunai yang di pegang kedua tangannya, menyelimutinya dengan chakra, dan membentuknya seperti pedang yang tajam, sebelum ia berlari menuju monster yang sudah diremukan tulangnya tadi dan meloncat tinggi di atas kepala sang monster. Bibirnya tersenyum dingin saat dia berhadapan dengan leher sang monster dan dalam sekejap –SLASH!- kepala monster itu pun terlepas dari lehernya, memuncratkan cairan merah pekat.

Tak mau membuang waktu, dia langsung menerjang ke arah monster yang satu lagi. Dia merogoh kantungnya untuk mengambil kunai lagi dan menyelimutinya dengan chakra, sehingga kedua tangannya memegang kunai. Dia bergerak ke samping untuk menghindari sambaran cakar, dan meloncat mundur untuk mengindari cakaran lainnya, sebelum menerjang dengan sangat cepat.

"Bagaimana dengan tebasan kecil dari kunai?"

—SLASH!— cakar besar itu terpotong menjadi dua—

—SLASH!— darah memuncrat dari lengan yang tertebas dari pundak monster itu—

—SLASH!— kaki kanan terpotong menjadi berkeping-keping tak berbentuk—

—SLASH!— sekarang kaki kiri itu pun tertebas menjadi dua mengucurkan cairan merah pekat yang segar—

—SLASH!— dan diakhiri dengan tebasan cepat mengenai dada monster itu berkali-kali tanpa ampun—

"Atau…kau lebih suka terbakar menjadi abu?" ucapnya dingin sebelum Naruto memutar badannya dan menyambarkan kaki ke arah monster itu, kilatan api muncul dari tendangkan itu membentuk garis tajam merah di udara, mengenai badan monster itu dan melemparkannya ke belakang menggusur di atas tanah. Kilatan merah itu, dengan sekejap berubah menjadi api yang sangat panas, membakar tubuh monster itu tanpa sisa.

Naruto mendecak jijik melihat bangkai monster yang kini sudah tidak berbentuk lagi. Dia melap dua kunainya itu ke jaket lusuh yang dipakainya sebelum kemudian menyimpan kunai itu kembali. Dia melepas jaket itu dan menjatuhkannya ke tanah, dan dalam sekejap mata –Wuss!- jaket itu terbakar habis.

Indra pendengarannya tergelitik saat dia mendengar sesuatu berpuluh meter darinya, dengan bergegas, dia bersembunyi di balik pohon. Dia melirik ke atas, saat sumber bunyi itu datang. Seekor burung kecil melewati pepohonan di atasnya. 'Burung pengawas ya…?'

'Telat sedikit saja, mereka pasti melihatku…' pikirnya kesal.

.

.

"Hakke Rokujuuyon Shou!"

Neji melancarkan serangannya dengan sangat cepat, berhasil membuat para monster di sekitarnya terlempar kewalahan. Monster-monster itu berusaha bangkit dan menerjangnya lagi, tapi serangan Neji lebih cepat dari mereka dan berhasil menumbangkan mereka dengan entengnya. Monster itu dibuatnya seperti hewan kecil di depan serangan keturunan Hyuuga itu. Dia menyeka darah dari wajahnya dan melihat sekeliling. Monster-monster yang dari tadi menyerangnya sekarang bergeletakan di atas tanah.

Tanpa pikir panjang dia langsung berbalik dan melanjutkan perjalanannya. Sebuah suara menghentikannya. Dia berbalik mendapati seorang gadis berambut hitam yang di gelung manis ala Chinese-style. Gadis itu berdiri dengan santainya, tangan kiri tertenteng di atas pinggang sedang yang lain dia luruskan ke bawah. Dia tersenyum dan berkata. "Hai, Tampan. Kita bertemu lagi. Bukankah ini seperti takdir menyuruh kita untuk menjadi satu tim?"

Neji diam sejenak sebelum berbalik dan berjalan lagi. "Aku harus mencari adik sepupuku." Ucapnya singkat.

"Hei! Ayolah, kau bilang kita akan menjadi satu tim jika memang takdir mempertemukan kita lagi. Aku yakin sepupumu itu baik-baik saja dan sudah mendapatkan tim-nya sendiri!" ucap Tenten mengikuti pemuda berambut hitam panjang itu.

"Mungkin saja sepupumu itu sudah berada di kuil dan menunggumu. Kau bisa menjadi satu tim dengan kami, dan pergi kesana!" ucapnya lagi berusaha meyakinkah sang pemuda brunette itu.

"Neji-san! Tenten-san! Aku senang kalian baik-baik saja! Masa depan yang cerah memang menanti kita bertiga!" teriak seorang pemuda dengan rambut hitam berbentuk seperti mangkok yang berlari ke arah Neji dan Tenten.

"Lee! Kau harus membantuku, Neji menjadi keras kepala dan lebih memilih untuk menemukan sepupunya dari pada menyelesaikan ujiannya!" teriak Tenten kesal.

"Neji-san! Jangan pantang menyerah disini! Lihatlah masa depan yang cerah di ujung ufuk sana! Masa depan cerah itu menanti kita! Kita harus melakukan sekuat tenaga kita untuk menyelesaikan ujian ini! Aku yakin sepupumu juga sedang berusaha meraih masa depan yang cerah itu! Aku sudah menemukan kuilnya! Yang perlu kita lakukan adalah pergi kesana sebagai awal dari langkah kita untuk meraih masa depan yang cerah sebagai kesatri—"

"Kau menemukan kuilnya?!" potong Neji cepat, saat dia menangkap kata kuil dari mulut pemuda berbaju serba hijau itu.

"Iya! Aku tidak sengaja menemukannya! Kuil itu berada sekitar seratus meter dari kita! Bukankah ini bukti bahwa Masa depan yang cerah masih belum melupakan kita! Kita—" kalimat Lee tidak terdengar lagi oleh Neji yang bergegas menuju arah kuil yang ditunjukkan oleh pemuda berbaju hijau itu. Merasa tak sabar, dia langsung menggunakan Byakugan untuk melihat menerawang melewati pohon-pohon di depannya langsung menuju ke arah kuil. Dia mempercepat larinya saat dia merasakan chakra sepupunya itu.

Bibirnya membentuk senyum lega saat reruntuhan kuil itu mulai terlihat di depannya.

BAM!— sebuah hentakan keras tiba-tiba saja mengagetkannya. Dia menghentikan langkahnya tepat satu detik sebelum seekor monster terlempar dari samping dan melewatinya dengan cepat. Dia menolehkan kepalanya untuk melihat siapapun yang baru saja mengalahkan monster itu.

Seorang pemuda berambut merah dengan sebuah tato kanji 'Ai' di dahinya menampakan diri dari semak-semak. Neji merinding saat mata hijau itu menoleh dan menatap mata lavendernya dengan tajam, seakan mata itu menerawang langsung ke dalam pikirannya.

Pemuda berambut merah itu tidak mengatakan apapun dan berjalan menuju kuil, menghiraukan Neji. Wajahnya bahkan tidak berubah sama sekali, sangat dingin dan tak berekspresi.

Neji tersentak lagi saat seseorang—tidak—dua orang muncul lagi dari semak-semak. Mereka melirik ke arah Neji sebelum bergegas menuju pemuda berambut merah itu.

"Neji-niisan!" teriak seseorang dengan suara yang sangat familiar dari arah kuil. Neji tersenyum lega dan segera berlari menuju adik sepupunya itu. Dia menangkap gadis itu, dan memeluknya erat. "Kau tidak apa-apa, Hinata-sama?" ucapnya lembut.

"Iya, bagaimana dengan Neji-niisan?" balas Hinata lirih, melepas pelukannya dan menatapnya dengan senyuman hangat.

"Iya, aku baik-baik saja. Syukurlah kau tidak terluka. Hinata-sama." Dia tersenyum pada sepupunya itu, kemudian melirik ke depan saat melihat dua orang pemuda berdiri disana. "Apa mereka teman tim-mu?" tanyanya

"I-iya. M-mereka adalah Kiba dari klan Inuzuka dan Shino dari klan Aburame." Ucap Hinata pelan, pipinya sedikit memerah.

"Begitu, sayang sekali kita tidak bisa satu tim. Hinata-sama" Ucap Neji sedikit kecewa, sebelum dia mengubah ekspresinya menjadi serius dan dingin. "Namaku Neji dari klan Hyuuga. Senang bertemu kalian. Kalian bisa memastikan adik sepupuku ini akan baik-baik saja selama satu tim dengan kalian bukan? Aku tidak akan diam saja jika melihatnya tergores sedikitpun." Itu bukanlah pertanyaan maupun permintaan, melainkan sebuah pernyataan mengancam yang membuat Kiba dan Shino merinding mendengarnya.

"T-t-tentu saja." Kiba memasang cengiran khasnya, namun dari suaranya terdengar jelas bahwa dia ketakutan.

Neji mengangguk puas. Dia berjalan menuju tengah reruntuhan untuk mengambil relic disana. "Jadi ini yang harus kita ambil?" ucapnya bertanya-tanya.

"Neji! Jangan berlari tiba-tiba seperti itu! Kau harusnya menunggu kami!" teriak Tenten yang berlari ke arah reruntuhan, di belakangnya Lee membuntutinya.

"Maaf, aku ingin segera bertemu dengan sepupuku." Balas Neji kepada gadis dan pemuda yang sepertinya memang akan menjadi teman tim-nya. Matanya melirik dengan hati-hati ke arah pemuda berambut merah yang sedang mengambil salah satu relic.

"Oh, apa dia disini? Diman— Oh! Itu kau kan, si adik sepupu? Oh tuhan, lihat dirimu kau sangat maniiisssssssss! Pantas saja Neji bersikap sangat brother compleks!" pekik Tenten, mencubit pipi Hinata dengan sangat gemas.

Hinata tersentak dan langsung tersipu malu, seluruh wajahnya memerah padam, bahkan ada asap yang keluar dari kepalanya, membuat Tenten hanya semakin gemas pada gadis bermata lavender itu.

"MINGGGIIIIIRRRRR!" teriakan keras tiba-tiba mengagetkan semua demon yang ada di reruntuhan itu. Mereka tidak sempat merespon saat sebuah buntelan— maaf maksudnya seseorang berbadan besar tiba-tiba saja jatuh dari langit. Dia berguling ke lantai beberapa kali, sebelum ia berhenti dan melompat berdiri. Dari atas disusul oleh burung hantu besar yang juga mendarat sebelum dia merubah tubuhnya menjadi seorang pemuda berambut hitam yang dikuncir nanas.

"Ino, cepat kemari!" teriaknya berlari menuju arah dimana temannya berlari.

Semua pasang mata yang ada disitu –kecuali Gaara— melihat mereka bertiga dengan kaget dan bingung. Mereka semua menoleh ke arah cat demon yang sedang berlari terengah-tengah, bahkan terlihat sangat kelelahan, menuju arah reruntuhan.

"Ino, kau tidak apa-apa?!" Tanya Shikamaru dengan sedikit panik, membuat semua demon di sekitarnya bertambah bingung.

Ino hanya mengangguk dan bersender ke sahabatnya itu.

"Ino! Naiklah ke punggung Shika! Biar aku yang lari saja!" Teriak Chouji dengan cepat, dia berlari menuju tengah reruntuhan untuk mengambil relic, sebelum ia bergegas untuk lari lagi.

"Tunggu, tunggu, tunggu dulu! Kenapa dengan kalian bertiga! Kalian seperti dikejar-kejar setan saja, buru-buru seperti itu!" Kiba berteriak kepada tiga demon yang baru datang itu.

"Kalian juga sebaiknya cepat lari dari sini! Tidak ada waktu lagi! Dia akan segera sampai sini" teriak Chouji panik, segera mengikuti Shikamaru yang bersiap untuk terbang lagi dengan Ino di punggungnya.

"Dia?! Dia siapa yang ka—"

GROAAAAAAAARRRRRRRR!

Geraman yang sangat keras sukses memotong kalimat Kiba, sekaligus menjawab pertanyaannya. Semua demon di reruntuhan itu tersentak, mata membelalak sangat lebar karena kaget ketika melihat monster mirip burung raksasa itu menghampiri reruntuhan.

Monster itu menggeram lagi dengan sangat keras, dan menyambarkan sayap raksasanya ke arah reruntuhan, menimbulkan badai angin yang sangat hebat, membuat para makhluk kecil di bawahnya itu shok ketakutan

Belum sempat memahami apa sedang yang terjadi, mereka dikagetkan lagi oleh sebuah ledakan sangat keras dari arah yang berlawanan dengan monster burung raksasa itu. Mereka segera menolehkan pandangan mereka ke arah ledakan itu. Beberapa pohon tumbang dari kegaduhan itu, mereka bisa mendengar suara gaduh yang semakin mengeras, menandakan siapapun—apapun itu sedang mendekat ke arah mereka.

Pertanyaan tak terucapkan mereka terjawab ketika mereka melihat seorang pemuda raven dan gadis berambut pink berlari terengah-engah dengan panik.

"Hei, bukankah itu Yang Mulia Putra Mahkota, kenapa dia berlar— OH SHIT!" Tenten membelalak lebar, shok ketika melihat monster raksasa yang lain datang mengikuti dua demon yang baru datang itu.

"FUUUCKKKK! TIDAK BISAKAH KALIAN DATANG TANPA MEMBAWA MONSTER RAKSASA DAN MENAKUTAN SEPERTI ITU?!" Teriak Kiba dengan kesal, meskipun sebenarnya dia sangat panik dan ketakutan.

"K-kita harus pergi!" ucap Tenten dengan panik ketakutan, namun kakinya seperti terpaku dengan shok di atas tanah membuatnya tidak bisa bergerak. Kondisi yang sama sepertinya terjadi pada demon lain yang ada di reruntuhan itu.

"Apa kalian melihat bocah pirang kemari?!" teriak Sasuke sesampainya di tengah reruntuhan, tanpa membuang waktu langsung mengambil relic dan bergegas untuk berlari lagi, matanya melirik dengan cepat ke sekelilingnya untuk mencari seseorang. Dia berdecak kesal saat tidak menemukannya sosok pemuda pirang yang menjadi teman tim-nya itu. "Sial! Kemana perginya si Dobe itu!" ucapnya marah

"A-apa yang kalian lakukan! Kita harus melakukan sesuatu pada monster kalajengking itu dan OH TUHAN! KENAPA ADA SATU LAGI?!" teriak Sakura panik ketakutan saat melihat burung raksasa terbang di atas reruntuhan. Suara kerasnya berhasil mengagetkan para demon yang ada di situ, mereka segera menggerakan kaki mereka untuk berlari, sedang tangan mereka mengambil senjata masing-masing untuk bersiap-siap menyerang. Oh—Tunggu, lupakan yang tadi, mereka bahkan tidak sempat untuk kabur saat burung raksasa itu membuat badai angin yang lebih besar lagi dari sebelumnya, hampir menerbangkan mereka, jika mereka tidak segera menunduk.

Shikamaru merutuk dengan sangat kesal. Dia sudah berubah kembali ke tubuh aslinya, di sampingnya Ino berpegangnya pada lengannya dengan kencang. Dia melihat ke sekeliling untuk mencari celah keluar dari keadaan kritis mereka. Dia menemukan satu jalan, bahkan jalan itu juga menuju ke arah tebing dimana mereka harus kembali, tapi dengan dua monster membuntuti, mereka tidak akan sempat.

"Kyaaaa!" suara teriakan mengagetkanya, dia segera menoleh ke arah suara itu, mendapati monster kalajengking itu sudah di tengah reruntuhan, dan sekarang sedang menerjang ke arah Sang Putra Mahkota.

"Shit!" rutuk Sasuke, dia mengalirkan chakranya ke Kusanagi, pedang miliknya itu. Listrik menyiprat pelan, sebelum kemudian mengalir dengan cepat menyelimuti pedangnya. Dia bergerak ke samping, menghindari sambaran ekor yang mengarah ke badannya, lalu meloncat cepat dan menebaskan pedangnya ke kepala monster kalajengking itu. Listrik mengalir dengan cepat dan otomatis menyetrum badan monster itu. Dia segera meloncat mundur untuk melihat reaksinya. Tapi, apa daya, daripada kesakitan, monster itu malah tambah menggeram marah.

"Yang Mulia! Minggir dari situ!" teriak Shikamaru dari atas langit, di belakangnya burung raksasa membututinya dengan cepat.

Iris mata Sasuke melebar saat melihat Shikamaru, terbang melesat dengan kecepatan tinggi menuju ke arahnya—lebih tepatnya ke arah kalajengking raksasa itu.

Tanpa bertanya panjang lebar, Sasuke langsung meloncat mundur, dan lari beserta demon lain yang sepertinya juga sudah bergegas lari.

Shikamaru menajamkan mata beriris coklat miliknya, mempercepat gerakannya melesat turun ke arah monster kalajengking yang berjarak kurang dari 20 meter di bawahnya. Dia menengok ke belakang, memastikan monster burung raksasa itu tepat di belakang membuntutinya dengan cepat. Dia menoleh ke bawah lagi dan menghitung dalam hati. Satu—

tinggal 10 meter lagi sebelum dia menabrak kalajengking raksasa dibawahnya…

—dua—

Tinggal 5 meter lagi…

—tiga!

Dalam sekejap mata, dia menikuk tajam sesaat ia hanya berjarak satu kaki dengan monster itu, melesat secepat kilat ke arah teman-temannya pergi. –BAAAM!- suara tabrakan keras terdengar bersama erangan dua monster yang bertabrakan di belakangnya.

"haaah…sangat merepotkan…" ucapnya menghela napas.

"Ino! Cepat naik!" teriaknya menghampiri sahabatnya itu.

Ino mengangguk dan langsung meloncat ke punggung Shikamaru. Belum sempat bernapas lega, geraman yang sangat keras mengagetkan mereka. Mata mereka membelalak lebar saat dua monster raksasa itu sudah bangkit kembali dan mengejar dengan sangat cepat.

"Oh, tidak." Ucap Tenten menggangga lebar, wajahnya pusat pasi.

"SIALLLLL!" teriak Kiba

"Gahh, Aku tidak kuat lari lagi!" Chouji berkata terengah-engah

"Jangan menyerah! Masa Depan yang cerah menunggu kita!" teriak Lee mencoba menyemangati mereka

"Hinata-sama, kita harus cepat!" ucap Neji keras, menarik adik sepupunya itu yang sudah mulai kelelahan.

"Lihat tebingnya sudah kelihatan!" Sakura berteriak. Benar saja, tebing dimana mereka dinyatakan menyelesaikan misi, sudah ada di depan mata, hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat mereka berlari. Reruntuhan kuil kuno lainnya pun terlihat sesegera mereka keluar dari hutan. Mereka dengan cepat bersembunyi di balik reruntuhan-reruntuhan, saat melihat monster burung itu ternyata sudah mendahului mereka dan terbang mengitari reruntuhan. Di belakang mereka, monster kalajengking itu dengan cepat berlari mendekati reruntuhan.

"Sial. Kita tidak mungkin bisa kabur, tanpa mengalahkan mereka!" ucap salah satu dari mereka dengan panik.

"Bodoh! Kita tidak mungkin mengalahkan mereka!" teriak Kiba ketakutan.

"Tapi kita tidak mungkin berada disini seharian! Monster itu akan segera menemukan kita!" ucap Tenten, wajahnya memucat membayangkan apa akan yang terjadi jika mereka benar-benar ditemukan.

Sasuke merutuk dalam hati, meskipun situasi mereka sedang sangat genting, pikirannya masih belum lepas dari pemuda pirang yang entah ada dimana sekarang. Meskipun mereka berhasil selamat dari situasi genting itu, dia tetap tidak bisa meninggalkan teman tim-nya begitu saja. Tidak. Bukannya dia khawatir atau bagaimana. Dia hanya tidak ingin tim-nya hanya beranggota dua orang, apalagi yang satu adalah perempuan jelek yang juga menjadi fan girl-nya. Oh. Lebih baik dia mati saja disini.

Dia tersentak dari pikirannya saat reruntuhan yang dia pakai untuk bersembunyi tiba-tiba saja bergerak. Matanya beserta beberapa pasang mata lainnya terbelalak kaget, saat ternyata reruntuhan yang mereka kira reruntuhan itu tiba-tiba saja bergerak—atau lebih tepatnya berdiri tegak, dan menunjukan dirinya. Tumpukan batu itu membentuk seperti tubuh, dan bergerak lamban berbalik ke arah mereka. Batu yang berada di paling atas bergerak menoleh, dan dua lingkaran bulat kecil berwarna merah itu menyala ke arah mereka.

"G-GOLEM?!" ucap Sakura menggangga lebar, wajahnya pucat pasi sama seperti teman-temannya.

"AWAS!" teriak salah satu dari mereka, saat melihat Golem itu menghantamkan tinju batunya ke mereka. Mereka bergegas menghindar dan hendak berlari, tapi terhenti di tengah jalan saat mereka sadar masih ada dua monster lainnya, yang sekarang ini sudah menyadari keberadaan mereka. Oh. Great.

"Sial! Sial! Sial! Sial! Sial! Sial! Sial!" teriak Kiba panik

"Gaara! Kita harus melakukan sesuatu! Monster itu tidak akan ada hentinya!" Teriak Temari kepada adiknya itu. Matanya melebar kaget saat monster batu itu menghantamkan tinjunya lagi.

Chouji yang melihat itu berlari secepat yang dia bisa ke arah golem itu, tubuhnya membesar dengan cepat sampai dia seukuran dengan monster batu itu. Dia menghantamkan seluruh tubuhnya ke arah monster itu, berhasil membantingnya dengan sangat keras.

"Hei! Seharusnya kau lakukan itu dari tadi!" teriak Kiba, menatap kaget dan kagum pada bocah raksasa di depannya.

"Aku akan menahan yang ini, tolong urus sisanya!" teriak Chouji kepada teman-temannya itu, dia segera berlari ke arah golem yang sedang berusaha bangkit itu dan menghantamnya dengan tinju yang keras.

"Shika! Apa kau punya rencana?!" teriak Ino pada sahabatnya yang sedang terbang di tengah udara itu. Mata beriris coklatnya dengan cepat menelurusi seluruh area reruntuhan yang ada dibawahnya. Matanya berhenti ke daerah dekat tebing. Terdapat jurang yang sangat dalam disana, satu-satunya hal yang menghubungkan antara tebing itu dengan bagian reruntuhan adalah jembatan panjang yang melewati jurang itu. Dia melirik ke arah teman-temannya yang sedang bertarung melawan monster raksasa itu dan berdecak kesal. "ini sangat merepotkan…"

"AWAS SHIKA!" teriakan dari Ino mengagetkannya, matanya melebar kaget saat melihat burung raksasa itu sekarang mengincarnya. Namun sambaran pasir yang sangat keras dari bawah tiba-tiba muncul menyerang sang monster, sekaligus menghentikan serangan monster itu. Shikamaru melirik ke bawah, menangkap sosok pemuda berambut merah yang bersiap melakukan serangan lagi.

Dia bernapas lega dan segera mendarat. "Ada jurang besar di sana. Kita bisa membuat monster itu jatuh ke dalam jurang. Beritahu yang lainnya untuk menuju ke jurang!" Teriaknya cepat, sebelum ia bergegas untuk terbang lagi.

.

.

Sasuke mendecak kesal saat serangannya tidak mempan pada monster kalajengking di depannya. Kalau terus seperti ini, malah dia yang akan kehabisan chakra. Kondisi yang lainnya juga sepertinya sama aja. Mereka masih melakukan serangan walaupun tidak cukup mempan untuk melukai monster raksasa yang mereka hadapi itu. Dia menoleh saat mendengar seseorang berkata tentang jurang, tanpa pikir panjang dia segera lari bersama yang lainnya.

Sebuah teriakan menghentikan langkahnya, membuatnya berbalik lagi saat melihat Sakura terjatuh dalam larinya. Dia mengangkat pedangnya dengan cepat ketika melihat ekor kalajengking itu bersiap untuk menyambar Sakura. Dia melompat dan menahan ekornya dengan pedang miliknya.

"Cepat Lari!" teriaknya pada gadis berambut pink itu.

"T-tapi—

"Cepat!"

Wajah Sakura memucat, sebelum dia bergegas untuk berdiri dan lari menyusul yang lainnya.

Kalajengking itu menarik ekornya sebelum menyambarkanya lagi dengan sangat cepat, iris mata Sasuke melebar saat serangannya itu lebih cepat dari yang sebelumnya, membuatnya tidak sempat untuk menghindar dan—

"TENDANGAN UZUMAKI!"

—teriakan keras terdengar bersamaan dengan sosok kuning yang tiba-tiba melesat menabrak monster kalajengking itu. Monster itu terlempar dan menabrak salah satu reruntuhan. Sosok kuning itu pun berguling beberapa kali di atas tanah, sebelum dia berhenti dan bergegas berdiri.

"Yesss! Rasakan itu monster jelek! Tendangan Uzumaki Naruto yang paling hebat ini!" Pemuda berambut pirang itu meloncat semangat.

"N-naruto?!" ucap Sasuke tak percaya

"Yo! Sasuke kita berte—

"Idiot! Kau darimana saja dobe!" teriak Sasuke mencengkeram kaos pemuda pirang itu dengan kencang, matanya melotot tajam.

"Uh, suatu tempat?" tanyanya gugup, wajahnya mencoba menunjukan cengiran khasnya. Tapi langsung lenyap saat pemuda raven di depannya melotot bertambah tajam.

"H-hei! Ini bukan salahku! Aku dilempar monster itu ingat!" teriakknya protes.

Sasuke mendengus kesal, sebelum melepaskan cengkeramannya. Dia berbalik dan bergegas lari menyusul yang lainnya. "Kita harus cepat pergi!" ucapnya singkat.

Saat mereka sampai di jembatan itu, teman-temannya sedang kuwalahan menghadapi golem dan burung raksasa itu. Mereka mempercepat lari untuk bergegas membantu yang lain melawan monster itu. Di belakangnya sang kalajengking raksasa membututi mereka dengan sangat cepat.

"CHOUJI SEKARANG!" teriak Ino kepada bocah raksasa berambut oranye itu.

Sesuai instruksi sahabatnya, Chouji dengan cepat berlari dari belakang golem, mendorong golem itu ke arah jurang, bersamaan dengan tubuh raksasanya. Shikamaru pun dengan cepat melesat ke arah jurang, dengan sigap menangkap tubuh sahabatnya yang sudah kembali normal itu. Dia bernapas lega dan segera kembali ke atas. Sekarang, tinggal satu monster—Oh. Salah. Masih ada dua monster lagi yang perlu mereka hadapi, dan yang satunya itu bisa terbang. Merepotkan.

.

.

Sasuke, untuk yang ke sekian kalinya, menebaskan pedangnya lagi ke arah kalajengking raksasa itu. Tapi ekor tajam monster itu selalu menghalangi serangannya. Sekali saja dia punya kesempatan untuk menyerang, kepala monster itu yang akan bergantian menyerangnya. Oh. Kau juga harus tau bahwa kulit kalajengking itu sangat keras, sama sekali tidak bisa ditembus dengan senjata yang mereka punya. Satu-satunya yang mungkin bisa menembusnya mungkin ekor monster itu sendiri, mengingat ekor penyengat itu sangat runcing dan keras. Lalu—Tunggu dulu. Apa dia baru saja berpikir sesuatu yang dia pikir baru saja dia pikirkan?

Sasuke mendongak ke arah monster kalajengking itu sejenak, sebelum sudut bibirnya menekuk membentuk senyum licik.

"Aku tahu cara mengalahkannya." Ucapnya keras agar yang lain bisa mendengarnya.

"B-benarkah?!" teriak Naruto bersamaan dengan yang lainnya.

"Lakukan sesuatu untuk menahan perhatiannya. Ada sesuatu yang harus aku lakukan." Ucap Sasuke lagi sebelum dia berlari ke arah kalajengking itu.

Yang lain mengangguk dan segera melancarkan serangan untuk menarik perhatian sang monster. Sasuke segera melompat dari arah belakang monster itu dan dengan sangat cepat dia menebaskan kusanagi ke arah ujung ekor monster itu. Dia mendecak kesal saat tebasannya belum cukup untuk memotong ekor itu. Dia tersentak kaget saat ekor itu tiba-tiba saja membanting tubuhnya, membuatnya terlempar menabrak dinding reruntuhan.

"Sasuke!" teriak Naruto mencoba menghampirinya, tapi kalajengking itu menghalanginya kesana.

"J-jangan berhenti! Kita masih bisa melakukannya!" Teriak Hinata pada yang lainnya, sebelum melancarkan juuken pada badan monster itu lagi.

"Yuhu~! Kau memang cerdas, Putra Mahkota Tampan. Sekarang giliranku yang menyerang!" ucap Temari dari atas tiang reruntuhan sebelum ia mengibaskan Tessen-nya dengan cepat dan meloncat turun ke arah ekor kalajengking itu. Dia memutar tubuhnya, melakukan rolling di udara yang sangat cepat dan melesat mengenai ekor raksasa itu dengan kipas besinya.

"Sial! Masih kurang sedikit lagi!" teriaknya kesal saat serangannya masih belum menjatuhkan ekor tajam itu. Dia hendak menyerang lagi saat, sebuah tangan pucat menyentuh pundaknya dan—

"Kerja bagus!" ucap Sasuke singkat sebelum dia meloncat tinggi dan menebas ekor berwarna emas itu.

Monster kalajengking itu menggeram sangat keras, kesakitan saat ekor tajam miliknya sendiri menusuk dalam ke badannya. Dia menggeram untuk beberapa saat sebelum akhirnya tumbang tak berdaya.

"YESS! KITA BERHASIL!" teriak Naruto, diikuti yang lainnya

"OI! KITA MASIH PUNYA SATU DISINI!" teriak seseorang dari ujung jembatan, membuat mereka langsung bergegas lari dan membantu mengalahkan monster yang tersisa.

.

.

"Tenten apa kau sudah siap?!" Teriak Ino pada gadis berambut model china yang berdiri di dekat tebing. Gadis itu menganggup pasti dan bersiap-siap dengan perangkapnya.

"Shika!"

Shikamaru mengangguk dan bergegas melesat ke depan monster burung raksasa itu. Dia menyerangnya beberapa kali untuk menarik perhatian monster itu. Setelah berhasil, dia segara melesat terbang, memastikan bahwa burung raksasa itu terbang mengejarnya. Dia melirik ke bawah memberi tanda bahwa dia sudah siap memulai rencananya.

Shikamaru menarik napas panjang, dan dalam sekejap dia melesat terbang dengan sangat cepat ke arah tebing. Dia menajamkan iris coklatnya dan mempercepat terbangnya. Merasa dipermainkan, burung raksasa itu pun melesat lebih cepat ke arah Shikamaru. Shikmaru menggunakan kesempatan itu untuk melesat dengan sangat cepat ke arah tebing di depannya. Lalu seperti yang dia lakukan sebelumnya, satu detik sebelum ia menabrak ke tebing, dia dengan sangat cepat menikuk tajam ke atas. Monster itu pun terkejut dan segera menghentikan terbangnya, namun ukurannya yang sangat besar membuatnya tidak sempat untuk menghindari tebing yang ada di depannya.

BAAAAAMMM!

Dentuman yang sangat keras terdengar akibat tabrakan keras itu. Burung raksasa itu pun sempoyongan dan jatuh ke bawah. Tenten yang menunggu di bawah, segera melancarkan perangkap yang ia buat sesaat monster itu jatuh dalam jangkauan perangkap.

Sebuah ledakan keras langsung mengenai badan monster itu disertai dengan tancapan pisau dan pedang tajam miliknya. Yang lain pun tidak membuang waktu dan langsung berlari untuk melakukan serangan terakhir dan—

"Chidori!"

"Hakke Rokujuuyon Shou!"

"Garouga!"

"Juuho Souhiken!"

"Shannaro!"

"Baribari Hyaku Renpatsu!"

"Konoha Daisenpu!"

"Futon : Kamaitachi no jutsu!"

"Sabaku Sousou!"

—melancarkannya secara bersamaan. Monster burung raksasa itu pun tumbang, tergeletak di tanah kewalahan dengan serangan kuat beruntun itu.

Naruto, Sasuke, Sakura, Kiba, Shikamaru, Shino, Ino, Hinata, Chouji, Tenten, Lee, Temari, Neji, Kankuro, Gaara. Kelima belas demon itu pun tersungkur lemas di atas tanah. Seluruh chakra mereka sudah habis terkuras akibat pertarungan brutal melawan tiga monster raksasa itu. Mereka tergeletak lelah di atas tanah, tak ada satupun yang berbicara karena masing-masing masih mengatur napasnya. Ada keheningan sejenak sampai kemudian terdengar bunyi kekehan kecil, lalu disambung menjadi tawa yang keras.

"Kalian lihat itu? KITA MENGALAHKAN TIGA MOSNTER SIAL ITU HAHAHAHA!" teriaknya disambung dengan tawa yang sangat lepas. Yang lain pun ikut terkekeh sampai akhirnya tertawa keras bersama-sama. Oh. Life is Great.

.

.

.

.

.

"Shikamaru dari Klan Nara, Ino dari klan Yamanaka, Chouji dari klan Akimichi. Aku ucapkan selamat pada kalian karena telah menyelesaikan ujian. Dengan ini aku nyatakan kalian sudah resmi diterima menjadi Kesatria Kerajaan Konoha sebagai tim sepuluh. Nara Shikamaru, kau adalah ketua tim ini." Ucap Tsunade lantang meresmikan para demon muda yang ada di depannya menjadi Kesatria Kerajaan, dia mengikatkan sebuah ikat kepala dengan lambang konoha ke masing-masing demon.

"Selanjutnya, Kiba dari klan Inuzuka, Hinata dari klan Hyuuga, Shino dari klan Aburame. Kalian menjadi tim delapan, dengan Inuzuka Kiba sebagai ketuanya." Ucapnya lagi mengikatkan ikat kepala di kepala mereka

"Hell Yeah!" Kiba meloncat girang.

"Neji dari klan, Lee dari klan Rock, Tenten dari klan Rock, kalian menjadi tim sembilan dengan Neji sebagai ketua." Ucap Tsunade lagi meresmikan tim selanjutnya.

"Gaara dari klan Sabaku, Temari dari klan Sabaku, Kankurou dari klan Sabaku, kalian menjadi tim sebelas, dengan Sabaku Gaara sebagai ketua." Ucapnya lagi meresmikan tim bersaudara itu.

"Sasuke dari klan Uchiha, Sakura dari klan Haruno, dan Naruto dari klan Uzumaki, kalian menjadi tim tujuh, dengan Uchiha Sasuke-sama sebagai ketua. Saya ucapkan selamat Yang Mulis Putra Mahkota." Ucap Tsunade, menunduk hormat saat dia sampai pada giliran untuk memberikan ikat kepala pada Sang Putra Mahkota Kerajaan, sebelum ia akhirnya melanjutkan untuk tim yang lain.

Kurang lebih satu jam kemudian, upacara penerimaan Kesatria Kerajaan itu pun selesai, diakhiri dengan tepukan tangan yang sangat meriah menggema ke seluruh aula besar itu. Tepukan tangan meriah itu terhenti saat bunyi terompet yang sangat keras menggema ke seluruh ruangan, menjadikannya hening.

"YANG MULIA RAJA SUDAH TIBA!" teriak salah satu penjaga pintu itu dengan lantangnya.

Pintu aula gerbang itu pun terbuka pelan, membuat seluruh penghuni aula besar itu menahan napas, menunggu kedatangan Sang Raja Kerajaan Konoha memasuki Aula.

"Raja?!" tanya Naruto sedikit terkejut.

"Iya, kau tidak tahu? Ini sudah menjadi tradisi kerajaan ini, Sang Raja pasti akan selalu datang di Upacara Penerimaan Kesatria Kerajaan Baru tiap tahunnya untuk menyambut mereka. Bukankah ini menegangkan? Ini pertama kalinya aku akan melihat Yang Mulia Raja sedekat ini!" balas Chouji merasa antara gugup dan senang.

"Raja ya.. aku mengerti…" Naruto menganggukkan kepalanya.

"Oh itu Yang Mulia!" teriak seseorang dari dalam aula, membuat semua demon di sana menolehkan kepalanya untuk melihat Sang Raja Kerajaan Iblis yang mereka agung-agungkan.

Demon yang disebut-sebut Yang Mulia Raja itu melangkah pelan namun lantang, tangannya melambai ke arah rakyatnya, dengan mengumbar senyum ramah ke mana-mana. Lelaki berambut hitam itu sudah terlihat cukup tua. Dia memakai banyak perban hampir di seluruh tubuhnya, wajahnya hanya terlihat separuh karena perban yang menutupi mata kanannya. Kimononya berkibar dengan megahnya di setiap langkah yang dia ambil. Dia mengatakan beberapa patah kalimat untuk menyambut para kesatria baru, mengumbar senyum dan tawa yang terlihat sangat ramah, membuat seluruh demon yang ada di depannya bersorak dengan senang dan penuh rasa hormat.

Di lain pihak, tanpa diketahui satupun demon disana, Naruto mengepalkan tangannya, mata beriris biru miliknya itu berubah warna menjadi merah darah menyala yang sangat tajam, bibirnya membentuk seringai kejam yang sangat menyeramkan dan berbahaya. Dia mendengus pelan, sebelum mundur perlahan dari tempat itu.

'Ya, bersenang-senanglah. Tertawalah sepuas yang kau bisa di atas singgasanamu itu. Sebentar lagi… tinggal satu langkah lagi… Aku akan segera menemuimu… Aku pasti akan membunuhmu Danzo…"

.

.

.

.


to be continued...


Ga kusangka ceritanya bakal sepanjang ini hahahaha, maaf kalau belum ada narusasu nya tunggu chapter selanjutnya ya hehe, sama cerita balas dendam Naruto bakal dimulai di chapter berikutnya...

Buat yang masih bingung, aku katakan lagi, cerita ini tentang kerajaan iblis, jadi semua orang yang ada di cerita ini adalah iblis/Demon. bukan ninja ya..

Oh iya, ide ujiannya itu aku ambil dari anime RWBY, cuma kuubah dikit

Jangan lupa review! Review sangat membuatku senang dan memberi banyak inspirasi ^_^