EMPAT
.
.
"Pergilah Saki! Pergilah bersama Itachi!"
Netra hijau itu membulat. Ia menggeleng berkali-kali seperti kesetanan mendengar ucapan dari pemuda berambut merah darah di hadapannya kini. "Enggak. Aku enggak mau. Aku enggak mau pergi. Aku enggak akan meninggalkanmu. Kita harus pergi bersama!"
"JANGAN MEMBANTAH SAKI! KITA ENGGAK PUNYA BANYAK WAKTU!"Teriakan marah dari pemuda berambut merah darah itu terdengar. Mata hazelnya menatap tajam – juga nanar kearah gadis bersurai merah muda di hadapannya kini. Penampilan gadis ini sekarang sungguh menyedihkan. Pakaian yang gadis itu gunakan kini sudah compang-camping dengan banyak noda darah yang menghiasi. Begitu pula dengannya. "Kita enggak punya banyak waktu lagi. Zabuza dan anak buahnya akan segera menemukan kita jika kita terus bersama, Saki. Mengertilah!"
"KAU YANG HARUSNYA MENGERTI, SASORI!" Sosok lain yang berada di sampingnya berteriak marah. Pemuda itu menyambar kerah kemeja putih Sasori, mencengkramnya kuat-kuat membuat kerah kemeja itu kini bernoda merah karena darah pemuda bernama Itachi. Mata hitamnya menatap tajam pada pemuda berambut merah darah – Sasori. "Aku dan Sakura enggak mungkin meninggalkanmu sendiri disini, apalagi dengan keadaanmu sekarang."
Sasori balas menatap mata pemuda itu nanar. "Dengan keadaanku sekarang, percuma saja Itachi. Aku hanya akan membahayakan kalian." Ujarnya lirih. Mata hazelnya menunduk menatap luka tusukan di bagian kiri bawah perutnya yang kini benar-benar terasa sakit sekarang.
Zabuza brengsek! Ia mengumpat di dalam hati.
"Aku enggak mau pergi." Si pemilik netra hijau berujar lirih. Ia menatap mata Sasori dengan sepasang mata yang terluka sebelum memandang kearah bagian kemeja Sasori yang kini sudah berubah warna dari putih menjadi merah pekat. "Aku enggak mau pergi. Aku enggak mau meninggalkanmu..hiks..disini.." dan isakan mulai terdengar dari pemilik netra hijau itu.
Sasori menghela napas. Ia memandang gadis di hadapannya yang kini sedang menangis. Entah kenapa paru-parunya terasa sesak sekarang hanya karena melihat air mata dari gadis bersurai merah muda tersebut. Sekarang ia benar-benar butuh banyak oksigen. Setelah rasa sakit yang mendera perut bagian kanannya karena ulah brengsek si Zabuza, kini ia harus merasakan sakit yang lain di bagian dadanya.
Tapi tetap saja ia harus menyuruh gadis itu pergi. Jika tidak mereka akan mati.
"Are? Sudah menyerah rupanya!" Sebuah suara yang begitu mereka kenali membuat mereka tersadar bahwa orang-orang itu berhasil mengejar mereka.
Ketiga pasang mata itu membulat sempurna.
Sial!
Mereka terpojok.
Gadis bersurai merah muda itu menggenggam erat tangan besar Sasori, membuat pemuda itu tersadar. Netra hijau itu menatapnya.
"Aku enggak akan pergi, Sasori. Aku dan Itachi akan tetap disini. Bersamamu!"
Itachi menyeringai menatap pemandangan itu. Ia mengalihkan pandangannya kearah orang-orang berbadan besar yang berdiri tidak jauh dari mereka. Ck, ia merasa panas sekarang!
"Kami enggak akan menuruti kemauanmu itu, Sasori! Aku dan Sakura akan tetap di sini bersamamu walaupun itu artinya mati!" Ujar Itachi lalu tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya kea rah Sasori.
Sasori menghela napas pasrah. "Keras kepala!"
"Gadismu itu lebih keras kepala!"Balas Itachi sambil melirik kearah gadis bersurai merah muda dari ujung matanya.
Sasori menyeringai. Ia menatap kea rah pria yang berdiri dengan angkuh di depan gerombolan pria besar itu. Momochi Zabuza. Si brengsek yang sudah membuat mereka seperti ini.
Ia melirik Itachi yang sedang tersenyum di sampingnya. Lalu kea rah gadis bersurai merah muda yang kini sedang menggenggam tangannya erat. Ia tersenyum. Membalas genggaman tangan kecil dari gadis yang begitu ia cintai.
"Ayo mati bersama, Sakura, Itachi."
.
.
.
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
.
Adaptasi dari Anime berjudul Sakurasou no Pet na Kanojo dengan perubahan sana-sini
.
Chara :
Haruno Sakura and Male Chara
.
Rating : M untuk bahasa yang kasar
.
Warning : Sakura-centric, Reverense Harem, OOC, Bahasa non-baku and Typo's dimana-mana.
.
Don't Like Don't Read !
.
Summary :
Hidup Sakura si yankee KIS berubah 180 derajat saat ia harus pindah ke Sakurasou. Asrama para anak bermasalah di tempatkan. Dan pertemuannya dengan para penghuni Sakurasou membuatnya frustasi sendiri akan perasaan aneh yang mulai muncul.
.
.
.
.
.
Sakura membuka mata dengan cepat. Nafasnya terengah karena mimpi yang baru saja ia alami. Ah, itu bukan mimpi. Itu adalah bagian dari masa lalunya.
Memandang langit-langit kamarnya, ia terdiam.
Sudah berapa lama sejak kejadian itu?
Bahkan sampai saat ini, Sakura masih merasa bersalah. Kenapa ia harus tetap hidup sedangkan pria bersurai merah darah itu harus mati. Kenapa saat itu ia tidak ikut mati saja bersama Sasori. Kenapa Kami-sama harus menyelamatkan hidupnya sedangkan hidup Sasori tidak? Bukankah mereka sudah berjanji akan mati bersama?
Sialan!
Ia benar-benar sesak sekarang. Mengingat masa lalunya selalu membuat nyeri dadanya. Ia butuh oksigen sekarang. Mungkin membuka jendela dan menghirup udara segar di pagi hari dapat menenangkan paru-parunya.
Ide bagus.
Sakura baru saja akan bangkit dari posisi tidurnya jika saja ia tidak merasakan sebu – ah bukan tapi dua buah lengan kekar yang memeluknya posesif di sisi kanan kirinya juga deru napas teratur terdengar jelas.
Bahkan ia merasakan kakinya mati rasa karena seperti ada yang menibannya. Ia mencoba melirik ke bawah kakinya, dan pemandangan di bawah sana membuat matanya hampir saja meloncat saat surai kuning dan hitam jabrik berada tepat di selangkangannya yang masih terbalut rok sekolah yang sudah tersingkap ke atas memperlihatkan paha putih susunya.
Wajah Sakura merah padam.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN PADAKU SHANAROOOOO!"
Dan teriakan Sakura membuat semua makhluk bergender laki-laki itu tersentak bangun dengan wajah bodohnya. Catat semua! Termasuk Uchiha Sasuke, Hyuuga Neji dan Sabaku Gaara yang selalu bersikap cool.
Mereka menatap Sakura dengan pandangan apa-masalahmu-di-pagi-buta-pinky-sialan. Sedangkan yang di tatap balas menatap mereka satu persatu. Menggertakkan gigi menahan hasrat ingin menonjok wajah para 'the most wanted boys KIS' di hadapannya itu.
"Jelaskan apa yang kalian lakukan padaku, sialan!" Sakura memelototi mereka. Naruto yang berada di hadapannya kini berkeringat, pasalnya ia merasa emerald itu menghujam dirinya sendiri.
"Tentu saja tidur apalagi." Si makhluk ayam bernama Uchiha Sasuke yang berada di samping kananya menjawab enteng, sebelum menjatuhkan diri kembali ke kasur dan menyelami alam mimpinya.
Sakura menggeram. Ayam sialan!
"Dan kenapa harus di kamarku? Kalian mau berbuat kurang ajar padaku, eh?" Sakura kini menatap Kakashi di sudut kamar yang terduduk di sofa merah bersama Sai serta Neji dan Shikamaru.
Kakashi tertawa kecil sebelum bangkit dari posisi duduknya. "Mau bagaimana lagi, kami ketiduran setelah melewati malam panas bersamamu."
Mata Sakura membulat.
Apa tadi katanya? Malam panas?
"Yak, Sensei. Jangan bicara yang enggak-enggak!" Teriak Naruto tak terima. Ia tidak ingin di cap sebagai cowok brengsek yang melakukan tindakan pelecehan terhadap perempuan.
"Itu memang malam yang panas, Naruto. Apa kau lupa kita semua berteriak, mendesah dan menggeram bersama-sama semalam!" ujar Sai lalu tersenyum sambil menatap Sakura. Dan demi apapun, Sakura ingin sekali menonjoknya.
"Kau ingin mati, hah mayat hidup?" Sakura menatap nyalang kea rah Sai yang malah tersenyum sebagai tanggapan. Dengan cepat Sakura bangun, menendang Sasuke yang berada di sisi kanannya sehingga pemuda itu terjatuh dan berjalan kea rah Sai, mencengkram kerah kemeja pemuda berkulit pucat itu kuat-kuat.
"Woy! Apa yang kau lakukan pinky sialan!" Dan sumpah demi apapun, Uchiha Sasuke kehilangan keuchihaannya. Ralat, sebenarnya ia memang sudah kehilangan keuchihaanya semenjak peristiwa bersama Sakura di kamar pemuda itu. Kalau kalian ingat?
Shikamaru menatap malas kea rah Sakura yang masih berteriak memarahi Sai yang hanya ditanggapi senyuman khas milik pemuda pucat itu. Sedangkan Sasuke yang berada di bawah kasur akibat tendangan Sakura pun ikut berteriak marah kepada gadis bersurai merah muda itu.
"Mendokusaina." Dan kata favorit milik pemuda berambut nanas itu terdengar di sertai kuapan. Shikamaru pun melangkah pergi diikuti oleh Kakashi yang sejak tadi tersenyum melihat tingkah Sakura yang masih sibuk memarahi Sai.
Sedangkan Neji hanya mendesah pelan sebelum berjalan mendekati Sakura yang sudah bersiap melayangkan tinjunya kepada Sai.
"Lepaskan aku, Neji. Aku akan menghajar bajingan gila ini!"Teriak Sakura pada Neji yang mencengkram kedua tangannya dan mengaitkan ke dua tangan kecil itu di belakang tubuh Sakura.
"Enggak ada bajingan gila disini, Sakura. Kau salah paham." Neji mencoba menjelaskan.
Mata Sakura melotot. Sial, mereka memang bajingan setelah melakukan mereka tidak mau mengaku?
"Kami enggak melakukan hal yang seperti kau fikirkan, Sakura." Kali Gaara bersuara berusaha membantu Neji menjelaskan.
Tuh kan benar. Mereka memang bajingan. Setelah melakukan beramai-ramai mereka tidak mau mengakuinya? Mata gadis bersurai merah muda itu mulai berkaca-kaca.
Kami-sama masa depanku yang cerah telah hancur karena para bajingan ini!
Naruto yang melihat Sakura menangis mulai kelabakan. Ia meloncat turun dari kasur dan menghampiri gadis bersurai merah muda itu. " Oi..Sakura-chan. Jangan menangis."
Neji yang terkejut mengetahui bahwa gadis yankee di depannya kini sedang menangis sontak langsung melepaskan kedua tangan Sakura.
"Oi pinky jangan menangis dong!" Dan untuk kesekian kalinya Uchiha Sasuke out of character.
"Hiks..hiks..bajingan..kalian sudah melakukan..itu..hiks..dan..kalian enggak..mau mengakuinya.." ujar Sakura sesenggukan.
Sedangkan semua pria yang ada di sana melotot saat mendengar ucapan Sakura.
Baka!
Mereka serempak mengutuk kepolosan atau mungkin kebodohan gadis bersurai merah muda di hadapan mereka.
Pletak.
"Ittai.. Apa yang kau lakukan, Baka Menma?" Sakura melotot ke arah pemuda yang baru saja memukul kepalanya.
Menma hanya mengedikkan bahu. "Mandi sana. Otakmu benar-benar ngeres!"
"Nani? Kalian yang melakukan itu padaku. Kalian menghancurkan masa depanku! Dasar bajingan sialan!" Sakura berteriak marah.
Gaara memijat kepalanya. Ck, ia sakit kepala sekarang. "Enggak ada hal seperti itu Sakura. Aku, kau dan kita semua enggak melakukan apapun."
"Tapi – "
"Kau masih perawan, bodoh." Dan kalimat dari Neji menohoknya.
Sakura menatap Neji mencari kebenaran. "Tapi Sai bilang tentang berteriak, err mendesah dan menggeram."
Neji menghela napas. Ck, gadis ini. "Benar kita semua berteriak, mendesah dan menggeram itu karena kau memukuli kami saat kami mencoba mengobati luka sialanmu itu!"
"Ehhh?" Sakura terdiam. Matanya meneliti wajah Neji. Gadis itu terkejut saat melihat ada memar-memar biru di pelipis pemuda tersebut. Bukan hanya Neji, yang lainnya juga.
Lho, jadi maksudnya malam panas itu adalah ini?
Wajah Sakura merah padam. Ia benar-benar malu sekarang.
Grep.
Sakura menoleh saat sebuah tangan berkulit tan melingkari bahunya. Naruto.
"Tapi jika Sakura-chan mau melakukan ekhem itu, aku enggak keberatan kok." Diakhiri cengiran rubah.
Mata hijau Sakura berkilat mendengar ucapan bocah berkulit tan tersebut. Dan selanjutnya hanya terdengar teriakan panjang Naruto yang meminta tolong.
.
.
.
.
.
Sakura berjalan dengan menghentakkan kedua kakinya keras-keras. Hari ini hari Sabtu, dan sekolah libur. Dan ia sudah mempersiapkan jadwal untuk malas-malasan hari ini. Tapi dengan sialnya, Kakashi-sensei malah menyuruhnya belanja dengan makhluk bergender ayam dan duren di samping kanan kirinya kini. Ia bilang sebagai hukuman karena sudah memukuli mereka semalam.
Sakura cemberut. Sumpah demi apapun, dia paling malas untuk hal-hal seperti ini. Dia lebih memilih untuk tidur di kasur empuknya dan bermain game seharian daripada harus belanja seperti ini.
"Berhenti memasang wajah mengerikan seperti itu, pinky!" Suara dingin milik Uchiha Sasuke terdengar membuat Sakura tambah cemberut.
"Jangan mulai ayam. Aku enggak mood berantem sekarang."
"Aku enggak mengajakmu berantem."
"Kau membuatku bernafsu untuk menonjokmu."
Sasuke menyeringai. "Yang kulihat kau terlihat bernafsu padaku dalam hal lain."
"Ayam sialan!" sungut Sakura.
"Sudahlah Teme, Sakura-chan." Sebuah suara cempreng dari seorang pemuda yang sejak tadi diacuhkan oleh keduanya mulai melerai. Namikaze Naruto tampak kewalahan menjingjing kantung plastic berisi barang belanjaan mereka. "Daripada kalian berantem lebih baik bantu aku."
Sakura melirik pemuda tan itu. Sedikit kasihan juga melihatnya. Menghela napas Sakura pun berjalan mendekati Naruto dan menyambar dua kantung plastic di tangan kiri pemuda tan itu membuat Naruto tersenyum senang.
"Arigatou Sakura-chan." Ucap Naruto dengan senyuman tulusnya membuat Sakura sedikit terpesona untuk beberapa saat. Dan sebuah suara yang begitu ia kenal membuatnya tersadar.
"Are? Sakura?"
"Itachi?"
"Aniki?"
"Itachi-nii?"
Dan ketiganya saling berpandangan karena terkejut.
.
.
.
.
.
Sakura menatap pemuda yang duduk dihadapannya dengan pandangan bertanya. Sekarang mereka sedang berada di sebuah café yang tak jauh dari pusat pembelanjaan. Ia benar-benar terkejut mengetahui fakta bahwa Naruto dan Sasuke juga mengenal pemuda berambut hitam panjang di hadapannya itu. Dan ia lebih terkejut saat tahu bahwa Sasuke adalah adik dari pemuda itu.
"Jadi apa yang kau lakukan di Konoha, Aniki?" suara baritone milik Sasuke bertanya. Ia memandang pemuda di hadapan Sakura dengan pandangan menyelidik. Apalagi setelah tahu bahwa pemuda yang merupakan kakak kandungnya itu mengenal Sakura. "Kapan kau kembali kesini?"
Pemuda itu tertawa kecil. "Kau seperti sedang mengintrogasi penjahat Sasuke."
"Itu karena Itachi-nii muncul tiba-tiba di Konoha." Kata Naruto memandang pemuda bernama Itachi itu lalu menyeruput kopinya.
"Aku ada keperluan disini." Jawab Itachi. Mata hitamnya mengerling kea rah Sakura yang sejak tadi hanya diam mengaduk aduk jus strawberry-nya, pemuda itu tersenyum.
Sasuke yang melihat Itachi menatap Sakura mengerutkan dahi. "Kalian saling kenal?"tanyanya kemudian.
Sakura terlonjak mendengar pertanyaan Sasuke. Emeraldnya memandang kea rah Sasuke sebelum akhirnya memandang kea rah Itachi yang sedang tersenyum padanya.
"Tentu saja. Aku kan kekasihnya." Jawab Itachi enteng.
Dan jawaban dari Itachi barusan membuat tiga pasang mata berbeda warna tersebut hamper saja meloncat keluar.
"Ka..kau bercanda, Itachi-nii?" Naruto bertanya dengan gagapnya. Ia sungguh terkejut mendengar kalimat Itachi barusan.
Yang benar saja. Sakura dan Itachi sepasang kekasih?
Sakura mendengus. "Jangan membual Itachi."
"Dasar tsundere. Padahal baru kemarin kita bercinta."
Byurr.
Naruto menyemburkan kopi yang baru saja diminumnya. Sedangkan Sasuke terbelalak.
Mereka tidak salah dengar kan?
Bercinta?
Jadi kissmark itu buatan niisan? Sasuke membatin.
.
.
.
.
.
Sasuke melangkah masuk ke dalam kamarnya dengan diam. Ia tak menghiraukan suara Kakashi yang menyapanya saat berpapasan di dapur tadi. Ia butuh sendiri. Apalagi sejak pertemuannya dengan sang kakak yang sudah tiga tahun pergi meninggalkannya.
Dan ia benar-benar merasa terganggu saat tahu hubungan yang Itachi jalin dengan Sakura.
Sejak kapan?
Ia sama sekali tidak pernah mengetahui bahwa Sakurapernah menjalin hubungan dengan seorang pria. Ayolah, selama ini Sasuke bahkan diam-diam mencari tahu segala hal tentang gadis bersurai merah muda itu. Dari latar belakangnya, makanan favoritnya, hal-hal yang disukai maupun yang tidak disukai. Tapi ia sama sekali tidak pernah menemukan informasi bahwa gadis itu menjalin hubungan dengan pria manapun. Apalgi dengan kakaknya.
Ck, kenapa sekarang ia merasa seperti orang paling bodoh sih?
"Sampai kapan kau akan diam dan membiarkan kami semua mati kelaparan, eh ayam sialan!" serentetan kalimat disertai dengan panggilan yang hanya diberikan oleh gadis yang baru saja ia pikirkan memasuki gendang telinganya. Sasuke menoleh, mendapati gadis bersurai merah muda itu sedang bersandar di pintu kamarnya yang terbuka dengan tangan terlipat di dada.
Ia bahkan sampai tidak mendengar pintu yang terbuka hanya karena memikirkan hubungan Itachi dan gadis yankee ini. Ck, sepertinya ia butuh penyegaran kali ini.
"Apa kau enggak punya sopan santun, eh?" Sasuke menyindir. Mata hitamnya menatap tajam kea rah netra hijau di depannya.
Alis merah mudanya terangkat. "Apa? Aku sudah mengetuk pintu. Kau saja yang tuli!'
Rahang Sasuke mengeras. Entah kenapa ia merasa panas. Bukan. Bukan karena kalimat yang baru saja gadis itu ucapkan. Tapi karena memorynya memutar kembali pertemuannya dengan kakaknya. Tentang hubungan Itachi dan Sakura. Juga tentang bercinta.
Sialan. Bahkan gadis ini sudah berani bercinta dengan kakaknya?
Dan semua hal itu membuatnya marah juga panas. Dengan secepat kilat ia melangkah, menarik lengan milik gadis itu lalu menendang pintu kamarnya itu hingga tertutup dengan keras.
Sakura baru saja akan melontarkan caciannya namun hal selanjutnya yang membuatnya berteriak kesakitan karena Sasuke mendorongnya dengan keras sehingga punggung kecilnya menabrak pintu kamar milik pemuda bersurai dark blue itu, lalu mengurung gadis itu diantara kedua lengan kekarnya.
Sakura menatap nyalang kea rah Sasuke. Gadis itu benar-benar tidak mengerti kenapa pemuda satu ini begitu menyebalkan sejak pulang dari pertemuannya dengan Itachi.
Eh, Itachi?
"Kau berpacaran dengan Itachi, eh?" Entah perasaan Sakura saja atau memang benar, suara Sasuke kali ini terasa mencekiknya. Ia masih menatap pemuda yang menunduk menyembunyikan wajahnya di balik surai ravennya.
"Itu bukan urusanmu." Jawab Sakura dingin. "Dan lepaskan aku, brengsek!"
Sasuke mendongak menatap Sakura. Mata hitamnya menusuk. "Apa kau berpacaran dengan Itachi?" sekali lagi Sasuke bertanya. Kali ini penuh nada penekanan di setiap suku katanya.
Sakura memandang pemuda di hadapannya dalam diam. Mencoba mencari apa maksud dari semua ini di mata onyxnya itu. Entah kenapa ia hanya menemukan rasa terluka, kecewa dan err cemburu mungkin. Namun semua itu langsung ditepisnya.
Tidak mungkin kan Sasuke menyukainya?
"Sudah kukatakan itu bukan urusanmu. Hubunganku dengan Itachi bukan urus – mmphh"
Dan mata hijau itu terbelalak saat sebuah benda kenyal menabrak bibir merah mudanya.
Untuk kedua kalinya Uchiha Sasuke menciumnya.
.
.
.
.
.
.
Seorang pemuda menatap nisan di hadapannya dengan diam. Bahkan ia tak menghiraukan angin dingin yang menerpa tubuh yang berbalut kaos tipis itu. Ia mati rasa. Sejak dulu. Sejak orang itu pergi meninggalkannya.
Tangan putihnya terkepal erat.
Angin bertiup kembali. Membuat rambut pendek pemuda itu menari kecil mengikuti angin.
Pemuda itu memejamkan mata seakan menikmati angin yang membelai tubuhnya. Setelah angin berhenti, ia membuka mata kembali. Memfokuskan lagi pada batu nisan di hadapannya itu.
Ia membuka bibir. Mengucapkan serentetan kalimat bernada dingin.
"Aku akan membalaskan kematianmu, Sasori."
Dan pemuda itu berbalik melangkah pergi. Meninggalkan batu nisan yang seolah menatap punggung pemuda tersebut. Juga sosok lain yang bersembunyi di balik pohon yang tak jauh dari pemakaman itu. Menatap kepergian pemuda itu dengan mata yang terluka.
"Gomen karena aku tak bisa melindunginya. Gomen."
.
.
.
.
.
TBC
err, gomenasai karena telah menelantarkan fic ini sangat lama. Banyak kegiatan yang menyita waktu. Apalagi beberapa hari yang lalu saya baru saja melewati masa perjuangan menghadapi neraka bernama ujian. Jadi tolong untuk pengertiannya. Arigatou untuk para reviewers yang enggak pernah bosan merivieu, mengkritik dan memberi saran terbaik untuk saya. Arigatou gozaimasu :)
Special Thanks for :
Star Dash Jun30 Dennis Kim -DK Kiki RyuSullChan rikushiki hanazono yuri Mina Jasmine ichachan21 Riji Nawaki Ns yumi Little Deer Chanie94 ongkitang Aulia YashiUchiHatake Sakuragi Noa kojima miharu
Dan yang tidak di sebutkan saya mengucapkan terimakasih, maaf tidak bisa membalas review kalian.
Ditunggu review untuk chapter ini. Semoga kalian suka.
.
.
.
Sign Maki Okita