Preview Chapter 6

.

.

Kyungsoo menghentikan langkahnya, ia menarik lengan Jongin. "JONGIN!"

"Kenapa, Kyung? Kita harus—"

"—J-Jurang!" gumam Kyungsoo gemetar, Jongin membulatkan matanya saat mereka ada diambang batas pijakan mereka. Suara-suara orang yang ingin menangkap Jongin dan Kyungsoo semakin nyaring menandakan bahwa mereka semakin dekat.

"Kyungsoo.. saranghae!"

Kyungsoo langsung tertarik ke belakang saat mendengar kalimat itu, ia memejamkan matanya saat dirasanya tubuhnya mengambang diudara bersama dengan Jongin. Jongin memeluk Kyungsoo begitu erat, Kyungsoo bisa merasakan detak jantung Jongin yang berpacu dengan cepat.

Mereka bunuh diri. Kyungsoo mengeratkan pelukannya, airmatanya mengalir saat Jongin membisikkan terus kalimat 'saranghae.. Do Kyungsoo, saranghae..'

Dan rekan-rekan Sungjae yang melihat mereka melakukan aksi nekat itu hanya tertawa dan mencibir bahwa mereka tidak akan selamat.

Destiny

Copyright © August 2014

By Han

.

Cast :

Kim Jongin—Do Kyungsoo—Kim Ryeowook—Oh Sehun—Xi Luhan—Byun Baekhyun—Park Chanyeol—Kris—Sungjae—Krystal.

This is KaiSoo pairing

Drama—School-life—AU—Hurt/Comfort.

Teen

Lenght of Chapter

WARNING :

Typo(s)—No Copas—No Plagiarsm—No Bash—GS/Cross Gender for Uke.

Don't Like—Don't Read.

.

.

Chapter 7

.

.

Berbeda ditempat lain, beberapa orang yang terdiri pria dan wanita sedang berkumpul disebuah ruangan. Disana ada Sehun—sahabat Jongin, pria itu tampak khawatir. Terlihat jelas karena ia terus menggigiti bibirnya sendiri, ia duduk ditengah, di apit oleh dua orang yaitu Kris dan Luhan. Mereka berdua tampak mengkhawatirkan keberadaan Jongin. Sedangkan ada seorang lagi yang sedang mondar-mandir, ia berkali-kali menempelkan ponsel hitamnya ke telinga. Ia menggigit jarinya sendiri saking gugupnya.

Tiba-tiba Sehun merasakan ponselnya bergetar, saat itu juga ia melihat sebuah nomor yang tidak dikenalnya masuk. Agak ragu, tapi ia menekan tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga. "Halo," ucapnya pelan. Semua orang yang ada disana langsung melihat ke arahnya.

"..."

"APA?! Bagaimana bisa?!"

"..."

"Kami akan segera kesana, beritahu aku tempat kalian sekarang!" bentaknya.

"..." Tanpa bicara lagi, Sehun langsung memutuskan sambungan teleponnya. Ia menatap ketiga orang yang ada dihadapannya sendu membuat mereka jadi semakin khawatir dengan keadaan Kyungsoo maupun Jongin.

"Kyungsoo dan Jongin ada di Busan utara, mereka kecelakaan.." ucap Sehun lirih.

Tubuh Ryeowook oleng dan hampir saja jatuh kalau Luhan tidak sigap memegangi tubuhnya. Airmatanya langsung mengalir tanpa henti, "A-Ayo segera kesana.."

.

Destiny

.

Kyungsoo mengeratkan pelukannya pada Jongin. Mereka berdua tersangkut pada selur pepohonan yang ada disekitar tebing. Tubuh mereka sudah tidak bisa dibilang baik-baik saja. Mereka jatuh dengan tubuh yang menabrak bebatuan dan pohon yang menjadi hiasan tebing. Dan Kyungsoo mendongak, saat itu pula hatinya teriris. Kondisi Jongin sangat parah, ia memang merasakan tubuhnya seperti disilet—perih. Ia juga yakin tubuhnya saat ini bersimbah darah, bahkan ia hanya sanggup menangis. Namun Jongin? Darah mengalir dari pelipis hingga melumuri pipinya.

Jongin memegang sebuah akar yang cukup kuat dengan tangan kanannya, tangan kirinya memeluk pinggang Kyungsoo. "Kyung, bisakah kau berpegangan pada akar ini?"

Kyungsoo mengangguk, ia berusaha meraih akar yang juga Jongin pegang. Ia sangat lemah dalam olahraga, maka dari itu ia tidak pandai untuk bergelayut pada akar seperti ini. Tak berapa lama, mereka saling berpandangan. Jongin menatap Kyungsoo begitu dalam. Ia tersenyum, berusaha menenangkan gadis yang sangat ia cintai. Semakin melihat Kyungsoo dari jarak dekat, perasaan Jongin semakin dalam pada gadis itu.

Kondisi mereka yang sangat jauh dari kata baik membuat hati keduanya teriris. Baik Kyungsoo maupun Jongin menyelami arti dari tatapan mereka—perasaan dalam yang membucah. Ingin memiliki begitu terlihat.

Jongin mengusap pipi Kyungsoo yang basah oleh airmata. "Uljima," bisiknya.

Bukannya berhenti, airmata Kyungsoo justru semakin mengalir deras. "Apa kita akan mati, Jongin?" tanyanya dengan isakan yang memilukan.

"Jangan menangis. Kita pasti akan selamat," Jongin tersenyum lagi, "setidaknya dirimu harus selamat, Kyung.."

"Jongin—"

"—Dengar aku, sekali ini saja dengarkan aku." Kyungsoo terdiam. Ia menatap mata Jongin dalam. Namun Jongin menoleh ke atas, seperti memastikan sesuatu. "..Apapun yang terjadi, kau harus selamat. Aku yakin Krystal akan menolong kita, kau harus menunggu bantuan datang, oke! Jangan menyerah, dan aku.. aku akan meninggalkanmu disini dulu."

"Apa maksudmu?!"

Jongin mengalihkan pandangannya ke arah lain, menghirup nafas dalam. Kemudian ia mendekatkan wajahnya hingga menyatukan kedua belah bibir mereka lalu melepaskannya. "Ini ciuman kedua kita."

Ia berusaha tersenyum, padahal jauh didalam lubuk hatinya ia masih ingin hidup. Di usapnya sebelah pipi Kyungsoo.

"Kyung, akar ini tidak akan kuat untuk menahan dua orang, jadi kau harus bertahan disini."

"Jongin," Kyungsoo juga memegang sebelah pipi Jongin, "Aku mencintaimu,"

"Aku lebih mencintaimu, Do Kyungsoo. Maka berjanjilah kau akan selamat, karena aku juga berjanji akan selamat. Kita bertemu nanti, oke."

"Jongin.."

"Aku ingin kita berpacaran sebagaimana mestinya, lalu menikah dan punya anak banyak, membesarkan anak-anak kita bersama, bahkan sampai kita tua, kita akan bersama. Maka berjanjilah.." kali ini Jongin tidak bisa membendung airmatanya. Ia tidak tahu bisa memenuhi janjinya atau tidak, memenuhi keinginannya bersama Kyungsoo atau tidak. Ia tidak tahu. Mereka berdua menangis.

Kyungsoo mengangguk, ia kemudian mengecup pipi Jongin. "Aku berjanji,"

Jongin menarik nafas sebelum ia melepaskan pegangannya pada akar. Kyungsoo memejamkan matanya, ia tak sanggup untuk melihat Jongin yang merelakan dirinya jatuh ke dasar jurang. Tapi, ia yakin Jongin ataupun dirinya pasti akan selamat.

.

.

Destiny

.

.

Ryeowook tak bisa berhenti menangis saat melihat adik tersayangnya terbaring lemah di pembaringan rumah sakit. Banyak selang yang terhubung pada tubuh adiknya, lalu luka-luka yang begitu banyak membuat Ryeowook meringis. Apalagi mengingat bagaimana Jongin di angkat oleh beberapa tim penyelamat. Ia mengepalkan kedua tangannya, ia tahu ada orang yang sengaja mencelakai adiknya. Jongin masih terbaring di ruang ICU, berbeda dengan seorang gadis lain yang sekarang berada di ruang rawat biasa. Kondisi gadis itu tidak cukup parah dibandingkan dengan Jongin.

Ia melangkah berpindah untuk melihat keadaan Kyungsoo. Sejak pertama kali melihat Kyungsoo, Ryeowook memang sudah menyukai gadis itu, dan menurutnya akan terlihat cocok jika Kyungsoo bersama dengan Jongin. Hatinya sama sakitnya seperti melihat Jongin. Gadis itu memang sudah dipindahkan dari ruang ICU, tapi tetap saja ia belum sadarkan diri sama seperti Jongin.

Kondisi tubuhnya yang pertama kali Ryeowook lihat putih bersih tanpa cacat. Kini begitu banyak luka goresan yang ditutupi kain kasa dan plester. Bibirnya ranum yang merah itu juga memutih, matanya yang bersinar cerah itu tertutup dan juga terlihat sayu.

Kenapa orang-orang yang ia sayangi bisa seperti ini?

Di dalam ruangan Kyungsoo selalu ada Kris yang menjaganya, sedangkan di tempat Jongin. Belum ada yang boleh masuk ke ruang tersebut kecuali dokter atau petugas rumah sakit lainnya. Yang masuk ke dalam sana juga harus menggunakan pakaian yang sesuai dengan prosedur rumah sakit. Agaknya miris saat melihat hal itu, seharusnya Jongin yang ada diposisi Kris kalau saja Kyungsoo sakit atau terluka.

Ia menoleh ke ruang ICU, disana ia melihat Luhan—gadis tetangga sebelah rumahnya. Ia memang mengenal gadis itu, cukup baik dan ramah, namun ia masih lebih menyukai Kyungsoo untuk ada didekat Jongin. Luhan juga beberapa kali mengintip dari kaca kecil yang ada dipintu, wajahnya terlihat sangat khawatir. Sama seperti Kris, seharusnya yang ada diposisi Luhan saat ini adalah Kyungsoo. Ia yang harusnya mengkhawatirkan keadaan Jongin apabila Jongin sakit atau terluka.

Tapi, Ryeowook tidak bodoh untuk mengartikan semua ini. Luhan menyukai Jongin—adiknya. Kris menyukai Kyungsoo—calon adik iparnya. Sejenak, ada secercah harapan saat ia mengingat semua itu.

Jongin menyukai Kyungsoo. Kyungsoo menyukai Jongin. Mereka saling menyukai—tidakkah seharusnya mereka bersama?

Ryeowook mendudukkan dirinya disebuah kursi tunggu, kepalanya tersandar pada dinding. Ia sudah menghubungi kedua orangtuanya, dan mereka akan segera datang. Padahal saat ini mereka sedang ada di Budapest—mengurusi bisnis. Ryeowook mengusap airmata yang masih mengalir di kedua pipinya. Ia melihat Sehun yang berjalan mendekatinya, ia memang sudah menganggap Sehun seperti adiknya sendiri.

"Makanlah, noona. Kau pasti lapar," katanya sembari menyodorkan kantong plastik putih yang berisikan makanan dan minuman. Ryeowook menerima itu dan meletakkan pada pangkuannya.

"Terimakasih, Sehun-ah.."

Sehun mengangguk. Ia terdiam, pandangannya tiba-tiba mengarah pada gadis yang sedang duduk sendirian. Ryeowook menyadari hal itu. Ia menyenggol lengan Sehun, membuat Sehun langsung menoleh penuh tanya pada Ryeowook.

"Kau menyukainya, 'kan?" Sehun menaikkan sebelah alisnya. Namun, wajah gugupnya tidak bisa disembunyikan dari Ryeowook. Ryeowook jadi ingin tertawa melihatnya. Beginilah percintaan masa remaja. "Temani saja dia," sambung Ryeowook.

Ryeowook mendengar helaan nafas Sehun. Adiknya yang satu ini menggemaskan—sama seperti Jongin, tapi Jongin lebih menggemaskan lagi ketika ia seperti ini.

"Tapi, dia menyukai Jongin."

"Sayangnya Jongin menyukai Kyungsoo, Hun. Sudah sana, mungkin ini saatnya kau mendekatinya. Pria yang baik harus selalu ada disamping orang yang dicintainya apapun yang terjadi,"

"Noona.."

"Sudah sana," Ryeowook mendorong tubuh Sehun. Mau tidak mau Sehun jadi harus berjalan ke arah Luhan.

.

.

.

"Ngg.. Sunbae.."

Luhan menoleh, agaknya terkeju saat melihat Sehun ada dihadapannya. Ia memang dekat dengan Jongin, namun ia tidak terlalu dengan dengan Sehun. Namun, setiap melihat mata Sehun ada sesuatu yang mengganggu benaknya.

"Ya, Sehun. Ada apa?"

"Boleh aku duduk disini?" Luhan tersenyum, ia mengangguk dan menepuk kursi disampingnya. Sehun segera mendudukinya.

Luhan memandang Sehun, ia tersenyum. "Kau sahabat baiknya Jongin, 'kan?" Sehun mengangguk. Ah, dia seperti anak kecil saja kalau begini caranya. Namun, ia tidak tahu harus berbuat apa saat didekat Luhan—berdua—seperti ini.

"Kau tahu kenapa Jongin bisa seperti ini?" tanyanya. Sehun menunduk, ia ingat betul suara yang menelponnya waktu itu. Yang memberitahunya dimana lokasi Jongin dan Kyungsoo berada.

"Aku tahu,"

"Kenapa?" Sehun mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan sepasang mata indah milik Luhan.

"Aku tidak bisa memberitahumu, sunbae. Maaf,"

"Eh? Kenapa?"

"Sepertinya hal ini harus aku yang menyelesaikannya sendiri. Aku tidak ingin melibatkan siapapun, cukup aku dan Jongin."

"Bagaimana kalau itu membahayakan keselamatanmu?"

Sehun menarik kedua ujung bibirnya—senyum yang begitu hangat. Sesaat Luhan terpaku. "Apa sunbae sedang mengkhawatirkanku?" tanyanya.

Luhan mengerjapkan matanya lucu, "..Tidak,"

"Padahal aku berharap jawabannya itu iya," gumam Sehun lirih, Luhan menoleh dengan wajah bingungnya.

"Kau bilang apa?"

"Ah, tidak bilang apa-apa.." ucap Sehun lirih.

.

.

.

Di ruangan serba putih itu Kris cukup betah untuk berlama-lama disana. Memandangi wajah manis gadis yang masih enggan membuka matanya. Seperti terbuai di alam tidurnya. Kris menggenggam telapak tangan Kyungsoo yang tidak terpasang selang infus. Kondisinya sudah membaik dibandingkan waktu pertama kali ia dibawa ke rumah sakit. Sudah lebih dari 30 jam Kyungsoo masih saja memejamkan matanya. Kedua orangtua Kyungsoo sudah datang sejak kemarin, sekarang mereka sedang membeli makanan.

Tiba-tiba Kris merasakan jemari Kyungsoo bergerak, ia buru-buru menekan tombol darurat yang ada disisi tempat tidur. Tak lama dokter beserta perawat pun datang bersama dengan Ryeowook, Sehun dan Luhan. Mereka langsung sigap memeriksa kondisi Kyungsoo.

Tak berapa lama, Kyungsoo membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya untuk membiaskan cahaya pada retina matanya.

"Syukurlah pasien sudah siuman.." kata sang dokter.

Kris langsung saja mendekat ke arah Kyungsoo. Gadis itu masih diam dalam posisinya. Matanya juga menatap lurus ke langit-langit. Ryeowook berdiri disamping Kris, ia menggenggam jemari Kyungsoo.

"Kyungie.."

Tiba-tiba Kyungsoo menoleh, tatapan sayu itu menunjukkan rasa bersalah yang amat luar biasa.

"Dimana Jongin?"—itulah kalimat yang pertama kali Kyungsoo ucapkan ketika ia membuka mata. Semua yang ada disana tercengang, Kris menatapnya lirih.

"Dimana Jongin?"

"Dimana dia?! Eonni!" Kyungsoo menggenggam erat tangan Ryeowook. Ryeowook tersenyum penuh arti.

"Dia baik-baik saja, namun ia belum sadarkan diri.."

Kyungsoo sontak bangun ketika mendengar bahwa Jongin belum sadarkan diri. Ia langsung mencabut paksa infus yang ada di tangan kirinya, membuat darah langsung keluar dari punggung tangan Kyungsoo. "Aku harus bertemu Jongin! Dia membutuhkanku!"

"Lepaskan aku!"

Kris dan Ryeowook menahan Kyungsoo agar tidak turun dari pembaringan. Dokter pun langsung sigap menyuntikkan obat penenang dan perawat juga mengobati lengan Kyungsoo yang berdarah. Seketika Kyungsoo terlelap. Ryeowook memandang Kyungsoo sedih, ia tau Kyungsoo akan semakin kalap ketika mendengar apa yang sebenarnya terjadi pada Jongin.

Ryeowook sendiri bahkan tidak percaya dengan apa yang terjadi pada adiknya tersayang—mungkin juga akan sama seperti Jongin ketika ia sadar nanti. Ia tidak akan percaya dengan kondisinya yang sekarang.

.

.

.

Kesunyian melanda di ruangan itu, Kyungsoo memandang langit-langit kamarnya. Ia kembali sadar setelah tidak terkontrol beberapa jam yang lalu. Kyungsoo tiba-tiba saja bangkit, memposisikan tubuhnya menjadi duduk. Dengan sigap seseorang membantunya. Oh, Kyungsoo bahkan tidak sadar kalau Kris menungguinya dari tadi. Hati dan pikirannya hanya diisi oleh sebuah nama—Kim Jongin. Nama pria yang sangat ia cinta dan sayangi. Kyungsoo menoleh pada Kris.

"Aku ingin melihat keadaan Jongin," katanya lirih.

"Kau masih sakit, Kyung."

"Aku ingin melihatnya,"

Helaan nafas terdengar dari mulut Kris, ia mengangguk. Kemudian membantu Kyungsoo turun dari ranjang dan membawa selang infusan. Kris memapah Kyungsoo yang keadaannya belum cukup baik. Kamar rawatnya dengan ruangan ICU tidak terlalu jauh, Kyungsoo merasakan tubuhnya masih lemas. Namun, keinginan untuk melihat Jongin jauh lebih besar dibandingkan rasa sakit ditubuhnya.

Kyungsoo melihat sebuah pintu, seakan memanggilnya. Kyungsoo memusatkan pandangannya pada pintu tersebut. Tak butuh waktu lama, akhirnya Kyungsoo sudah berdiri disana.

Demi koleksi film angst yang ia punya, kondisi Jongin sangat menyedihkan dibandingkan film itu. Ia ingin sekali masuk ke dalam sana, menjaga Jongin, menjadi orang pertama yang Jongin lihat ketika membuka mata. Namun, sayangnya harapan itu harus ia kubur untuk beberapa waktu ini. Selain karena kondisi tubuhnya sendiri yang belum pulih, kondisi Jongin yang membutuhkan perawatan intensif juga menjadi penghalang.

Kejadian beberapa waktu lalu terputar di otaknya, seperti rekaman yang biasa di tonton di bioskop. Layar hitam-putih itu hadir dibenaknya. Kyungsoo masih bisa merasakan bagaimana rasa sakit, hangat, dan juga emosi kala itu. Bahkan ciuman kedua itu terasa menyedihkan sekali. Kyungsoo menahan airmatanya agar tidak tumpah. Ia tidak boleh terlihat lemah, ia harus kuat. Jongin pasti akan semakin terluka dan tidak ingin bangun kalau melihatnya terus-terusan bersedih.

Kyungsoo memejamkan matanya, kedua tangannya disatukan. Ia berdo'a dalam hati untuk kesembuhan orang yang dicintainya.

Kemudian ia berbalik, ternyata Kris masih setia berdiri dibelakangnya. Kali ini Kyungsoo harus bersyukur karena Kris masih berada disisinya, meskipun perasaannya tidak akan pernah terbalas. Kyungsoo berusaha mengulas senyum senormal mungkin.

"Oppa.. kenapa kau tidak sekolah?" tanyanya. Pertanyaan yang begitu lugu—Kris tersenyum lalu diusapnya kepala Kyungsoo yang tidak diperban.

"Aku ingin menunggu gadis kesayanganku,"

Kyungsoo merengut, ia kemudian duduk disebuah kursi tunggu. "Absensi akan buruk, oppa.."

"Kyung.." Kyungsoo menoleh, ia melihat Kris yang tengah menatapnya. "Kau tidak sedang berusaha mengusirku, 'kan?" tanyanya. Mata Kyungsoo mengerjap beberapa kali, ia kemudian menggeleng cepat.

"Tentu saja tidak, hanya saja—"—ucapan Kyungsoo terpotong saat Kris menggenggam tangannya begitu erat. Sinar yang terpancar dari kedua manik mata Kris membuat Kyungsoo merasa bersalah. Ia terlalu tega menyakiti pria yang begitu baik seperti Kris. Namun, Kyungsoo selalu berdo'a didalam hatinya agar Kris mendapatkan gadis yang lebih baik darinya. Yang tidak akan pernah menyakitinya.

"Bisakah kau tenang sebentar, Kyungie?" Kyungsoo menunduk. "Dengarkan aku, aku menunggumu karena aku khawatir dengan keadaanmu. Meskipun kenyataannya kau tidak memilihku tapi aku tetap mencintaimu seperti dulu, tidak ada yang berubah."

"Mianhae oppa.." cicit Kyungsoo. Kris mencoba untuk tersenyum dikala hatinya yang teriris.

"Kau tidak salah apapun. Perasaanmu tidak bisa disalahkan. Terkadang cinta memang tidak datang sesuai kehendak kita,"

Tubuh Kris menegang saat Kyungsoo tiba-tiba memeluknya. Gadis kecilnya menangis diceruk lehernya. Kris mengusap punggung Kyungsoo, ia menghirup aroma rambut dan betadine yang bercampur kasa dari kepala Kyungsoo.

"Aku benar-benar minta maaf, oppa. Aku harap kau segera mendapatkan gadis yang baik dan menyayangimu,"

"Terimakasih,"

.

.

Destiny

.

.

Sehun berdiri di dekat tembok sebuah sekolah. Punggungnya ia sandarkan pada tembok tersebut. Dengan sinar mata angkuh ia melipat kedua tangannya didepan dada. Sesekali ia membenarkan posisi topi hitam yang ia kenakan. Kulit putih dengan rambut pirang itu nampak kontras dengan sinar siang ini yang tidak begitu terik.

Mata elangnya menatap setiap siswa/siswi yang baru saja keluar gerbang. Ia memutar bola mata malas ketika sosok yang dicarinya belum ia temukan. Kepalanya terasa sangat pusing saat mengingat apa yang terjadi pada sahabatnya. Keningnya mengkerut dan kedua alisnya tampak menyatu. Ia menemukan sosok yang ditunggunya.

"Krys.." seorang gadis dengan rambut panjang dengan warna yang agak kemerahan menoleh ke arahnya. Agaknya gadis itu terkejut namun ia bisa menutupinya dengan senyuman tipis.

"Oh, Sehun-ah.." kata Krystal. Dia-lah gadis yang sejak tadi Sehun tunggu. Sehun menggelengkan kepalanya bosan.

"Ada waktu sebentar?" tanyanya. Krystal mengangguk.

.

Disinilah mereka, disebuah Cafe yang terdapat diseberang SOPA. Mereka sudah memesan minuman untuk menemani acara mengobrol siang mereka. Krystal menyunggingkan senyumannya. Ia kemudian meraih gelas yang berisi Iced Tea, lalu meminumnya. "Aku tak menyangka, baru beberapa bulan kau pindah, kau sudah banyak berubah."

Sehun memutar bola matanya malas, "Aku sedang tidak ingin berbasa basi, Krys. Aku kesini hanya ingin tau kenapa Sungjae melakukan hal ini pada Jongin? Kau tahu pasti, kedua orangtua Jongin tidak akan tinggal diam mengenai apa yang telah menimpa putranya."

"Aku tahu," ujar Krystal enteng. Ia kemudian menatap lurus ke arah Sehun, tapi tidak menatap pria itu. "Tapi apa yang akan kalian lakukan terhadap Sungjae?" gumamnya sinis. Tangannya sibuk mengusap permukaan bibir gelas.

"Tentu saja kami akan melaporkannya ke polisi,"

Krystal tersenyum mengejek, "kalau memang itu yang ingin kalian lakukan, silahkan saja.."

"Kenapa kau bisa berurusan dengan Sungjae, Krys? Bukankah dulu kau mengejar Jongin?"

"Memang, tapi aku punya alasan kenapa aku bisa berurusan dengan Sungjae. Bahkan, sekarang aku menjadi kekasihnya,"

Mata sipit Sehun terbuka lebar. "K-Kekasihnya? Bagaimana bisa?"

"Apa kau ingin aku ceritakan masalah yang menimpa Sungjae?" tiba-tiba sinar mata Krystal meredup. Sehun mengerutkan keningnya.

"Apa?"

Sebelum memulai ceritanya Krystal menarik nafas dalam, "Sungjae adalah salah satu anak yang mengalami Child Abuse,"

"Child Abuse?" ulang Sehun. Krystal mengangguk.

"Aku baru mengetahuinya beberapa bulan yang lalu. Saat ibunya meninggal dunia, aku pergi ke pemakaman almarhum ibunya. Ia tampak terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri. Kau tahu, kenapa selama ini Sungjae selalu menantang Jongin ataupun anak-anak lain berkompetisi? Itu karena emosi dalam dirinya tidak stabil." Krystal menghirup udara, mengisi rongga dadanya yang entah mengapa terasa sangat sesak.

"Bahkan dulu saat sekolah dasar, Sungjae pernah membuat teman sekelasnya hampir buta karena mengatainya yang tidak-tidak. Aku memang agak takut, tapi yang Sungjae butuhkan selama ini adalah kasih sayang. Apalagi semenjak ibunya tiada, ia semakin menjadi-jadi, sejak kemarin ia juga mencari orang untuk ditantangnya. Dan akhirnya ia kembali menemukan Jongin, mungkin itu digunakannya untuk pelampiasan."

"Kenapa? Apa Sungjae—"

"—Sejak kecil ia di siksa oleh ayahnya sendiri. Sungjae adalah anak yang tertolak, ia dulu bahkan sempat menjadi anak yang anti sosial, setelah ditelusuri ternyata ayahnya berpikiran bahwa perilaku Sungjae yang seperti itu karena kutukan yang ia dapatkan setelah mengawini keponakannya sendiri. Untuk itu Sungjae menjadi anak yang sangat kejam, ibunya juga bahkan disiksa oleh ayahnya sendiri saat itu, Sungjae dan ibunya pergi dari rumah ayahnya namun sekarang ia tinggal sendiri sejak ibunya meninggal."

"Apa kau serius?"

"Untuk apa aku berbohong untuk hal seperti ini?

"Krystal.."

"Sekarang Sungjae ada dirumah singgah untuk orang-orang yang pernah mengalami siksaan mental seperti itu, apa kau masih ingin melaporkannya ke polisi?"

Sehun terdiam. Krystal mengusap airmata yang entah sejak kapan turun dipipinya. Kemudian ia beranjak dari tempat duduknya. "Kau tahu apa yang terbaik Sehun. Oh ya, terimakasih minumannya,"

Sejenak Sehun terpaku. Krystal sudah banyak berubah ternyata, dan itu semua ia lakukan karena Sungjae. Ternyata benar, tidak ada orang yang benar-benar jahat ataupun baik.

.

.

Destiny

.

.

Sudah lebih dari lima hari Jongin belum sadarkan diri. Hari ini Jongin akan dipindahkan ke ruang rawat, namun meskipun begitu peralatan medis masih menempel ditubuhnya. Kyungsoo melihat bagaimana Jongin dikeluarkan dari ruang ICU dan dipindahkan ke ruang rawat. Ada Ryeowook dan kedua orangtua Jongin. Kyungsoo juga belum diperbolehkan untuk pulang, sedangkan Kris hari ini tidak ada karena pria itu harus sekolah. Itu permintaan Kyungsoo. Begitupun dengan Sehun dan Luhan sudah tiga hari mereka tidak masuk, dan hari ini mereka harus ke sekolah.

Berbeda dengan Baekhyun dan Chanyeol, mereka hanya bolos satu hari sedangkan hari lainnya mereka akan menjenguk Kyungsoo saat sepulang sekolah. Kyungsoo berdiri bersebelahan dengan Ryeowook, tiba-tiba Ryeowook memegang tangannya. Kyungsoo menoleh dengan tatapan bingungnya.

"Ayo aku antar kau ke kamarmu," Kyungsoo hanya mengangguk pasrah. Ia sebenarnya ingin langsung menemani Jongin. Namun, ia sadar diri. Disini bukan hanya dia yang mengkhawatirkan Jongin, tapi ada kedua orangtua Jongin. Bahkan, ibu Jongin kembali menangis ketika melihat kondisi Jongin saat dikeluarkan dari ruang ICU.

"Terimakasih, eonni.."

Ryeowook mengangguk, sebenarnya ada alasan lain ia mengantar Kyungsoo. Ada yang ingin ia beritahu dan tanyakan pada Kyungsoo.

.

.

.

.

.

Chapter 7 out :D

TBC or END?

Duh makasih buat kritik dan masukannya, ada yang masih rancu katanya, buat tetangga sebelah Jongin. Kalo dibaca lebih teliti lagi, tetangganya itu Luhan ya, haha /aku jelasin disini/

Oh ya, apa yang terjadi sama Sungjae yang Child Abuse itu sebagian bener lho o.O

Aku ngambil ceritanya Adolf Hitler, si pembunuh berdarah dingin yang ternyata ngalamin Child abuse (kekerasan pada anak). Ternyata semasa kecil, Hitler itu anak yang tertolak, ayahnya itu benci banget sama dia dan menganggap perilakunya yang "antisosial" itu sebuah kutukan karena Ayah Hitler mengawini keponakannya sendiri.

Dan selebihnya yang masalah ibu Sungjae meninggal dan lain-lain.. itu sih karangan aku aja, wkwk. Maklum aku demen banget kalo nyiksa orang soalnya /plakk

Sekali lagi makasih yang udah review.. kalian yang terbaaaaiiiiik deh dan maaf kalo seandainya ceritanya semakiin nggak bagus T_T

Love youuuu guys :*

see you next Chap xD

Sekian,

Han.