Destiny

Copyright © August 2014

By Han

.

Prolog

.

.

Jongin mendudukkan dirinya disebuah bangku kayu, dengan berhias pohon besar disisi kanannya dan juga padang bunga yang berwarna-warni. Di payungi gelapnya langit malam bertabur bintang, tersinar oleh cahaya rembulan. Jongin menengadah, tangannya tergerak menyentuh dada kirinya yang berdetak begitu kencang. Bahkan deru nafasnya sekarang sudah tak beraturan. Ia gugup.

Kemeja putih berlapis jas hitam ia kenakan malam ini. Dasi yang memiliki warna senada pun telah melilit lehernya dengan rapih. Celana bahkan sepatu terlihat begitu pas dengan apa yand dikenakan. Jongin melirik jam tangannya. Pukul 8 malam, udara dingin mulai berhembus menusuk tulang belulangnya. Tangannya tergerak mengusap mantel cokelat yang ada disisi kanan bangku.

Tiba-tiba rasa hangat menjalar dari lengan kirinya, ia menoleh dan senyumnya langsung mengembang sempurna. Seorang gadis yang begitu manis telah mengalungkan tangannya pada lengan Jongin. Jongin menatap senyuman yang terukir dari bibir gadis itu. Lalu pandangannya beralih pada pakaian yang dikenakan gadis tersebut.

Dress putih yang panjangnya selutut, dan juga cardigan tipis berwarna cream dikenakannya. Jongin menghela nafas, ia segera mengambil mantel cokelatnya, mengenakannya pada gadis itu. Gadis itu tersenyum sumringah. Kepalanya tersender manja pada pundak kiri Jongin. Jongin mengusapnya perlahan.

"Kenapa menggunakan pakaian tipis begini?" Jongin berucap, ia mendekap gadis itu ke dalam pelukannya.

Gadis itu terkekeh, "itu karena aku tahu kau akan memakaikan mantel ke tubuhku dan mendekapku. Itu lebih menyenangkan," ujarnya.

"Aish, manja sekali, eoh." Jongin mencubit hidung gadis itu. Gadis itu mengerucutkan bibirnya lucu.

"Ah ya, apa aku terlambat?"

Jongin menggeleng, buru-buru ia bangkit dan menggenggam telapak gadis itu. "ayo.. semua orang mungkin sudah menunggu kita,"

Gadis itu mengangguk semangat. Langkahnya beriringan dengan Jongin. Semua orang yang berlalu-lalang memperhatikan mereka. Ada perasaan iri saat melihat pasangan yang terlihat begitu serasi ini. Jongin mengeratkan genggaman tangannya. Hatinya membuncah kegirangan. Tempat tujuan mereka sekarang adalah sebuah rumah makan dimana teman-temannya sedang mengadakan pesta.

Jongin berhenti saat tempat penyembrangan menunjukkan lampu merah untuk pejalan kaki. Setelah rambu menjadi warna hijau, Jongin segera melangkah bersamaan dengan gadis yang ada dalam genggamannya ini. Saat menyebrang, tiba-tiba sinar lampu yang begitu terang menyapa retina matanya. Jongin menoleh ke kanan. Dilihatnya sebuah truk besar menghampirinya. Jongin panik, cahaya itu semakin terang menandakan truk itu semakin mendekat. Membuat penglihatannya buram dan menjadi gelap.

Ya, semuanya gelap.

Jongin memejamkan matanya.

Jongin takut.

Suara benturan keras tiba-tiba menyadarkannya. Ia membuka mata, tepat saat Jongin membuka matanya yang ia lihat adalah setitik cahaya putih yang berasal dari lampu.

.

"Aku dimana?" tanyanya. Kepalanya berdenyut nyeri, Jongin mengedarkan pandangannya.

"Eo? Noona! Jongin sudah bangun," teriak seseorang, sepertinya Jongin mengenali suara itu. Seseorang yang dipanggilnya 'noona' langsung menghampiri Jongin. Tiba-tiba Jongin mendapatkan pukulan dikepalanya saat seorang wanita cantik mendekat. Jongin semakin meringis kesakitan. "Ya! Ya! Noona! Apa yang kau lakukan pada Jongin?"

"Biarkan aku memukul bocah tengik ini, Sehun-ah! Bocah tengik tidak tahu diri! Dasar bodoh!" Jongin merasakan tubuhnya dipukuli, dan begitupun kepalanya. Jongin menangkupkan tangannya di kepala.

"Ya! Ryeowook-noona!"

Kesadaran Jongin langsung kembali, ia langsung panik sendiri saat tubuhnya semakin sakit. Ia tadi belum menyadari kalau ternyata ia dipukuli, mungkin ia pikir rasa sakit yang ia dapatkan akibat kecelakaan. Ya, ia ingat kalau ia habis kecelakaan.

"Ryeowook-noona. Appoyo.." Jongin meringis, tangannya mencoba menghentikan tangan Ryeowook.

"Salahmu sendiri! Sialan kau! Kenapa kau tidak mati saja sekalian!"

"Mwoya? Aku baru saja kecelakaan, kenapa noona mengharapkan aku mati?" Jongin mendengus.

"Hei! Kau pikir kau kecelakaan karena apa, hah?! Aku bahkan bersyukur kau kecelakan. Ikut balapan liar dan kau kecelakaan karena itu, kau pikir aku akan kasihan?" Ryeowook menjitak kepala Jongin yang diperban. Sebenarnya luka Jongin tidak terlalu parah jadi Ryeowook masih bisa seenakjidatnya memukuli Jongin. Meskipun sejujurnya dalam hati kecil Ryeowook, ia sangat mengkhawatirkan adik kecilnya ini.

Jongin membulatkan matanya saat mendengar penjelasan Ryeowook. Balapan liar? Bukankah ia kecelakaan saat menyebrang jalan?

"Bukannya aku kecelakaan saat menyebrang jalan?" Jongin bertanya seperti orang linglung. Ryeowook langsung saja menghentikan pukulannya, menatap Jongin bingung. Tiba-tiba pria bernama Sehun tertawa.

"Haha, apa maksudmu menyebrang jalan? Kau mengigau, eoh? Lihat pakaian yang kau pakai!" Sehun menunjuk Jongin dengan tawa mengejek. Jongin langsung melihat dirinya sendiri.

Kaos putih oblong, dengan jaket kulit berwarna hitam. Ia langsung menyibakkan selimut yang digunakan untuk menutup tubuhnya. Celana jeans sobek dibagian lutut. Aish, Jongin mendesah pasrah.

Ia mengusap wajahnya kasar. Ia baru ingat kalau ia memang baru saja mengikuti balapan liar, mobil ferarri kesayangannya menabrak pohon karena ada pembalap lain yang menyalipnya tiba-tiba. Hingga akhirnya membuat Jongin membelokkan mobilnya paksa.

"Aishh, sialan!" geram Jongin. Tangannya mengepal dengan sendirinya. Ryeowook mendesah, tangannya melayang di udara. Jongin yang reflek mencoba menghindar. Namun, bukan pukulan yang didapatkan melainkan usapan yang begitu lembut.

"Kau sakit ternyata, apa dokter boleh menyuruhmu pulang?" Ryeowook menatap Jongin khawatir. Sehun membulatkan matanya.

"Noona, Jongin hanya lecet sedikit saja. Malam ini juga ia langsung dibolehkan pulang kalau ia mau," celetuk Sehun.

"Hei, Oh Sehun, terserah noona-ku dong." Jongin memeletkan lidahnya. Ryeowook tertawa kecil ketika mendengar perdebatan kecil antara Jongin dan Sehun.

"Aku akan memanggil dokter dulu," jelas Ryeowook, ia langsung keluar dari ruang rawat Jongin.

Jongin menghela nafas panjang. Tiba-tiba ingatannya tertuju pada seorang gadis yang menggunakan dress putih. Jongin berusaha mengingat wajahnya namun nihil. Ia tak bisa mengingat wajahnya dengan jelas. Tangannya tergerak menyentuh dadanya.

"Siapa gadis itu? Kenapa bisa muncul dalam mimpiku? Dan ada apa dengan jantungku?"

.

.

Cast :

Kim Jongin—Do Kyungsoo—Kim Ryeowook—Oh Sehun—Xi Luhan—Byun Baekhyun.

Drama—School-life—AU.

Teen

Lenght of Chapter

WARNING :

Typo(s)—No Copas—No Plagiarsm—No Bash—GS/Cross Gender for Uke.

Don't Like—Don't Read.

.

.

Chapter 1

.

.

Jongin terus saja memandang keluar jendela. Pepohonan dan ladang padi bahkan bukit menjadi pemandangan indah yang menyejukkan mata. Seharusnya begitu namun tidak bagi Jongin. Rasa kesal masih tertanam didalam benaknya, membuat ubun-ubunnya seakan mengeluarkan asap panas. Jongin berkali-kali menghela nafas kasar. Sebenarnya itu membuat Ryeowook jengah setengah mati, ia sangat tidak suka ada orang yang menghela nafas dengan kasar begitu. Lagipula ini bukan kemauannya, melainkan keputusan yang memang sudah harus diberikan pada Jongin—sang adik tercinta.

"Kalau kau masih begitu juga, aku akan menurunkanmu disini, Jongin-ie!" bentakan Ryeowook membuat Jongin semakin kesal. Dengan wajah yang ditekuk ia menoleh ke arah Ryeowook yang sedang menyetir.

"Turunkan saja, aku bisa bilang ayah kalau kau tidak ingin aku pindah."

Jongin berbalik, menyilangkan kedua tangannya ke depan dada. Kepalanya menoleh lagi ke samping. Tak mempedulikan Ryeowook yang sudah siap menyemburkan lahar panas dari mulutnya. Namun, Ryeowook menahannya. Bisa-bisa ayahnya akan semakin brutal kalau Jongin mengadukan hal yang tidak-tidak, meskipun memang yang pasti lebih didengarkan ayahnya adalah Ryeowook sendiri.

"Dasar bocak tengik manja!" celetuk Ryeowook, namun tidak ada balasan dari Jongin. Ryeowook hanya bisa menggelengkan kepalanya. Memang, senakal-nakalnya Jongin, ia selalu punya kelemahan yaitu Ryeowook.

.

"Ayo turun. Kita sudah sampai,"

Ryeowook keluar lebih dulu, diikuti Jongin yang keluar malas-malasan. Pandangan Jongin langsung tertuju pada rumah yang nantinya akan ditempati. Rumah bernuansa minimalis dengan dinding yang bercat kuning gading, halaman yang cukup untuk memarkir satu buah mobil dan juga sebuah kolam kecil. Disisi kiri halaman ada sebuah pohon dan ayunan. Kakaknya ini memang benar-benar seperti anak kecil. Pagar kayu yang mengeliling rumah mereka hanya sebatas pinggang orang dewasa.

"YA! Cepat bawa barang-barangmu masuk," teriak Ryeowook. Jongin mendengus kesal. Ia segera berjalan menuju bagasi mobil, mengeluarkan dua koper besar. Yang satu adalah miliknya dan satu lagi milik Ryeowook. Ia juga mengambil ransel miliknya.

"Noona, kau yakin kita tinggal disini?" tanyanya. Ryeowook mengangguk tanpa menoleh pada Jongin. Ia langsung saja masuk saat pintu rumah telah terbuka.

Jongin mengikutinya dari belakang. "Bagaimana rumahnya bagus, 'kan?" tanya Ryeowook.

"Biasa saja,"

Ryeowook mendengus, lalu berjalan menaiki anak tangga. Di lantai atas ada dua kamar dan satu ruang keluarg yang menghubung langsung pada balkon. Ryeowook langsung mengambil kamar yang berada berhadapan dengan tangga, sedangkan Jongin hanya bisa mendapat sisanya. Toh, memang ia selalu mengalah pada Ryeowook kalau urusan kamar.

"Noona, barang-barangmu aku letakkan disini ya," Jongin berteriak didepan pintu kamar Ryeowook. Ryeowook menyahut iya dari dalam kamar.

.

Dengan langkah malas, Jongin memasuki kamar dengan pintu bercat putih. Sepertinya pintu kamar tidur dirumah ini sengaja dicat warna putih. Jongin mengedarkan pandangannya saat didalam kamar. Ada sebuah lemari dua pintu, satu buah meja belajar beserta kursinya. Satu tempat tidur berukuran sedang dengan nakas kecil dan lampu tidur berada diatasnya. Ada sebuah jendela yang tertutup rapat oleh gorden berwarna cokelat muda.

Dan jendela itulah satu-satunya yang menarik perhatiannya. Jongin menyibakkan gorden, cahaya sang mentari langsung menerobos masuk ke dalam kamarnya. Sebuah pemandangan tak terduga menyambut indra penglihatannya. "Cih, pemandangan macam apa ini?" celetuknya.

"Itu jendela kamar tetanggamu, Jongin-ah. Jangan sekali-kali mencoba mengintip karena yang aku tahu keluarga rumah itu memiliki anak gadis," Jongin menoleh ke belakang. Ryeowook sudah berdiri diambang pintu kamarnya.

"Ash, kau pikir itu kamar anaknya, noona? Bisa jadi itu kamar orangtuanya, lagipula sekalipun itu kamar anaknya aku tak ada niatan untuk mengintip." Jongin berjalan acuh menjauhi jendela. Ryeowook menaikkan kedua bahunya tak peduli.

"Baiklah, sekarang rapihkan pakaianmu. Aku akan memasak,"

"Aku mau tidur dulu,"

"Ya! Cepat rapihkan dan makan malam. Lalu, baru kau tidur. Besok kau langsung mulai sekolah,"

"MWO? Kau tidak sedang bercanda 'kan noona? Aku lelah sekali,"

"Terserah, seragam sekolahmu juga sudah aku letakkan didalam lemari. Besok kau bisa langsung memakainya,"

"YA! Noona!"

"Mwoya?" Ryeowook menatap Jongin malas, "kalau kau besok tidak mau sekolah, akan adukan pada ayah," lanjutnya enteng membuat Jongin lagi-lagi menghela nafas kasar.

.

###

.

"Mohon bantuannya, seonsaengnim.."

Ryeowook membungkukkan badannya, Jongin mengikuti apa yang dilakukan Ryeowook.

"Sekarang Jongin bisa ikut aku ke ruang kelasnya," kata kepala sekolah. Ryeowook mengangguk senang, segera saja ia mendorong Jongin untuk mengikuti bapak kepala sekolah. Jongin menatap tajam sang kakak, sepertinya Ryeowook sangat senang memasukkannya ke sekolah yang super berbeda dibanding sekolahnya dulu.

"Hwaiting Jongin-ie.."

"Dasar menyebalkan," desis Jongin.

Tak berapa lama mengikuti sang kepala sekolah, Jongin akhirnya sampai didepan ruang kelasnya. Entah apa yang dilihat kakak dan kedua orangtuanya memasukkan dirinya ke sekolah ini. Jongin memperhatikan lorong kelasnya, ada beberapa tanaman hias. Dan juga jendela langsung menghubung ke lapangan. Jongin tersentak saat namanya dipanggil, ia langsung saja masuk ke dalam kelasnya—masih dalam keadaan angkuh.

Jongin membungkukkan badannya, tanpa senyuman ia berucap. "Namaku Kim Jonign. Siswa pindahan dari Seoul, mohon bantuannya."

Beberapa siswi mulai berbisik sembari menunjuk-nunjuk Jongin. Dan lagi, beberapa diantaranya menatap Jongin dengan tatapan kagum. Jongin hanya memalingkan pandangannya ke arah lain. Tepat saat matanya berpaling ke lorong kelas, ia menangkap sosok wanita yang berjalan dengan anggun melewati kelasnya.

Oh, apa ini?

Jantung Jongin? Kenapa dua kali lebih cepat? Jongin terpesona—oh.

Jadi—apa Jongin Jatuh Cinta?

"Kim Jongin.." seorang guru wanita menegurnya. Jongin terkesiap, ia menganggukkan kepalanya saat guru wanita yang ia dengar namanya adalah Park Yura menunjuk tempat duduk Jongin. Ah iya, harus Jongin ingat kalau Park Yura adalah wali kelasnya disini.

"Gamsahamnida, Yura-seonsaengnim.."

"Ne, kau bisa duduk sekarang."

Jongin berjalan, kepalanya kembali menoleh ke jendela kelas. Sosok itu telah menghilang.

Apa yang terjadi padamu, Kim Jongin?

.

###

.

Bel istirahat telah berbunyi. Jongin sama sekali tak ada niatan untuk keluar dari kelasnya hanya untuk mengisi perutnya. Ia menatap langit dengan awan yang berarakan—ia bosan. Di sekolahnya yang dulu pasti Jongin tidak akan kebosanan seperti ini. Ya, selalu ada Sehun yang menemaninya. Maklum saja, Sehun adalah satu-satunya sahabat yang ia punya, karena mereka telah bersama sejak lahir.

"Jongin-ssi, kau tidak ke kantin? Aku Bae Suzy," tegur seseorang. Jongin menoleh tanpa ekspresi. Senyumannya begitu lebar, dan sebenarnya itu terlihat sangat manis.

"Aniya, kau sendiri?" interaksi pertama terhadap teman sekelasnya yang ia lakukan. Suzy tersenyum.

"Ini aku mau ke kantin. Aku pikir aku bisa mengajakmu, ternyata kau tidak mau. Ya sudah,"

Suzy bangkit dari tempat duduknya, "senang berkenalan denganmu, Jongin -ssi.." Jongin mengangguk mengiyakan. Sepertinya tidak buruk.

Sepeninggal Suzy, Jongin mulai bangkit dari tempat duduknya. Ia ingin ke toilet. Namun, ia mendengar beberapa murid dikelasnya berbisik—tidak bisa dibilang berbisik juga sih karena suaranya cukup kencang.

"Ssh, itu bukannya Baekhyun-sunbae?"

"Iya, mau kemana dia?"

"Eo? Kenapa arahnya ke kelas kita?"

"Apa ada berbuat masalah?"

"Ish, ini mengerikan!"

Jongin mengarahkan pandangannya pada seorang gadis yang baru saja masuk. Rambut cokelatnya dibiarkan tergerai dengan poni depannya yang rata sebatas alis. Wajahnya mungil, itu terlihat sangat imut. Matanya dipoles dengan eyeliner. Tatapannya yang tajam mengarah pada Jongin. Jongin mengerjapkan matanya bingung.

"Hai Kim Jongin, aku Byun Baekhyun.." ucapnya riang. Jongin menautkan alisnya. Bagaimana gadis ini tahu? Apa berita murid baru langsung saja tersebar disekolah ini? Oh menyebalkan. "..bisa kau ikut denganku?"

"Eo? Untuk apa?"

"Untuk sesuatu yang penting, kau harus mengetahuinya." Baekhyun memicingkan matanya. Gadis ini benar-benar imut, tapi kenapa murid-murid dikelasnya mengatakan bahwa Baekhyun ini menyeramkan?

"Baiklah,"

.

###

.

Jongin memasuki ke sebuah ruangan yang bertuliskan 'Ruang Kedisiplinan'. Ia mengedikkan bahunya tak peduli. Jongin melihat Baekhyun duduk dikursi, setelah mempersilahkan Jongin duduk di sofa. Oh, apa ini bukan ruang guru?

"Mungkin ini mengagetkanmu, tapi aku siswi kelas 2, jadi kau bisa memanggilku sunbae." Baekhyun menjelaskan, Jongin hanya mengangguk malas.

"Dan lagi, aku yakin kau pasti bingung kenapa kau bisa dibawa masuk ke ruangan ini," Jongin mengangguk lagi.

"Sebenarnya—"

"—eoh, maaf aku terlambat,"

Jongin menoleh pada pintu yang terbuka. Seorang gadis dengan tubuh mungil masuk dengan tergesa. Rambut hitamnya di ikat satu seperti ekor kuda. Poni miringnya dibiarkan terselip dibelakang telinga. Kulitnya putih bersih tanpa cacat, gadis itu menghampiri Baekhyun. Dia—bukannya gadis yang tadi pagi Jongin lihat?

"Ah, Kyungsoo. Akhirnya kau datang, kau bisa menjelaskannya pada anak baru itu,"

Gadis bernama Kyungsoo itu menoleh pada Jongin. Kedua pasang manik mata itu bertemu. Jongin seperti meleleh saat Kyungsoo tersenyum padanya.

"Baiklah, Baekhyun -ie.." Kyungsoo mengambil map hijau yang ada didepan Baekhyun. "..sebelumnya perkenalkan, namaku Do Kyungsoo, siswi kelas 2 sama seperti Baekhyun."

Jongin mengangguk tanpa berkedip. Suaranya mengapa sangat merdu?

"Kau harus mendengarkannya baik-baik," tegur Kyungsoo. Jongin terlonjak, dilhatnya wajah Kyungsoo berubah drastis. Tadi ia mengulas senyum sedangkan sekarang wajahnya begitu datar dan tanpa senyuman.

"Pertama-tama aku akan membaca profilmu. Kim Jongin, pindahan dari Seoul. Oh, School of Performing Art Seoul? Sekolah yang begitu terkenal karena banyak agency besar yang merekrut murid-murid disana untuk menjadi trainee. Sekolah yang begitu elit, ehmm.. tapi kenapa kau pindah ke sekolah ini?" Jongin baru saja ingin membuka mulut, namun mulutnya kembali mengatup saat Kyungsoo mengangkat tangan kanannya—pertanda untuk Jongin agar tidak menjawab.

"Kau murid yang cukup pintar, nilai selalu di atas rata-rata. Ketua Klub menari disekolah itu, pernah memenangkan banyak perlombaan dance. Kau seorang kapten basket. Dan juga banyak memenangkan perlombaan bersama tim-mu. Pernah membawa nama sekolah dalam olmipiade matematika, dan mendapat juara kedua. Itu cukup bagus..." Kyungsoo menaikkan sudut kanan bibirnya, "..tapi reputasi burukmu begitu banyak!"

"Suka membuat onar dikelas, bahkan sekolah. Sering datang terlambat. Jarang masuk ke dalam kelas saat pembelajaran berlangsung. Sering berkelahi. Suka ikut balapan liar, membuat geng. Dan yang terakhir, kau pasti dipindahkan kedua orangtuamu karena ketahuan balapan liar beberapa hari yang lalu, apa itu benar?"

Jongin mengangguk.

"Aku harap kau bisa menghilangkan reputasi burukmu disini, aku benar-benar tidak menyukai orang-orang sepertimu. Kau tahu? Menambah banyak perkerjaan untuk anggota kedisiplinan. Jangan kau pikir sekolah ini sekolah yang jauh dari kota dan kau bisa seenaknya disini. Asal kau tahu, sekolah ini banyak mengukir prestasi. Aku sama sekali tidak ingin hanya karena satu orang maka nama sekolah ini tercoreng. Dan juga, jaga nama baik sekolah ini seperti kau menjaga dirimu sendiri,"

Kyungsoo bergerak menuju meja yang berisi banyak tumpukan buku, diberikannya buku saku itu pada Jongin, "Buku ini berisi peraturan apa saja yang harus kau patuhi di sekolah ini, aku ingin kau membacanya dan menerapkannya.."

Jongin menatap Kyungsoo jengah. Bagaimana bisa tadi pagi ia tertarik pada Kyungsoo yang merupakan gadis cerewet kedua setelah Baekhyun? Jongin bisa gila lama-lama diruangan ini. Jongin hanya mengangguk seadanya. Ternyata benar apa yang dikatakan murid dikelasnya bahwa Baekhyun menyeramkan—termasuk Kyungsoo.

"Bisakah kau mengucapkan sesuatu selain mengangguk?"

"Ne sunbaenim. Apa masih ada lagi yang harus ku dengarkan?" tanyanya agak sinis, Kyungsoo berjalan meninggalkan Jongin, langkahnya menuju Baekhyun.

"Tidak ada, kau boleh keluar,"

"Gamsahamnida sunbaenim.." Jongin menekankan setiap kalimat yang diucapkannya. Ia buru-buru bangkit dan meninggalkan ruang keramat itu. Jongin bersumpah ia tidak ingin lagi masuk ke ruangan panas nan sumpek seperti itu.

"Sialan!" Jongin menatap papan kecil yang ada di atas daun pintu. "Aku tidak jadi menyukaimu, Kyungsoo!" geramnya kesal. Ia memasukkan buku saku yang diberikan Kyungsoo ke dalam tempat sampah terdekat.

Ini benar-benar sial. Ada juga yang berani meremehkannya. Ini adalah penghinaan besar-besaran untuk Kim Jongin! Tapi, Jongin sama sekali tidak ingin berurusan dengan gadis cerewet seperti Baekhyun maupun Kyungsoo.

Oh tidak! Cukup kakaknya saja!

.

###

.

Jongin berjalan dilorong kelas sendirian. Ia memilih pulang paling terakhir karena ia tidak ingin berdesak-desakkan melewati lorong yang sempit ini. Ya sebenarnya Jongin ada niatan lain juga mengapa ia pulang paling terakhir. Ia ingin mengelilingi sekolah barunya. Kebetulan sekali ruang kelasnya berada dilantai 3. Dan ia sudah mengenali tempat-tempat apa saja yang ada dilantai 3. Hanya ada ruang kelas dan toilet. Huh, membosankan. Eh, ada juga tangga yang menghubungkan ke atap sekolah. Jongin sebenarnya ingin mencoba kesana namun ia pikir lebih baik besok saja.

Jongin menuruni satu persatu anak tangga. Langkahnya mengarah ke lantai 2, yang ia dengar dari Suzy adalah ruang kelas disini dihuni oleh anak-anak kelas 3. Anak-anak kelas 2 ada dilantai 3, berarti Kyungsoo dan Baekhyun berada dilantai yang sama dengannya. Ah, sial!

Helaan nafas terdengar di lorong yang sepi ini—helaan nafas Jongin. Jongin mengelilingi lantai 2. Ternyata ruang guru berada di lantai ini, begitupun dengan ruang kepala sekolah. Kantin juga berada di ruangan ini, Jongin masuk ke dalam kantin. Luas, begitu pikirnya. Ia kembali berjalan, langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis yang sedang menutup pintu. Pintu terdapat papan yang bertuliskan perpustakaan. Tak jauh juga ada ruang laboratorium.

Jongin mendekat ke arah gadis itu. "perpustakaannya sudah ditutup?"

Gadis itu terkejut dan langsung saja berbalik, "Oh Ya Tuhan! Kau mengagetkanku!" katanya sembari memegang dadanya. Jongin nyengir.

"Maaf mengagetkanmu," gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Ya perpustakaan sudah tutup. Sekarang sudah jam 5 sore, pintu gerbang sekolah juga akan segera ditutup," katanya.

"Ah siapa namamu? Aku Kim Jongin, kau bisa memanggilku Jongin," Jongin mengulurkan tangannya. Gadis itu menyambut uluran tangan Jongin setelah memasukkan kunci ke dalam tasnya.

"Aku Xi Luhan, anak kelas 2 dan aku salah satu penjaga perpustakaan. Kau anak baru itu, 'kan?" Luhan tersenyum, ia melepaskan tautan tangannya dari Jongin.

"Ah mianhae sunbaenim,"

"Tidak usah seformal itu, kau bisa memanggilku noona,"

"Arraseo noona.. tapi kenapa kau bisa tahu kalau aku anak baru?" tanya Jongin.

Luhan tertawa, "Aku mengetahui dari temanku,"

"Eo? Nuguya?"

"Kau yakin ingin tahu?" Jongin mengangguk antusias.

"Do Kyungsoo, anggota kedisiplinan." Jongin mangap setelah mendengar jawaban Luhan.

"Bagaimana bisa?"

"Tentu saja, aku ini satu kelas dengannya,"

Jongin menghela nafas panjang. "Oh ya, rumahmu dimana? Siapa tahu kita searah noona.."

"Di dekat sini, Blok F No. 26 Golden,"

"Wuah jinjja? Rumahku No. 25," Luhan tertawa begitupun dengan Jongin. "Kita tetangga ternyata," lanjutnya.

"Kebetulan sekali," Luhan tertawa, mereka telah melewati gerbang sekolah. Dan tak berapa gerbang pun ditutup.

Jongin tersenyum, "kebetulan? Bagaimana kau semua ini takdir, noona?" celetuk Jongin.

"Kau ada-ada saja—" Luhan memukul lengan Jongin. Jongin terdiam, tiba-tiba ia teringat mimpinya saat ia kecelekaan.

.

"Apa gadis itu Luhan-noona?"

.

"—eo? Kyungsoo-yaaa!" —seketika Jongin terperajat dan hampir tersandung kakinya sendiri.

.

.

.

TBC/?

Hai hai, aku author baru disini.. Aku KaiSoo-shipper :D

Dan ini FF pertama yang aku publish disini, makasih yang udah baca, kalau ceritanya berkenan. Tolong kasih kritik dan sarannya yaaa..

Gamsahamnida~~

Mind to Review?

.

.

xoxo,,

Han..