Hermione Granger and The Pureblood Auror

Disclaimer : JK Rowling

Chapter 8


Tak ada yang menyadari dari tadi Hermione hanya duduk di sudut. Sampai ia melepaskan tas pinggangnya dan diletakkan di lantai menimbulkan bunyi besar tidak sesuai dengan ukuran. Tangannya bergetar. Ia mengambil napas dalam dan mengeluarkan dari mulut. Begitu terus.

Saat Draco belum memutuskan lebih baik menghampiri atau tidak, Harry telah berjongkok dihadapan Hermione dan mengenggam kedua tangannya yang masih gemetaran.

"Kerja bagus, Mione," kata Harry berusaha menenangkan. Hermione tersenyum lemah. Draco hanya diam ditempat, bingung harus melontarkan hinaan atau tidak.

Mungkin tak akan pernah terlintas di otak Hermione dirinya akan berhasil dilumpuhkan. Tubuhnya tersungkur di tanah kotor, ditemani beberapa pasang mata yang awas dan menatap hina. Laki-laki berbadan paling tambun, mengganggu pandangannya, mulutnya terbuka, hawa terlalu busuk memasuki hidung Hermione, "Kau membuat kami senang, cantik. Lumayan, mudblood yang cukup mahal," seringai yang diberikannya membuat Hermione makin mual. Tas manik-manik Hermione yang tadi terlempar telah di genggam laki-laki kurus dipanggil Roger. Laki-laki yang terakhir, berlaga seperti pemimpin mereka, melipat kedua tangan dan senyum-senyum sendiri. Terlihat sangat bangga dengan kinerja anak buahnya. Hutan Dave yang biasanya tetap terasa sejuk walaupun di tengah hari, sekarang terasa sangat panas.

"Tuan Malfoy akan sangat senang mendapatkan tamu saat ini," kata ketua mereka.

"Tidak!" Hermione berteriak, namun mereka semua sepertinya tidak mendengar. Hermione tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tidak asing lagi, ia sudah melewati semua ini.

Detik selanjutnya Hermione merasa ditelan pusaran angin dan ia meringis merasakan marmer dingin menusuk tubuh. Sakit luar biasa disetiap senti tubuhnya.

"Mudblood!" teriak Bellatrix yang tak hentinya meluncurkan mantra siksaan. Rasa teriris di seluruh tubuhnya, kembali Hermione berteriak namun tak ada suara yang terdengar. Ia sudah hapal rasanya. Puluhan kali terjadi. Tubuhnya bahkan sudah terlalu lemas untuk sekedar berharap semua ini berhenti.

Bellatrix tertawa melengking seperti kelelawar sambil mengeluarkan belati perak dari saku jubahnya. Ia akan mengukir di lengan Hermione, gadis itu tahu betul.

"Mari kita lihat betapa kotornya darahmu, dasar Mudblood hina!" teriak Bellatrix dan mulai menyayat lengan Hermione.

Baru saja Hermione merasakan perih teramat sangat di lengannya, ia sudah terduduk di pinggir ranjang dengan napas memburu. Lega memenuhi dirinya. Ia mengirup udara sebanyak mungkin dalam satu tarikan napas. Keringat mengalir deras dari pelipisnya. Rambutnya lepek dan kaos yang melekat di tubuh telah basah karena keringat.

Perang meninggalkan trauma mendalam bagi Hermione. Selesai berduel siang tadi, Hermione langsung merasa mati lemas, hanya dapat duduk membeku, dan berbagai cuplikan terputar di kepalanya. Sekejap seperti kilat menyambar, namun semua tergambar jelas.

Hermione dibawa kembali saat kakinya terus berlari secepat mungkin dengan kutukan membunuh mengejar dirinya dari segala arah. Kilat mantera warna-warni menghiasi sejauh mata memandang, mayat-mayat orang yang disayangnya bergelimpangan di lantai Hogwarts, hingga teriakan dan tangisan keluarga korban yang nyaring di telinga sekaligus mengiris hati. Ia bersyukur Harry memegangnya saat itu, sehingga ia berhasil meminjak bumi kembali.

Hermione sudah sadar sepenuhnya. Ia meraih jubah tidur dan meninggalkan kamar. Sebenarnya tidak ada tujuan khusus, ia tak berpikir, hanya mengikuti kemana langkah kakinya menggiring. Dirinya telah ahli melangkah cepat tanpa mengeluarkan suara, agar tidak membangunkan penghuni lain. Ia sama sekali tidak tertarik menjawab pertanyaan 'apa yang kau lakukan' dari siapapun saat ini. Hermione merasa kebutuhan udaranya sudah sangat mendesak. Seakan-akan usaha mengambil napas di kamarnya tidak cukup memenuhi paru-paru penyihir itu.

Kembali Hermione menarik napas berat, menghirup udara dingin tengah malam, dengan kedua tangan bersandar di pagar balkon. Duel sialan itu juga sukses menjemput mimpi sialan yang sudah tidak menghantuinya sejak satu tahun terakhir.

Hermione menghela napas. Gagasan menyedihkan untuk mengulang kembali terapi menghampirinya. Ia memijat pelipisnya. Sesaat kemudian, mukanya telah terbenam di kedua telapak tangan, menahan air mata yang telah menggenang di pelupuk mata.

"Kau mencurigakan," suara baritone menggelitik indera Hermione dan membuatnya tersentak. Demi gelapnya malam, ia makhluk Tuhan paling terakhir yang ingin ditemui.

"Aku memintamu untuk diam," jawab Hermione datar. Bukan tatapan hinaan dan amarah ingin mengutuk yang biasa Draco dapatkan, kali ini wanita itu menatapnya sendu dan dingin. Gejolak dalam diri Draco ingin menelusuri lebih jauh apa yang dialami rekan kerjanya itu. Draco menghujat dalam hati. Tak perlu menyentuh urusan sentimental sebenarnya. Ia pun sadar diri, wanita keras kepala itu juga akan menolak telak untuk berbagi urusan pribadinya.

Hermione memunggungi Draco, menatap nanar langit malam. "Aku akan sangat berang bila kau berani menyentuhku lagi,"

Draco tertawa mengejek, "Apakah aku terlihat tertarik, Granger?"

"Ini peringatan terakhirku, Malfoy. Buang pikiran kau dapat mengintimidasiku. Aku tak akan lengah lagi,"

"Aku pun tak sudi menyentuh wanita tidak tahu diri sepertimu. Dengar, kepalamu sudah cukup besar, tidak perlu kau perbesar lagi," jawab Draco sama dinginnya.

Sebelum Draco menyadari apa yang terjadi, tongkat Hermione sudah teracung, dengan satu hentakan sederhana Draco sudah menghantam tembok di belakangnya. Hermione mendekat, rasanya ingin sekali menusuk manik abu-abu pria itu.

"Sayang sekali kau sudah mencium wanita tidak tahu diri ini. Dan terlihat jelas kau menikmati menciumku! Kuharap kualitas otakmu cukup memenuhi standar, untuk sekedar menyadari bahwa hal itu seharusnya tidak pernah terjadi! Jangan main-main denganku, Malfoy! Aku bukan jalang koleksimu yang bisa kau sentuh sesuka hati!" akhirnya Hermione meneriakkan masalah yang selama ini diupayakan terpendam. Emosinya mencapai puncak. Bila harus, ia sungguh siap ribut sampai pagi demi meladeni pria yang tanpa izin telah menjajahi pikirannya.

Dada Draco naik turun dengan cepat. Sungguh amarahnya sudah meluap-meluap. Dirinya menatap tajam seolah-olah dapat mengoyakkan tubuh Hermione detik itu juga. Sekuat tenaga ia menahan lengannya untuk diam di saku. Mendapatkan teriakan penuh putus terdengar baru baginya.

"Enyahlah," jawab Draco datar. Itulah hal terbaik yang bisa ia lakukan. Tak bisa dipungkiri, walau emosinya sudah tersulut sempurna, Draco merasa sedikit iba. Entah kenapa. Terlihat perempuan itu sudah terlalu kacau untuk diganggu.

Tanpa diperintah pun Hermione sudah bergegas menjauh. "Kalau perlu sumpal mulutmu, jangan mengusik tidur orang lain," kata Draco, tidak melirik sedikitpun ke Hermione.

Hermione tetap melangkah, menatap lurus koridor yang harus disusuri, bertekad untuk tidak menoleh ke belakang. Langkahnya melambat sedikit pun tidak, tak ingin menunjukkan bahwa telinganya masih menangkap kalimat terakhir dari pria itu. Hermione kesal setengah mati. Pasal apa yang menuntut lelaki itu terjaga hingga selarut ini. Demi Merlin, kenapa pula harus lelaki paling menyebalkan itu yang mendengar. Hermione mematung setelah berhasil menuju kamarnya. Sekarang Hermione tak bisa mengelak, dirinya tak punya pilihan selain meminum ramuan yang sudah lama tak disentuh.

Sepoi-sepoi dinginnya angin malam menemani Draco yang masih berdiri termangu di balkon. Tak berkutik sedikit pun, hanya sibuk menghujat diri sendiri. Tak ada yang layak ia sangkal. Semua pernyataan gadis pintar itu benar adanya. Ia menikmati memagut bibir Hermione pun juga tak salah.


Kreacher membungkuk menyambut Harry di pintu utama Grimmauld Place. Kreacher kembali membungkuk, malah sampai hidungnya menyentuh lantai ketika berpapasan dengan Draco yang membuntuti Harry.

"Kreacher tua sudah rentan, namun tak kenal lelah memenuhi meja makan dengan santapan nikmat. Tuan muda dapat mencicipi sekarang," kata Kreacher pada Draco, menatap dengan iris kelewat takzim. Benar-benar berlaga bak abdi setia. Ia siap mengekori, hingga berjalan setengah berlari menyusul langkah besar Draco.

"Baik, Kreacher," jawab Draco datar, tak begitu peduli. Harry mendengus terlalu keras. Peri rumah itu seketika lupa siapa tuannya tiap kali bertemu Malfoy. Sepertinya tak akan terkikis jiwa pemuja keturunan bangsawan darah murni pada peri rumah itu.

Harry memimpin jalan. Kegiatan dari subuh di kementerian sungguh penuh peluh. Syukur-syukur selesai lebih cepat dari perkiraan, sehingga ia bisa pulang tepat jam makan siang.

Hermione sedari tadi hanya mengaduk-aduk cream soup didepannya, tak begitu terlihat antusias untuk mengisi perutnya. Ia hanya seorang diri, membuat deru napasnya terdengar jelas menggema di ruang makan itu.

Hermione melirik ke arah pintu, menyadari dirinya tak sendiri lagi. Ia menarik sudut bibirnya sedikit kepada Harry, dan akhirnya menyuapi dirinya cream soup yang bentuknya sudah tak menarik lagi. Ketika rambut pirang tertangkap di sudut mata, seketika nafsu makan Hermione yang sudah minimal makin menguap tak bersisa.

"Banyak yang didapat, Harry?" tanya Hermione kepada Harry yang duduk di seberangnya.

"Kurang lebih," jawab Harry sambil melonggarkan dasi. Draco di sebelahnya sudah melepas jubah berpergiannya.

"Baguslah. Setidaknya hanya aku yang ketinggalan," kata Hermione.

Harry diam sejenak. "Aku sudah mengetok pintumu cukup lama, dan sepertinya kau tidur sangat pulas,"

Hermione hanya menatap Harry tak bersuara. Salahkan saja ramuan tidur tanpa mimpi itu, rutuk Hermione dalam hati.

"Kingsley mengirimkan patronusnya subuh tadi," Harry melanjutkan. "Ia meminta kita bergegas ke kementerian. Tahanan itu tiba-tiba histeris seperti orang kesurupan," jelas Harry. Hermione menaikkan alisnya sebelah.

"Kau tahu, Scabior dan Vermott yang kalian berdua tangkap kemarin. Tiap kali ingin mengeluarkan kata, napas mereka langsung tercekat. Seolah-olah lehernya diikat oleh tali tak terlihat. Kasihan sebenarnya. Muka mereka membiru, belum lagi badannya meronta-ronta, menghantam benda apapun didekatnya, berusaha mendapatkan napas. Kukira mereka akan segera meregang nyawa. Namun, peristiwa itu berlangsung tidak begitu lama. Dan terulang kembali ketika mereka membuka mulut. Sebenarnya tidak cukup banyak informasi yang didapatkan," lanjut Harry. Draco merasa tidak terlalu penting untuk menimpali.

"Efek sumpah tidak terlanggar?" tanya Hermione.

Hening sejenak sebelum Harry menjawab, "Menyerupai. Asumsiku, mantera tersebut sudah dimodifikasi dengan sihir hitam lanjutan. Sumpah tidak terlanggar langsung menghantarkan maut bila yang bersangkutan melanggar pada upaya pertama. Sedangkan yang satu ini, menyiksa perlahan," jawab Harry.

"Kelompok penyihir hitam mulai berkembang lagi sekarang," Harry melanjutkan.

Hermione diam, menganalisa kabar yang diterimanya. Draco dalam diam mengamati Hermione. Gadis itu masih mengenakan piyama yang dikenali Draco masih sama seperti semalam. Sedangkan Hermione segera melengos tiap kali pandangan mereka tak sengaja bertemu.

"Pergerakan mereka sudah lama. Terlihat dari aksi yang tersusun rapih, dan kemampuan sihir yang digunakan melebihi rata-rata. Bahkan ber-apparate menembus mantra anti-apparate pun berhasil," kata Draco. Harry mengangguk menyetujui, sedangkan Hermione hanya mengaduk-ngaduk supnya, menunjukkan sikap seolah tak mendengar apapun.

"Cukup lama kementerian dikelabui. Benar-benar tak terdeteksi sepak terjang komplotan itu, hingga akhirnya waktunya unjuk gigi," Harry berkata penuh geram.

"Kau benar," Hermione menghela napas. "Ngomong-ngomong, sampai kapan aku disini?" tanya Hermione.

"Well, Kingsley belum memberikan gerakan baru untukmu. Setidaknya untuk sekarang inilah tempat teraman yang ada," jawab Harry. Hermione memutar bola mata.

"Aku hanya menjadi onggokan tak berguna bila tertahan disini," kata Hermione malas.

"Kau tahu Hermione, anggotaku masih membereskan kekacauan kemarin. Aku pun setuju dengan Kingsley, kau disini saja," kata Harry. Hermione mendengus keras.

"Lagian kau ada tempat lain?" Harry silih berganti menatap kedua rekan kerjanya. Hermione mendengus lebih keras.


Author's note:

Maafkan update selalu lama :") para reader udah bosen kayaknya sama permintaan maaf aku. But I'm really sorry though.

Chapter ini sebenernya sudah selesai sekitar 1 bulanan setelah chapter 7 updated. Namun ga diupate-update karena ingin dipanjangin lagi (word nya cuma nyampe 1700 an soalnya). Tapi yah sekarang ga nambah-nambah juga ceritanya, author block keknya aku (banyak alesan wkwk), jadi dipost aja deh daripada updatenya ntar tahonan lagi.

Terima kasih banget untuk temen-temen yang masih mau baca dan review. Kritik saran tentunya terbuka tinggal isi review box yaa. Kalian sangat berarti bagi author :")

Dan sekarang fic ini ratenya M yeay! (lah kesenengan)

Sesuai dengan isinya sudah banyak bahasa yang kasar, dan hal dewasa lainnya akan menanti.

Selamat tahun baru semuanya! Semoga kita lebih baik mengisi hari-hari yang akan datang. Resolusi yang belum tercapai di tahun ini, semoga bisa tercapai di tahun 2020. Tahun baru, semangat baru. Dan tentunya tetep ngeramehin ffn harpot ya! (Early new year greetings from me )

Love you all!

NabilahAnanda

Palembang, 31 Desember 2019, 01:20