Hermione Granger and The Pureblood Auror

Disclaimer : JK Rowling

Chapter 1


Hermione Granger dengan rambut coklat semaknya digelung ke atas asal-asalan, mengenyakkan tubuhnya ke kursi busa empuk dihadapan meja kerjanya. Butuh waktu cukup lama untuk membereskan meja hitam persegi panjang berpelintur mengkilap itu secara manual. Kotak sampah di sudut ruangan telah penuh dengan gulungan perkamen yang telah remuk, botol kaca dengan tinta membeku di dalamnya – bahkan ada yang telah pecah, dan bungkus plastik manisan Honeyduks yang jumlahnya tak sedikit. Perkamen penuh tulisan – tentunya masih berguna telah ditumpuk di sudut meja bersama beberapa map dan clipboard, serta beberapa pena bulu tergeletak di sebelahnya. Ia tidak ingat kapan terakhir meja kerjanya se-menyenangkan itu, mungkin lima bulan yang lalu atau lebih.

Sebagai kepala Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir – departemen tertinggi –langsung dibawahi oleh Menteri Sihir, tidak setiap hari Hermione bisa bersantai di pondok pribadinya seperti pagi itu. Hermione tinggal sendirian di pondok berukuran paling besar bertingkat dua di The Lily Cottage, desa penyihir yang cukup ramai di tengah kota London. Pondok itu pemberian Kementerian Sihir setelah perang usai, sebagai penghargaan untuk perjuangannya mengalahkan Pangeran Kegelapan.

Saat memasuki pondoknya untuk pertama kali, Hermione tersenyum puas dengan wallpaper berwarna ungu pastel, warna favoritnya. Dengan kejeniusannya, ia menyihir di udara membentuk beberapa karangan bunga hias dan lampu kristal, sehingga setiap sudut ruangan dihiasi pot tinggi dengan bunga segar warna-warni, lampu kristal di setiap langit-langit ruangan, serta berbagai figura foto tergantung rapih di dinding. Lebih istimewanya lagi, ia memiliki ruangan perpustakaan pribadi yang luas di pondoknya itu. Didalamnya juga terdapat beberapa sofa empuk dekat perapian, sebagai tempat baca sempurna.

Ia tak sendiri, keluarga Weasley dan Harry juga mendapatkan hadiah pondok baru. Namun memilih untuk meng-asetkan pondok tersebut, mereka sekeluarga terlalu berat meninggalkan The Burrow. Sedangkan Harry, memilih menjual pondok pemberian itu dan hasilnya disumbangkan ke badan kegiatan sosial penyihir. Harry senang tinggal di Grimmauld Place no.12 yang telah ditata kembali bersama Kreacher dan agen pembersih setempat.

Kehidupan Hermione, dan dua sahabat karibnya – Harry dan Ron, yang dikenal sebagai The Golden Trio berubah drastis setelah kekalahan Voldemort. Mereka mendapat banyak penghargaan, salah satunya adalah Order of Merlin Kelas Pertama. Dan penghargaan paling menarik bagi Ron adalah Trio Emas itu ditambahkan ke dalam kartu koleksi cokelat kodok. Tak cukup penghargaan, mereka juga mendapatkan hadiah materi. Sebagai pahlawan utama, tentunya materi yang diterima The Golden Trio tidak hanya pondok tesebut.

Hermione ingat betul, usai perbaikan Hogwarts, tiga sekawan itu sedang berlibur di The Burrow bersama seluruh anggota Orde. Suatu siang datang burung hantu berbulu lebat abu-abu masuk ke jendela dapur The Burrow mengantarkan surat untuk Harry Potter yang disambut Ginny. Lekas ia menemui Harry yang sedang bersantai di ruang keluarga bersama Ron, Hermione, dan Goerge. Harry meminta Ginny membacakannya.

Mendengar isi surat, Ron menyemburkan teh yang sedang diminumnya, Harry menumpahkan sup bawang yang panas ke kaosnya, dan Hermione menjatuhkan album foto keluarga Weasley dari genggamannya, serta Ginny dan Goerge yang bingung melihat ekspresi mereka. Surat itu dari seorang goblin – pimpinan Bank Gringotts bernama Seforosh yang meminta Harry Potter, Ronald Weasley, dan Hermione Granger untuk menemuinya di Bank Gringotts, Diagon Alley pukul satu siang hari sabtu minggu depan. Hati mereka bertiga mencelos, apakah para goblin licik Gringotts meminta mereka ganti rugi karena telah membuat kerusakan parah dan membawa kabur seekor naga yang setengah buta saat mencuri lemari besi Bellatrix. Atau lebih buruk, mereka dituntut untuk ganti rugi sekaligus diadili karena pencurian. Berapa ribu galleon yang harus dikocek untuk menutupi semua itu.

Tak disangka, mata mereka bertiga terbelalak ditambah mulut Ron terbuka saat mendengar penjelasan Seforosh di kantornya. "Kementerian sihir telah memberi kalian bertiga sepuluh ribu galleon masing-masing, dan beberapa penyihir secara pribadi memberikan emas sebagai ucapan terimakasih untuk pahlawan baru kita. Untuk Mr. Potter emas Anda telah disimpan aman di lemari besi Anda. Setelah peninggalan emas keluarga Potter ditambahkan dengan harta warisan Sirius Black, serta hadiah emas tersebut, Anda bisa lihat sendiri Tuan betapa penuhnya lemari besi Anda," ucap Seforosh menatap penuh arti ke Harry.

"Sedangkan untuk Ms. Granger dan Mr. Weasley berhubung kalian sebelumnya tidak memiliki lemari besi di Gringotts, kami membuatkan masing-masing lemari besi atas nama Anda pribadi dan emas tersebut telah disimpan aman. Keluarga Weasley memang punya satu lemari besi disini, tapi emas itu untuk Anda, , dan kukira bijaksananya disimpan khusus atas nama Anda pribadi. Sebelumnya maafkan kami yang telah memutuskan hal ini tanpa berunding dengan kalian terlebih dahulu," Seforosh menjelaskan panjang dengan tenang. Ron diam terkesima. Hermione yang sadar duluan, menggeleng cepat, dan berterimakasih berulang kali. Seforosh memberikan tiga kunci lemari besi dan memanggil dua goblin – Bogrog dan Yoseph, untuk mengantar mereka melihat lemari besi tersebut. Sepulang di The Burrow, Mrs. Weasley memeluk erat Ron dan menangis bahagia atas keberhasilan putra terakhirnya itu.

Hermione mengutuk dalam hati seekor burung hantu bertubuh besar berbulu coklat gelap yang tergelincir di atas meja kerjanya tepat dimukanya, sehingga membuatnya tersedak cokelat panas yang sedang disesapnya. Ia mendengus kesal melihat tumpahan cokelat di gaun tidurnya dan tumpukan perkamen kerjaannya berhamburan di lantai. Penyihir berambut tebal itu mengeluarkan tongkat sihir dari sakunya, dengan satu lambaian malas gaun tidurnya bersih kembali. Sementara waktu Hermione mengabaikan serakan perkamen di lantai.

Ia melepaskan ikatan gulungan perkamen di kaki burung hantu itu, dan memberikan burung hantu itu potongan biskuit jagung sebelum membiarkannya terbang pergi. Hermione memicingkan mata melihat judul berita utama di Daily Prophet edisi hari itu, yang ditulis dengan huruf berukuran kelewat besar. Duduk menyilangkan kaki, Hermione mulai membaca tulisan Rita Skeeter itu.

.

.

HARRY POTTER-THE BOY WHO LIVED SEKALIGUS THE MAN WHO WON- MELAMAR TAMBATAN HATINYA

Oleh Rita Skeeter

Berita mengejutkan sekaligus membahagiakan datang dari pahlawan muda dunia sihir, Harry Potter. Para penyihir wanita lainnya harus menggigit jari karena tidak lagi memiliki kesempatan berkencan dengan Kepala Auror Harry Potter – pria lajang paling diinginkan nomor satu di London. Penyihir berkacamata yang telah tersohor di seluruh penjuru dunia sihir - bahkan sebelum ia bisa berjalan, melamar seorang gadis tadi malam di sebuah restoran paling mewah di pusat kota London, dengan atmosfir romatis tak kentara. Semua pasang mata tertuju pada sebuah meja yang terletak tepat di tengah restoran dihiasi yang dihiasi lilin-lilin kecil serta taburan kelopak bunga mawar. Meja tersebut memang telah didekor seindah mungkin oleh manajemen restoran untuk kejadian istimewa itu.

Malam itu dipastikan menjadi malam terbaik bagi Ginevra Weasley – penyihir cantik berambut merah sekaligus putri satu-satunya keluarga Weasley. Setelah hubungannya harus terputus karena tugas Harry memburu hocrux untuk menghancurkan Penyihir Hitam Voldemort, Ginevra Weasley yang akrab dipanggil Ginny Weasley itu bisa bernapas lega melihat hubungannya yang telah memasuki jenjang lebih serius. Diiringi musik klasik ala muggle yang sangat romantis, Harry dengan setelan mewah yang memancarkan sempurna sisi maskulinnya, mengeluarkan cincin dan berlutut dihadapan Ginny yang terlihat sangat anggun dengan gaun selutut berwarna hitam bermanik sehingga menonjolkan warna merah rambutnya.

"Ginevra Weasley, maukah kau menjadi pendamping hidupku dan mebantuku membesarkan anak-anakku nanti," ucap Harry yang berhasil membuat mata Ginny berkaca-kaca. Semua pengunjung napasnya tercekat menyaksikan kejadian tersebut dan menanti jawaban penyihir wanita yang dilamar Harry Potter.

"Ya, aku mau Harry," mendengar lamarannya diterima senyum bahagia terpatri sempurna di paras Potter. Ia memasangkan cincin berbatu safir ke jari manis Ginny. Tepuk tangan meriah pengunjung memberikan selamat kepada keberhasilan lamaran pria berkacamata itu. Bahkan tepuk tangan itu makin meriah melihat mereka berdua berpelukan.

Semua pengunjung merasa beruntung bisa menyaksikan lamaran istimewa itu. Bukan hanya karena itu aksi Harry Potter, tapi karena lamaran seperti itu jarang terjadi di kalangan penyihir. Ya, Harry Potter telah melamar Ginny Weasley seperti lamaran yang lazim terjadi pada masyarakat muggle. Namun, semua orang di restoran itu setuju, bahwa mereka telah menyaksikan lamaran terbaik yang pernah ada.

"Sungguh, mereka berdua sangat dimabuk cinta," ucap penyihir wanita separuh baya yang sedang makan malam bersama suaminya dan sangat senang bisa menyaksikan momen membahagiakan itu. "Aku sangat senang mereka berdua akhirnya bisa bersatu. Aku sangat tidak sabar menghadiri pesta pernikahannya," komentar Parvati Patil teman seangkatan sekaligus teman seasrama Ginny Weasley saat bersekolah di Hogwarts. Nona muda Patil tidak sendiri, ia sedang makan malam bersama Dean Thomas – mantan kekasih Ginny, yang pada kesempatan itu ikut berkomentar, "Selamat Harry! Kau harus mentraktirku minum," Dean Thomas merupakan teman sekamar Harry Potter di asrama Gryffindor saat bersekolah di Hogwarts. Walaupun statusnya mantan Ginny, mereka tetap berhubungan dengan baik layaknya sahabat lama.

Manajemen restoran serta seluruh pelayan ikut bangga karena restoran Amortentia Witch tempat mereka bekerja dijadikan sebagai saksi bisu lamaran salah satu Golden Trio, Harry Potter. Berikut beberapa foto yang sempat diabadikan :

Foto 1 : Harry Potter dan Ginny Weasley memasuki restoran

Foto 2 : Harry Potter berlutut dihadapan Ginny Weasley

Foto 3 : Mereka berdua berpelukan

Bisa dibilang hampir semua gadis di London mendambakan kisah cinta Ginny yang walaupun awalnya menyedihkan harus berpisah dengan kekasihnya, karena usaha menjatuhkan Voldemort, namun bisa dibina kembali dan berakhir bagagia. Namun sayang akhir bahagia tidak terjadi pada kisah cinta kakak laki-lakinya Ginny sekaligus teman seperjungan Harry, Ronald Weasley, yang berpisah sejak dua tahun yang lalu dengan salah satu pahlawan muda dunia sihir, Hermione Granger, padahal ia telah mengencani gadis cantik itu selama empat tahun terhitung sejak perang usai. Sampai sekarang belum terdengar Hermione berkencan kembali dengan seorang pria sejak kandasnya hubungannya itu.

Baiklah, semua warga sihir berharap pernikahan Harry Potter dan Ginevra Weasley brelangsung secepatnya, dan kebahagiaan selalu memenuhi kehidupan mereka berdua.

Lanjut halaman 6 : Komentar Arthur Weasley tentang Lamaran Putrinya

Baca ulasan Cerita Cinta Weasley dan Granger Halaman 8

.

.

Usai membaca sampai akhir paragraf, Hermione melemparkan dengan kasar surat kabar itu sehingga ikut berserak di lantai. Ia tidak tertarik membaca tulisan Rita Skeeter sialan itu tentang komentar Arthur Weasley. Hermione kesal, bisa-bisanya wanita tua menyebalkan berambut keriting pirang itu membahas kembali tentang kisah akhir tak bahagia hubungannya dengan Ron, diberita lamaran Harry – berita bahagia dan sangatlah penting yang diyakininya akan menjadi bahan bincangan menarik setiap penyihir di jalanan. Hermione tidak ingin mengingat kembali keadaannya yang kacau selama satu tahun lebih karena kesedihan mendalam berpisah dengan Ron.

Ia kembali mengutuk Skeeter. Apakah tak cukup, dua tahun lalu, sejak kabar perpisahannya terdengar di publik, fotonya ataupun foto Ron dan berbagai isu penyebab perpisahannya, selalu menghiasi halaman pertama Daily Prophet selama seminggu penuh. Saat itu pun Hermione juga dipusingkan dengan belasan blitz jepretan kamera, serta para pers yang selalu mengerubunginya kemanapun ia melangkah.

Setelah meneguk cokelat yang masih tersisa di cangkir, Hermione menjentikkan tongkatnya ke lantai dan membuat tumpukan perkamen dengan Prophet di atas tumpukan itu melayang serta mendarat di meja berpelintur. Hermione tak peduli jika perkamen kerjanya itu menumpuk tidak sesuai urutan, ia tidak dalam suasana hati yang bagus untuk membereskannya kembali secara manual agar urutannya bisa diperhatikan. Dengan muka berkerut, Hermione melenggang ke kamar mandi di kamarnya – lantai dua, memilih berendam di air panas


Draco Malfoy yang sedang ditinggal kedua orang tuanya berlibur kala itu, telah merebahkan Pansy Parkinson di kasur kamarnya di Malfoy Manor. Entah telah berapa lama mereka berciuman. Pansy seperti tak akan pernah melepas tangannya yang sedang melingkar di leher Draco yang sedang menindihnya. Makin lama, makin bergairah gigitan Draco ke bibir mungil Pansy. Wanita itu tak akan bosan dan tak akan menolak jika seorang Draco Malfoy menciuminya selama berjam-jam. Tentu saja Pansy merasa bangga bisa merasakan ciuman penyihir pria setampan dan sekharisma Draco Malfoy, yang terkenal tak pernah gagal meluluhkan perasaan wanita. Banyak penyihir wanita di luar sana yang ingin bertukar tempat dengannya saat ini.

Pansy terus membalas ciuman Draco. Bibir Draco pun beralih mulai menciumi bahkan menggigiti seluruh permukaan leher Pansy. Terdengar desahan Pansy makin keras menandakan wanita berdarah murni itu makin menikmati ini. Ia membiarkan Draco melakukan segalanya, sementara ia hanya menikmati apa yang dilakukannya. Masih menggigiti leher Pansy, Draco mulai melepas kancing kemeja Pansy satu-persatu, dan tentu saja wanita itu makin menyukai ini. Dada Pansy yang terbuka seperti saat ini terlihat sangat menggoda.

Tiba-tiba Draco terganggu dengan burung hantu yang terbang di atas kepalanya. Pria pirang itu harus menghentikan kegiatannya karena pengantar surat itu terus mematuk kepalanya sebab ia tidak menggubrisnya dari tadi. Draco menggeram karena telah lupa menutup jendela kamarnya – tempat burung hantu itu masuk.

"Oh Draco…" suara Pansy terdengar bergetar saat berbicara "jangan berhenti …."

Namun Draco bersikap seperti tak mendengarnya. Ia mengikuti burung hantu yang tampak tak asing itu terbang mendarat di meja kayu oak di sudut kamarnya. Draco membaca kop surat itu yang dicap lambang kementerian sihir :

The Prime Minister of Ministry of Magic

To : Mr. Draco Malfoy

Malfoy Manor, Whiltshire, England

Draco berdecak, Kingsley Schacklebolt selaku kepala menteri sihir memberinya surat. Jika ia mendapat tugas baru biasanya Potter-lah yang mengiriminya surat. Tak disangka, Draco Malfoy musuh bebuyutan Harry Potter yang selalu dengan senang hati menghalalkan segala cara untuk membuat Harry dan teman-temannya menderita selama di Hogwarts, sekarang harus menjalin kerja sama yang baik dalam pekerjaan. Draco salah satu Auror kementerian sihir harus menuruti segala perintah dan pembelajaran dari penyihir paling dibencinya sekaligus Kepala Auror, Mr. Harry Potter. Draco memerlukan waktu sedikit lebih lama dari pada Harry untuk bersikap baik lebih tepatnya hanya formalitas, layaknya rekan kerja pada umumnya. Tentu saja tak sulit untuk Harry, karena ialah yang berada di posisi atas.

Setelah membaca surat itu dengan muka serius, Draco bergegas ke kamar mandi. Ia mencuci muka, menyisir rambut pirang platinanya, mengancingkan kembali kemeja hitamnya dan memasukkannya ke dalam celana. Ia merapihkan diri dengan cepat dalam hitungan menit. Setelah puas dengan pantulan dirinya di cermin, ia kembali ke kamar menjentikkan tongkat sihirnya, membuat mantel biru navy mewahnya melesat ke tangannya yang tadinya digantung di salah satu dinding kamar. Draco siap meninggalkan Malfoy Manor. Namun Pansy menarik lengannya saat Draco memegang grendel pintu kamar.

Pansy melingkarkan kedua tangannya di leher Draco, "Haruskah kau pergi Draco? Panggilan si Potter menyebalkan lagi?" tukasnya dengan nada manja, dan tatapan menggodanya. Draco mengernyit memandang muka penyihir di hadapannya.

"Bukan, Kingsley memanggilku ke kantornya," jawab Draco dingin

"Oh sayang sekali. Berarti kau berhutang menyelesaikan ini padaku, Drakie. Aku menunggu disini," Pansy berbisik di telinga Draco.

"Lupakan, sebaiknya kau pulang," Draco mendengus, melepaskan rangkulan Pansy dan meninggalkan Pansy dengan muka masam.

Dalam perjalanan tugas terakhirnya, tiga hari yang lalu, Draco melakukan menurutnya sebuah kesalahan kecil dengan meninju seorang lelaki tua muggle sampai mukanya berlumur darah. Kesalahan kecil itu berhasil menggeretnya ke kantor Kingsley dan dimarahi selama makan siang disana, dilanjutkan dengan ceramah Harry di Markas Besar Auror sepanjang sore. Bersyukur saat itu Draco masih bisa menahan diri tidak melayangkan mantra kepada pencuri mabuk yang mencoba mengambil kantong emasnya pada malam itu. Jika tidak, mungkin ia bisa diskors karena telah merepotkan salah satu Obliviator dari Departemen Penyalahgunaan Barang-Barang Muggle.

Dan sekarang ia dipanggil kembali oleh Kingsley. Ia tidak bisa tenang, namun ia juga tak ingat ada kesalahan baru yang dilakukannya. Sekarang Draco mengkhawatirkan karirnya yang belum lama dirintis. Sebenarnya, sedikit tak dipercaya pewaris tunggal kekayaan Malfoy bekerja keras merintis profesinya dibawah perintah orang lain. Dengan emas Malfoy yang menggunung, seharusnya Draco tinggal duduk santai di kursi empuk berisi bulu Hippogriff – kursi impiannya – mengembangkan aset Malfoy sambil menunjuk dan memerintah bawahannya. Tapi berhubung status darah murninya tidak bisa terlalu dibanggakan lagi, ditambah label Anak Mantan Pelahap Maut, tak semudah itu Draco melakukan kerjasama dengan penyihir pebisnis lainnya. Berita baiknya, keluarga Malfoy masih disegani di kalangan penyihir. Karena dorongan keinginan sekaligus usaha memperbaiki nama keluarga, Draco melamar menjadi Auror, pekerjaan yang cukup dihormati di kementerian serta berguna untuk masyarakat dunia sihir.

Draco tak ingat kapan ia menuruni tangga, sehingga membuatnya sekarang berdiri di ruang keluarga di lantai pertama. "Javer!" terdengar bunyi tar keras, peri rumah berpelupuk tebal membungkuk rendah sampai ujung hidungnya menyentuh karpet lantai. Penampilannya cukup rapih, potongan kain beludru warna hijau menutupi tubuhnya. Tak ada lagi peri rumah memakai kain tipis yang kumel luar biasa. Sejak reformasi hukum pengawasan makhluk gaib oleh Hermione, kehidupan peri rumah menjadi lebih menyenangkan. Bahkan, penyihir yang terbukti melakukan kekerasan fisik pada peri rumah akan dijerat hukum.

"Javer disini Tuan," jawab Javer.

"Setelah Pansy pergi, bersihkan kamarku dan pastikan jangan ada orang lain masuk selama aku pergi," kata Draco.

"Baiklah, Javer mengerti." Draco mengangkat tangannya, mengisyaratkan Javer untuk pergi. Dengan bunyi tar keras sekali lagi, Javer ber-Disapparate dengan membungkuk rendah ke Draco terlebih dahulu.

Draco mengambil segenggam bubuk Floo dan melangkah ke dalam perapian. Ia melemparkan bubuk itu ke lantai sambil berseru "Atrium Kementerian Sihir!". Sedetik kemudian Draco menghilang ditelan api hijau besar. Sejak menjadi auror senior enam bulan yang lalu, Draco diizinkan memasang jaringan Floo menghubungkan langsung rumahnya ke kementerian. Sama halnya dengan pejabat kementerian senior lainnya.

Draco sedikit terjungkal saat mencapai salah satu perapian di atrium. Ada orang yang mendesak keluar pada perapian yang sama .

"Maaf Nak," kata pria gemuk setinggi bahu Draco, mengenakan jubah ungu tua dan topi bulat warna hitam. Draco membalikkan badan dan menyunggingkan senyuman "Bukan masalah, Sir," kata Draco dan keluar dari perapian sambil membersihkan debu pada mantelnya.

Sekelompok patung keemasan berukuran jauh lebih besar dari ukuran aslinya mendominasi atrium. Mereka berdiri di tengah kolam melingkar dengan air mancur mengelilingi. Yang paling tinggi merupakan patung sepasang penyihir pria dan wanita, mengacungkan tongkatnya masing-masing ke udara di salah satu tangan. Patung tersebut dikelilingi oleh patung centaur, goblin, dan peri rumah. Semua patung itu berpegangan tangan, dengan senyuman yang dipahat sempurna. Sekelompok patung itu mengisyaratkan reformasi besar-besaran pada hukum pengawasan makhluk gaib oleh Hermione.

Mantel panjang Draco berkecipak tiap kali ia berjalan bersama aliran pegawai kementerian yang luar biasa ramai. Ratusan penyihir wanita pria itu berjalan menuju serangkaian gerbang keemasan di ujung jauh atrium. Tak terhitung telah berapa penyihir wanita muda yang memberikan senyuman merayu ketika berpapasan dengan Draco. Ia tetap berjalan tegap mengabaikan seyuman itu. Draco hanya akan berusaha ramah jika pejabat kementerian yang tersenyum atau menyapa kepadanya.

Mendekati ujung atrium, gerombolan penyihir itu terpecah memasuki lift yang berderet panjang dengan kisi-kisi keemasan. Kisi-kisi dihadapannya terbuka, dan Draco masuk bersama tiga penyihir lainnya. Lift itu bergerak ke bawah. Seorang penyihir wanita membawa tas kerja kulit yang selalu merapihkan rambut ubannya tertawa tertahan ketika sedang berbicara dengan teman disampingnya yang juga wanita beruban. Sedangkan disudut lift, penyihir lelaki berbadan besar dari Divisi Pemeliharaan Peralatan Sihir – dikenali dari jubah biru lautnya, sesekali melontarkan tatapan mencemooh pada dua wanita beruban yang cekikikan. Sedangkan Draco tetap diam dengan paras angkuhnya.

Suara wanita tenang terdengar :

"Tingkat Tujuh, Departemen Permainan dan Olahraga Sihir, tergabung dengan Markas Besar Liga Quitddich Inggris dan Irlandia"

Kisi keemasan terbuka, dan dua orang memasuki lift. Tak ada yang berbicara, hanya terdengar kikikan dua penyihir wanita beruban. Kali ini, penyihir wanita yang barusan masuk melontarkan tatapan sinis ke sumber kikikan. Suara wanita tenang itu terdengar lagi :

"Tingkat Enam, Kantor Transportasi Sihir, tergabung dengan Kekuasaan Jaringan Floo, Pengendalian Peraturan Sapu, Kantor Portkey, dan Pusat Pengujian Apparassi". Semua orang meninggalkan lift pada lantai ini, kecuali Draco. Lift kembali bergerak ke bawah. Tak lama kemudian suara wanita mengumumkan :

"Tingkat Lima, Departemen Kerja-Sama Sihir Internasional, tergabung dengan Kantor Hukum Internasional dan Kantor Perdana Menteri Sihir". Draco meninggalkan lift, berjalan lurus dan membelok ke kanan di ujung koridor. Penyihir pirang itu mengetuk pintu yang didapati papan titanium persegi bertulisan emas : 'Mr. Kingsley Shacklebolt' dan dibawahnya terdapat tulisan perak : 'Perdana Menteri Sihir'

Setelah tiga kali ketukan, pintu terbuka walau tak tampak siapa yang membukanya. Terlihat Kingsley sedang mencoret dengan pena bulunya, seperti sedang menanda-tangani perkamen dihadapannya.

"Anda memanggil saya, ?" tanya Draco

"Oh tentu saja, kemari Draco," kata Kingsley, menghentikan kegiatan menulisnya, menunjuk dua kursi kosong didepan meja kerjanya.

Kantor Kingsley sedikit berbeda, dibandingkan dengan terakhir Draco kesini. Disudut ruangan terdapat biola di udara yang menggesek dirinya sendiri. Disampingnya juga terdapat sebuah piano yang telah disihir untuk menekan tutsnya sendiri. Alunan musik yang indah membawa kesan nyaman di kantor yang luas itu.

"Kau suka sihir karyaku Draco?" tanya Kingsley pada Draco yang sedang menatap pada dua instrumen musik itu.

"Itu brillian, Sir," kata Draco, merapatkan kursinya ke meja Kingsley.

"Aku mulai menyukai musik klasik semenjak menjadi pengawal perdana menteri di dunia muggle. Saat aku kembali ke sini, aku mulai merindukan musik itu. Jadi aku memutuskan membeli kedua alat musik itu, dengan uang muggleku gaji menjadi pengawal perdana menteri muggle, dan menyihirnya," kata Kingsley, menuangkan jus labu ke piala Draco yang kosong. Draco belum mengalihkan tatapannya.

"Ehem," Kingsley berdeham dibuat-buat, berhasil membuat Draco menatapnya. Kingsley tersenyum, "Baiklah Draco, kementerian punya masalah baru yang harus segera dibereskan. Aku memilihmu mengingat kau telah berpengalaman enam tahun bekerja sebagai auror, bahkan telah dilantik sebagai auror senior beberapa bulan yang lalu. Untuk tugas ini kau tidak sendiri Draco. Sisi menariknya, kau akan mendapat rekan kerja baru yang bukan berasal dari markas auror," kata Kingsley. Ia jeda sebentar, memberi kesempatan Draco untuk menimbali, namun tak ada, Kingsley kembali menjelaskan.

"Masalah ini sangat serius Draco, dapat mengganggu rahasia keberadaan dunia sihir pada kalangan muggle. Aku akan menjelaskan nanti tunggu sampai - Oh itu dia!" telah terdengar ketukan beberapa kali. Kingsley mengacungkan tongkatnya dan pintu terbuka sendiri. Draco kembali menatap instrumen yang bermain sendiri di sudut ruangan, yang tak terlalu jauh dari meja Kingsley. Draco tampaknya tak penasaran dengan tamu baru itu.

"Apakah aku terlambat Kingsley? Pekerja baru di departemen ku meledakkan kotak sampah di ruangan kerja. Jadi kekacauan dimana-mana dan yah begitulah," ucap wanita itu dengan napas terengah. Rambut cokelat bergelombang tebalnya di gelung ke atas, menampilkan leher jenjangnya. Ia memakai rok ungu muda selutut, kemeja krim, dan blazer coklat. Ia tampil cantik dengan tas tangan kulit warna hitam, serasi dengan sepatunya.

"Tentu tidak, mari duduk aku punya jus labu disini," kata Kingsley bersemangat mengeluarkan piala baru dari laci mejanya. Hermione tersenyum dan mendekati kursi kosong disamping lelaki berambut pirang platina yang tampak tak asing baginya.

"Malfoy," geram Hermione sambil menggertakkan gigi, melipat kedua tangan di dada, menatap tajam orang yang duduk disampingnya. Draco menoleh dan mengernyitkan mukanya, "Granger..." kedua mata yang dipicingkannya menatap jijik ke mata coklat Hermione.

Musik indah di ruangan itu tidak dapat menenangkan Hermione yang seperti sedang dibakar dari dalam. Setelah keributan ledakan di departemennya, membuat beberapa barang hancur ditambah lagi tak sedikit arsip yang ikut menjadi korban. Dan sekarang ia harus bertemu dengan musuh bebuyutannya, Draco Malfoy penyihir yang ingin dikuburnya hidup-hidup di Hutan Terlarang. Pilihan lain, Hermione sangat ingin mengasingkan Draco ke perkampungan raksasa di kaki gunung, jauh dari keberadaan manusia dan berharap mendapat kabar kematian lelaki itu keesokan harinya. Tak beda jauh dengan Draco yang senang hati meluncurkan kutukan tak termaafkan ke penyihir darah lumpur itu jika ia punya kesempatan, atau membakar rambut semak Hermione sampai ia menjerit-jerit mencari air – juga ide yang bagus untuknya.

Kingsley menghela napas, menaikkan nada bicaranya "Bisakah kalian menghentikan adu tatapan membunuh seperti itu? Kalian tidak berguna jika mati," kata Kingsley putus asa namun tak dihiraukan. "Merlin! Kalian harus bekerja sama mulai sekarang, kalian berdua adalah tim yang ditugaskan untuk menyelesaikan sebuah tugas penting!"

"Apa?!" teriak Hermione terkejut, piala penuh jus labu jatuh membasahi meja karena senggolan tangan Hermione. Kingsley dengan cepat mengayunkan tongkatnya, sehingga tumpahan jus itu tersedot ke tongkatnya.

Di samping Hermione, Draco menjatuhkan tongkat sihirnya dengan muka shock tak percaya. Tongkat itu menghantam karpet dekat kaki meja, dan menyemburkan bunga api, yang langsung membakar karpet bulu tebal itu.

"Aguamenti!" teriak Kingsley, dan air menyembur dari tongkatnya, mengguyur karpet itu, yang sekarang telah menghitam sebagian. Kingsley menghela napas dalam. Demi cat kuku Merlin, kedua penyihir itu akan menghabiskan stok kesabarannya.


To be continued...


Author's Note :

Terimakasih yang sudah membaca. Kepanjangankah? Sebelum publish udang dibaca ulang, namun jika masih ada typo silahkan beri tahu ya nanti saya edit kembali, kali aja ada yang kelewat . Ini fic pertama Harry Potter saya, jadi masih perlu saran dan penilaian lainnya. Mind to review? :D