Our Wedding

DM x HG

J.K ROWLING

OOC, GAJE DAN MASIH BANYAK YANG LAINNYA

A/N : Hai! Aku udah update. Pengennya update pas jam 00.00, tapi akunya nggak bisa*ehapaannih? -^... review yah :) :D please

Chapter five :

Pikirannya begitu kalut. Apa yang ia lakukan? Entahlah. Ia sendiri juga tidak mengerti. Yang Draco ingat hanyalah Pansy yang membopongnya pulang. Setelah itu? Tidak ada lagi. Yang membuatnya semakin bingung, Pansy yang bergelayut manja di lengannya Ketika kelopak matanya terbuka, pandangannya bertemu dengan pandangan berang milik istrinya. Dada Hermione naik turun. Dan matanya memejam. Saat Draco mencoba mengulang kejadian semalam. Hasilnya nihil. Hanya potongan-potongan kejadian yang dia ingat. Dan semakin ia memacu pikirannya semakin berat ia rasakan.

Dan di sinilah Draco. Berhadapan dengan Hermione. Di sebelahnya, Pansy tengah menundukkan kepalanya. Ia duduk di tempat tidurnya. Sementara, Hermione tengah mondar-mandir. jari jemari Hermione memijit pelipisnya.

Hermione menarik nafas dalam-dalam, lalu memandang jijik ke arah mereka berdua.

"Hermione" ucapnya begitu lirih pada Istrinya.

"Cukup Draco!" Hermione membuang mukanya menghadap dinding di sampingnya. Ia tak tahan lagi memandang mereka berdua. Semakin memandangnya, hatinya semakin sakit. Apa sangking marahnya kah Draco ia berbuat seperti itu? Harga dirinya sangatlah tinggi, ia aku itu. Begitu pula Draco. Seharusnya dia tahu dengan begini masalahnya tidak akan pernah selesai. Dan semestinya Hermione-lah yang meminta maaf. Dia salah. Dan itu benar. Draco memang pantas mendiamkannya beberapa hari. Dan Hermione terima itu. Tapi, dengan begini? Membuat Hermione semakin menyesali setiap perbuatannya. Ia telah menyianyakan semuanya. Harapannya semakin sirna. Hermione ikhlas jika Draco melupakan dirinya. Tapi, hal ini. Ia sama sekali tidak rela Draco melakukan perbuatan yang seharusnya ia tak lakukan dengan perempuan lain selain dirinya. Selain dirinya. Begitu bodohnya dirinya. Sangat idiot. Kekanak-kanakan.

Dengan bercucuran air mata, ia menyeret paksa kakinya keluar dari kamar.

Melihat Hermione keluar, Draco mencoba bangkit dari posisinya. Tapi, tangannya dicekal oleh Pansy. Matanya tidak menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak menyesali semuanya.

"Kau mau ke mana?" Tanyanya

"Kau!" Teriaknya. Dengan mudahnya, Draco melepaskan pegangan Pansy. Dengan tergesa-gesa Draco berjalan keluar kamar.

"Kau mau mengejar perempuan jalang itu, huh?"

Draco berhenti di tempat lalu membalikkan tubuhnya. Pansy berjalan mendekati Draco.

"Kau bilang apa? Jalang? Kau tidak tahu atau memang kau ini muka badak, Kalau kau perempuan jalang yang merusak rumah tangga orang! Dan beraninya kau mengatai Hermione jalang!"

"Ya! Apa ada yang salah? Dan setahuku aku bukanlah perempuan jalang" ucapnya dengan seringai di bibir ranumnya.

"Kau mau tahu, siapa jalang sebenarnya? Istrimu. Tentu saja! Dan asal kau tahu, aku bukanlah perusak rumah tangga orang. Istrimu telah merebutmu dariku" tambahnya

"Terserah. Aku tidak punya urusan denganmu"

Pansy kembali mencekal tangannya, "Kau masih punya urusan denganku"

Draco memutar matanya, "Apalagi?" Tanyanya malas.

"Kau harus bertanggung jawab" Draco mengangkat alisnya.

"Kau harus bertanggung jawab atas semua ini. Yang terjadi semalam"

"Aku rasa aku tak perlu bertanggung jawab atas semuanya"

"Tapi, kau telah merebut keperawananku!"

"Kuyakin ini bukan pertama kalinya bagimu, benar?"

"Dan akulah korban disini" tambah Draco.

Ya. Ini bukan pertama kalinya bagiku. Batinnya. Ia tak mungkin memberitahukannya. Jika ingin mendapatkan Draco, ia harus bermain kotor.

Maka, "Kau salah besar. Disini akulah korban. Aku ingin kau menikahi ku. Secepatnya" ia mengucapkannya dengan penekanan pada kata terakhir.

Tangan Draco mengepal keras. Tapi dengan meladeni Pansy, maka semakin banyak waktu yang terbuang. Ia keluar dari kamar menyusul Hermione.


" It could never be the way

I loved you.

Letting you go, is

Make me feel so cold yeeah~ "

~ Selena Gomez - The way I Loved You ~

Hermione berjalan menjauh dari kamar tidurnya. Setelah ia rasakan agak jauh, ia melangkahkan kakinya lebih lebar. Semakin lebar. Dan berlari. Ia menyusuri koridor Manor. Air matanya bercucuran tak henti. Dengan kasar, ia mengusap wajahnya.

Bodohnya kau, Hermione. Lirihnya dalam hati. Ia dapat melihat pintu kamar yang ini ia tempati. Lima langkah lagi ia akan sampai. Tapi, kakinya tak bisa diajak berkerja sama. Tiba-tiba kakinya lemas. Membuat Hermione terjatuh ke lantai yang dingin. Tak perlu repot-repot untuk bangkit dari posisinya. Ia tertidur di dinginnya lantai. Kakinya ia lipat sehingga tangannya memeluk kakinya (?) Dengan begini ia dapat menangisi dirinya begitu bodoh dan idiot. Air matanya membanjiri pipinya. Cukup lama ia dalam keadaan begitu.

Tap, tap, tap. Suara derap Langkah kaki. Yang mustahil kedengaran. Tapi dengan posisi seperti ini?

Hermione dapat melihat kaki Draco yang tidak memakai alas apapun. Ia mendongakkan kepalanya menatap Draco.

Draco dapat melihat wajah Hermione yang letih. Matanya yang sembab dan kesedihan yang sangat dalam. Draco tertarik untuk mendekati wajah Hermione. Perlahan-lahan ia membantu badan Hermione untuk bangkit. Ia menyandarkan Hermione ke tembok terdekat. Ia mencoba untuk memegang wajah Hermione, tapi dengan cepat Hermione menepisnya.

"Hei, kau kenapa?" Tanyanya begitu lembut.

Mata Hermione memicing menatap Draco, "Kau yang kenapa?" Tanyanya ketus.

Hermione berusaha untuk berdiri. Tapi kakinya terasa lemas. Dan beginilah Hermione. Tetap dalam posisi duduk menyandar.

Agak lama mereka seperti itu. Memikirkan bagaiamana selanjutnya. Draco sendiri bingung. Mengapa ia menanyakan 'kau kenapa?' Dan sudah jelas Draco-lah yang salah dengan semua ini. Ia terlalu over-thinking terhadap Hermione. Membuat emosinya meyelubungi dirinya. Menampar Hermione adalah hal terbodoh yang ia lakukan. Ia tidak tega melihat Hermione seperti ini. Mereka saling menyalahkan diri masing-masing.

Mulut Draco terbuka lalu terkatup kembali. Draco tengah berperang dengan pikirannya. Cukup lama, hingga ia membuka kembali mulutnya, "Maaf" ucapnya lirih. Begitu sulit ia mengucapkannya. Lidah Draco keluh dibuatnya.

"Maaf. Maaf untuk semua perbuatanku padamu. Maaf telah menampar mu. Maaf atas kegilaanku pagi ini. Aku tidak pernah bermaksud untuk membuatmu terluka dan bersedih seperti ini. Aku minta maaf, Mione. Aku mohon berhentilah terisak seperti ini. Aku janji tidak akan membuatmu kecewa lagi" ucapnya seraya memeluk Hermione. Kata yang ia ucapkan begitu mudah keluar mudah dari mulutnya. Tangannya mengusap punggung Hermione.

Hermione tidak percaya Draco mengucapkan kata yang ia tunggu selama ini. Jika, Draco mengucapkannya dari kemarin-kemarin. Maka saat itu juga Hermione akan memaafkannya. Tapi saat ini? Hatinya begitu sakit dibuatnya. Hermione tidak bisa langsung memberikan kepercayaannya pada Draco. Kembali.

Hermione menarik tubuhnya menjauh dari Draco. Tangan Draco mengusap wajahnya dengan lembut. Tatapan matanya berubah. Tatapan mata yang ia rindukan selama ini. Yang telah lama menghilang. Sekarang telah muncul kembali. Tatapan sayang yang sering Draco berikan padanya. Sebelum kecelakaan Draco.

Hermione berusaha keras untuk tidak mengingatnya kembali. Hatinya makin meringis. Ia menatap Draco dengan tatapan kosong, "Kau bodoh, Draco!" Ucapnya begitu pelan.

Tak pelak lagi. Draco tahu Hermione akan berkata seperti itu. Dan Draco pantas untuk menerimanya, "Maaf, Hermione" balas Draco lirih.

"Maaf. Maaf. Hanya itu yang kau lakukan. Kau tidak mengerti perasaanku? Aku tidak perduli dengan tamparan mu itu! Kau mau menamparku beribu kali pun. Aku tidak perduli. Tapi, bisakah kau mengerti perasaan ku bagaimana? Kau boleh marah padaku. Kau boleh memukul ku. Tapi, jangan melakukan hal seperti 'itu' di depan ku. Saat ada istrimu" ucapnya terisak-isak.

"Apa yang akan kau lakukan dengan Pansy?" Tanya Hermione belum bisa berhenti dari isakannya.

Draco hanya bisa menggeleng pelan sebagai jawaban Hermione.

"Kau tidak tahu? Kau tidak tahu karena kau tidak mengerti perasaan Perempuan, Draco!" Ujar Hermione dengan meninggikan suaranya.

"Apa yang harus ku lakukan, Mione?" Tanya Draco.

Keheningan menyelimuti mereka berdua. Hermione ingin menjawabnya. Tapi apakah pilhannya tepat? Hermione tahu jika pilihan ini sangat menyakitkan untuknya. Tapi, ia tidak boleh egois.

"Kau harus menikahinya, Draco!"

Bukan hanya Draco yang tercengang dengan perkataanya barusan. Dirinya sendiri juga kaget. Pilihan ini telah ia kubur dalam-dalam di hatinya. Pasti ada cara lain untuk mengatasi semuanya. Tapi, mengapa pilihan itu keluar dari mulutnya?

"Tidak mungkin, Mione!" sergah Draco.

"Terserah kau ingin melakukan apa, Draco. Yang jelas kau harus bertanggung jawab. Jika ibu Tahu semua ini? Matilah kau, Draco! Dan beruntungnya dirimu, ibu dan ayah tak di rumah" Hermione mulai berhenti dari isakannya.

Ia bangkit dari duduknya dengan paksa. Saat berdiri, Hermione bergumam "Bodohnya kau, Draco!"

Hermione masuk ke dalam kamar tamu lalu menguncinya.


Draco telah mencoba beberapa kali mengetok Pintu kamar. Beberapa kali memanggil nama Hermione. Tapi, Hermione benar-benar mengacuhkannya. Ia menyandarkan punggungnya di pintu kayu itu. Semakin merosot, membuatnya terduduk lemah. Berapa lama Draco terduduk di sana? Entahlah.

Draco berjalan lunglai menuju kamarnya. Memikirkan setiap perkataan Hermione. Setan apa yang merasukinya hingga membuatnya melakukan hal sebejat itu? Kau sangat idiot, Draco! Umpatnya dalam hati.

Ia mendorong perlahan-lahan pintu kamarnya. Dalam hati, ia berdoa agar Pansy tak ada di sana. Dan doanya terkabul. Pansy telah pergi meninggalkan kekacuan dalam kamarnya.

Sekarang, apa yang harus dilakukannya? Menikahinya? Tidak mungkin. Hal mustahil yang akan ia lakukan. Tapi demi Hermione? Jika Hermione merasa ini yang terbaik. Dan Hermione pasti telah memikirkannya baik-baik. Tapi Draco tidak bisa membayangkannya. Ia menikah untuk kedua kalinya. Saat pernikahan mereka baru satu minggu. Oh God!. Help me to get out of this situation!


~And i've been trying

To make believe it doesn't hurt.

But, that makes it worse, yeaah

See i'm wreck inside, my tounge is tied

And my whole body feels so weak.

The Future maybe all i really need~

Hermione bingung dengan dirinya sendiri. Mencoba tegar tapi terasa perih di hatinya. Mencoba untuk tidak egois. Merelakan Draco. Tapi sulit rasanya. Mengingat kejadian tadi pagi membuatnya gelisah. Gelisah yang berubah menjadi amarah. Ia marah dengan dirinya sendiri. Ia marah terhadapa Aprhodite. Ia marah semua orang yang merahasiakan keadaan Draco padanya. Jika, Hermione tahu dari awal. Maka, Hermione dengan segala cara akan menyembuhkan Draco. Apapun itu. Tapi sekarang? Sangat mustahil.

Berjam-jam Hermione menghabisi waktunya dengan menangisi betapa malangnya nasib dirinya. Kegiatannya di interupsi oleh ketukan pintu. Draco? Tidak mungkin.

~Adrianaa


Balasan Review :

DraconisSun : hai :D, pastinya.. :D Hermione sakit hati bangeet B-)

Dipsy : hai :D hehe iya. Tapi kayaknya Chapter ini pendek yah?

Guest /? : hai :D hehe iya. Kayak gini, celemek (?) Haha itu karena aku nggak tau tulisannya itu benar atau apa. Atau katanya itu ada di KBBI. Soalnya bahasa indonesiaku itu poor banget. Jadi maklumilah Klo ada katanya itu melulu :D

Adellia Malfoy : hai :D. Disni aku ngga ambil Astoria-soalnya udah di fic aku sebelumnya- iya makasih atas supportnya :D

Hana37 : hai :D. Busyet kenapa? Hehe iya :D

Audreyaurelia : hai :D hehe iya. Aku udah update.

97 : hai :D penasaran? Maaf ya klo penasaran :)

Finally, i'd like to say thank you very much for you guys. Your review was important for me as an encouragement :D Love you Guys!