Minna, aku kembali ke peraduan /lain ding.

Maaf kalo lama update (padahal ni fict ga ada yang notis kecuali Yuna), tapi aku senang menulis –atau tepatnya ngetik- ni fanfict. Karena disamping melatih imajinasi juga bisa melatih gaya bahasa saya (sopan banget mbak).

Semakin hari ceritanya makin nglantur nih, terus kapan Akashi menyatakan cintanyaaaa? /dibuang.

Oke, langsung saja yaaa!

.

.

.

Kuroko no Basuke

Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi

Warnings: typo(s), OOC, OC, I don't advantage by this fanfiction.

.

.

.

Happy Reading!

Dalam keheningan di ruang seni, aku menggoreskan kuas dengan warna merah gelap ke kanvas putih yang kini penuh dengan coretan indah yang kubuat. Sambil mendengarkan lagu milik Utada Hikaru yang berjudul This One Crying Like A Child, aku menghayati lukisanku di setiap goresannya. Warna merah yang kugunakan saat ini mengingatkanku dengan Akashi-kun dan tiap aku mengingatnya, jantungku terasa tak mau berhenti untuk berdebar. Bahkan aku merasakan sesuatu yang lain saat aku membayangkan wajahnya dan segala ekspresinya. Tersenyum, diam, serius, marah, khawatir, dan lainnya. Semua itu sudah terekam dalam setiap ujung saraf otakku. Bahkan selalu kuulang rekaman ingatanku dengannya di saat aku sedang senggang. Bahkan setiap malam aku sering berkirim e-mail dengannya sampai aku tertidur dan dia mengirim pesan selamat tidur untukku.

Perasaan apa ini sebenarnya?

Hatiku selalu perih ketika aku memikirkan dirinya yang selalu muncul dalam pikiranku dan dadaku sesak ketika memikirkan bagaimana perasaanku ini padanya. Sejak pertama kali kami bertemu, perasaan yang tak kuketahui ini terus tumbuh. Kutatap lukisan mawar merah yang tengah kukerjakan ini. Tanganku terhenti dan kutarik mendekatiku.

Apa yang kupikirkan?

Kenapa?

Kenapa ketika aku melihat lukisanku sendiri aku malah memikirkan dia?

Lagu pun berganti menjadi Flavor of Life. Dan pada lirik pertama dinyanyikan, aku mulai mengerti sedikit. Mungkinkah aku menyukainya? Tapi menyukainya di sisi mana?

"Akashi-kun.."gumamku.

Palet warna dan kuasku terjatuh begitu saja bersamaan denganku yang meremas kuat seragamku tepat di dadaku. Sakit. Dadaku sakit. Nafasku tercekat. Perlahan aku menekuk lututku hingga aku berjongkok di bawah kanvas berwarnakan merah mawar.

Aku menutup mulutku seraya menahan tangisku. Dan perlahan air mataku menutupi penglihatanku hingga akhirnya bulirnya pun jatuh ke pipiku. Aku terisak pelan saat perasaan ini merasuk ke dalam hatiku dan menyayatnya hingga aku menangis.

Akashi-kun...Akashi-kun...aku...

"...aku suka...Akashi-kun,"gumamku.

.

.

.

.

Sore hari makin gelap, terlihat jam dinding di ruang OSIS menunjukkan angka enam kurang lima belas menit. Pemuda bersurai merah dengan mata heterokrom ini pun merapikan sejumlah berkas yang baru saja ia dapatkan dari bawahannya. Setelahnya ia meraih tas sekolahnya dan keluar ruangan yang sebelumnya ia mengunci pintu ruangan itu dahulu. Ia berjalan menyusuri koridor sekolah sambil sesekali mengintip ke ruangan klub untuk memastikan agar tidak ada seorang pun yang ada di dalamnya. Namun, ketika ia mengintip ruang kesenian matanya terbelalak saat ia menemukan sebuah sosok yang sangat ia kenal. Dan dengan sigap ia langsung masuk ke dalam ruangan tersebut dan menghampiri sosok tersebut.

"Oi! Kamu kenapa belum pulang?"serunya sambil menyalakan lampu ruangan.

Sosok itu adalah seorang gadis berambut merah dengan ujung yang bergelombang sedang berjongkok dengan wajah yang menempel dengan lututnya. Siapa lagi kalau sosok yang dimaksud adalah Yuna.

"Yuna. Oi! Kamu kenapa begini?"tanya Akashi sambil mengguncang pelan tubuh gadis itu.

Akashi juga melirik ke sebuah palet cat dan kuas yang tergeletak di atas lantai dalam keadaan berantakan dan penuh dengan warna-warna gelap. Ia menyipitkan matanya, pasti ada apa-apa pada diri Yuna, pikirnya.

"Oi, Yuna. Bangunlah. Ini sudah mau malam dan kamu belum pulang. Ibumu bisa khawatir padamu kalau pulang terlalu malam,"ujar Akashi berusaha menarik tubuh Yuna agar bangkit dari jongkoknya.

Sampai pada akhirnya, Yuna mulai mengangkat kepalanya dan memperlihatkan wajahnya. Saat Akashi melihat wajahnya, matanya terbelalak lebar. "Yuna, kamu habis menangis ya?"tanyanya khawatir.

Yuna menatap lemah pada Akashi. Penglihatannya yang kabur perlahan berubah menjadi lebih jelas. Yuna yang akhirnya sadar pun reflek menjauhkan dirinya dari Akashi karena kaget.

"Huwa!"

"O-oi! Kamu kenapa sih? Sampai kaget begitu?"

"Ha? Eh?"

"Aku tanya kenapa kamu kaget? Dan kenapa kamu masih disini? Ini sudah mau malam tahu!"ujar Akashi kesal.

Yuna yang masih kebingungan pun melirik ke arah jam tangannya dan setelahnya ia pun menjerit keras. "Heeee?! Sudah mau jam 6?".

"Kamu ini udah nangis pasti ngga nyadar ya?"

"Heh? Aku? Kapan?"tanya Yuna balik.

"Mana kutahuuu! Kan kamu yang nangis!"

"Masa'? Aku tidak merasa kalau aku habis menangis tuh,"jawab Yuna polos. Tapi tetap saja ketahuan karena matanya bengkak dan memerah.

"Kamu ini...otakmu korslet sebelah ya?"ledek Akashi kesal.

"He? Maksudmu?"

Akashi menyentuh wajah Yuna dan mengusap pipinya yang ada bekas air mata Yuna. Saat pipinya terusap, Yuna baru sadar kalau ia memang habis menangis tadi. Dengan reflek ia menepis tangan Akashi dari wajahnya. Merasa malu karena ketahuan menangis, Yuna berdiri dari jongkoknya dan segera merapikan peralatan lukis dan kanvasnya.

"Yuna, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dariku?"tanya Akashi mengintimidasi.

"Ti-tidak ada, kok. Aku menangis karena terlalu menghayati lukisanku kok. Beneran,"ujar Yuna dengan nada agak bergetar.

Dengan tergesa-gesa Yuna membereskan peralatan lukisnya yang jatuh dan menyebarkan warnanya diatas ubin putih. Ia pun segera mengambil peralatan kebersihan seperti pel dan ember yang sudah terisi dengan air pembersih lantai, lalu membersihkan sisa-sisa warna cat lukisnya. Sambil menunggu, Akashi menatap Yuna dari jarak beberapa meter dari tempat Yuna sekarang berdiri. Mata heterokromnya mengintimidasi adanya ketidakwajaran di wajah Yuna yang sembab.

Rasa penasaran itu menghantui diri Akashi, ia ingin menanyakan banyak hal pada Yuna. Namun, melihat kondisi gadis itu sekarang ia tak mungkin menanyakan semua hal yang tentunya tak ingin gadis itu jawab. Akhirnya, Yuna pun selesai mengerjakan tugas bersih-bersihnya dan mengambil tasnya.

Namun, gerakan Yuna terhenti saat menyadari bahwa selama ia membersihkan sisa-sisa cat ia selalu diperhatikan oleh pemuda surai merah tersebut. Ia pun menoleh pada Akashi dan menatapnya dengan tatapan bingung. "Akashi-kun, kenapa? Apa ada yang aneh pada diriku?"tanya Yuna.

"Justru pertanyaan itu berbalik padamu,"sahut Akashi.

"?"

"Kamu kenapa menangis?"tanya Akashi dengan nada serius.

Ketegangan langsung datang dan membuat bulu kuduk Yuna berdiri. Yuna gelisah karena tak tahu harus menjawab apa. Ia pun malu mengatakan bahwa beberapa jam sebelumnya ia sempat memikirkan Akashi hingga membuatnya menangis sambil mendengarkan lagunya hingga habis. Entah kenapa mulut Yuna seperti terkunci rapat. Kata-kata yang ingin ia keluarkan seolah menolak untuk keluar. Oleh karena itu, Yuna hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa menjawab pertanyaan Akashi.

Kesal karena pertanyaannya tak di jawab, Akashi pun mendekatkan diri beberapa langkah. Kemudian, ia mengangkat dagu Yuna dan memaksanya untuk menatapnya. Kedua mata Yuna terbelalak takut menatap kedua mata heterokrom Akashi yang tajam seperti singa yang tengah mengawasi mangsanya.

"Jawab, Yuna,"ucap Akashi.

Meski begitu, Yuna tetap tak bisa membuka mulutnya untuk berbicara. Lidahnya kelu untuk mengucapkan sepatah kata saja dan ia terlalu gugup jika ia sedekat ini dengan Akashi. Wajahnya pun kian lama kian memerah, ia mencoba untuk mengalihkan pandangannya agar ronanya tidak terlihat. Namun, tangan Akashi lebih kuat untuk menahan wajahnya agar tidak mudah berpaling darinya.

Jantung berdetak semakin kencang seiring detik-detik berlalu. Ia masih belum mengucapkan sepatah kata pun dan Akashi masih menunggu jawaban dari Yuna.

"Yuna, jangan acuhkan aku. Jawab pertanyaanku atau kupaksa kamu menjawabnya,"ucap Akashi makin mengintimidasi.

Yuna mengernyitkan alisnya dan ronanya sudah menyebar ke seluruh wajahnya. Ia yakin panas tubuhnya sudah terasa di tangan Akashi yang bertengger di dagunya.

'Bagaimana ini? Apa aku harus mengatakan sejujurnya kalau aku menyukainya? Tapi kalau aku ditolak bagaimana?'batin Yuna dalam hati.

Keheningan menyelimuti keduanya dengan Akashi masih menatap Yuna dengan intens dan Yuna yang menundukkan kepalanya. Hingga akhirnya dengan sedikit keberanian, Yuna mengangkat tangannya dengan gemetar dan perlahan meraih tangan Akashi yang memegang dagunya dan melepaskannya dari wajahnya.

Akashi terbelalak saat tangan Yuna menggenggam tangan kanannya dengan kedua tangannya dan hangat menyelimuti tangannya yang dingin. Ia bisa merasakan bahwa tangan Yuna gemetar karena ketakutan.

"Yuna..."

"Akashi-kun, maafkan aku sebelumnya. Tapi, inilah yang akan kukatakan padamu, bahwa..."

Yuna menggantungkan kalimatnya untuk mengambil jeda menarik nafas panjang. Akashi pun dibuat tegang olehnya sekarang. Jantungnya pun terasa berhenti sesaat.

"...aku menyukaimu,"lanjut Yuna pada akhirnya sambil menampakkan senyumnya.

Mata Akashi terbelalak mendengar pernyataan Yuna. Tidak, ini melebihi dugaannya. Dan ini tidak mungkin kalau Yuna...,pikir Akashi.

"Yuna.."

"Maafkan aku kalau selama ini memendam perasaanku padamu. Tapi perasaan ini sudah muncul saat kita pernah ke pameran lukisan tempat aku mengikuti lomba. Kamu yang sudah menolongku, melindungiku, bahkan membelaku dari para fansmu...aku benar-benar berterima kasih padamu. Jadi..."

Yuna mengangkat wajahnya dan menatap Akashi dengan tatapan sedih namun tetap tersenyum. "...maaf kalau aku menyukaimu,"lanjutnya.

Kali ini giliran Akashi yang kelu lidahnya. Wajahnya pun jadi merah seketika saat mendengar pernyataan Yuna. Tangan kirinya pun terkepal kuat. Perasaan yang meluap dalam dadanya pun tak dapat ia bendung lagi. Ia harus mengeluarkannya sekarang!

"Yuna, kau curang.."bisik Akashi nyaris tak terdengar.

"Eh?"

"...curang..."

Tiba-tiba Akashi menarik tangan kanannya yang masih dalam genggaman kedua tangan Yuna dan sekaligus menarik Yuna dalam pelukannya. Kedua lengan Akashi mendekap tubuh Yuna erat. Yuna langsung kaku ketika ia sudah berada dalam pelukan pemuda surai merah di hadapannya. Wajahnya pun juga ikut memerah dan jantungnya langsung berpacu cepat.

"A-Akashi-ku-.."

"Curang sekali kamu. Harusnya itu kata-kataku dari awal!"gumam Akashi lirih disamping telinga Yuna.

"Maksud?"

"Aku..."

Akashi melonggarkan pelukannya dan menatap Yuna yang masih berada dalam dekapannya. Yuna mengadahkan kepalanya dan menatap Akashi yang akan melanjutkan kata-katanya.

"...aku pun juga menyukaimu, Yuna Seijuurou,"ucap Akashi dengan lirih dan mata berkaca-kaca. Ternyata ia sudah duluan mengeluarkan air matanya.

Merasa senang karena perasaannya di terima, Yuna merangkul bahu Akashi dan mengalungkan kedua lengannya di leher Akashi. Mereka berpelukan erat dan saling menangis untuk satu sama lain.

"...hiks...terima kasih, Akashi. Terima kasih!"gumam Yuna terisak dalam pelukan Akashi.

Akashi pun membalas pelukannya dengan mendekapnya dengan lebih erat.

Pada malam itu keduanya menangis penuh kebahagiaan dalam pelukan sayang mereka. Semua emosi dan perasaan yang dulu telah lama terpendam sudah dilepaskan malam itu juga.

"Aku menyukaimu dan aku tak akan melepasmu. Kau perlu tahu, aku ini pencemburu berat, Yuna,"bisik Akashi disamping telinga kanan Yuna.

"Un...aku tahu itu dari Reo-senpai kok, Akashi-kun,"jawab Yuna.

"Eh?"

Akashi melonggarkan pelukannya dan menatap Yuna penuh tanya. "Reo? Apa yang dia bilang padamu?"tanya Akashi.

"Dia menceritakan padaku bagaimana sifatmu kalau sudah kasmaran. Soalnya Reo-senpai sering memperhatikanmu yang kadang gelisah karena memikirkanku. Makanya dia bilang kalau kamu pencemburu kalau-kalau aku terlihat dekat dengan laki-laki lain,"ujar Yuna sambil tersenyum.

"Senpai satu itu...!"geram Akashi.

"Eh? Kenapa memangnya?"

Akashi menatap Yuna yang memandangnya dengan penuh tanda tanya. Kemudian ia menyeringai dan menyentuh dagu Yuna dengan ibu jari dan telunjuknya. "Memang benar kalau aku pencemburu dan karena kamu sudah mengetahuinya kamu bisa mendapatkan hadiah dariku,"ucap Akashi seduktif tanpa peduli Yuna masih menatapnya dengan tatapan polos.

"Apa?"tanya Yuna.

"Ini.."

Akashi memperpendek jarak wajah mereka dan akhirnya...Chu!

Mata Yuna terbelalak ketika Akashi mencium bibirnya. Beberapa saat bibir Akashi tak bergerak dari bibirnya, namun kemudian Akashi melepaskan ciuman singkatnya dan kembali menatap Yuna. "Bagaimana, hm?"tanya Akashi dengan senyum kemenangan.

Wajah Yuna langsung kaku seketika. Lalu ia menyentuhkan jarinya ke bibirnya yang baru saja dicium oleh Akashi. Akashi menyengir lebar melihat reaksi Yuna yang amat kaku namun lucu itu. Dan dalam beberapa menit kemudian wajah Yuna merona seperti kepiting rebus.

"Yuna?"

"I-i-itu ci-ci-ci..."ucap Yuna putus-putus.

"Ciuman pertamamu?"lanjut Akashi menebak apa yang ingin dikatakan Yuna.

Yuna mengangguk kaku. Tiba-tiba saja Akashi langsung tertawa keras saat Yuna menganggukkan kepalanya dengan kaku. Kelihatannya Yuna benar-benar polos hingga mendapat ciuman pertama saja reaksinya sangatlah lucu dan aneh.

"Ke-kenapa kamu tertawa?"

"Hahaha! Kamu lucu sekali! Reaksimu super sekali!"

Akashi jadi ooc sekarang. Dan Yuna langsung menimpukinya dengan pukulan-pukulan kecil pada bahu Akashi. "Jahat! Jahat! Jahaat! Kamu merebut ciuman pertamaku! Dan kamu juga menertawakan aku! Jahaaaat!"seru Yuna terus memukul Akashi yang masih tertawa.

Lalu kedua tangan Yuna ditahan oleh Akashi dan untuk kedua kalinya ia mencium Yuna di bibirnya. "Kamu manis kalau sudah merona. Maka dari itu jangan pancing aku untuk menciummu loh ya,"seringai Akashi di samping telinga Yuna.

Dengan wajah merona, Yuna mendengus kesal dan memalingkan wajahnya. "Nah, kalau sudah begini mau tidak mau kamu harus jadian denganku, oke?"ujar Akashi.

"Eh? Memangnya harus begitu?"tanya Yuna tak percaya.

"Tentu saja. Dan kamu tak boleh menolaknya, Sei,"jawab Akashi memanggil nama kecil Yuna.

"Curang! Bahkan kamu memanggilku dengan nama kecilku yang sama denganmu!"seru Yuna kembali memukul-mukul Akashi dengan wajah merona.

Acara kemesraan dua Seijuurou pun berlangsung semalaman. Akhirnya keduanya memutuskan untuk menginap di rumah Akashi lagi seperti kejadian waktu mereka pertama kali bertemu.

Cinta memang tak datang sendiri, tapi cinta yang harus dijemput

.

.

.

The end~

.

.

.

Terima kasih bagi para reviewer yang sudah menyumbangnkan saran dan dukungannya. Pada akhirnya aku pun selesai mengetik fanfict untuk Yuna Seijuurou. Oh ya, aku juga akan membuat cerita versi lain Same Name Same Love yang dimana kali ini aku...ehem, tepatnya OC-ku yang bernama Shirou Tetsuya (ini cewek loh) akan menjadi pasangannya Kuroko Tetsuya! Yeay! Ditunggu debutnya ya! XD