Summary:

Telah ku rasakan pahitnya ku relakan cinta ku untuk yang lain. Telah ku bagi apa yang seharusnya tak ku berikan. Berusaha ikhlas, meskipun terus membohongi perasaan ku sendiri. Mencoba merelakan apa yang telah hilang, mencoba untuk bersabar menghadapi semuanya. Langit pun bahkan tahu sakitnya aku.

.

.

.

Cinta Yang Lain

Pairing : Sasunaru, Slight SasuNaruko, ItaNaru.

Rating : T

Genre: Romance/ angst

Warning : BOYS LOVE, Straight, AU, GAJE ABAL,Typo(s), ALUR KECEPETAN.

Masashi Kishimoto©

.

.

.

'Dari awal seharusnya aku tahu, hanya dia yang kau cintai.. hanya dia yang kau butuhkan. Namun, bisakah kau juga cintai aku? meskipun itu hanya ¼ nya saja cinta mu untuknya. Bolehkah aku berharap? Sekali saja'

.

.

.

Naruto's POV

Kau lihat dua insan yang sedang memadu kasih di taman itu? Mereka adalah suami ku dan saudari kembar ku, Naruko. Kami berdua kembar, dan kami berdua adalah istri dari pria tampan bernama Uchiha Sasuke, putra bungsu mendiang Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Sungguh aneh bukan? Mana ada seorang pria tampan seperti Sasuke mau menikahi aku yang notabene seorang pemuda ini? Mungkin itu terdengar hanya sebatas lelucon saja. Tapi itulah kenyataannya.

Aku adalah istri pertama, karena aku adalah kakak kembar Naruko. Dan Naruko? Gadis itu mendapati posisi istri kedua dalam status pernikahan kami. Sejak kecil, fisik Naruko memang lemah, dan karena itulah ayah ku meminta Sasuke untuk menikahi ku juga,berjaga-jaga jika suatu saat nanti, tuhan mengambil nyawa Naruko. Ironis bukan?

Aku mengenal Sasuke waktu aku masih duduk di kelas 1 SMP asrama putra dan Sasuke yang sudah kelas 3 SMA asrama putra. Kami bersahabat, karena letak gedung sekolah kami yang sama, dan lagi aku menyukainya, tapi takdir berkata lain, Sasuke lebih menyukai adik kembar ku dibandingkan diri ku. Aku mengerti, Naruko perempuan, sedangkan aku seorang laki-laki. Tapi suatu keberuntungan mungkin berpihak pada ku. Saat melamar Naruko, ayah ku sempat tidak menerima lamaran itu. Namun, aku bersikeukeuh meminta ayah untuk menyetujui pernikahan mereka. Dengan syarat yang ayah ajukan untuknya, Sasuke juga harus menikah dengan ku.

Apa kalian berpikir aku bahagia? Tentu saja, tapi juga terluka dalam waktu yang bersamaan. Begitu menikah, Sasuke tidak pernah menganggap ku sebagai istrinya di rumah besar kami. Ia hanya mengakui Naruko sebagai istrinya, saat acara pertemuan dengan rekan-rekannya, Naruko juga lah yang akan ia perkenalkan pada teman-temannya. Sempat suatu hari, kak Itachi meminta Sasuke untuk memperkenalkan aku dengan rekan-rekannya. Tapi, Sasuke mengunci ku di dalam kamar seharian penuh, hingga akhirnya kak Itachi yang membantu ku keluar dari kamar itu dan mengajak ku ke pesta.

5 tahun lamanya kami menikah, namun belum juga dikarunia seorang anak. Sasuke tak pernah menyentuh ku, maksud ku, bahkan bersentuhan tangan dengan ku saja dia tidak sudi, apalagi melaksanakan hubungan kau tahu maksud ku, kan? sedangkan, kata dokter, Naruko tidak bisa mempunyai anak karena fisiknya yang terbilang lemah. Aku iri juga miris melihat Naruko.

Dua telapak tangan menutupi kedua mata ku, hingga pandangan ku mulai gelap. Aku tersentak kaget, karena tiba-tiba saja tak ada seberkas cahaya pun yang ku lihat. "kak, aku tahu itu kakak, lepaskan, ne" pinta ku. Kemudian aku melihat cahaya menerpa wajah ku. Seorang pria tampan ber-jas hitam tersenyum manis ke arah ku. Itulah kakak ipar ku, Kak Itachi namanya. Usianya sudah 32 tahun, namun masih belum menikah. Ia bilang, mungkin kalau aku bukan istri adiknya, dia pasti akan menikahi aku.

dia memang terlihat angkuh, tapi asal tahu saja, Kak Itachi sangat ramah dan baik hati, seperti mendiang ibu mertua ku yang meninggal 2 tahun yang lalu. " To, Naruto.."

aku tersadar dari lamunan sesaat ku. Mata ku memang selalu memandang sendu ke arah Sasuke dan Naruko yang sedang bersenda gurau tak jauh dari ku. Aku iri? Bolehkah aku jujur? Iya, aku sangat iri. Tapi, kalau saja itu bisa membuat Naruko tersenyum dan bisa hidup lebih lama di dunia, itu tak masalah untuk ku. "huft" ku dengar kak Itachi menghela nafas pendek.

"aku lapar, dan kau harus menemani ku" tiba-tiba saja ia membawa ku ke dalam pelukannya. Kak Itachi berdiri dan segera menggendong tubuh ku, ala. Bridal Style. Sontak aku tertawa renyah merasakan perlakuan kak Itachi, mungkin dia hanya mencoba menghibur ku.

End Of Naruto's POV

.

.

.

.

Normal POV

Seorang wanita berkacamata hitam memandang sinis ke arah suami-istri yang sedang bersenda gurau di bawah pohon Sakura yang sedang berguguran. Wanita bersurai senada bunga di musim semi itu pun mengepalkan tangannya kuat, tak peduli meskipun kepalanya penuh dengan kelopak bunga sakura yang menghiasi kepalanya seperti membentuk sebuah mahkota bunga.

"Sakura" datang seorang pria bersurai merah maroon mendekati wanita bernama lengkap Haruno Sakura itu. "ada apa?" wanita itu menoleh dan membuka kacamata hitamnya, hingga Nampak iris emerald miliknya yang terlihat begitu indah di mata laki-laki di depannya itu. "kau masih memikirkannya?" Tanya pria bernama Akasuna Sasori itu.

"ya, tentu saja. Wanita pirang itu harus segera ku singkirkan" Sakura menatap geram ke arah Naruko yang sedang dipeluk oleh Sasuke, mantan kekasihnya. "Mereka memang saling mencintai" gumam Sasori, dengan wajah sendu. Sakura menatap Sasori, keduanya saling bertatapan. "kau menyukai wanita itu?" Sakura bertanya dengan nada penuh selidik. Sasori tertawa pelan, "ketahuan, ya" sahut Sasori, seolah mengatakan 'ya'.

"kita memang harus saling membantu" sahut Sakura, tersenyum licik.

.

.

.

.

"ku traktir kau pie apel" ujar Itachi, masih menggendong Naruto dengan gaya sepasang pengantin. Hanya Itachi sajalah yang menggendongnya seperti itu. Bahkan, Sasuke saja belum pernah memperlakukannya selembut Itachi. ingin rasanya Naruto menceraikan saja suaminya itu, atau mungkin memutuskan untuk berselingkuh dengan Itachi, namun Naruto terlalu takut untuk melakukan kedua hal tersebut. ia takut membuat kecewa kedua orang tuanya, terlebih sang bunda yang sudah lama meninggal ketika melahirkan ia dan kembarannya, Naruko.

"iyaakkk, aku tidak suka pie" Naruto memasang tampang jijik. Itachi terkekeh pelan, "so, mau apa, my queen?" Tanya Itachi, dengan gesture seorang pelayan pribadi. "ramen" jawab Naruto. "NO!"

"RAMEN!" Naruto mulai merengek. "AKU MAU RAMEN!"

"TIDAK!" Itachi berteriak tak mau kalah. Untunglah hari sudah senja, maka hanya sedikit orang saja yang melihat sikap OOC nya itu. Sasuke dan Naruko menoleh ke arah Itachi dan Naruto. Naruko tersenyum ceria dan melambaikan tangannya pada keduanya. Sedangkan Sasuke? Sasuke hanya menatap datar saja interaksi kedua laki-laki itu.

"kalian mau kemana?" Tanya Naruko, dengan senyum terulas di wajah cantiknya. "makan malam, Naruko mau ikut,ne?" Naruto balik bertanya. "asyik..ayo, Sasuke-kun!" Naruko bergelayut manja di lengan kekar Sasuke. Naruto lantas berusaha menutupi kesedihannya. Mereka berjalan mendahului Naruto dan Itachi. Tiba saat dimana Sasuke berjalan mendahului Naruto. Acuh tak acuh saja begitu melewati pemuda manis itu.

Naruto merasakan Itachi memegang bahunya, berusaha menghiburnya. "tidak apa-apa" Naruto tersenyum sambil menyentuh lembut tangan Itachi. "kak Itachi, Naru-chan, sampai kapan mau disana?" Tanya Naruko, setengah berteriak. "AYO!" dengan tak kalah girangnya, Naruto menarik pergelangan Itachi dan menyeretnya. 'sebenarnya kau berasal darimana, Naru-chan? Sikap yang lembut dan sifat mu yang sabar, kau bahkan lebih dari sekedar indah' pikir Itachi.

.

.

.

.

Restoran Keluarga

Ke-4 nya duduk saling berhadapan. Sasuke yang duduk disamping Naruko berhadapan dengan Naruto yang duduk disamping Itachi. Naruko terus saja berbicara seolah ingin semua orang tahu kalau ia sangat gembira hari ini. Sedangkan Naruto hanya tersenyum, sesekali menimpali ucapan-ucapan Naruko. Pesanan pun tiba, Naruto hendak menyendokan makanan ke dalam mangkuk, namun tangannya tanpa sengaja bersentuhan dengan Sasuke yang hendak menyendokan makanan yang sama untuk Naruko.

"kau duluan" Naruto mempersilahkan Sasuke lebih dulu. Naruto sempat mendengar decakan kesal dari mulut Sasuke. Bolehkah ia menangis saat ini juga?

"Naru-chan"

Naruto menoleh ke arah Itachi, sepotong tempura menanti untuk dimasukan ke dalam mulut Naruto. Pemuda berkulit tan itu tersenyum, dan membuka mulutnya. Naruto mengunyah tempura itu, ia meneguk ludah begitu melihat Sasuke menyuapkan nasi ke dalam mulut Naruko. Tanpa sadar, Naruto meremas kencang taplak meja tersebut dan menyebabkan terbaliknya makanan yang sudah mereka pesan.

"M..Maaf" Ucap Naruto terbata-bata. Para pengunjung melihat ke arah mereka, Naruto pun buru-buru pergi ke toilet hanya untuk menangis di dalam salah satu bilik yang kosong. Naruko khawatir, ia takut dengan keadaan Naruto. Naruko hendak mengejar Naruto, namun terhenti oleh ucapan sang kakak ipar. "kalian pulang saja duluan! Biar aku yang mengejarnya" Itachi berkata dengan raut wajah tanpa ekpresi.

"tapi—"

"PULANGLAH!" seru Itachi. Naruko kaget, baru kali ini Itachi (yang ia kenal mampu mengendalikan emosi) memerintahkan dirinya dengan nada emosi. "maksud ku, kau tak mau membuat Naruto sedih kalau kau sakit kan, Naruko?" Itachi kembali mengendalikan emosinya.

"kita pulang, Naruko" ajak Sasuke.

.

.

.

.

Pagi hari di hari minggu. Naruto memang sudah terbiasa bangun untuk menyiapkan Naruko dan Sasuke yang masih terlelap di kamar mereka. Naruto memang tidur terpisah dengan Sasuke, tak ada seorang pembantu di rumah besar mereka. Entah apa maksud Sasuke yang tidak mau menyewa pembantu, tidak mungkin karena gaji yang mahal. Itu semua karena Sasuke tidak mau ada yang mengganggu acara mesra-mesraannya dengan sang istri.

Naruko tidak boleh kelelahan, maka dari itu Naruto merelakan dirinya bekerja seharian di rumah mereka. Naruto tidak mau adik kesayangannya sakit, karena pasti Naruto juga akan jatuh sakit setelah Naruko sembuh. Sarapan sudah siap, Naruto meregangkan otot-ototnya. Setelah 5 jam lamanya ia berkutat, Naruto pun memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan berniat untuk mandi.

'pernah kah kau melihat ku, sekali saja. Tak apa, jika kau tak pernah memikirkan aku, tapi ku mohon, setidaknya aku masih ada dipandangan mu'

.

.

.

.

Setelah mandi, Naruto pun berangkat untuk belanja. Ia tidak menggunakan mobil, karena meskipun orang kaya, ayahnya tidak pernah membolehkan Naruto belajar mengendarai mobil. Itu sebabnya, Naruto pergi menggunakan sepeda yang ia beli hasil tabungannya, karena menunggu Sasuke untuk mengantarnya pun itu mustahil.

Naruto memarkirkan sepedanya di lahan parkir khusus sepeda. Banyak yang menertawai sepeda Naruto yang sudah usang. Bahkan, ada pula orang iseng yang mengempiskan dua ban sepeda miliknya dan meninggalkan Naruto bersusah payah menuntun sepedanya sampai ke rumah. Situasi berbeda jika saja mereka tahu kalau Naruto adalah istri seorang Uchiha. Tapi, tak satu pun mengenal Naruto sebagai istri Sasuke, karena yang mereka tahu, istri bungsu Uchiha itu hanya satu, Uchiha Naruko.

Seorang pemuda manis bersurai brunette dengan tatto segitiga terbalik di kedua pipinya mengernyitkan matanya begitu melihat sosok pirang yang sedang memilih-milih kebutuhan yang hendak ia beli. "Naruto, kan?" pemuda itu tidak yakin.

"lho, Kiba.." untunglah si pirang cepat mengenali orang lain, meskipun sudah lama tidak bertemu. "huuhhh, Kiba.." Naruto memeluk pemuda bernama lengkap inuzuka Kiba itu. "ku dengar dari Kak Hana, kau sudah menikah ya dengan seorang kapten polisi? Wah, hebat sekali" puji Naruto, dan membuat Kiba malu. "gomen, tidak datang. Aku sedang tidak di Konoha" sesal Naruto.

Kedua sahabat karib yang sudah lama tak bertemu itu pun akhirnya terlarut dalam pembicaraan, seraya berbelanja untuk kebutuhan bulanan mereka. Kiba selalu saja melontarkan pertanyaan, soal bagaimana rasanya menjadi istri Sasuke, tentu saja Naruto akan menjawabnya dengan kebohongan untuk menutupi hubungannya yang tidak hangat dengan suaminya sendiri.

"Sasuke hebat ya, dia bisa berbagi kasih sayang dengan kalian berdua" puji Kiba. Mendengar pujian itu, Naruto Cuma bisa tersenyum kecut. Mungkin kali ini, Naruto akan berbohong lagi demi kelangsungan rumah tangganya. Atas nama baik keluarganya dan juga suami tercinta, Naruto bahkan rela membohongi perasaannya sendiri.

.

.

.

.

Beberapa jam kemudian..

"kau tahu? tadi aku bertemu teman ku sewaktu SMA dulu" Kiba mulai bercerita pada seseorang yang sedang merebahkan kepalanya di atas paha Kiba. "siapa?" Tanya pria tampan bersurai ikat nanas itu, Kiba takjub melihat aura ketampanan di diri suaminya yang ia nikahi setahun yang lalu, Nara Shikamaru namanya.

"Uchiha Naruto" jawab Kiba, seraya mengelus lembut rambut Shikamaru yang sedang dikucir. Shikamaru menghentikan kegiatan membacanya. "Naruto? Maksud mu, Naruko?" Tanya Shikamaru, merasa heran. Shikamaru memang mempunyai sahabat dari klan Uchiha, namun ia bingung, karena tak ada satupun orang yang bernama Naruto di klan Uchiha. Seingatnya, teman semasa kuliahnya, Uchiha Sasuke memiliki istri bernama Naruko, dan bukan Naruto.

"bukan, bukan Naruko. Naruto namanya, dia laki-laki" Koreksi Kiba.

"ahahahahahah, mungkin teman mu sangat tergila-gila pada Uchiha sampai membuatnya harus berbohong menjadi istri seorang Uchiha" canda Shikamaru, sedikit kaku. Kiba diam, tidak berkomentar. Kiba mencoba mengingat-ingat kejadian mengenai Naruto. "Naruto bukan pembohong, dia bahkan mengirimi ku foto pernikahannya dengan Sasuke" protes Kiba.

Shikamaru beranjak dari posisinya, ia terkejut bukan main mendengar penjelasan Kiba. Istrinya itu memberikan sebuah foto yang ia simpan di dalam dompet miliknya. Wajahnya manis, bahkan lebih manis dari Uchiha Naruko, istri sah sahabatnya, Uchiha Sasuke. "k..kenapa dia berfoto dengan Sasuke"

"karena Sasuke kan suaminya, rusa pemalas!"

.

.

.

.

Rumah Sakit Konoha.

Sebenarnya Naruto memang tidak terlalu mahir mengendarai sepeda. Sepulang dari berbelanja, Naruto mengalami kecelakaan, dimana sebuah mobil menabrak sepeda yang tengah ia kendarai. Memang bukan sepenuhnya kesalahannya, karena ternyata pengendara mobil itu sedang mabuk dan tidak sempat menginjak rem ketika melihat Naruto dan sepedanya.

Naruto terluka dibagian kepalanya, ia sempat tak sadarkan diri. Untunglah pengendara mobil asal kota Kiri itu bertanggung jawab atas kesalahannya. Membawa Naruto ke rumah sakit, dan menunggu kerabat Naruto untuk tiba di rumah sakit. Pemuda bersurai pirang panjang itu berdoa dalam hati, agar operasi kecil yang dilakukan Naruto berhasil. Ia mengatupkan kedua tangannya, sambil menyebutkan kata-kata doa yang ia tujukan untuk korbannya itu. Wajah cantik pemuda itu tampak gelisah. Bagaimana jika korbannya itu mati? Atau bagaimana dengan proses hukum yang berjalan? Bisa di penjara dia.

"tapi tuan Uchiha, kami sedang melakukan operasi untuk pasien!" seorang suster berusaha mengejar pria tampan bersurai ikat kuda yang berjalan tergesa-gesa menuju ruangan dimana Deidara duduk. "Uchiha?" gumam Deidara (nama pemuda itu). 'mati aku' batin Deidara. Uchiha? Astaga, Deidara bahkan sudah membayangkan hukuman apa yang akan terjadi untuknya setelah ini.

"kau kah yang menabrak adik ku?" suara tegas itu bertanya ke arahnya. Deidara menundukan kepalanya dan menutup kedua matanya, tidak berani melihat sosok menjulang yang sudah berdiri tepat di hadapannya. 'kami-sama, selamatkan aku' doa Deidara. "nona, kau kah—"

"maaf, tuan! Aku laki-laki!" Koreksi Deidara. Raut wajah kaget terlihat di wajah Itachi, namun pria itu cepat-cepat mengubah ekpresinya kembali. "maafkan saya tuan, ini kesalahan saya" ucap Deidara, berdiri dan kemudian membungkuk meminta maaf. "setidaknya anda sudah bertanggung jawab" sahut Itachi, kini ia beralih ke samping Deidara dan mendudukan dirinya di sana.

Tak lama kemudian, pintu ruang operasi pun terbuka. Seorang dokter tersenyum ramah ke arah mereka. "bagaimana keadaan adik saya, dok?" Tanya Itachi—berjalan mendekati sang dokter. "adik anda baik-baik saja, tapi kini ia butuh istirahat untuk beberapa hari di rumah sakit" jawab sang dokter. "saya permisi dulu, tuan dan nyonya" pamit sang dokter, yang tidak menyadari jika Deidara adalah seorang laki-laki.

.

.

.

.

Malam hari (pukul 7 malam).

Naruto masih belum sadarkan diri, akan tetapi Itachi dengan setia menunggui pemuda itu tanpa ada rasa lelah pada dirinya. "kenapa kau begitu keras kepala, Naru-chan?" Itachi bertanya pada sosok Naruto yang terbaring lemah di ranjang pasien dengan selang infuse terpasang di tubuhnya. Ia mengusap lembut kening Naruto yang diperban. "kenapa tidak menelfon ku, hm? Kau membuat ku hampir mati" lanjutnya.

Naruto kini memang sudah di pindahkan ke ruangan rawat inap biasa. Hanya saja, pemuda tan itu membutuhkan banyak istirahat untuk kesehatannya. Mungkin Itachi akan selalu berada di rumah sakit dibandingkan kantornya sendiri untuk menemani Naruto. Jangan Tanya, kenapa bukan Sasuke, karena tentu saja Sasuke pasti akan menolak mentah-mentah hal itu.

Miris melihat keadaan Naruto saat ini. Pemuda manis itu harus menanggung rasa sakit ini sendirian. Siapa yang rela dinikahi oleh seseorang hanya untuk menjadi istri cadangan? Hidup ini memang kejam, tetapi kita memang harus terbiasa kan.

Cklekk..

Pintu terbuka, sepasang suami istri baru saja tiba di ruangan itu. Cukup sunyi memang, karena tak ada satu pun dari mereka untuk berbicara. "Naru-chan" Naruko segera berjalan mendekati ranjang dimana tubuh Naruto terbaring. "bagaimana ini bisa terjadi, kak?" Tanya Naruko pada Itachi. pria 32 tahun itu hanya diam, ia hanya focus memperhatikan Naruto saja—seraya menggenggam erat jari-jemari pemuda manis itu.

"kak—"

"bukan saatnya untuk menceritakan, biarkan Naruto istirahat" sahut Itachi, menyela kalimat yang hendak Naruko ucapkan. Naruko menundukan kepalanya, ia masih tidak mengerti kenapa kakak iparnya tidak pernah bersikap ramah padanya. "biarkan aku yang menjaganya, kak" lirih Naruko. Itachi melirik Naruko. "kalian pulang saja, Naruto akan sangat sedih jika melihat mu sakit setelah dirinya" ujar Itachi, dia juga khawatir kalau sampai Naruko jatuh sakit.

"tapi kan kakak harus bekerja" Naruko bersikeras untuk menjaga Naruto. Itachi mengulas senyum, "aku lebih baik libur beberapa hari untuk merawat dan menjaga Naruto disini, karena tidak mungkin kalian berdua kan" sahut Itachi, sedikit menyindir adik kandungnya dalam hal ini. "ta..tapi mungkin Sasuke-kun bisa menjaganya" kata Naruko, terbata-bata.

"lalu siapa yang akan menjaga mu?" Tanya Itachi. "Naru-chan kan juga istri Sasuke-kun, kak" jawab Naruko. "pulanglah, biar aku saja yang menjaganya" sahut Itachi, tanpa ada ekpresi di wajahnya.

"kau antar Naruko pulang ke rumah kaasan, disana ada banyak maid dan butler yang bisa menjaganya. Biar aku yang menunggui anak ini" Ujar Sasuke, yang sedari tadi hanya diam. Itachi menoleh ke arah Sasuke. "apa kau bercanda?" Tanya Itachi, sedikit tak percaya dengan sikap sang adik. "apa aku terlihat sedang bercanda?, pulanglah!"

.

.

.

.

Pagi Hari

Naruto mengerjapkan kedua matanya ketika merasakan sinar mentari menerpa wajah manisnya. Pertama kali terbangun, ia dikejutkan oleh suasana kamar yang tidak ia kenali. Masih dalam keadaan bingung, Naruto merasakan satu lengan kekar menindih perutnya dan membuatnya kesulitan untuk bergerak. Surai raven? Mungkin saja Itachi, pikirnya.

Tapi, kenapa ada Itachi di kamarnya? Dan lagi—Naruto menyentuh dahinya, sebuah perban terpasang secara melingkar dari kepala bagian belakangnya hingga menutupi keningnya. Naruto mengingat-ingat apa yang terjadi. Minggu, berbelanja, bertemu Kiba, pulang, dan—ya, Naruto baru ingat kala itu ada sebuah benda besar menghantam sepedanya hingga ia terpental.

Cklek..

Seorang pemuda berparas cantik tiba membawa sebuket bunga lily dan tersenyum ramah padanya. Siapa dia? Naruto mulai bertanya-tanya. "Ano, aku Senju Deidara, maaf kemarin menabrak mu" Deidara menundukan kepalanya. Naruto membulatkan matanya, marga pemuda itu tampak tak asing bagi Naruto. "tidak apa-apa, Deidara-san" Naruto tersenyum ke arah Deidara. "aku sudah memaafkan mu" lanjutnya.

"Itachi-san juga bilang, kalau melihat mu sudah bangun, Itachi-san minta maaf karena baru bisa tiba di sini pukul 12 siang nanti" ujar Deidara. Itachi? 12 siang? Lalu, siapa orang yang sedang tertidur pulas ini? Mungkinkah..

"S..Sasuke" Naruto memberanikan diri menyentuh suaminya. Sasuke pun terbangun dan sedikit terkejut melihat Naruto yang sudah bangun dari tidurnya. Sasuke beranjak pergi dan meninggalkan Naruto dan Deidara di dalam ruangan itu.

.

.

.

.

Setelah kepergian Deidara, Sasuke pun kembali memasuki ruangan Naruto. Ternyata Sasuke tidak benar-benar pergi. Saat terbangun tadi, Sasuke yang melihat Deidara pun memutuskan untuk keluar kamar dan membiarkan Naruto untuk mengobrol sebentar dengan pemuda berparas cantik itu. Dilihatnya, Naruto sedang menyandarkan tubuhnya di sebuah sandaran tempat tidur. Wajah tan Naruto memang sedikit pucat, mungkin karena efek sakit itulah yang membuat wajah Naruto terlihat pucat.

Naruto menyadari kehadiran Sasuke. "dimana kak Itachi?" Tanya Naruto, berhati-hati sekali dengan pertanyaannya. Sasuke tidak menjawab, ia malah merebahkan tubuhnya di atas sofa empuk di ujung ruangan. Naruto merutuki kebodohannya, ia memang harus sadar diri. Sasuke mau menemaninya semalam saja itu sudah cukup, kini berharap Sasuke mau menjawab pertanyaannya? Heh, sungguh tak tahu diri sekali.

"Sa..Sasuke, boleh aku pinjam ponsel mu? A..aku kehilangan ponsel ku, m..mungkin saja—"

Naruto memandang tidak percaya begitu Sasuke beranjak dari posisinya dan berjalan ke arahnya, sambil memberikan ponsel qwerty miliknya ke arah Naruto. Si pirang pun mengambil ponsel itu dan segera menekan tombol no. Itachi yang sangat ia hafal di luar kepalanya.

"hallo, kak Itachi" Naruto mulai bersuara.

'Naruto? Kau sudah sadar? Syukurlah'

"kakak, bisakah kakak datang ke sini? Aku..aku ingin—Naruto melirik Sasuke yang menatap datar ke arahnya—aku mau kakak di sini" Pinta Naruto.

'tapi Naru-chan, aku sedang sibuk'

"POKOKNYA AKU MAU KAKAK SEKARANG, hiks.. aku mau kakak sekarang"

Tutt..tuutttt...tuuuttt..

Naruto memberikan ponsel Sasuke seraya menundukan kepalanya dalam-dalam. "t..terimakasih" ucap Naruto. Sasuke tidak menyambutnya, ia hanya memperhatikan Naruto tanpa ada niat mengambil ponselnya. Tidak merasakan gerakan Sasuke untuk mengambil ponselnya, Naruto pun mengerti. Dengan cepat ia mengambil tissue dan mengelap bersih ponsel pintar qwerty milik suaminya itu. "ma..maaf" ucap Naruto. "kau memang sangat merepotkan" ujar Sasuke. Naruto tetap menundukan kepalanya, tidak berani melihat ke arah Sasuke.

"aku muak dengan mu!" seru Sasuke.

Sontak saja Naruto mendongakan kepalanya dengan mata yang sembab. Air mata jatuh menuruni pipi tembamnya itu. "maaf telah menyusahkan mu. Maka dari itu aku meminta kak Itachi untuk datang ke sini" ucap Naruto. Wajah datar Sasuke sedikit terkejut mendengar ucapan Naruto. "kau bisa pergi sekarang. Ini ponsel mu, jangan lupa tutup pintunya!" seru Naruto—meletakan ponsel Sasuke di samping tempat tidur dan kembali merebahkan tubuhnya.

Ia menutup matanya, setetes air mata terjatuh. Ia menangis, menangis entah untuk yang keberapa kalinya. Tapi ini kali pertama ia menangis di hadapan Sasuke, orang yang menjadi alasan kenapa ia menangis. ia terlalu malu, maka dari itu ia menutup matanya dan berpura-pura tertidur. Naruto menahan teriakannya ketika mendengar suara pintu tertutup.

"AKU MENCINTAI MU,SASUKE!" teriak Naruto.

.

.

.

.

Sementara itu..

"kau bisa meng-handle nya kan, Kurenai-san?" Tanya Itachi, kepada sang sekertaris nya. Wanita bernama Kurenai itu mengangguk mengerti. "aku ada urusan mungkin selama beberapa hari" ujar Itachi. "ha'i Itachi-sama!" sahut Kurenai. Setelah mengajari sekertarisnya mengenai apa saja yang harus ia kerjakan selama kepergiannya, Itachi pun langsung bergegas pergi ke tempat parkir dengan langkah terburu-buru.

Para bawahannya pun dibuat bingung dengan sikap aneh Itachi. biasanya pria tampan itu tidak pernah meninggalkan pekerjaannya ketika hari masih menunjukan pukul 10 pagi. Kiranya apa yang membuat pria itu merelakan waktu bekerjanya itu?

...

Rumah Sakit Konoha.

Naruto sedang asyik membaca novel pemberian Deidara ketika berkunjung tadi. Jam menunjukan pukul 11 siang, tak lama kemudian terdengar pintu terbuka. Naruto tahu kalau itu Itachi, ia mengulas senyum manis pada kakak iparnya itu. "novel?" Itachi menaikan satu alisnya. "Deidara-san memberikan ini untuk ku. Kak Itachi tahu tidak? Ternyata Deidara-san itu cucu angkatnya Nenek Tsunade,lho" Kata Naruto.

"kok aku tidak tahu ya" Naruto bertanya pada dirinya sendiri. Itachi tertawa pelan menanggapi tinggah Naruto. "itu karena kau sudah jarang mengunjungi nenek mu" sahut Itachi. Naruto menggaruk pipinya, salah tingkah. "hehehe, iya sih. Aku kangen nenek" Naruto tertawa juga. "kak Itachi mau mengantar ku ke Oto?" Tanya Naruto. Itachi mendudukan dirinya di kursi yang terdapat di samping ranjang Naruto. "tentu saja. Tapi tidak saat ini" jawab Itachi.

Cklekk..

Kedua laki-laki itu menoleh ke arah pintu. Seorang pria paruh baya bersurai pirang bersama seorang wanita bersurai merah panjang yang terlihat lebih muda dari pria itu berdiri tepat di depan pintu. "ayah" Naruto menyambut kedatangan pria yang ia sebut 'ayah' itu. "Naru-chan, apa kau tak apa-apa? bagaimana keadaan mu? Apa kau sudah makan?" terlihat guratan kekhawatiran di wajah 'Sara' istri kedua Minato (ayah Naruto) setelah kepergian istri tercintanya.

"aku tidak apa-apa, bu" kata Naruto, merasa bersalah karena telah membuat ibu tirinya itu khawatir. Sara memeluk Naruto. Setetes air mata membasahi pipi Sara begitu mengingat keadaan putra tirinya itu. "maaf..maafkan ibu" lirih Sara. Minato hanya mendengus bosan, "kenapa kau begitu ceroboh, Naruto?" Tanya Minato, dengan nada yang terdengar marah.

Naruto menundukan kepalanya dan meremas kuat selimut yang menutupi kakinya. "tapi paman, ini bukan sepenuhnya salah Naruto" Itachi mencoba membela Naruto. Minato menoleh ke arah Itachi, putra mendiang sahabatnya itu, adalah pemuda yang telah menyelamatkan dirinya dari hidup miskin. Karena dengan menikahkan anak-anaknya dengan bungsu Uchiha itulah perusahaannya yang hampir bangkrut, terbebaskan dari banyaknya hutang-hutang yang menumpuk.

"Ah, Itachi-kun. Paman sangat kesal karena Naruto yang keras kepala untuk bepergian naik sepeda" kata Minato, dengan nada halus. Itachi hanya tersenyum saja menanggapi ucapan mertua adik bungsunya itu. "tapi dengan keadaan Naru-chan yang baik-baik saja, aku jadi tidak perlu khawatir lagi" Sara menatap penuh kasih putra tirinya. "kau mau makan apa? tidak dengan Ramen! Ibu sudah membuatkan makanan untuk mu" lanjut Sara.

'apa semua tahu? apa semua merasakannya? Atau mereka hanya berpura-pura tidak terjadi apa-apa?menutup mata hati mereka dan bertindak tidak ada sesuatu yang buruk menimpa ku'

.

.

.

.

Beberapa hari Kemudian..

Di rawat selama 5 hari lamanya memang sangat membosankan bagi Naruto. Ia ingin cepat-cepat kembali ber-aktivitas. Dengan ditemani oleh Sara sang ibu tiri dan kakak iparnya, Itachi. Naruto merapikan pakaiannya selama ia di rawat di rumah sakit. "aahh, akhirnya pulang juga" Naruto mendesah lega. Itachi yang sedang melipat selimut rumah sakit itu hanya tertawa pelan mendengar desahan lega adik pirangnya itu.

"aku akan makan 5 mangkuk ramen habis ini!" kata Naruto, ia baru saja selesai mandi karena Sara dan Itachi melarang pemuda 24 tahun itu untuk membantu mereka membereskan barang-barang miliknya. "coba saja! Maka aku tidak mau menemani mu lagi" sahut Itachi. Naruto merenggut kesal, ia pun melempar Itachi dengan boneka rubah kesayangannya. "ADUHH, NARU-CHAN!" seru Itachi.

Naruto hanya tertawa polos. Sara melihat kedekatan antara putra tirinya dengan Itachi selaku kakak iparnya. Sebagai seorang ibu, awalnya Sara tidak setuju dengan ide gila Minato yang berniat menikahkan kedua anaknya dengan bungsu Uchiha. Sasuke yang notabene juga seorang laki-laki pasti akan menolaknya, karena biar bagaimana pun Naruto adalah seorang laki-laki meskipun wajahnya yang terbilang manis melebihi Naruko.

Ketakutan Sara pun terjadi, dari awal ia sudah tahu jika hal ini akan terjadi. Dimana Sasuke akan memilih satu diantara anak kembarnya itu. Sasuke laki-laki, tentu saja Naruko lah yang akan dipilih. Hati seorang ibu mana yang tidak sakit melihat anaknya tersakiti seperti ini? Tapi, Sara tidak bisa berbuat apa-apa. meminta Naruto untuk bercerai pun tidak bisa, karena Sara tahu kalau Naruto sudah mencintai Sasuke jauh sebelum Naruko mencintai pria berwajah tampan itu.

"wah, sudah mau pulang nih" Sosok Naruko menyembul dari depan pintu yang sengaja terbuka. Naruto dan Itachi menoleh ke arahnya. "Naruko-chan" Naruto tersenyum manis ke arah saudari kembarnya itu. Naruko segera berlari dan memberikan pelukan kasih sayang untuk kembarannya itu. "Ibu" Naruko beralih untuk memeluk Sara. Sosok Sasuke juga berjalan mengekori Naruko seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

Naruto menggigit bibir bawahnya ketika mendengar celotehan Naruko yang menceritakan mengenai Sasuke di hadapan Sara. "kau tahu banyak tentang Sasuke-kun. Apa selama Naru-chan di rawat kau yang memasak untuknya?" Tanya Sara, sedikit menyindir putrinya yang setahu dirinya tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, karena Sasuke melarangnya untuk bekerja.

Naruko terdiam, ia menoleh ke arah suaminya. Ia pun juga tidak tahu makanan apa yang disukai oleh suaminya. Selama 6 hari itu mereka makan di luar, karena tak ada satu pun diantara mereka yang bisa memasak. "t..tentu saja Naruko memasak, bu. Dia bahkan sering membantu ku untuk menyiapkan makan malam" bela Naruto, karena Naruto tahu ibunya pasti akan melontarkan kata-kata pedas lagi pada saudari kembarnya itu.

Sara tidak suka bagaimana cara Minato mendidik Naruko. Terkesan membedakan, karena Minato begitu lembut pada putrinya dibandingkan dengan Naruto, yang juga buah hatinya. Naruko dan Sasuke melirik ke arah Naruto. Sangat jelas bahwa Naruto sedang menahan tangisannya, mungkin tidak untuk sepasang suami istri itu. "kalau begitu, tidak apakan kalau selama 1 bulan ini Naruto menemani ibu di rumah" Sara berkata lagi.

Naruto bingung hendak menjawab apa. sara yang mengetahui hal itu mengartikan 'iya' dari bibir Naruto. "baiklah Itachi-kun, antarkan Naruto dan ibu ke mansion Namikaze" ujar Sara. Naruto melirik Itachi, mencoba mencari pembelaan dari kakak iparnya itu. Itachi pun mengusap lembut surai blonde Naruto. Berusaha mengatakan, bahwa ia tidak bisa berbuat lebih untuk Naruto.

"melihat kedekatan Itachi dan Naru-chan aku seperti melihat kalau Itachi lebih terlihat seperti suami Naruto dibandingkan Sasuke yang notabene suami sah bocah ramen itu"

Serempak mereka menoleh ke arah pintu. "Nenek" Naruto berlari kecil menuju seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantikm diusia senjanya. Dialah Tsunade Senju, ibu angkat mendiang ibunda Naruto sewaktu kecil. "darimana nenek tahu kalau aku di rawat?" Tanya Naruto—memeluk sang nenek.

"bocah cantik itu menceritakan ini pada ku, Dei-chan ceroboh sekali. Padahal aku melarangnya untuk mabuk. Dasar ABG patah hati" jawab Tsunade. Menyayangkan kecerobohan cucu angkatnya itu. "sekarang dimana Dei-chan?" Tanya Naruto, mencari-cari keadaan Deidara. "dia sedang ada urusan, kenapa kau tidak pernah mengunjungi ku?" Tsunade memasang wajah cemberut.

.

.

.

.

Kediaman Namikaze

Atas permintaan Sara, Itachi pun membawa Naruto menuju kediaman Namikaze lebih dulu dari Sara yang sedang mengobrol di kafe dengan Tsunade. Hubungan Tsunade dengan keluarga Namikaze memang kurang begitu akrab setelah kematian putri angkatnya itu. Tsunade menilai jika Minato kurang perhatian pada Naruto yang juga putranya sendiri.

Wanita bermarga Senju itu tidak terlalu menyukai Minato setelah melihat cara suami mendiang putri angkatnya itu mengurus kedua anak kembar mereka. Minato cenderung pilih kasih dan membedakan Naruko dengan Naruto. Hanya karena Naruko memiliki penyakit parah dan dokter mengatakan hidup nya tidak lama lagi, semua keinginan Naruko selalu dituruti meskipun itu harus menyakiti kembarannya sendiri.

Tapi nyatanya? Sasuke dan Minato terlalu berlebihan. Karena hingga saat ini, Naruko masih baik-baik saja dan tidak menunjukan bahwa sebentar lagi ia akan mati.

"Naru-chan, apa kau yakin akan melanjutkan hubungan gila ini?" Tanya Itachi, keduanya kini sedang duduk-duduk di balkon kamar Naruto. Pemuda manis itu tersenyum simpul sebelum menjawab pertanyaan kakak iparnya itu. "aku tidak mau membuat ayah kecewa, meskipun sakit aku harus bertahan" jawab Naruto, teringat ketika kecil dulu ia pernah tak sengaja mendorong Naruko hingga saudarinya itu terjatuh dari tangga, Minato yang kesal pun mengurung Naruto di gudah selama 3 hari lamanya. Sejak saat itu Naruto berjanji tidak akan pernah membuat ayahnya kecewa lagi, apalagi jika itu menyangkut nama Naruko.

"kau tahu? ini sudah diluar batas! Bahkan nenek mu saja sampai curiga dengan hubungan Sasuke dengan mu. Kau bayangkan Naruto, suami macam apa yang tidak sudi bersentuhan dengan istrinya meskipun hanya seujung kuku saja? Katakan pada ku"

Naruto memandang datar ke arah langit yang mulai menunjukan tanda-tanda matahari akan tenggelam. "kak Itachi benar! Bahkan Sasuke tidak mau mengenalkan aku pada teman-temannya, seolah malu dengan fakta aku adalah istrinya. Tapi, menuntutnya pun juga percuma. Setidaknya meskipun aku tidak ada di hatinya, aku masih ada dipikirannya, kalau pun aku tidak dipikirannya, aku ada di depan matanya" sahut Naruto, mantap dengan apa yang ia ucapkan.

"lalu jika kau tidak ada di depan matanya sekalipun?" Tanya Itachi.

"aku menghilang" jawab Naruto, dengan nada pelan.

.

.

.

Di lain tempat..

"aku sudah memata-matai wanita itu selama seminggu ini" ujar seorang wanita bersurai merah jambu dengan sebuah earphone terpasang di telinganya. Sepertinya ia sedang menelfon seseorang dengan headset mode on. Iris emeraldnya membola ketika melihat sosok wanita pirang mengecup bibir pria bersurai raven itu.

Tangannya terkepal kuat-kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Dadanya sesak, air mata pun membasahi pipi mulus tanpa bekas luka itu. "akan ku dapatkan kau kembali, Sasuke kun" gumam wanita cantik itu.

Jadi, selama seminggu belakangan ini, wanita cantik bernama Sakura Haruno itu membiasakan dirinya untuk menjadi seorang stalker layaknya seorang fansgirl. Tapi, Sakura lebih dari fansgirl. Ambisinya untuk mendapatkan Sasuke, bukan mengharapkan Sasuke menjadi kekasihnya. Ambisi wanita 28 tahun itu sangat besar, terbukti kilatan penuh ambisi terlihat pada iris emerald itu.

Sasori's Place

"aku juga sudah mendapatkan info kapan Sasuke akan keluar dan kapan Sasuke akan ada bersamanya. Kau tahu, Saku? Untuk satu bulan lamanya Naruko akan sendirian jika Sasuke pergi, kita hanya tunggu kapan Sasuke akan keluar dari rumah itu" Sasori menyipitkan matanya kala melihat seorang pemuda berparas cantik melintas di luar kafe dimana ia menyantap makan siang.

Degg..

Jantungnya berdetak hebat kala melihat pemuda bersurai pirang panjang itu. Pemuda itu berhenti tepat di depan matanya ketika seorang pemuda lainnya mengejarnya dan menahan pergelangan tangan mungilnya. "sudahlah Utakata-kun! Aku tidak mau mendengar apa-apa lagi, un!" seru pemuda itu.

"kami tidak berselingkuh, Dei-chan! Hotaru mencium ku saat itu. Kau harus percaya aku, sayang!" pinta pemuda bernama Utakata itu.

Jarak ketiganya hanya terpisah oleh sebuah kaca bening saja. Sasori tidak mendengarkan lagi pembicaraan mereka, karena masih terfokus dengan Sakura yang masih berbicara di telepon. Tahu-tahu pemuda cantik itu menampar pipi pemuda tampan bersurai kecoklatan itu. Kasihan, percintaan ABG rupanya. Sasori terkekeh pelan.

'apa yang lucu, Sasori?'

"tidak..tidak ada" Sasori kembali tersadar dan memasang tampang kalemnya.

Kemudian tanpa disangka, pemuda cantik itu berlari meninggalkan kekasihnya yang masih memegangi pipinya yang mungkin masih terasa panas akibat tamparan keras itu. Jiplakan tangan terlihat jelas di pipi pemuda bernama Utakata itu.

.

.

.

Kembali ke kediaman Namikaze, makan malam keluarga kecil itu tampak berjalan lancar dan tak ada satu pun dari mereka untuk berbicara. Sampai seorang wanita diantara dua laki-laki itu memutuskan untuk berbicara. "kalau dilihat-lihat Itachi kun itu sangat perhatian, ya" kata wanita bernama lengkap Sara Namikaze itu. Naruto tersedak makanannya sendiri, sementara Minato menghentikan kegiatan makannya.

"apa maksud mu, sayang?" Tanya Minato. Sara pun menunjukan senyum 3 jarinya, "kau tahu? aku lebih suka Itachi-kun yang kau nikahkan dengan Naruto. Daripada putra kita yang manis ini menikah dengan pria yang notabene adalah suami saudari kembarnya sendiri" Sara mulai menyinggung pernikahan putra-putrinya.

"mau bagaimana lagi? Naruto sendiri juga terlihat baik-baik saja. Benarkan, nak?" Minato meminta pendapat putra nya. "b..benar" Naruto menjawab terbata-bata. Sara menyipitkan matanya mendengar jawaban Naruto yang terkesan terpaksa itu. "tapi bagi seorang ibu berbagi seorang suami itu tidak wajar. Kalau ada yang lebih baik, kenapa harus berbagi?" Tanya Sara.

"kita tidak bisa menikahkan Itachi dengan Naruto, karena Naruto adalah istri Sasuke!" seru Minato.

Grekkk..

Terdengar kursi yang digeser. Naruto berdiri dan membungkuk hormat. "terimakasih makan malamnya" ucapnya tanpa ekpresi.

Naruto segera berjalan meninggalkan kedua orang tuanya menuju kamarnya sebelum ia dipinang oleh Sasuke. "dia bahkan baru makan dua sendok saja" gumam Sara. "biarkan saja anak itu!" seru Minato.

Brakk..

Sara menggebrak meja, hingga suaminya terkejut dengan perbuatan sang istri. "tidakah kau memikirkan kesehatan putra mu juga, Minato? kau berjuang untuk kelangsungan hidup putri mu, Naruko. Aku tidak keberatan akan hal itu, tapi jika hal itu adalah penyebab kematian anak mu yang lain, bukankah sama saja kau mendapatkan yang satu dan kehilangan yang satunya? Kenapa semua pria berpikiran seperti itu" guratan kemarahan tampak jelas di wajah Sara.

Sara lantas meninggalkan meja makan dengan langkah terburu-buru. Meninggalkan Minato yang terdiam dengan pemikirannya itu. Berusaha mencoba mencerna maksud kata-kata Sara. Apa yang ia lakukan selama ini salah? Katakan, dimana letak kesalahannya!

.

.

.

.

TBC

...

Hey, Semua.. apa kabar? Oke, AI kembali dengan fic baru pengganti fic A little Boy yang sudah tamat. Huumm, Fic ini gak panjang kok. Mungkin hanya 3 atau 4 chapter saja. Habis itu bikin sequelnya, selesai. AI lagi di liputi pemikiran Angst gara-gara ngebaca novel percintaan yang AI pinjam dari teman AI. Menurut kalian gimana? Kalian gak suka cerita sedih ya? Dan, err—soal sequel fic yang sebelumnya, Gomen banget.. AI belum bisa posting di sini. AI Cuma Posting di blog aja. Soalnya, takut ada yg kurang suka. (oh, iya.. hihih, mohon readers baca warning: Boys Love nya, ya! Setelah itu jangan protes soal cerita Homo lagi. Soalnya AI udah kasih WARNING nya lho..)

Review?(tinggalkan jejak anda setelah membaca^^)