Author: kyoonel1220

Main Casts: HunHan

Other Casts: Baekhyun, Kai, Chanyeol

Genre: School life, Drama, gaje:')

Length: Chapter

Disclaimer: Semua casts diatas itu milik Tuhan dan keluarganya. Saya hanya meminjam mereka karena merekalah yang ingin saya pakai untuk ff saya(?).

.

.

.

.

.

"Benar, kan dugaanku. Kau cemburu." Ujar Kai ketika ia dan Luhan sudah duduk di salah satu bangku taman pesta. Luhan menggerutu,

"Bukan yang seperti itu. Aku cuma heran, ternyata memang temanmu sebajingan itu." Balasnya. Kai terkekeh pelan, "Dia memang sudah bajingan ketika masih menggunakan popok." Jawab Kai asal. Luhan tertawa mendengarnya.

"Aku tidak menyangka, ternyata kau ini orang yang humoris, Kai." ucap Luhan jujur sambil menatap Kai yang ternyata tengah menatapnya juga.

"Ah, itu. Inilah aku. Dan aku juga tak menyangka, ternyata kau ini orang yang pecemburu, Luhan." Balas Kai geli dan langsung mendapat tatapan tak suka dari Luhan. Kai menggaruk tengkuknya kikuk,

"Bercanda. Lagipula, kau salah menyemburui orang, Luhan. Yoona noona itu bukan seperti yang ada di pikiranmu." Ucap Kai yang mendapat kernyitan heran dari Luhan.

"Yoona noona itu adalah mantan calon tunangan Sehun. Kedua belah pihak membatalkan acara pertunangan mereka karena baik Sehun maupun Yoona noona tak saling mencintai. Mereka hanya nyaman sebatas adik dan kakak." Terang Kai. Luhan merasa pipinya panas seketika.

Apa benar aku telah cemburu karena Sehun? terlebih cemburunya tak elit, pikir Luhan sebal.

"Sepertinya kau menyesal." Tebak Kai sambil memerhatikan wajah Luhan intens. Luhan langsung salah tingkah dan menggaruk tengkuknya pelan,

"Ah, Kai. Aku jadi tak enak pada Yoona noona." Balasnya kikuk. Kai mengangkat sebelah alisnya menggoda, "Jadi hanya Yoona noona? Sehun tidak, ya? Tega sekali." Ucapnya. Luhan meninju pelan bahu Kai,

"Kalau dia biarkan saja. Aku memang sudah sebal padanya sejak dia dengan semena-menanya bertindak padaku. Kalau boleh jujur juga, sebenarnya aku masih sedikit kesal padamu. Gang bodohmu dengan Sehun itu sungguh tak tahu etika ketika di sekolah." Gerutunya. Kai tersenyum simpul mendengarnya.

"Aku tahu. Tapi mau gimana lagi, Luhan. Kami ini memang tampan." Jawab Kai tak nyambung. Saat ingin meninju lagi bahu Kai, Kai dengan sigap menahan pergelangan tangan Luhan.

"Hanya kau yang seberani ini pada kami, Luhan. Ah, Sehun mengajarkan apa saja padamu." ucap Kai sambil terus menatap lekat Luhan. Luhan menjadi salah tingkah.

"Memangnya kenapa? Untuk apa juga aku menakuti orang-orang menyebalkan seperti kalian." Jawab Luhan cepat. Kai tertawa, "Terima kasih." Jawabnya. Saat ingin melepaskan genggaman tangannya pada Luhan,

KLIK!

"Uhu~ kena kalian." Seru Chanyeol heboh saat setelah memfoto Kai dan Luhan menggunakan kamera ponselnya. Sontak saja Kai langsung melepaskan genggaman tangannya pada Luhan.

Mana menggunakan flash.

"Akan kuadukan pada Sehun." ucap Chanyeol. Dengan cepat Kai langsung berdiri dan menoyor kepalanya lalu mengambil alih ponsel Chanyeol.

"Mulutmu itu. Kalau kau tidak tahu kejadiannya, tak usah sok tahu." Ucap Kai kesal. Ia masih menyita ponsel Chanyeol. Chanyeol berusaha merebut ponselnya dari Kai, namun Kai dengan cepat menghindar dan langsung menendang selangkangan Chanyeol.

"Auh! Kembalikan ponselku, hei!" seru Chanyeol sambil memegangi selangkangannya yang lumayan perih. Ia melihat Kai menggandeng tangan Luhan dan lari menuju parkiran. Chanyeol meringis tertahan.

.

"Sehun!" seru Chanyeol saat melihatnya dia area taman. Sehun dengan cepat menoleh dan menghampirinya.

"Hei, Chan, apa kau melihat Luhan?" tanyanya setelah duduk di sebelah Chanyeol. Tiba-tiba saja Chanyeol memegangi kedua bahu Sehun dan menatapnya dalam.

"Luhanmu. Telah disabotase." Ucapnya terdengar serius. Sehun menaikkan satu alisnya tak mengerti, "Maksudmu?"

Chanyeol mendengus kasar dan mendecak keras, "Daerah sensitifku sakit. Sialan memang si hitam." Gerutunya, membuat Sehun semakin tak mengerti arah pembicaraan Chanyeol.

"Katakan dengan benar, bodoh!" seru Sehun kesal. Chanyeol melepaskan pegangannya pada bahu Sehun, lalu menjawab

"LUHAN DIBAWA LARI OLEH KAI, PANGERAN." Balasnya tak kalah kesal. Sehun mengerjapkan matanya beberapa kali, "Apa?"

"Kau tahu, aku menangkap basah keduanya tengah bermesraan disini. Dengan tangan Kai yang memegang tangan Luhan. Aku tak sengaja melihat dan memfotonya menggunakan ponselku. Aku ingin mengadukan mereka padamu. Namun si hitam sialan itu malah menendang selangkanganku dan mengambil ponselku. Lalu ia membawa Luhan pergi bersamanya." Jelas Chanyeol panjang lebar. Sehun mengusap wajahnya kasar,

"Ck. Sialan sekali. Bukankah, menggunting dalam lipatan itu tidak bagus, huh?" ucap Sehun yang membuat Chanyeol mengernyit.

"Kau…bicara apa, huh?" Sehun mendengus sebal tak memedulikan wajah bodoh Chanyeol.

"Aku pergi dulu." Pamitnya. Chanyeol terkekeh ringan sepeninggal Sehun.

"Oh Sehun yang tengik itu, sudah berbicara layaknya orang pintar saja. Menggunakan peribahasa pula. Tentu saja aku mengerti, hah." Monolognya, lalu meninggalkan tempat menuju parkiran.

.

"Aku seperti penjahat yang dipaksa menculikmu, tahu." Ucap Kai memecah keheningan. Saat ini, mereka tengah berada di mobil Kai. Luhan menatap Kai, lalu menjawab,

"Terima kasih karena sudah membawaku kabur." Cengirnya meski Kai tak melihat.

"Kau harus ingat sesuatu, Luhan. Di dunia ini tidak ada yang gratis." Seringainya. Luhan menghela napas, "Sudak kutebak." Matanya memicing. Kai terkekeh,

"Tentu saja. Omong-omong, apa kau yakin, tak ingin memberitahu Sehun? Aku yakin, saat ini dirinya pasti sedang uring-uringan mencari dirimu." Tuturnya. Luhan mendengus sebal, "Untuk apa juga aku memberitahunya, toh, aku tak membutuhkannya. Lagipula, ia juga bukan pengawalku yang harus kuberitahu setiap kali aku ingin kemana." Balasnya. Kai tertawa dan sesekali melirik Luhan sambil terus fokus menyetir.

"Tapi, kan, dia itu kekasihmu, Luhan." Ucap Kai mengingatkan. Luhan memutar matanya malas, "Ya, ya, ya. Dia yang mengklaim." Kai mengangguk.

"Rumahmu dimana?" Tanya Kai. Luhan memberitahu Kai arah jalannya dengan rinci.

.

.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang, Kai." ucap Luhan saat di depan pintu rumah. Kai mengangguk lalu tersenyum singkat, "Sama-sama, Luhan." Hening sejenak. Sampai akhirnya decitan pintu memecah keheningan.

"Luhan kau sudah pul—Astaga!" Mama Luhan menyembul dari balik pintu. Luhan sedikit terkesiap dan Kai dengan santainya tersenyum ramah.

"Selamat malam, Nyonya." Sapa Kai. Mama Luhan sedikit terpaku dan melirik Luhan meminta penjelasan.

"Ah, aku Kai, teman Luhan, Nyonya." Ucap Kai seakan menjawab pemikiran Mama Luhan. Luhan menyenggol pelan tangan Mamanya yang masih betah terpaku.

"A-ah! Iya, Kai? Jadi kalian ini berteman…tapi, aku seperti familiar dengan wajahmu." Mama Luhan terlihat berpikir. Kai tersenyum dalam diam.

"Kai..Kai..Kai…Kai?! Kaukah itu?! Anak dari artis ternama, Kim Yoon Ra?! Astaga! Apakah aku benar, Kim—Jong In?" ucap Mama Luhan setengah menjerit. Kai tertawa pelan, Luhan sedikit merengut dengan sifat Mamanya yang kerap kali berlebihan.

"Ya, benar." Jawabnya sopan. Mama Luhan membekap mulutnya tak percaya. Seorang anak artis ternama idolanya, datang berkunjung ke rumahnya! Terlebih, anak itu adalah teman Luhan yang sangat tampan dan berkarisma. Mama Luhan merasa dirinya sangat beruntung, karena setelah Sehun yang menjadi teman dekat Luhan, kini, ia juga bisa beramah-tamah dengan Kai!

"Eum, itu. Apa, kalian habis dari pesta ulang tahun sepupunya Sehun?" Tanya Mama Luhan mencoba untuk tidak gugup. Kai dan Luhan mengangguk bersamaan.

"Iya, Ma. Acaranya sudah selesai." Bohong Luhan. Kai melirik jahil padanya, Luhan mendelik tak peduli. Mama Luhan terlihat bingung,

"Bukankah kau tadi bersama Sehun, huh, Luhan? Lalu, kenapa kau malah diantar oleh nak Kai?" tanyanya. Luhan mulai gelagapan, "I-itu…"

"Itu karena Sehun ada acara lain setelah pesta, Nyonya. Maka dari itu, aku yang mengantar Luhan pulang." Sela Kai cepat. Luhan mengangguk mengiyakan. Mama Luhan pun menatap Kai dengan pandangan kagum.

"Kau tahu, nak Kai. Aku sangat mengidolakan ibumu. Dia adalah artis terbaik bagiku. Terlebih lagi, dia mempunyai anak tampan yang saat ini tengah menginjakkan kaki di rumahku." Ucap Mama Luhan berbinar. Kai tersenyum maklum, "Terima kasih, Nyonya. Panggil aku Kai saja."

"Ma, Kai harus pulang." Bisik Luhan. Mama Luhan agak memberengut namun menganggukkan kepalanya mengerti.

"Yasudah, Kai. Terima kasih karena telah mengantarku pulang. Sebaiknya kau juga cepat pulang, karena besok sekolah." Ucap Luhan. Kai tersenyum malas, ia tahu kalau ia sedang diusir secara halus.

"Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu. Sampai bertemu lagi, Nyonya." Pamit Kai sopan. Lalu ia segera menuju mobil dan pergi meninggalkan kediaman Luhan.

.

.

.

"Kau berangkat sepagi ini?" Tanya Mama Luhan heran. Luhan masih mengaca di ruang tamu, ia menoleh dan tersenyum canggung.

"Ya…aku ingin sekali-sekali berangkat pagi juga, Ma. Menjadi murid teladan kebanggaan bangsa." Ia mengerling. Mama Luhan mengangkat sebelah alisnya, melirik jam dinding.

"Luar biasa, Lu Han. Ini baru pukul 05.30 AM. Dasar tak waras, belum ada bus yang melintas. Kau ingin naik apa ke sekolah?" tanyanya. Luhan menggaruk tengkuknya, lalu menjentikkan jari.

"Jalan! Sekalian olahraga pagi, kurasa." Balasnya tak yakin. Mama Luhan menatapnya bingung.

"Kenapa tak bersama Sehun? Akhir-akhir ini kalian kan sering berangkat bersama." Luhan menelan ludah. Pertanyaan yang sedari tadi ia hindari.

"Itu...Sehun…Sehun tak bisa berangkat bersamaku karena ia bersama temannya, hehe." Bohongnya. Mama Luhan menatap Luhan tak yakin. Luhan menghela napas, memutar matanya.

"Sudahlah, Ma. Kau seharusnya bangga, anakmu yang paling tampan sejagad ini sungguh rajin. Aku berangkat." Pamit Luhan mengecup kening sang Mama.

"Tapi kau belum sarapan, Lu!" teriak Mama Luhan ketika anaknya sudah di depan pagar. Luhan menoleh dan mengedip, "Aku sudah menyiapkan bekal. Sampai jumpa."

.

Luhan baru sampai di sekolah. Napasnya tersengal, terlihat sangat lelah. Ternyata, perjalanan dari rumah ke sekolahnya dengan jalan kaki menyita waktu tiga puluh menit. Biasanya, dengan bus, hanya lima belas menit. Luhan sedikit mengumpat, sekolah masih sangat sepi.

Ia berjalan menuju kelasnya. Oh, ternyata sudah ada orang lain selain dirinya. Dan itu adalah si Ketua kelas Kyungsoo. Luhan berjalan ke mejanya, melewati Kyungsoo yang sedang sibuk membaca buku dengan kacamata tebalnya itu.

"Ada apa gerangan kau berangkat sepagi ini?" suara Kyungsoo mengejutkan Luhan. Ia pun menoleh dan menatap Kyungsoo yang masih betah membaca. Pertanyaan itu untuknya, pasti.

"Hanya ingin." Balas Luhan sekenanya. Tiba-tiba saja Kyungsoo menutup bukunya dan menoleh kearah Luhan.

"Tumben sekali. Bukankah kau adalah kekasih dari Pria paling brengsek di sekolah ini? Seharusnya, kau berangkat bersamanya." Ucap Kyungsoo tenang. Luhan menggaruk tengkuknya.

"Sehun tidak akan bisa berangkat pagi, sekalipun aku yang menyuruhnya." Balasnya. Kyungsoo tersenyum tak peduli, lalu kembali membaca bukunya lagi. Luhan mendengus. Sejujurnya, ia tak terlalu dekat dengan Ketua kelas yang super ketus dan kutu buku itu, dan ia juga sangat jarang berbincang dengan Kyungsoo. Kalau diingat, ini adalah kali ketiganya ia berbincang—singkat dengan Kyungsoo.

Luhan mengambil novel tebalnya dari tas. Niat selain menghindari Sehun dengan berangkat pagi, ia juga ingin menghabiskan waktu untuk membaca novel yang ia pinjam di perpustakaan itu sampai habis. Namun tahu ada Kyungsoo di kelasnya, ia berpikir lebih baik jika ia membacanya di perpustakaan.

.

Luhan baru akan kembali ke kelas, namun ia bingung, karena koridor depan kelasnya dipenuhi oleh kerumunan siswa. Ia mendekap novelnya erat, kebingungan melandanya. Entah mengapa, perasaannya menjadi tak enak. Dengan tergesa, Luhan menghampiri kerumunan tersebut. Ia berusaha berjinjit dan betapa terkejutnya ia ketika mengetahuinya.

"Luhan itu milikku! Sialan kau!" itu suara Sehun. Ia melayangkan tinjunya lagi pada rahang Kai. Kai meringis tertahan dibawah Sehun. Penampilannya sudah kacau. Sehun mencengkram kuat kerah Kai.

"Kali ini kau kumaafkan." Geram Sehun melepas kasar kerah seragam Kai. Ia bangkit dan mengelap sudut bibirnya yang sedikit berdarah karena tinjuan Kai. Ia menatap kerumunan siswa, matanya menangkap sesosok yang ia cari sedari tadi. Sehun berjalan menghampiri Luhan, masih dengan pandangan yang menyala.

"Ikut aku." Perintah Sehun dingin saat berhasil mencengkram kuat tangan Luhan. Luhan yang terlalu terkejut dengan semuanya hanya dapat mengikuti langkah Sehun yang malah seperti menyeretnya keluar dari kerumunan.

.

"S-Sehun! Lepaskan!" seru Luhan. Sehun tak mengindahkannya, dirinya terus menyeret Luhan. Mereka berhenti di koridor . Lorong sangat sepi, lantai teratas, hanya ada mereka berdua. Sehun mendorong tubuh Luhan hingga membentur dinding koridor. Ia memegang kuat kedua bahu Luhan.

"Kau tahu." Luhan sedikit bergidik mendengar suara rendah Sehun. Ia sangat yakin bahwa Sehun sedang marah. Matanya masih berapi.

"Aku sungguh tak suka saat Chanyeol memberitahuku ketika di Pesta, kau pulang bersama Kai dan Chanyeol bilang, sebelumnya kau bermesraan di taman pesta bersama Kai." Lanjutnya penuh penekanan. Luhan merasakan tatapan Sehun sangat tajam, seakan bisa melubangi mata rusanya. Luhan berusaha tidak bertatapan dengan Sehun, matanya bergerak-gerak gelisah.

Sehun menangkup pipi Luhan dengan satu tangannya, "Tatap aku selagi aku bicara." Geram Sehun. Luhan pun tak punya pilihan lain selain menatap mata Sehun lagi.

"A-aku…" Luhan sungguh bingung ingin mengatakan apa. Sehun sangat menakutkan sekarang. Sehun menangkup pipi Luhan dengan kedua tangannya sekarang.

"Aku sudah tahu. Aku hanya perlu pengakuan langsung dari mulutmu." Ucap Sehun sedikit lembut. Luhan menelan ludahnya gugup. Jantungnya berdebum keras, entah itu ketakutan karena Sehun yang sedang marah besar, atau karena jarak mereka sungguh dekat. Ia bisa merasakan hangatnya napas Sehun menerpa-nerpa wajahnya. Ia sangat malas mengakui ini, namun Sehun terlihat sangat seksi dengan tampilan acak-acakkannya. Wajah tampannya terlihat sangat memesona.

"Jawab aku." Ucap Sehun, membelai pelan pipi Luhan. Luhan menghela napas pelan, berusaha menetralkan denyut jantungnya yang kian menggila.

"A-Aku memang diantar pulang oleh Kai. T-tapi, aku tidak bermesraan di taman pesta bersamanya, Sehun." Jawab Luhan dalam satu tarikan napas. Lalu ia menutup matanya, sudah tak sanggup lama-lama bertatapan mata dengan Sehun dengan jarak yang sedekat ini, membuat jantungnya serasa ingin meledak.

Sehun menyeringai tanpa sepengetahuan Luhan. Ia mengamati wajah Luhan dengan seksama, Luhan terlihat semakin cantik baginya. Perasaan marahnya, sudah menguap entah kemana. Ia pun mendekatkan bibirnya ke telinga Luhan.

"Mengapa kau menutup matamu? Kau terlihat seperti seekor rusa, yang dengan mudahnya pasrah dengan menyerahkan diri kepada serigala lapar sepertiku, kau tahu." Bisiknya dengan suara rendah. Detik itu juga, Luhan membuka matanya. Ia tidak bermaksud seperti itu, sungguh. Seharusnya ia tahu, bahwa Sehun adalah orang yang tak pernah memahami situasi.

"T-tidak, Sehun. A-aku…ahh." Luhan merutuk dirinya sendiri karena kelepasan mendesah saat Sehun malah menjilati rahangnya dengan lidah panasnya. Tangan Sehun yang semula berada di pipi Luhan kini berpindah. Tangan kanannya melingkari pinggang Luhan posesif, tangan satunya ia letakkan di tengkuk Luhan.

Luhan merasa pikirannya kacau seketika. Setiap sentuhan yang Sehun berikan kepadanya, dirinya akan selalu terjerat dan terbawa arus permainan Sehun. Pria ini sungguh hebatmembuat Luhan seakan hilang akal.

Sehun menggigit dan menyesap gemas rahang Luhan. Ia tahu Luhan sedang mati-matian menahan desahannya. Entah mengapa, Sehun merasa jantungnya berdebum keras hanya karena melihat wajah merah-memesona Luhan yang menurutnya sangat menggairahkan itu. Seketika gairahnya menjadi tinggi. Masa bodoh dengan detakan jantungnya yang kian menggila, bibir Sehun bergerak turun dan menjelajahi leher putih mulus milik Luhan.

"Mendesahlah untukku, sayang." Bisik Sehun rendah di sela-sela kegiatannya. Luhan menahan napas sejenak. Ia tidak tahan untuk tidak mendongakkan kepalanya. Sehun bersorak dalam hati.

"Ahhh…" Sehun tambah menyesap kuat leher Luhan ketika pria itu mendesah panjang atas perlakuannya. Luhan ingin menentang perlakuan kurang ajar Sehun, namun pikiran dan tubuhnya tak sejalan. Disatu sisi, ia merasa harga dirinya semakin rendah karena Sehun dengan seenaknya memperlakukannya. Disisi lain, ia juga tak sanggup lepas dari Sehun. Maksudnya, Luhan tak kuasa jika Sehun sudah menyentuhnya dimanapun, ia akan terbawa oleh permainan mesum Sehun. Jantungnya kian berdenyut cepat, entah perasaan apa ini, yang jelas Luhan merasa dirinya senang sekarang.

Sehun berhasil menciptakan satu-dua tanda pada leher Luhan. Ia berdecak kagum melihat karyanya. Ia menatap Luhan intens, Luhan terlihat sungguh seksi dengan wajah merah dan napas tersengal seperti itu. Sehun yang tak tahan langsung menabrakkan bibir mereka mentah-mentah.

Sehun melumat kasar bibir Luhan, tak sabaran dan terkesan seksi. Tubuhnya semakin ia rapatkan pada tubuh Luhan. Dirinya merasa, setiap kali ia berciuman dengan Luhan, gairahnya seolah tak akan pernah reda. Luhan berusaha mengimbangi ciuman panas mereka, dan tanpa sadar juga tangannya kini ikut mendorong kepala Sehun untuk memperdalam ciuman mereka.

Tangan kanan Sehun yang semula berada di pinggang Luhan kini telah berpindah ke area dada Luhan. Ia menelusupkan tangannya kedalam seragam Luhan. Dapat. Ia menemukan tonjolan kecil itu. Dicubitnya dengan keras puting sang empunya. Luhan mendesah tertahan di sela-sela pagutannya dengan Sehun.

Luhan tambah merona ketika tubuh mereka yang tanpa jarak itu, ia dapat merasakan penis Sehun yang ereksi itu menabrak penisnya. Seketika itu juga, penis Luhan langsung ereksi. Sehun menyeringai dalam ciumannya, ia menggesek-gesekkan area selatan mereka dengan tempo sedang. Luhan tak tahu lagi, ia merasa dirinya adalah orang yang paling bahagia di dunia ini sekarang. Kenikmatan sekaligus melandanya.

Luhan mendongakkan kepalanya tinggi-tinggi, otomatis bibir Sehun yang semula terpagut dengan sempurnanya pada bibir Luhan, kini berpindah tempat ke leher pemuda manis tersebut.

"Ahh..aahhh…" akhirnya Luhan dapat mengeluarkan desahan yang sedari tadi ia tahan-tahan. Sehun mengecupi mesra leher Luhan. Tangan kanannya ia pergunakan untuk melorotkan seragam Luhan yang semula sudah ia buka beberapa kancing atasnya. Bibirnya beralih ke bahu kanan Luhan, mencumbunya dengan ahli.

Tangan satunya ia bawa menuju penis Luhan. Langsung mengocoknya dengan tempo cepat. Luhan tambah mendesah keras. Kenikmatan sesaat ini sungguh membuatnya buta akan situasi. Saat Luhan siap meledakkan cairannya, tiba-tiba saja sebuah suara menyela kegiatan menyenangkan mereka.

"Sehun! Luhan!" teriak seseorang dengan suara melengking. Sontak Sehun dan Luhan langsung menghentikan kegiatan mereka dengan panik, terutama Luhan. Ia langsung buru-buru mengancingkan seragamnya. Keduanya bertatapan. Luhan dengan wajah merah padam yang panik, dan Sehun dengan wajah sarat akan kepuasan yang santai.

Keduanya memberanikan diri untuk menoleh. Dan alangkah terkejutnya mereka ketika mengetahui siapa yang meneriakinya. Sehun yang semula santai, kini mulai sedikit tegang. Dan Luhan, tambah tegang ketika mengetahui bahwa Guru Kim-lah yang memergoki kegiatan panas mereka.

Mereka tahu, bahwa sekarang ini Guru Kim pasti sedang marah besar dan merasa malu sendiri karena telah menangkap basah kelakuan anak didiknya.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?!" teriak Guru Kim murka. Sebenarnya, ia juga tak perlu bertanya seperti itu, karena ia sendiri jelas-jelas tahu apa yang telah muridnya itu lakukan. Tanpa sadar, Sehun dan Luhan sama-sama menelan ludah gugup. Sehun beringsut menjauh dari Luhan.

"E-eh…Guru Kim…Apa kabar, Guru?" Guru Kim melotot mendengar sapaan bodoh Sehun. Ia melangkahkan kakinya cepat dan langsung menyambar telinga keduanya dengan kuat. Sehun dan Luhan meringis bersamaan dengan jeweran Guru Kim yang kian kuat.

"Kalian ini. Sungguh memalukan. Berperilaku tak beretika di sekolah. Ikut kalian ke ruanganku." Geram Guru Kim menggiring keduanya menuju ruangannya sambil terus menjewer.

Luhan hanya bisa menahan ringisan dan malu luar biasa ketika murid lain memerhatikan mereka dengan pandangan aneh. Sedang Sehun sendiri berusaha bertampang garang agar para murid sialan itu berhenti menatapnya. Ia berusaha tak berekspresi kesakitan karena jujur saja, jeweran Guru Kim sangatlah kuat. Kasihan sekali telingaku, pikir Sehun miris.

.

.

.

Sehun dan Luhan sudah duduk di ruangan Guru Kim. Luhan menunduk dalam, ia malu sekali. Sedangkan Sehun, pria itu berwajah datar dan heran, mengapa Guru Kim terus saja mondar-mandir bak setrikaan. Sehun mengangkat tangannya dan berseru,

"Kau ini kenapa, Guru?" tanyanya kalem. Sontak Guru Kim menghentikan kegiata konyolnya. Ia dengan cepat menoleh dan menatap garang Sehun. Ia mendekat dan menoyor kening pemuda itu.

"Aku sedang berpikir, bodoh. Bisa-bisanya Tuan Besar Oh mempunyai anak yang luar biasa tak beretika dan mesum sepertimu. Aku akan segera menelepon Ayahmu." Ucap Guru Kim tajam dan ia langsung duduk di kursinya, berhadapan dengan Sehun dan Luhan.

"Aku sungguh tak menyangka. Ternyata, kau juga tak ada bedanya dengan si tengik ini, Tuan Luhan." Ucap Guru Kim memandang Luhan sinis. Luhan terus saja menunduk. Saat ingin menempelkan ponselnya ke telinga, tiba-tiba saja Sehun menyambar ponsel Guru Kim.

"Tahan, Guru. Kita bisa mendiskusikan ini baik-baik." Ujar Sehun tenang. Guru Kim yang sedang marah pun bertambah marah dengan sikap tak tahu adat Sehun.

"Kau pikir aku mau? Kau ini bodoh atau apa, huh? Bukan hanya aku saja yang mengetahui perlakuan kalian di koridor , semua staf dan Guru juga pasti tahu, karena mereka melihatnya dari kamera pengintai." Ucap Guru Kim berusaha mengontrol emosinya. Ia tidak ingin mengeluarkan kata-kata yang teralu kasar kepada muridnya, termasuk Sehun.

"Apa yang ada di pikiran kalian sebenarnya? Kalau kalian ingin berbuat seperti itu, lakukanlah di tempat lain. Jangan di sekolah. Kalian pikir sekolah tempat untuk bermesraan, huh?!" hardik Guru Kim. Sehun tak menampakkan air wajah takutnya, ia berusaha terihat biasa saja walaupun dirinya juga sedikit takut kalau Guru Kim sampai melaporkan kejadian ini pada Ayahnya.

"Kau membuat kekasihku bertambah takut, Guru." Komentar Sehun melirik Luhan yang semakin menundukkan kepalanya. Sehun pun mengulurkan tangannya ke arah dagu Luhan. Diangkatnya dagu itu. Oh, wajah Luhan merah sekali. Sehun yakin, Luhan saat ini pasti sedang ketakutan. Ia yakin Luhan sedang menahan tangisnya.

Ia merangkul Luhan dan berbisik, "Kita akan baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir." Luhan tak mengindahkan perkataan Sehun yang jelas-jelas tak percaya diri itu. Kini, keduanya telah berada diujung tanduk.

"Berhenti bermesraan! Kembalikan ponselku, Oh Sehun!" teriak Guru Kim garang. Sehun sedikit terkesiap, perlahan ia melepaskan rangkulannya pada Luhan. Ia menghela napas sekali.

"Kumohon, jangan beritahu murid lain tentang ini, Guru. Kau bisa mengatakan pada mereka bahwa aku dan Luhan di skors karena apa misalnya. Kumohon." Ujar Sehun serius. Guru Kim mendelik dan dengan cepat merebut kembali ponselnya.

"Kau pikir aku ingin? Nama baik sekolah ini bisa tercoreng, kau tahu. Semoga saja berita memalukan ini tak banyak yang mengetahui. Biarkan air mengalir sesuai arusnya." Balas Guru Kim, kemudian berdiri dan segera menghubungi Ayah Sehun.

.

.

Sehun memegangi pipi kirinya yang baru saja ditampar oleh sang Ayah. Ia berusaha menahan ringisan, tamparan telak sang Ayah di pipinya itu juga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah segar.

"BENAR-BENAR MEMALUKAN, OH SEHUN!" hardik Tuan Oh. Sehun masih bergeming di posisinya. Ia tahu, Ayahnya pasti akan bersikap seperti ini jika ia melakukan kesalahan. Apalagi, kesalahan seperti ini.

Luhan dapat merasakan tangannya yang mendingin dan basah oleh keringat. Pemandangan dihadapannya ini serta merta membuatnya takut. Jantungnya berdebum keras. Guru Kim dengan cepat menuntun Luhan agar menjauh. Ia berujar dengan pelan.

"Sebentar lagi, Ibumu akan datang, Luhan. Kau seharusnya tahu, setiap perbuatan, pastilah ada resikonya." Ia menepuk-nepuk singkat bahu Luhan. Luhan menghela napas berat. Ia telah mempermalukan dirinya sendiri, terlebih, Mamanya. Luhan sungguh benci pada dirinya sendiri sekarang. Semua ini karena Sehun, kalau saja Sehun tidak melakukan tindakan kurang ajar itu padanya, dirinya pasti tak akan terjerembab pada lingkaran memalukan ini.

Ia juga berpikir, ini tak sepenuhnya salah pemuda itu. Luhan kan sudah tahu, bahwa dari awal Sehun itu sudah mesum. Namun, salah Luhan sendiri, yang dengan mudahnya terjebak dalam permainan haus akan hasrat Sehun. Terlebih, ia menikmatinya juga. Ia menyumpah-serapahi dirinya yang begitu bodoh jika sudah berdekatan dengan Sehun. Pria itu benar-benar berbahaya, Luhan harus menjauhinya. Segera.

Tuan Oh memijat pelipisnya pelan. Ia tak habis pikir. Anak semata wayangnya ini, tak henti-hentinya membuat masalah, terlebih, sekolah ini adalah miliknya. Tuan Oh sebenarnya sudah biasa dipanggil oleh sekolah karena masalah Sehun, seperti tawuran, berkelahi, ataupun lainnya. Namun untuk kasus yang satu ini, dirinya sungguh tak menyangka. Anaknya itu berani-beraninya berbuat senonoh. Sehun seharusnya tahu, bahwa setiap sudut sekolah ini pasti ada kamera pengintai. Tuan Oh membatin dengan geram. Ia sungguh malu.

Perlahan ia bangkit dan menatap Guru Kim dan Luhan bergantian, "Maafkan perlakuan tak beretika anak ini, Guru. Aku tak tahu lagi harus bagaimana agar anak ini berhenti membuat masalah di sekolah milikku. Aku minta padamu, agar kasus memalukan ini tak tersebar luas. Dan selama masa skorsing Sehun, aku ingin kau mengirimkan seorang Guru, atau mungkin dirimu? Agar Sehun tak tertinggal mat pelajaran. Mau jadi apa anak ini jika terus di skors."

Guru Kim mengangguk dan tersenyum maklum. Ayah Sehun kembali menatap sang Anak.

"Dasar bodoh. Ayo, pulang." Geram Tuan Oh. Sehun pun menurut saja, ia tak kuasa jika harus melawan Ayahnya. Ia sangat menghormati Ayahnya. Saat melewati Luhan, Sehun dapat melihat berbagai macam ekspresi pada wajah cantiknya.

Sehun pikir ia memang sudah tak waras lagi, karena tepat saat itu, ia membisikkan sesuatu yang pasti di kekang akal sehatnya. "Maafkan aku, Luhan." Kemudian ia benar-benar berlalu membuntuti Ayahnya. Seumur hidup, Sehun hanya pernah meminta maaf dua kali. Yang pertama, pada Ibunya. Karena waktu itu, ia pernah tak sengaja memecahkan guci kesayangan Ibunya. Waktu itu juga Sehun masih berusia sepuluh tahun. Dan yang kedua, adalah kepada Luhan. Sehun sendiri tak menyangka, kalimat itu meluncur tanpa bisa ia cegah. Dan, tersirat nada penyesalan didalamnya.

Luhan sontak sedikit terperanjat dan bisikkan tiba-tiba Sehun. Bulu kuduknya sedikit meremang. Bukan karena takut, ia hanya tak menyangka. Seorang Oh Sehun yang arogan itu, meminta maaf padanya? Setahu Luhan, Sehun hanyalah seorang arogan nan egois yang selalu merasa dirinya benar. Dan kali ini, ia meminta maaf kepadanya.

Luhan termenung. Ia akan di skors untuk pertama kalinya, terlebih dengan kasus memalukan seperti ini. Luhan berpikir keras, ia harus segera enyah dari kehidupan Sehun. Ia ingin, kehidupannya sebagai seorang siswa itu normal seperti sebelum ia mengenal Sehun. Ia harus segera menghilang dari kehidupan Sehun. Ia takkan lagi diperdaya oleh pria tampan itu, ia tak ingin. Luhan berusaha mengeraskan hatinya agar tak takut dengan Sehun. Ia harus bisa. Walau hati kecilnya tak bisa berbohong, ia merasa getaran halus di dadanya itu selalu ada setiap kali ia berdekatan dengan Sehun.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC


Lama tak berjumpa kawand T.T

Cuma bisa minta maaf huhu, ini ngaret apdet tanpa ada unsur kesengajaan lho ya TT. Dan mungkin ff ini semakin lama semakin (emang) gaje:') ini aja nulis disela-sela kepadatan/?

Mau ngucapin terima kasih banyak sama yang udah baca, review, foll+fav:')

Baca ff-ffku yang lain dong, selain ini, masih ada yang lain kok/?

Bagi yang suka tebak-tebakan alur dan mikir, bisa baca deux cotes, bagi penggemar horor bisa baca terror, dan bagi yang ingin bermelankolis ria/? Bisa baca gone. HunHan semua yaaa, Bisa di cek~

DAN, REVIEWNYA LAGI DONG KAWAND:')