Do You Believe in Reincarnation?

Pair: LenxRin Kagamine! -not incest-

Rated: T

Disclaimer: VOCALOID ©Yamaha and Crypton Future Media.

Summary: Mineka Rin, seorang wanita yang berusia 20 tahun, tak percaya dengan yang namanya 'reinkarnasi'. Apakah setelah mengetahui kondisi Len, dan menerima novel. Apakah ia dapat mempercayai hal itu yang sulit diterima dengan logika tersebut?

Warn: AU, OOC, typo(s), alur terlalu cepat/lambat, ada FLASHBACK RINTO.

Berlaku DLDR!

Previous chapter:

Len menjatuhkan dirinya di atas kasur itu. Dengan mata tertutup, Len pun berkata, "Rinny... Aku sangat rindu padamu, kenapa Kami-sama selalu memberikan takdir ini kepada kita berdua?!"

"Padahal aku sangat ingin kita bersama! Hah, jika aku diberikan kesempatan ketiga kalinya, aku akan berharap pada Kami-sama, untuk merubah takdir kita," ucap Len yang tanpa disadari, didengar oleh seseorang.

'Hmm, kalau begitu, ini kehidupan keduanya ya?' Batin seseorang yang tanpa sengaja mendengar ucapan Len.

"Sungguh aneh, tapi nya-"

"Siapa di luar!?" Tanya Len yang sudah mengetahui keberadaan seorang itu, yang menguping ucapannya. Dengan cepat, Len langsung membuka pintu kamar itu.

SRETT..

"KAU!"

Happy Reading, Minna-san!

"U-Untuk apa kau ke sini hah!?" Ujar Len dengan takut. Dari gaya bicaranya, Len sepertinya sudah mengenal lama sosok ini sebelumnya.

Sosok itu menatap Len dengan tatapan intimidasinya. Membuat Len menciut seketika, "Apa yang maksudmu, hmm? Masih mending Kami-sama memberimu kesempatan hidup untuk kedua kalinya.."

"Cih, kesempatan kedua apaan!? Membuatku menjadi sakit-sakitan seperti ini!?" Ujar Len dengan sarkastik. Karena tak dapat menahan amarahnya, sosok itu—

Gulpp..

Len menelan ludahnya dengan susah. Ups, dia lupa kalau sosok ini adalah sosok yang menemaninya pada saat kedua orang tuanya telah meninggal. Dan jika ia membantah sedikit saja, maka—

Plak! Plakk!

Kedua pipi Len ditampar dengan kerasnya oleh sosok itu. "Hei! Apa maksudmu, Rintoo!?" Sosok yang dipanggil Rinto itu hanya diam saja tanpa melakukan aktivitas apapun. "Hmm, teriak saja sekencang-kencangnya. Kau sudah lupa ya? Kalau aku ini adalah malaikat penjagamu!?" Ujar Rinto dengan memutar matanya, bosan.

"Dan, kau harus menghargai kehidupanmu, Len! Aku yakin, Kami-sama pasti punya alasan tertentu membuatmu seperti ini," ujar Rinto dengan santai, sambil melayang-layang di udara. Ingat, karena ia adalah malaikat.

"Cih, terserah kau saja, aku sudah tak peduli. Sekarang sebutkan tujuanmu datang ke sini." Ujar Len yang kembali lagi ke tempat tidurnya. Dan bertanya to the point. Rinto pun berdehem sebentar, membuat Len keki. "Cepatlah tak udah banyak gaya! Ba—"

Jdukkkk!

"Itaaaiiiiiii, bakaaaaaa!" Gerutu Len yang mungkin mengecilkan volume suaranya, agar tak disangka gila. Rinto hanya terkikik pelan, melihat sahabatnya tersiksa karenanya. Sahabat macam apa kau, Rinto!? batin Len dalam hati.

"Aku ke sini, ingin menanyakan tentang novel yang kuberikan padamu. Ke mana novel itu sekarang?" Tanya Rinto sambil menengok ke arah kiri dan kanannya. Tetapi hasilnya nihil. Tak ada.

Curiga dengan sikap Len yang agak gemetar, Rinto langsung bertanya dengan sarkastiknya, "Apa yang kau lakukan pada novel itu? Hilang atau—"

"Gomen Rinto... Aku meminjamkannya pada Rin. A-Aku—"

"—Aku terpaksa, karena itu dalam situasi yang agak genting."

"?"

"E-Etoooo.."

"Apa maksudmu, MEMBERIKAN BUKU TERLARANG ITUU!?" Teriak Rinto membahana yang dapat didengar jelas oleh Len. Meskipun pasien-pasien yang lain tak dapat mendengarkan teriakan Rinto yang cukup membahana itu.

Rinto langsung menggarukkan kepalanya yang tak gatal itu, frustasi. Kata yang tepat untuk mendeskripsi keadaan Rinto saat ini. Dengan perlahan, Len bertanya dengan penasaran, atau mungkin karena ketakutan?

"Memangnya kenapa dengan buku itu?" Rinto membulatkan matanya dengan sempurna, membuat Len terbelalak terkejut dibuatnya. "Itu berisi, kehidupan pertamamu di dunia ini Len. Jika ada orang selain kau yang membacanya, maka, orang tersebut bisa melakukan 2 pilihan. Yaitu—"

"?"

"Memanfaatkan kehidupanmu sekarang dengan buku itu, atau ingatan masa lalu orang itu yang pernah menjalani kehidupan bersamamu, akan terbuka kembali, sedikit demi sedikit."

"!"

"Jadi, kau berikan pada kekasihmu? Atau saudaramu?" Tanya Rinto dengan penuh ekspektasi, kalau buku itu tak jatuh ke tangan yang salah. Dengan wajah yang merona, Len menjawab pertanyaan dari Rinto, malaikat yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri.

"A-Aku berikan pada Mineka Rin, orang yang kusukai..." Ujar Len sambil membayangkan wajah Rin. Sungguh cantiknya... Batin Len.

"Hahh, ternyata dia.. Aku kira siapa.. Tapi, kau harus bisa menerima kenyataan, kalau Rin akan mengetahui yang sebenarnya sedikit demi sedikit." Ujar Rinto dengan mata tertutup, seperti seorang yang memikirkan sesuatu.

Len baru menyadari perkataan Rinto, "AP—" teriakan Len yang hampir pecah itu, langsung ditutup dengan tangan Rinto, walaupun Rinto adalah malaikat, ia masih bisa menyentuh sebagian orang saja.

"Huaaaaaa! Bagaimana ini!?" Ujar Len dengan khawatirnya. Rinto dengan sok kepahlawanannya, langsung membusungkan dadanya. "Hahaha! Tenang saja! Aku akan membantumu..." Ucap Rinto seperti pahlawan kesiangan itu.

Len sweatdrop..

"Pftt! Memangnya kau bisa apa?! Palingan membuatnya berantakan.." Ujar Len dengan sarkastik, dan mendengus kesal. Rinto yang mendengar ucapan Len yang amat meremehkannya, langsung mengeluarkan seringai yang menurut Len berbahaya.

"Eitss! Jangan pernah meremehkan aku! Aku pasti bisa! Haha, mau kuapakan hah, gebetanmu si Rin itu, hmmm?"

Membulatkan matanya dengan sempurna, Len langsung berubah menjadi killer mode. Membuat Rinto terpaku di tempatnya. Dengan terbata-bata, Len mengeluarkan kata-kata yang sangat nge-JLEB! Untuk Rinto, "Jika kau menyentuh Rin atau mencoleknya saja, maka akanku keluarkan dan tak akan PERNAH mengganggapmu sebagai kakakku lagi."

JDERR!

Dengan lebaynya, Rinto pun langsung nangis kejar di lantai. Guling-guling ke sana kemari. Seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan yang ia inginkan. Len jengkel akan sifat kekanak-kanakkan Rinto. Dengan kesal, ia mau tak mau menarik kata-katanya barusan.

"Iya! Iyaa! Aku tak akan mengeluarkan kau dan kau akan kuanggap jadi kakak! Asal, kau jangan pernah menyentuh Rin untuk tidak-tidak!" Ujar Len yang mungkin terpengaruh atau kasihan dengan kakak angkatnya, mungkin.

Pukul 15.00 sore.

Rin pun bergegas menuju rumah sakit dengan beberapa sisir pisang, dan tak lupa juga memasak makanan favorite Lenny-nya. Yaitu, Pai Pisang!

Tak lupa juga ia membawa novel untuk ia baca di rumah sakit bersama Lenny-nya. Oh, sungguh romantis.

"Huaaaa... Aku harus cepat!" Dengan brutalnya, Rin langsung menginjak pedal gasnya. Dan kalian pasti tahu, kalau Rin sedang mengebut di jalan raya, tanpa memikirkan serapah-serapahan dari orang lain.

Dan, sesampainya di rumah sakit, pukul 15.30

Tok.. Tok..

Bunyi ketukan pintu dari Rin, berhasil membuat Len dan Rinto terkejut. Len yang sedang berbicara dengan Rinto langsung lompat ke kasurnya. Sedangkan Rinto –seorang malaikat- hanya bersikap biasa saja. Karena ia 'kan tak terlihat.

Rin langsung memutar kenop pintu ke arah kanan. Dengan perlahan, ia –Rin- melihat Len yang sedang tertidur –bohongan- dengan pulasnya.

Ceklek..

Rin pun hanya menyapa Len yang sedang –berpura-pura- tidur dengan lembutnya. Senyumannya bagaikan malaikat. Len yang matanya sedikit terbuka, hanya bisa blushing dan berteriak dalam hatinya.

"Hai, Lenny! Aku datang!" ucap Rin sambil melepaskan kacamatanya ke dalam tas. Rinto –yang tidak terlihat- hanya memandang perempuan yang sedang berdiri itu dengan datarnya.

Rin langsung mengeluarkan kotak yang ada digenggamannya. "Hei, Lenny... Aku membawakanmu makanan kesukaanmu nih! Pai Pisang!"

JDERRR!

Len yang tak bisa bertahan lama tuk berpura-pura tidur, langsung membuka matanya. Dengan kecepatan kilatnya, Len mengambil makanan yang ada digenggaman Rin.

"HUAAAA! PAI PISANGGG!" teriak Len dengan senangnya, Rin yang terkejut, karena Len hanya berpura-pura tidur, dan mengambil makanan dari genggamannya. "HEIII! JADI KAU BERPURA-PURA TIDUR YAA! BAKA SHOTAA!?"

GLEKK..

'Mati aku!' Len hanya bergidik ngeri dalam hati. Oh tidak! Pasti Rin akan menghajar habis-habisan! Yap, untuk menjaga agar tindakan gore Rin merubah rated fic ini, jadi kita akan mempercepat adegan yang tak patut.

BAG BIG BUGHH!

"KYAAAA! ITTAAAIIIII!" pekik Len kesakitan. Teriakkannya seperti anak-9-tahun-yang-kelindes-roadrollerRin yang entah darimana ia dapat. Rinto hanya terbelalak terkejut ketika melihat perempuan yang di hadapannya, menghajar Len dengan tak berperimanusiaan. Setahu Rinto, selama ia menjaga Len dari Surga, ia baru melihat perempuan seperti ini. Biasanya, perempuan yang mendekati Len hanya ingin mendapatkan kekuasaan atau harta benda Len.

Dan mereka pun berusaha menjaga image baiknya di depan Len. Yap, benar, munafik.. Sejak itu Len tak pernah mendekati perempuan manapun, kecuali untuk perempuan yang satu ini. Rinto melihat perempuan ini, hanya bisa mengambil kesimpulan, kalau perempuan yang bersama Len ini, berbeda daripada yang lainnya.

.

.

.

.

Rin hanya menghela napasnya berat. Pftt.. Bisa-bisanya Len mengerjainya dengan berpura-pura tidur. Untung saja, Rin membawa makanan kesukaan Len, kalau tidak... Pasti ia sudah berbicara dengan orang yang berpura-pura tidak tidur. Itu sangat gila...

Len yang sudah dihajar Rin habis-habisan oleh Rin, mengelus-ngelus lengan, perut, serta bahunya yang dihajar. 'Untung saja cuma kemerahan, kalau enggak, pasti nyawaku sudah berpulang kepada-Nya..' batin Len yang terlalu mendramatisir.

Karena tak tahu topik yang akan dibicarakan, Rin dan Len pun membuka percakapan secara bersamaan.

"Eh, tadi apa yang—" ucap mereka bersamaan.

"Kau saja yang duluan, Len!" ujar Rin sambil menunjuk ke arah Len. Len yang ditunjuk, malahan menunjuk ke arah Rin. Pftt.. Sepertinya di antara mereka tidak ada yang mau mengalah. Sudah bisa dipastikan, kalau akan terjadi adu mulut, karena tak ada yang mau mengalah.

"Kau saja, Rinny! Because ladies is first!" ucap Len dengan bahasa inggris yang kacau di bagian akhir kalimat.

Tak mau kalah, Rin langsung dengan cepat memutar balikan kalimat Len. "E-EH!? Tidak bisaaaa! Lelaki lah yang harus duluan! Karena—"

Ucapan Rin yang ingin diselesaikan Rin, lagi-lagi terputus karena.. Dokter Kaito!

Rin menggerutu, 'Dasar ini dokter! Kalau bukan dokter udah kuhajar juga!' gerutu Rin yang terlalu 'tsundere' hampir tak didengar oleh dokter itu. Yap! Rin hanya bisa menatap tajam dokter itu.

Dokter Kaito langsung berkata kepada si pasien, Len. "Len-san, silahkan anda berbaring di tempat tidur anda. Karena, kami akan melakukan kemoterapi sekarang juga." Rin pun langsung tanpa ba bi bu lagi, ke luar dari ruangan Len.

Lalu, ia mengeluarkan novel yang sempat digenggamnya tadi untuk melanjutkan bacaan novel yang tak sempat ia baca, sambil menunggu Len ke luar dari ruangan kemoterapi.

Halaman 52

Dan seperti biasanya, keringat dingin mengucur dari dahiku. Aku yang melihat dari luar pintu saja, sudah merinding! Apalagi jika aku masuk ke dalamnya!? Sungguh menyebalkan sekaligus membuat hatiku dipenuhi dengan serapahan-serapahan.

Kekasihku hanya memberi dukungan kepadaku dengan cengiran khasnya. Membuatku agak rileks. Yah, sekaligus membuat pipiku merona merah tak karuan. Hahh, sungguh senangnya hatiku ini!

"Silahkan anda berbaring di sini. Saya akan menyiapkan alat-alat untuk kemoterapi," ujar dokter itu sambil tersenyum kepadaku. Walaupun dokter itu memakai masker. Ughh... aku sangat takut sekarang. Tapi, semua itu terbayarkan dengan senyuman dan dukungan kekasihku. Walaupun ia tak diperbolehkan masuk ke dalam ruangan kemoterapi ini.

Dokter itu langsung menghampiriku, dan memasangkan jarum, aku tak tahu pasti. Walau aku sudah beberapa kali dikemoterapi. Dan seketika itu juga, kesadaranku sepenuh ditelan oleh kegelapan.

Halaman 53

Aku pun akhirnya sadar. Dan sekarang, kekasihku berada di samping tempat tidurku. Saat aku melihat ke arah jam..

"WHATTTT!? Udah jam segini ajaa!?" aku sangat –banget- terkejut, sudah setengah harian aku tidur!? Jarum jam pun sudah menunjukkan pukul 18.00 sore. Pantas saja, kekasihku tertidur dengan pulasnya. Tapi sekarang tidak. Karena suaraku yang terlalu membahana, ia pun terbangun dari tidurnya. Padahal, aku masih ingin melihat wajah innocentnya pada saat tidur tadi.

Sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, kekasihku menatapku dengan, err... penuh arti. Tapi itu tak berselang lama.

"HUUEEKKK!"

"E-EH! Chotto matte! Akan aku ambilkan ember dan kain!" ujar kekasihku agak terkejut. Dan benar sekali! Aku muntah gara-gara kemoterapi itu! Hahh, padahal aku tak ingin merepotkannya!

Dengan cepatnya, kekasihku langsung memberiku ember –untuk aku muntah, mungkin..- dan kain. Mungkin karena sifat keibuannya ke luar, ia langsung membersihkan badanku. Hah, kenapa aku selemas ini!?

"Nah! Sekarang kau istirahat ya..." ujar kekasihku sambil tersenyum.

Aku hanya bisa tersenyum dan berkata, "Arigatou nee, Oren-channn~" ujarku dengan semanis mungkin. Haha! Ia –kekasihku- langsung memerah mukanya, bak tomat! "Douittamashite! Aku pulang dahulu ya! Aku janji akan—"

Rin langsung memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit. Lalu-

.

.

.

"Len-kun, apa kamu ingat janji kita dahulu?"

"Aku ingat kok, Rin-chan! Kita akan selalu bersama 'kan?"

"Sampai waktu memisahkan kita, dan—"

"Mempertemukan kita untuk kedua kalinya!"

Rin yang tiba-tiba memorinya terlintas sekejap, membuatnya mengernyit bingung. Sejak kapan dia berteman dengan Len? Seingatnya, ia bertemu Len pada usia 16 tahun, pada saat ia dan Len satu sekolahan dan menjadi teman sebangku. Tapi, kenapa memorinya menampilkan ia sebagai anak kecil yang memakai gaun anak kecil?!

Apa mungkin ini pentujuk dari misteri yang ia ingin ungkapkan? Apakah ini petunjuk pertamanya? Tapi kenapa?

.

.

.

Rinto yang sedari bosan menunggu Len langsung melayang, meninggalkan Len yang sedang dikemoterapi. Melayang-layang di udara, melihat pemandangan kota dari atas langit adalah hal yang amat membosankan, menurut Rinto. Tapi ketika ia melihat satu rumah yang amat megahnya, langsung membuatnya tertarik untuk memasuki rumah –lebih tepatnya mansion- itu.

Yah, tak usah ditakutkan lagi, kalau Rinto akan diteriaki maling. Toh, dia juga sudah menjadi malaikat. Jadi ia hanya tinggal menembus pintu, dan—

"WHAAAATTTT! I-INI RUMAH SIAPAAAA?" teriak Rinto yang membahana. Tapi, percuma.. toh, semua orang tak bisa mendengarkan teriakkan Rinto itu.

"Sepertinya aku kenal ini siapa." Mata azure Rinto langsung tertuju pada sebuah bingkai foto. Dengan pose berpikirnya, Rinto dengan otak –telmi-nya.

Rinto yang masih dalam pose berpikirnya, tertuju pada kedua orang di bingkai foto itu. Di sebelah kiri ada seseorang yang memiliki mata azure, hidung mancung, gagah perkasa –menurut Rinto-, dan rambut kuning madu yang dikuncir. Sedangkan di sebelah kanan ada seseorang yang sedang memeluk orang yang tadi dideskripsikannya dengan erat. Perawakannya sama seperti yang disebutkan tadi. Tapi bedanya, rambut kuning madunya dibiarkan tergerai. Mungkin sebahu... pikir Rinto.

Karena sudah cukup, memperhatikan bingkai foto itu, Rinto langsung terkejut dengan tidak elitnya.

"WHAAAAAAAAAAAAAAATTTTTTTTT!?"

"I-INI 'KAN LEN DAN RINNN!" teriak Rinto dengan telatnya. Bahasa kerennya, LoLa(Loading Lama).. yap, mungkin cocok dengan keadaan Rinto saat ini.

Tercengang.. Ceklist!

Terharu.. Ceklist!

Mulut terbuka lebar.. Ceklist!

Hmm, daripada menunggu Rinto selesai terbengong-bengong. Lebih baik, kita menuju pada tokoh utama. Yap! Mineka Rin tanpa kacamatanya. "Apa ini pada saat mereka sekolah di Vocaland High School?" tanya Rinto pada dirinya sendiri, dan memori tentang pertemuannya dengan Len.

Flashback on

Terlihat seorang anak kecil berusia 9 tahun yang sedang berlarian lincah ke sana kemari tanpa henti. Tetapi, itu semua tak berlangsung lama ketika ia melihat 'seseorang' yang agak aneh menurutnya.

Dengan wajah lugu dan sangat menggemaskan itu, anak kecil itu langsung menghampiri 'orang' itu.

"Hei.. Kau siapa? Kenapa kau agak aneh?" ujar anak kecil itu dengan wajah polosnya. 'Seseorang' itu hanya mengerutkan dahinya bingung dan menatap ke arah anak itu.

"Ka-Kau bisa melihatku?" ujar 'orang' itu dengan tatapan tidak percaya. Anak itu hanya mengganggukkan kepalanya. Dan seketika itu...

"HUAAAAAAAAAA... BAHAGIANYA AKUU!" teriak 'orang' itu kegirangan sambil melompat-lompat. Anak kecil itu hanya kebingungan.

"Eh? Apa maksudmu?" tanya anak kecil itu ke 'orang' itu. 'Orang' itu hanya menjawab, "Aku adalah malaikat."

WUSHHH!

Anak kecil itu pun terpaku diam. Ia masih kaget dengan perkataan 'orang' di hadapannya ini. Apa mungkin ia bertemu dengan malaikat, karena ia sudah di surga? Atau mungkin ia sudah mati? Tapi, semua yang ada dipikirannya itu ia singkirkan.

Seakan-akan 'orang' ini tahu apa yang dipikirkannya, 'orang' itu pun langsung berkata, "Kau belum mati kok. Oya, perkenalkan aku Kagami Rinto. Dan aku seorang malaikat. Hehe.." 'orang' yang bernama Kagami Rinto langsung tersenyum lebar sembari mengulurkan tangannya, yang mengisyaratkan anak itu untuk berjabat tangannya.

"Hah.. Apa benar kau seorang malaikat? Kalau iya, coba buktikan!" ujar anak kecil itu yang masih tak percaya dengan perkataan 'orang' yang ada di hadapannya ini. Dengan penuh percaya diri, 'orang' itu langsung melayang-layang di atas udara. Bukan hanya itu saja yang 'orang' itu lakukan, tetapi 'ia' juga ke langit dan kembali ke hadapan anak kecil itu sambil menggenggam sebuah awan.

Anak kecil itu pun langsung bertepuk tangannya. Ia langsung percaya akan malaikat di hadapannya ini. Tanpa Rinto sadari, anak itu langsung memperkenalkan dirinya. "Namaku Kagamine Len. Usiaku 9 tahun. " ujar anak kecil yang bernama Len itu.

Rinto pun langsung bertanya pada Len, "Oh ya, kenapa kau bisa melihatku? Kau adalah manusia pertama yang bisa melihatku! Apa jangan-jangan kau punya indera ke-enam?" tetapi anak kecil -Len- itu menggelengkan kepalanya. Rinto pun semakin bingung.

Tak ambil pusing, Rinto langsung mengganggapnya enteng. "Ah, sudahlah.. Oya, kau tinggal di mana Len?" Len pun menjawab, "Aku tinggal di sana." jawab Len dengan menunjuk rumahnya dengan jari telunjuknya. Rinto lansung menolehkan kepalanya sesuai yang ditunjukkan oleh Len. "Oohhh... itu rumahmu ya.. megah juga."

.

.

.

.

Hari demi hari pun dilalui Len dan Rinto sebagai sahabat atau mungkin bisa juga seperti Rinto adalah kakaknya, sedangkan Len seperti adik. Mereka sering bercanda ria, secara diam-diam tentunya. Kalau tidak, Len bisa dianggap gila oleh tetangga sekitar.

"Hey, Rinto-nii! Aku ingin bercerita nih.. Kau mau dengar, hmm?" ujar Len dengan senyum lebarnya. Rinto yang sedang melayang-layang di udara hanya menganggukkan kepalanya."Memangnya kau mau bercerita apa?" tanggap Rinto dengan malasnya.

"Tadi di sekolahku, ada kedatangan murid baru. Dia sangat cantik..." ujar Len sambil memejamkan matanya. Rinto yang tadinya malas-malasan, langsung tertarik dengan cerita Len.

"Secantik apa dia?" tanya Rinto yang semakin penasaran dengan cerita Len. Len pun berdehem sebentar, "Ehem.. dia mempunyai mata azure sama sepertiku, lalu rambutnya halus seperti sutera berwarna kuning madu. Yah, walaupun dia flat-chested* sih..." jelas Len.

Rinto yang masih belum puas dengan jawaban Len, langsung bertanya lagi. "Apa hanya itu saja?" Len menjawab, "Dia agak tomboy. Lalu, dia seorang otaku yang sangat 'tsundere'. Aku dihajar babak belur, gegara mengejeknya 'flat-chested-tsundere'. Sehingga badanku rasanya remuk semua. Dan dia adalah perempuan pertama yang berani menghajarku." ujar Len sambil menarik dan membuang napasnya berat.

Dan seketika tawa Rinto pun menggema di telinga Len, "MUAHAHAHAA..." Len yang mendengar tertawaan Rinto langsung menggerutu kesal. "Ishhh! Kenapa kau menertawakanku hah!?" Rinto hanya bisa tertawa dan tertawa tanpa henti. Yap.. mungkin Len hanya bisa menunggu Rinto sampai capek tertawa.

"Ahahaaa... Bakaa!"

"Diam kau.."

Raut wajah Len semakin lama semakin ditekuk. Len sangat kesal dengan Rinto, yang sudah setengah jam tertawa terbahak-bahak. 'Ini manusia apa manusia!?' batin Len dengan bodohnya. Mana ada manusia yang dapat tertawa terbahak-bahak sampai setengah jam!?

Akhirnya..

Tawa Rinto pun berhenti. Karena masih penasaran dengan cerita Len tadi, Rinto pun berdehem sebentar lalu bertanya, "Jadi..?"

Len yang masih kesal itu hanya diam tak menjawab pertanyaan Rinto. Ia menghiraukan pertanyaan Rinto sambil memainkan handphonenya.

"Ayolah Len... ceritakan kepadaku lagi.. aku janji deh.. tidak menertawakanmu lagi.. Please~~" Rinto pun memohon dengan nada yang dibuat-buat dan disertai dengan jurus ampuhnya. Puppy eyes no jutsu.

Len yang tak sampai hati melihatnya itu(baca: eneg) langsung mau tak mau mengiyakannya, daripada ia harus melihat puppy eyes no jutsu Rinto.

"Ya.. ya.. ya! Jadi, memangnya apa yang mau kau tanyakan hah!?" ketus Len yang sambil meminum es jeruk yang ada di meja.

"Jadi.. apa kau suka dengan dia, hmm?"

JDERR!

BURRSSHHH!

"APAAA!?" Len yang tadinya hampir meminum es jeruk itu, akhirnya tersembur ke luar. Kaget sekali dengan pertanyan blak-blak'an Rinto. Semburat merah di pipi Len pun muncul.

Tawa licik Rinto pun akhirnya menguar. "Kyahahaa.. Hihihiii.. Araa.. Ternyata... kau suka dengannya ya?"

"U-Urusaii, Bakaaaa! Pergi kauu!"

"Cieee.. ehemm.. yang sedang dilanda jatuh cinta..." goda Rinto yang semakin menjadi, semakin membuat wajah Len memerah hebat.

"KE LUAR BAKAAA!"

BLAMM!

Pintu pun ditutup dengan tak berperi'pintu'an. Masa bodoh dengan tetangga sekitarnya yang akan menganggapnya gila.

"Hiii~~ Takut dengan otoutoku tercintaahh(?)" ucap Rinto dengan nada yang sangat lebay disertai nada yang dibuat-buat. Len yang mendengarnya dari dalam, hanya mendecih kesal sambil terbayang wajah gadis yang ia sukai. Mineka Rin.

.

.

.

Flashback off

"Hahh.. sudah berapa lama aku tak mengunjungi Len ya? Jadi perempuan ini yang Len ceritakan padaku.. Sungguh mirip seperti kakak dan adik. Tapi, tidak mungkin 'kan Len mempunyai adik perempuan!?"

"Len.. Apa takdirmu bersama Rin akan berubah, nee?" gumam Rinto sambil mengharapkan yang terbaik bagi Len, yang sudah ia anggap sebagai sahabat, adik sendiri, serta teman terbaik.

.

.

.

.

.

.

.

"Aduh.. kenapa kepalaku pusing sekali!? Ughh.. padahal Len sebentar lagi kan akan ke luar dari ruangan kemoterapinya.. Jika aku tak ada di sampingnya, pasti dia akan kecewa sekali!" Ucap Rin sambil memijit kepalanya yang pening itu.

Ia tak boleh terlihat lemah. Ia harus kuat untuk bekerja mencari uang, lalu merawat, membiayai, dan membahagiakan Len. Satu-satunya pria yang amat ia cintai.

Meskipun Len tak sempurna... Ia tetap mencintai Len apa adanya. Ia tak mengharapkan harta benda Len yang menggunung itu. Yang ia harapkan hanya satu.

Agar Len sembuh dan dapat bersamanya selamanya.

Karena tak cukup tenaga untuk membaca, akhirnya Rin memutuskan untuk menutup novelnya, dan menunggu lampu kemoterapi dimatikan serta menghampiri Len yang dipindahkan ruangannya.

Pukul 17.00 sore.

Tik.. Tok.. Tik.. Tok..

Jarum jam yang dilewati Rin, sudah menunjukkan pukul 5 sore. Tetapi, lampu kemoterapi masih tak kunjung padam. Biasanya Len paling lama kemoterapi setengah jam. Rin yang semakin khawatir pada Len, hanya bisa berserah kepada-Nya.

.

.

.

.

Srett!

"!"

Akhirnya pada saat yang Rin tunggu pun sudah tiba. Pintu kemoterapi pun dibuka dan ia akhirnya melihat Len yang sedang terbaring lemas dengan wajah pucat pasi. Kantung matanya pun terlihat. 'Len..' batin Rin sambil berjalan menuju tempat Len dibaringkan ke tempat tidur.

''...''

''Rin, apa kau sudah makan?'' ucap Len yang memecah keheningan di kamar itu. Rin pun hanya menggelengkan kepalanya, ''Tentu saja tidak, Len! Bagaimana dengan keadaanmu, Len? Sudah agak baikkan?'' tanya balik Rin sambil tersenyum lembut.

''Aku sudah agak baikan. Bagaimana dengan perusahaanmu Rin?''

''Baik-baik saja. Dan, kau tak usah khawatir keadaan perusahaanmu. Aku sudah memberikan pekerjaanmu kepada Miku. Dia bekerja dengan baik. Selama kau dirawat, dia akan menggantikanmu.'' jelas Rin yang membuat mulut Len ternganga lebar terkejut.

"APAAAAAA!"

TAAKKK!

''Awww! Sakit tau Oren-chan~~~''

JDERR!

'Kenapa suffix itu membuat aku teringat sesuatu ya? Seperti ada sesuatu yang aku lupakan.'

Rin terdiam sejenak, ia tak tahu apa yang harus dia lakukan. Rin pun seperti merasa terbuai dalam suatu memori dan membuat Len harus melambaikan tangannya.

''HALOOOO! ADA ORANG DI SANAAA!?"

"Ehhh! Maaf Len.. heheee.. aku tadi sedikit memikirkan sesuatu.'' jawab Rin. Len yang penasaran pun bertanya pad Rin dengan wajah menyeringai.

''Ayolah Len, jangan kau tunjukkan wajah kepo-mu itu!'' ujr Rin kesal smbil menggelengkan kepalanya yang berarti 'Tidak!' itu.

''Tidak akan aku lepaskan, Oren-chaannnnn~~~ Ayolah, ceritakan kepadaku!'' Rin pun mengernyitkan dahinya binggung.

TAP!

TAP!

TAP!

TAPPP!

BRAKKKKKK!

"LENN-KUN!"

"KAGAMINE-SAMA!"

"EEHHHHH! APA YANGGGGG TERJADIIII!?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC!

Area Bacotan Author[ABA]: Hai, Minna-san! Maaaaaaaf sebesar-besarnya atas kehiatusanku selama berabad-abad ini #authordilindes TT/

Karena aktivitasku yang banyak plus tugas yang tak pernah berhenti mengalir, membuatku gila.

Dan, mugkin aku akan beralih membuat fanfic originalku yang akan kupost di FictionPress, karena aku hobi menggambar OC dan membuat cerita dengan OC-ku itu~~

Maaf sebesar-besarnya jika ada typo, kata-kata yang kurang. Karena aku langsung mengupdate kelanjutan chapter ini tanpa kuedit ulang.

Mohon review dan flamenya ya, Minnaa! :v

Arigatou Gozaimashita!

Jaa ne minna-san!

≡└( 'o')┘≡┌( 'o')┐└┌└┌└(^o^)┘┐┘┐┘(っ'ヮ'c)ウゥッヒョオアアァアアアァ▂▅▇█▓▒('ω')▒▓█▇▅▂