CHAPTER 10 : Yuki Onna
.
.
.
Len melepas mantelnya dan menggulungnya asal saat memasuki kelasnya. Belum banyak yang datang rupanya. Ahh, dia kepagian datangnya.
Dia duduk di bangkunya dan membuka mengeluarkan ponsel dan earphone-nya. Dia mulai mendengarkan musik seperi biasanya dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.
"Ohayou,"
Len mendongakkan wajahnya dan menaikkan sebelah tangannya. "Ohayou, Rei, Rin."
Rei duduk di depan Len dan Rin di sampingnya.
"Hei, hei, kau tahu tidak?" Rin mengguncang-guncang badan Len heboh.
"Tahu apaan?"
"Masa kau nggak tahu?!" timpal Rei.
"Kalian ini ngoomongin apaan sih? Yang jelas kenapa?" balas Len sambil melepas tangan Rin yang masih khusyuk mengguncang bahunya.
"Kau tidak tahu kalau taman di dekat perumahanmu itu ada makhluk halusnya?" Rei mendekatkan wajahnya ke wajah Len. Rin bahkan sampai kelepasan, menempelkann ujung hidungnya di pipi kanan Len.
"Makhluk halus itu adalah Yuki Onna!"
.
.
.
Shintaro Arisa present
Urban Legend Tricks's the Last Chapter!
Disclaimer : Standart Applied
Warning : Standart Applied
Enjoy!.
.
.
Len menghabiskan makan siangnya di kelas bersama Rin dan Rei yang masih asyik membahas Yuki Onna.
"Astaga, apa kalian tidak bosan membahas itu?" tanya Len setelah menelan potongan terakhir rotinya.
"Habis kami penasaran Len!" sahut Rin sambil menunjuk Len dengan sumpitnya. "Kau tahu, Ryuuto dari kelas sebelah telah diserang!"
"Diserang bagaimana?"
"Kau memangnya nggak tahu soal Yuki Onna, 'ya, Len?" Rei menyikutnya. "Kukira kau tahu banyak soal urban legend. Padahal kau sudah memecahkan banyak kasus dengan teori urban legend!"
Len mendengus. "Hanya kebetulan tahu, kok!'
Len berdiri dan berjalan menuju tempat sampah kelas dan baru saja dia akan menggeser pintu kelasnya, pintu tersebut sudah digeser dengan kuat dari luar. Len melompat ke belakang karena kaget.
"APA DISINI ADA YANG NAMANYA KOUSARAGI LEN?!" teriak pemuda berambut abu-abu dengan syal abu-abu.
"Sa-saya sendiri, senpai." Jawab Len.
"MANA KAGENE REI DAN KAGAMINE RIN?"
Rin dan Rei mengangkat tangannya.
"Kalian bertiga, ayo ikut aku ke gedung olahraga."
Jujur saja, Len penasaran biasanya kalau ada kasus di sekolahnya, yang manggil dia itu si wakil ketua OSIS, Akita Neru. Tapi sekarang berbeda, yang manggil dia itu entah apanya OSIS.
"Ah, ya, aku lupa. Aku Raiha Hairaito. Aku kelas dua belas dan aku mantan ketua klub voli."
—Pantes nggak pernah keliatan.
"Ada perlu apa, senpai?" tanya Rei.
"Oke, mumpung sepi sebaiknya aku bicarakan disini saja." Hairaito menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap tiga adik kelasnya.
"Kalian sudah tahu, 'kan, akhir-akhir ini banyak sekali kasus penyerangan yang dilakukan oleh makhluk yang disebut sebagai Yuki Onna?"
Rei dan Rin mengangguk dan Len nggak merespon apa-apa. Hairaito menghela nafas.
"Memangnya apa yang dilakukan oleh Yuki Onna itu sampai-sampai senpai meminta bantuan pada kami?"
"Temanku, Eiichi sudah diserang."
"Eiichi Todoroki yang sekarang jadi ketua klub voli?!" pekik rin.
"Senpai mengerti maksud pertanyaanku, tidak?" Len bertanya kini sedikit kejam. "Aku tanya, apa yang sudah dilakukan Yuki Onna itu."
"Dia menghilang ."
Rin dan Rei terkejut.
Len menghela nafas. "Senpai yakin dia menghilang?"
"Kau tidak percaya padaku, hah?!"
"Bukan begitu," Len menggeleng. "Kenapa senpai yakin sekali kalau Todoroki-senpai diculik oleh Yuki Onna?"
"Aku tidak bilang menculik!"
Len menghela nafas lagi. "Tapi kalimat yang senpai ucapkan mengindikasikan kalau senpai itu menuduh 'Yuki Onna' menculik Todoroki-senpai,"
Check mate.
Hairaito tidak bicara lagi.
"Len," Rin menarik tangan Len yang hendak berjalan kembali ke kelasnya. "Kali ini ayo, kita pecahkan kasusnya!"
Iris azure Rin berbinar. Rei pun melakukan hal yang sama.
Astaga, Len mana tahan diserang dengan tekanan psikologis lewat mata.
"Baiklah, baik!" Len berbalik. Rin dan Rei bertos ria.
"Oke, senpai, pulang sekolah nanti kutunggu di atap." Len mengulurkan tangannya. "Setuju? Aku akan membantumu mencari Todoroki-senpai."
Hairaito tersenyum dan menjabat tangan Len. "Setuju. Mohon bantuannya, kouhai."
Len yakin lulus SMA nanti, dia akan buka kantor biro detektif bersama Rind an Rei.
—Len mulai mengkhayal yang nggak-nggak.
.
.
.
Sepulang sekolah, Hairaito segera berlari menuju atap sekolah. Ketika dia membuka pintu menuju atap, dia melihat pertengkaran kecil antara Len dan Rin dan Rei berusaha menjadi penengah diantara mereka.
"Yo, kouhaitachi." Sapa Hairaito sambil mengangkat sebelah tangannya.
"Ah, senpai," Rei membungkuk formal. "Doumo,"
"Nggak usah formal gitu, Kagene." Hairaito mengibas-ngibaskan tangannya. "Kagamine-chan, Kousaragi, hentikan. Jika salah satu dari kalian jatuh ke bawah sana, kami berdua nggak akan tanggung jawab."
Rin dan Len berhenti bertengkar. Len memasang wajah soknya lagi. Nggak tahu apa maksudnya.
"Oke, senpai, aku sudah membaca beberapa artikel dan sudah melihat perkiraan cuaca hari ini," Len berdehem. "Maaf, aku tak bisa berbasa-basi. Jadi, bolehkan aku langsung mengajukan pertanyaan pertama?"
"Silahkan," Hairaito mengangguk.
"Pertanyaan pertama. Bagaimana kepribadain Todoroki-senpai pada kesehariaanya?"
"Uhm.. dia cukup baik sih. Kalau sudah turun ke lapangan, dia cukup tegas dan keras kepala,"
"Bukan begitu," Len menatap Hairaito. "Apa dia dalam kategori laki-laki cabul?"
Rin menyikut dada Len tanpa dosa. "Bukankah wajar jika laki-laki yang sudah puber—"
"Ini kunci kasusnya, Rin. Sesi pertanyaan ada di belakang." Tukas Len.
"Oke, aku akan menjawab dengan jujur," Hairaito memasukkan tangannnya ke dalam saku celananya. "Eiichi itu agak mesum."
Rin mundur satu langkah. "Dia tidak pernah tahan melihat wanita telanjang."
Rin langsung sembunyi ke belakang punggung Len.
"Kenapa sih Rin?!" Len berbisik.
"Ah, nanti kujawab!"
"Dimana Todoroki-senpai diserang?" tanya Rei.
"Di dekat taman kota. Dia diserang setelah pertandingan voli,"
Rei mengerenyit lalu bertukar pandang dengan Len. Mereka berdua mengangguk.
"Senpai," Len maju satu langkah. "Kenapa senpai bisa tahu secara detail tentang penyerangan Yuki Onna?"
"Tentu saja, karena aku ada di tempat kejadian."
"Lalu, kenapa senpai tak menolongnya?" tanya Rei.
"Untuk apa? Bukan urusanku." Hairaito berucap tak peduli.
Mereka bertiga bertukar pandang.
"Lalu, untuk apa kami menolong senpai jika senpai sendiri tidak peduli dengan Todoroki-senpai?" tanya Rin, keluar dari persembunyiaannya.
"Ini permintaan pacarnya," jawab Hairaito.
Mereka bertiga bertukar pandang lagi. Bukankah ini sedikit aneh?
"Kalau begitu, senpai melihat sendiri, wujud dari Yuki Onna itu?" tanya Len.
Hairaito mengangguk. "Wanita itu telanjang tapi di mataku itu agak blur karena saat kejadian itu sedang terjadi hujan salju."
"Lalu apa senpai bertanggung jawab pada orang tua Todoroki-senpai tentang hilangnya Todoroki-senpai?"
"Makanya aku minta bantuan kalian untuk mancarinya, supaya aku tak disalahkan! Mumpung belum 24 jam! Siapapun pasti akan menyalahkanku atas hilangnya Eiichi!"
"Kalau begitu bertanggung jawablah!" Len mencengkram leher gakuran Hairaito. "Kau harus ikut dalam penyelidikan malam ini! Malam ini akan turun salju dan kuharap kau ada di sini jam delapan, mengerti?!"
Len mendorong Hiraito dan melangkah turun dari atap.
Rin dan Rei mengikutinya, meninggalkann Hiraito sendirian di atap.
.
.
.
Rin berusaha menyamakan langkahnya dengan Len dan Rei.
"Apa kalian berpikir kalau kasus itu sangat mudah?" ucap Len.
"Kurasa ada factor 'cinta' disini," jawab Rei.
"Cemburu, mungkin?" timpal Rin.
"Kalian tahu siapa pacar Todoroki-senpai?" tanya Len lagi.
Baik Rin dan Rei menggeleng tidak tahu.
"Stop, anak muda."
Tanpa mereka sadari, Neru sudah menghadang langkah mereka dengan membentangkan sebuah tongkat kendo di hadapan mereka.
"Kalian kelas satu ada urusan apa do lorong kelas tiga?" tanya Neru sambil berkacak pinggang. "Ini sudah jam pulang sekolah! Sebaiknya, jika kalian sudah tak punya kegiatan lagi, kalian langsung pulang. Karena menurut prediksi cuaca malam ini akan terjadi hujan salju lagi."
"Kami baru saja selesai dengan seorang klien," jawab Len.
"Hoo, memangnya ada masalah apa?" Neru mengangkat tongkat kendonya.
"Bukannya senpai yang menyuruh Raiha-senpai datang pada kami?" jawab Rin, balik bertanya.
"Iya, sih. Memangnya ada masalah apa?"
"Maaf, tapi itu rahasia,"
Neru menggembungkan pipinya. "Dasar detektif."
Len memanfaatkan situasi ini. "Senpai, aku mau tanya sesuatu."
"Apa?"
"Apa senpai tahu, siapa pacar Todoroki-senpai?" tanya Len.
"Eh, kalau nggak salah pacarnya tuh anak kelas 10, Kiku Juon. Mereka sudah lama pacaran, kira-kira, yah, enam bulan."
Len menjepit dagunya. 'Enam bulan? Berarti sejak Eiichi-senpai diangkat menjadi ketua klub voli?'
Len memalingkan wajahnya kea rah rin. "Kau punya kontak Kiku?"
"Cuma punya alamat e-mailnya saja," jawab Rin.
Len mengalihkan pandangannya pada Rei. "Sama, aku cuma punya alamat e-mailnya."
—Apa hanya aku di kelas yang sangat ketinggalan informasi sampai-sampai aku hanya punya alamat Rin dan Rei?!
"Ah, minna, aku harus kembali ke ruang OSIS. Aku duluan, 'ya?! Jaa nee~" pamit Neru sebelum dia berlar I menuju koridor yang berlawanan dengan arah mereka pulang.
"Jaa."
Len berhenti melangkah dan menarik lengan seragam Rei dan Rin. "Kalian cari info sebanyak-banyaknya mengenai Kiku. Bisakan?"
Mereka berdua mengangguk.
"Aku akan ke TKP. Beritahu aku jika kalian menemukan informasi, oke?"
"Aye aye, captain!" jawab mereka lalu tertawa. Len tertawa. "Kalian cukup menikmatinya, 'ya?"
Mereka bertiga tertawa bersama kembali.
.
.
.
Sesampainya di tempat kejadian hilangnya Eiichi, dia melihat Kiku Juon sedang berdiri di dekat toilet umum. Sepertinya tengah menunggu seseorang.
Awalnya, dia sama sekali tak ada niat untuk menyapanya tapi Kiku justru menyapanya sambil berlari menghampirinya.
"Kousaragi-kun!" panggilnya sambil melambaikan tangannya.
Len balas melambai dengan kikuk. "Ah, Juon-san, Konbanwa."
"Sendirian saja? Mana Rin-chan?" tanyanya ramah.
"Rin masih di sekolah katanya ada keperluan ekskul."
"Ohh," Kiku mengangguk-angguk sambil memperbaiki tas sekolahnya yang terlihat sangat berat.
"Kau bawa apa sampai berat begitu?"
Kiku terlihat terkejut. "Ah, i-ini cu-cuma komik. Haha, iya, cuma komik. Aku baru saja dari manga café untuk menyewa komik. Ha-habis aku bosan di rumah sih, hehehe."
Len tahu jika Kiku berbohong. Tapi dia tak begitu peduli.
"Nee, Juon-san, apa kau sudah dengar jika ada penyerangan yang dilakukan Yuki Onna di sekitar sini?" Len mengganti topic pembicaraan.
Kiku terlihat sangat terkejut sampai-sampai dia terlonjak begitu. "Ti-tidak. La-lagipula, 'kan, Yuki Onna hanya menyerang laki-laki. Aku, 'kan, perempuan, Ko-Kousaragi-kun."
Len merasakan pucuk kepalanya terasa basah. Rupanya salju mulai turun.
"Ah, salju mulai turun? Mau ikut aku berteduh?"
"Ti-tidak. Aku harus menunggu seseorang disini. Kousaragi-kun duluan saja,"
"Baiklah, aku duluan, 'ya! Mata ashita~"
"Mata ashita!~"
Sambil berlari Len melihat tiang dekat sebuah pohon tempat dia dan Kiku bertemu, ada sebuah stopkontak yang nampak sudah seperti habis dipereteli.
Dari kejauhan, Len mengamati Kiku. Bukankah, taman itu sangat sepi? Toko-toko di depannya juga sudah tutup. Dia seorang disana di tengah salju yang turun agak.
Len menggeleng. Nggak dia nggak harus jadi hero untuk Kiku. Cukup untuk R—
Len menggeleng kembali sambil berlari menuju sebuah toko di minimarket di ujung jalan.
.
.
.
Len berdiri di depan sekolahnya, masih dengan gakuran dan mantelnya. Dia memayungi dirinya dengan payung plastic yang biasa di bawanya.
Len meniup nafasnya lewat mulut.
—Sabar, 15 menit lagi.
Sebelum ke tempat kejadian perkara, Len sudah memikirkan apa trik di balik kasus ini.
Yuki Onna sering muncul di saat salju sedang turun dengan agak lebat. Check.
Yuki Onna adalah wanita cantik yang sering muncul telanjang untuk menggoda korbannya.
Yuki Onna biasanya menyerang laki-laki. Check.
Jika korban penyerangan adalah tipe laki-laki yang tak bisa menahann nafsunya, maka berdasarkan artikel yang dia baca, Yuki Onna akan membunuhnya. Tapi dalam kasus ini, Eiichi masih dinyatakan hilang. Meskipun begitu Len agak tidak yakin jika Eiichi masih hidup.
Salju turun bertambah lebat. Sepatu kets milik Len sudah mulai basah. Kakinya terasa membeku.
"Yo, Len,"
Len mendongak dan melihat teman lamanya.
"Ohisashiburi! Masih ingat aku?"
Dia masih mengenakan seragam sekolah dengan syal biru yang melilit lehernya juga mantel musim dingin yang berwarna sama dengan warna rambut.
"Kaito-teme," ucap Len sambil menendang salju di hadapannya.
Kaito melompat untuk menghindar. "Sialan kau, shota!"
Kaito balas melempar salju pada Len.
Len membersihkan wajahnya dari salju.
"Kau bawa apaan?" tanya Len sambil membersihkan mantelnya dari salju.
"Ini? Ini proyektor mobile. Bahasa gaulnya In-focus." Jawabnya sambil menepuk-nepuk tasnya.
Len memperhatikan tas Kaito. Ukuran tasnya tak ada bedanya dengan tas miliknya.
—Apa mungkin?
Len menjentikkan jarinya.
"Kau kenapa, shota?"
'Kurasa aku tahu maksud kasus ini,' gumam Len.
Len mengirim sms untuk Rei dan Rin untuk segera datang ke taman dengan Hiraito.
"Aku duluan, 'ya. Jaa~"
Len melesat menuju taman. Merasa dikacangi, akhirnya Kaito ikut berlari di belakang Len tanpa diketahui.
.
.
.
Rin dan Rei berjalan di belakang Hiraito yang gerak-geriknya terlihat mencurigakan. Sesekali mereka bertukar pandang.
Sesampainya di taman, mereka melihat Len dengan sebuah infocus dan netbook berwarna merah.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Rei sambil berjalan mendekati Len namun dia sempat kehilangan keseimbangannya karena tersandung sesuatu.
Len tidak menjawab. Lalu beberapa detik kemudian, muncul wanita transparan tanpa busan di batang pohon.
"YU-YUKI ONNA?!" Rin dan Rei memekik kaget.
"Dasar lebay," Len menggeleng dramatis. "Itu, 'kan, dua dimensi."
Rin sudah bisa mengontrol dirinya kembali. Dia keluar dari mode OOC-nya.
"Dua dimensi? Maksudmu apa?" tanya Rin.
"Lihat ini," Len memperlihatkan layar netbook tersebut. "Ini karakter buatan."
Rin mendekatkan wajahnya dan melihat layar netbook tersebut.
Rin mengangguk-angguk paham. Rei ikut melihat ke layar netbook tersebut dan mengangguk. Mereka berdua rupanya langsung paham.
"Pegang ini, Rin," Len mengoper netbook tersebut dan mendekat ke arah Hiraito yang terlihat terkejut.
"Hiraito-senpai, mengakulah sekarang juga."
"A-apa yang kau katakan, hah?!" HIraito terlihat ketakutan.
"Mengakulah sekarang juga!" Len mendorong Hiraito sampai terjatuh. "Dimana kau sembunyikan Todoroki-senpai?!"
"Apa yang kau bicarakan?!"
"Kiku-san, keluarlah. Se-ka-rang!" suara Len mengancam.
Kiku muncul dari balik pohon. "Kousaragi-san, jika tujuanmu adalah untuk mempermalukanku di depan Rin-chan, aku pastikan hidupmu tidak akan aman." Kiku balik mengancam.
"Kiku-chan?" Rin berkata, tidak percaya. "Apa yang kau lakukan?"
"Dia yang menyembunyikan Todoroki-senpai. Anak itu bersekongkol dengan Hiraito-senpai,"
Rin menatap Kiku tidak percaya. "Kenapa kau melakukan itu? Kiku-chan?"
Len menyeringai. Jika, Rin yang bertanya maka dia tidak harus repot-repot menjelaskan kronologi kasusnya kepada semua orang yang di sekitarnya.
"A-aku benci Eiichi-senpai! Di-dia mengecewakanku!" suara Kiku terdengar serak. "Dia menduakanku! Dia justru memacari satu gadis lagi di belakangku!"
"Lalu, apa hubungannya dengan Hiraito-senpai?" Rei giliran bertanya.
"Gadis yang dipacarinya adalah pacar Hiraito-senpai," tukas Len. "Benar, 'kan, senpai?"
Hiraito mendecih. "Ya, kau benar."
"Kiku tidak menyalahkan pacar Hiraito-senpai karena dia sendiri tahu kalau Todoroki-senpai sendiri adalah seorang playboy," Len memulai penjelasan kasus ini. "Hiraito-senpai sendiri tidak rela diduakan oleh pacarnya sendiri. Apalagi yang orang ketiga tersebut adalah Todoroki-senpai sendiri. Kiku dan Hiraito-senpai bekerja sama untuk member pelajaran pada Todoroki-senpai. Berhubung sekarang musim dingin dan akhir-akhir ini sering turun salju, maka mereka merancang kasus Yuki Onna.
"Hiraito-senpai sudah mendalami ilmugrafis atau apalah itu dan dia bisa membuat gambar Yuki Onna ini dengan sepurna. Percobaan pertamanya dilakukan di taman dekat perumahanku. Setelah dia yakin bahwa Yuki Onna-nya cukup untuk menakut-nakuti orang-orang awam, dia mulai melancarkan aksinya bersama Kiku.
"Kiku sendiri cukup ahli di pelajaran elektonika dan dia cukup pandai untuk mencuri-curi sumber daya listrik. Liaht bagaimana rapinya dia membongkar tiang lampu disana dan menyambungkannya dengan infocus itu.
"Sehabis pertandingan kemarin, Hiraito-senpai menjalankan aksinya dengan mengajak Todoroki-senpai pulang bersama. Berhubung Todoroki-senpai tidak tahu rumah Hiraito-senpai yang sebenarnya sangat jauh dari tempat ini, Todoroki-senpai nurut-nurut saja tanpa ada rasa curiga sedikit pun. Dia mengajaknya berbicara, mentraktirnya kesana-sini sambil menunggu salju turun. Ketika salju turun dan mulai turun dengan deras, Hiraito-senpai mulai mengajaknya pulang dan sengaja meninggalkan Todoroki-senpai di sini dengan alibi ingin ke toilet," jelas Len panjang lebar. Dia menarik napasnya untuk menstabilkan emosinya.
Len menunjuk toilet umum yang tak jauh dari mereka.
"Hiraito-senpai pergi ke toilet dan memanggil Kiku untuk menjalankan rencan. Aku tanya pada kalian sekarang, apa kalian menyadari keberadaan Kiku sebelum aku memanggilnya?"
Rin dan Rei menggeleng.
"Pohon itu cukup untuk menyembunyikan Kiku—"
"Tunggu dulu, Len," Rin memotong penjelasan Len. "Darimana hologram itu muncul seandainya Kiku bersembunyi di sana?"
"Rin taruh infokusnya di tanah," Len berkata dan Rin segera melaksanakannya.
Rin menaruh infocus tersebut dan melihat gambar transparan wanita itu. Wanita itu jadi mengecil.
Len menggeser infocus tersebut ke bawah kursi taman dari mengatur lensanya. "Jika begini, maka wanitanya akan terlihat jelas, 'kan?"
Len menyingkirkan beberapa gundukan salju dan menunjukkan deretan paku-paku yang dibengokkan membentuk jalan sampai ke menuju pohon tempat Kiku barusan bersembunyi.
"Ohh, jadi itu sebabnya aku barusan tersandung!" ucap Rei sambil meninju pelan tangannya sendiri.
"Todoroki-senpai terlalu terpana dengan wanita telanjang dua dimensi itu sampai-sampai dia tidak memedulikan hujan salju dan tidak menyadari keberadaan Hiraito-senpai. Hiraito-senpai datang dan memukul tengkuk Todoroki-senpai lalu menyembunyikannya. Benar, 'kan, senpai?"
Hiraito hanya diam. Perlahan, senyumnya mengembang lalu berubah menjadi seringai. Dia bertepuk tangan dramatis. "Fantastis, Kousaragi! Padahal aku sudah bekerja sama dengan professional tapi kau bisa memecahkan semua ini semudah kau membalikkan telapak tangan!"
Entah memuji Len atau mengasihani dirinya sendiri, Hiraito berucap dengan nada yang tak bisa diartikan.
"Trikmu murahan. Aku yakin anak SD saja bisa memcahkan kasus seperti ini. Tidak sulit bagiku untuk memecahkannya. Ini tidak sebanding dengan apa yang dilakukan Dell-sensei pada Rin," Len mengeluarkan ponselnya. Dia menekan beberapa digit angka lalu mendekatkan ponselnya ke dekat telinganya. "BaKaito, keluar dari toilet sekarang. Kau pasti ada di sana dan mengintipiku yang sedang menyelesaikan kasus, 'kan?"
Beberapa menit kemudian, BaKaito, maksudnya, Kaito muncul dengan cengiran lima jari dan garukan kepala salah tingkah.
"Yare, yare, aku bisa ketahuan. Yah, detekti mana bisa dilawan."
"BaKaito, tangkap makhluk itu. Dia sudah melakukan penculikan dan pengrusakan fasilitas umum kota," perintah Len.
"Ha? Kenapa aku yang ditangkap atas pengrusakan fasilitas? Dia, 'kan, yang mencuri dan membongkar listrik! Bukan aku!"
"Dia masih di bawah umur. Dia juga akan disidang, mungkin." Len menjawab enteng.
Kaito berjalan mendekati Hairaito. "Saya Shion Kaito dari Kanto Detective Bureau. Anda harus saya tangkap atas pengrusakan fasilitas umum,"
Kaito mencari selotip besar dalam tasnya dan melakban tangan Hairaito dengan benda itu.
"Kenapa tanganku dilakban?!"
"Sebenarnya aku belum punya hak untuk menangkapa pelaku kejahatan jadi aku tak bawa borgol kemana-mana. Tunggu sebentar, 10 menit lagi, armada biro akan datang dan mengadilimu."
Hairaito menghela napas. Dia kalah telak.
.
.
.
Keesokan harinya, Len pergi ke sekolah seperti biasa dan duduk di bangkunya seperti biasa sampai Rei datang lalu Rin muncul di tengah-tengah mereka.
"Jadi, dimana todoroki-senpai ditemukan?" tanya Len sambil melepas pin earphone dari telinganya.
"Ah, Todoroki-senpai ditemukan tak jauh dari lokasi kejadian. Dia dibius. Harusnya dia sudah sadar saat kita semua ada di TKP, tapi karena dia kena hipotermia dan yah, apa boleh buat, akhirnya dia terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Dia akan kembali sampai kondisinya benar-benar pulih.
Len mengehela napas lega. "Baguslah."
"Hei, Len, apa hubungan dengan Kaito setelah kejadian tentang penculikanku itu?" tanya Rin.
"Cuma teman, kok. Yah, rival sih. Habis dia pernah lompat kelas dan dia jadi pekerja tetap di sebuah biro keamanan nasional. Orang bodoh itu cukup membuatku iri, sebenarnya."
Rin tertawa kecil dan Rei tidak peduli karena dia sibuk menyalin PR kimianya yang lupa dikerjakannya kemarin.
"Len," Akita Neru berdiri di depan pintu kelasnya. "Pulang sekolah. Di ruang OSIS. Ah, Kagamine-chan dan Kagene-kun harus ikut. Kutunggu, yaa~"
Neru menutup kembali pintu kelasnya.
"Sepertinya ada kasus lagi, nih." Ucap Rin sambil meregangkan tangannya.
"Yah, meskipun aku nggak begitu penting dalam penyelidikan tapi aku cukup menikmatinya, kok." Rei berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari buku tulisnya.
"Mendokusai naa~ Padahal aku ingin belajar untuk persiapan ujian." Ucap Len sambil menguap.
Rin menyentil kening Len. "Belajar? Kau yakin, kau akan belajar untuk persiapan ujian?"
Len nyengir. "Aku, 'kan, hanya ingin terdengar sebagai anak rajin, Rin."
Defoko datang. "Hari ini Kiku nggak masuk. Ada yang tau penyebabnya. Tadi pagi dia mengirimiku sebuah e-mail, katanya, dia nggak bisa sekolah. Aku tanya kenapa dia nggak bisa sekolah, dia nggak menjawab. Apa di antara kalian bertiga ada yang tahu alasannya?"
Mereka bertiga gantian bertatapan. "Nggak, kami nggak tahu." Jawab ketiganya berbarengan.
Defoko pergi ke meja lain dan bertanya.
Mereka bertiga tertawa kecil.
"Hei, Len, bagaimana dengan kasus tentang ibumu itu?"
"Entahlah, aku sudah nggak berpikiran ke sana. Yang jelas, ibuku sudah mempersiapkan masa depanku sejak dulu dan sekarang Tou-san ditahan untuk menebus dosanya. Kurasa aku nggak perlu memecahkan sesuatu yang rasanya dipecahkan. Karena nggak selamanya memecahkan kasus itu akan menghasilkan sesuatu yang baik."
Kousaragi Len, pagi-pagi, memberi siraman rohani pada dua temannya.
"APA-APAAN KALIAN MENATAPKU SEPERTI ITU?!" protes Len.
Rei dan Rin tertawa.
"Berisik! Kalian menganggu!" ucap Len. Beberapa detik kemudian, dia tertawa bersama Rei dan Rin.
.
.
.
"Len, maksudku, kalian bertiga, dipanggil kepala sekolah."
.
.
.
"Jadi, penyelesaian kasus ini—"
.
.
.
"LEN, RIN, REI, KALIAN BERTIGA DICARIIN AKITA-SENPAI!"
.
.
.
"Good job, kalian bertiga. Lagi-lagi kalian memecahkan kasus ini dengan sempurna!"
.
.
Akhirnya mereka bertiga, setelah lulus, memasukkan diri mereka ke dunia penegakkan hukum di akademi kepolisian yang sama.
.
"Tou-san, aku tahu kau tahu sesuatu tentang kematian Kaa-san. Berhenti menutup-nutupi. Sebentar lagi kau akan ditembak mati, 'kan? Dengar, apa aku tidak cukup dewasa untuk mengetahui rahasia itu? Asal Tou-san tahu saja, aku jadi regu penembak untuk eksekusi Tou-san. Aku harap bukan senjataku yang berisi untuk membunuh Tou-san."
.
"Inspektur Kousaragi, Anda diminta untuk menghadap Komandan. Ada kasus aneh berbau spiritual lagi, katanya."
"Aku akan ke sana."
.
.
.
Dan pemecahan kasus Len dengan trik yang memanfaatkan urban legend belum berhenti sampai disini.
.
.
.
OWARI
.
.
.
BIG THANKS TO :
CHAPTER 1 :
REICHAN HIYUKEITASHI, KUROTORI REI, NEKO-NEKO KAWAII, YUU, OJOU-CHAN
CHAPTER 2 :
KAGAMINE 02 STORY, KUROTORI REI, , ALICE DREAMLAND, CAKEDOS
CHAPTER 3 :
KUROTORI REI, TASYAMARVELL, GAJEAUTHORFNS, NEKO-NEKO KAWAII, ALICE DREAMLAND, COLORFULCOMEDIAN, MIKAN CHANX3, FURIKA HIMAYUKI, CAKEDOS
CHAPTER 4 :
KAGEAMINE 02 STORY, KUROTORI REI, INO-SENSEI, NEKO-NEKO KAWAII, CAKEDOS,
CHAPTER 5 :
FURIKA HIMAYUKI, GO MINAMI ASUKA BI, CAKEDOS, KUROTORI REI, SHIROTA SAKUYA
CHAPTER 6 :
KUROTORI REI, PURPLEYUMI, GO MINAMI ASUKA BI, GUEST, CELESTYAREGALYANA
CHAPTER 7 :
GO MINAMI ASUKA BI, KUROTORI REI, SHIROHANE VIREN, MIZUHASHI MISHA, CELESTYAREGALYANA, AME HIKARI KAGAMINE
CHAPTER 8 :
SHIROHANE VIREN, KAGAMINE 02 STORY, KUROTORI REI
CHAPTER 9 :
, SHIROHANE VIREN, LELOUCHY
Well, meskipun kalian datang dan pergi untuk mereview tapi aku sangat berterima kasih pada kalian semua yang sudah member review dan semangat, pada kalian yang sudah memasukkan fanfic ini ke dalam favorite kalian, yang sudah mengikuti cerita ini dari awal, yang sudah menjadikan saya sebagai author favorite kalian dan memfollow saya.
Saya tahu, fanfic ini masih banyak ke kekurangan dan berakhir dengan gaje :v
Makasih juga buat silent reader. Yah, makasih sudah membuat view list-nya sampe beribu-ribu begitu meskipun kalian gk review. Yah, fanfic ini mah apa atuh :v
.
.
.
PLEASE REVIEW FOR THIS LAST CHAPTER !~
AKU BERHARAP REVIEWNYA LEWAT DARI 50~ #PLAK
.
.
.
Shintaro Arisa. Out~