Agak kurang yakin dengan chapter ini. But, show must go on.

.

.

Katniss Mempersembahkan

.

.

BLACK PEARL CHAPTER 4

.

.

THE LAST BATTLE

.

.

Sehun hampir berenang ke arah altar kalau ia tidak ingat pesan Echo.

Ada ratusan nymph di sini dan kemungkinan Sehun dicabik-cabik dengan trisula adalah seratus persen-jika ia menunjukkan diri secara gamblang. Ditambah lagi, Sehun tidak mungkin menghadapi mereka semua. Untuk satu atau dua ekor mungkin bisa, tapi ini hampir dua ratus. Sehun masih sayang tubuhnya sendiri.

Sehun berusaha mengingat kelemahan nymph yang pernah dibacanya dari buku. Hanya saja, otaknya berjalan makin lambat ketika di dalam air. Ingatan Sehun begitu kabur sampai-sampai ia tak ingat apa yang didapatnya dari pelajaran ramuan kemarin.

Pokoknya Sehun butuh rencana.

Sehun memperhatikan Reefs yang dikelilingi oleh karang-karang tinggi. Sebuah ide muncul ketika Sehun mendapati tumpukan karang yang berada tepat di belakang altar sedikit menjorok ke dalam. Jika Sehun bisa bergerak cepat ke sana sebelum air di dalam gelembung penuh, Luhan dan yang lainnya bisa selamat dan Sehun tidak akan dicabik-cabik para nymph.

Yang Sehun butuhkan sekarang adalah waktu sambil berharap air yang masuk ke dalam gelembung udara itu melambat.

Jadi, Sehun kembali berenang memutari karang dengan kecepatan penuh. Beberapa kali tanaman sulur menjerat ekornya, tapi Sehun dengan cepat meledakkan tanaman itu dengan tongkat sihirnya. Sekali lagi sihir Sehun bekerja di saat yang tepat.

Setelah meledakkan tumbuhan sulur terakhir, Sehun kembali mengintip ke balik altar. Sepertinya Poseidon sedang berpihak kepada Sehun, tak ada satupun nymph yang menjaga bagian belakang altar. Jadi, tanpa berfikir dua kali, Sehun mulai berenang menuju gelembung udara.

Luhan terus berusaha untuk mencapai ruang di dalam gelembung yang masih terisi udara, sementara Kyungsoo dan Zelo juga melakukan hal yang sama. Sehun benar-benar tidak sanggup melihatnya.

Ucapan Profesor Joonmyun sesaat sebelum penyelaman di mulai kembali bergaung di otak Sehun. Inilah yang dimaksud oleh Profesor Joonmyun. Sehun harus membawa kembali Luhan dan Luhan-lah sesuatu yang berharga yang dimaksud.

Luhan menggedor-gedor gelembung begitu menyadari keberadaan Sehun. Buru-buru Sehun berenang mendekat dan berusaha menenangkan Luhan.

"Hold on," bisik Sehun, sambil berharap suaranya bisa terdengar sampai di dalam. "Tenang. Aku datang."

Sehun mengamati sekeliling gelembung dan mencari tahu bagaimana caranya menghancurkan gelembung ini tanpa mengusik para nymph. Sayangnya, satu-satunya cara yang terus melintas di otak Sehun adalah meledakkan gelembung. Ledakan menimbulkan suara dan tidak bagus untuk kelanjutan hidup Sehun.

Ekor mata Sehun menangkap pergerakan lain di kejauhan. Kesiagaannya bertambah seratus persen mengingat serangan nymph bisa terjadi kapan saja. Sehun menyiapkan tongkat sihir dan bersiap melontarkan mantra jika yang berenang mendekat dengan kecepatan tinggi itu adalah nymph.

Detik berikutnya, Sehun dibuat terkejut dengan meledaknya gelembung udara milik Kyungsoo. Rupanya Kai berenang dengan kecepatan tinggi dan langsung menabrak gelembung, hingga gelembung itu meledak dan membawa Kyungsoo pergi.

Kai memang sukses menyelamatkan Kyungsoo. Sayangnya, Kai memulai mala petaka bagi Sehun.

Seluruh perhatian nymph di Reefs teralihkan pada altar. Sehun yakin mereka sudah melihat dirinya dan bersiap menyerang. Mata mereka berubah warna menjadi semerah darah. geraman terdengar dari segala arah dan nyawa Sehun benar-benar terancam.

Ledakan berikutnya mengejutkan Sehun. Kris datang dengan seekor ikan lele raksasa dan meledakan gelembung udara yang mengurung Zelo. Beberapa saat setelahnya Kris dan Zelo berenang menukik ke atas meninggalkan Reefs.

Tinggal Sehun dan Luhan sekarang.

Luhan bertambah panik ketika gelembung yang mengurungnya hampir terisi penuh dengan air. Begitu juga Sehun. Para nymph mulai memprovokasi dengan berenang ke arahnya. Sehun tahu waktunya tidak banyak. Cuma satu hal yang harus dilakukan Sehun, menyelamatkan Luhan sekaligus menyelamatkan dirinya sendiri.

Jadi, Sehun berenang mundur, berusaha membuat jarak antara dirinya dan gelembung udara yang mengurung Luhan untuk melontarkan mantra.

"Bombarda!"

Ledakan besar terjadi dan gelembung yang mengurung Luhan pecah. Buru-buru Sehun menyambar pinggang Luhan dan berenang menukik ke atas. Sehun sedikit lebih unggul karena bokong ikannya. Ia bisa bergerak cepat di dalam air sementara Luhan tidak.

Saat cahaya mulai mendominasi, tubuh Sehun dan Luhan terlontar ke samping. Rasanya tubuh Sehun baru saja dihantam roket. Sehun dan Luhan terpisah beberapa meter dan itu tidak baik. Terpisah berarti kekuatan berkurang dan kemungkinan mereka selamat juga berkurang.

Sehun berenang ke arah Luhan, berusaha meraih lengan Luhan tapi sebuah hantaman lain membuat tubuh Sehun terlempar semakin jauh. Sehun ingin menangis sekarang. Para nymph pasti sudah menyadari kalau Sehun memakai kalung para naiad.

Kalung kerang.

Sehun teringat kalung yang ia kenakan. Buru-buru Sehun melepas kalung kerang pemberian Echo dan bokong ikannya menghilang dalam sekejap. Selaput di antara jari-jarinya juga. Sayangnya, Sehun lupa kalau ini masih lima puluh meter di bawah air dan Sehun tidak bernafas dengan insang.

Perut Sehun sakit luar biasa setelah transformasinya. Sehun menunduk dan begitu terkejut saat mendapati kaosnya robek dan darah mengambang keluar dari perutnya. Sehun yakin trisula para nymph berhasil mengenai perutnya. Dan rasa sakit itu baru terasa begitu Sehun sudah kembali menjadi manusia.

Sehun merasa ringan dan secara perlahan tubuhnya tenggelam. Sehun tak sanggup menggerakkan kaki maupun tangannya karena tenaganya sudah terkuras habis. Sehun tak pernah tahu kalau bertransformasi menjadi duyung bakal menguras tenaganya.

Jika tak ada yang datang, itu tandanya Sehun bakal mati. Cahaya di permukaan air terasa semakin jauh dan Sehun bisa merasakan telinganya berdenging. Sehun yakin tekanan air mulai menggerus habis telingannya dan dalam hitungan detik, ajal bakal menjemput Sehun.

Sehun sudah pasrah. Jika ia harus mati sekarang, Sehun baik-baik saja. Toh, Sehun bukan mati karena Liga Ivy. Sehun mati karena menyelamatkan Luhan, saudara kembarnya sendiri. Sehun masih ingat bagaimana wajah lega Luhan begitu menyadari keberadaan Sehun. Setidaknya, Luhan pernah bergantung pada Sehun, barang sekali dalam hidupnya. Sehun benar-benar baik-baik saja.

Saat Sehun benar-benar mengira dirinya mati, Sehun bisa merasakan seseorang menyambar tubuhnya, membawanya berenang ke atas. Tongkat sihir yang berada di genggaman Sehun berpindah tangan. Sehun menoleh dan mendapati Luhan membawanya berenang ke atas.

Luhan mengacungkan tongkat sihir milik Sehun, bersiap melontar mantra.

"Ascendio!"

Dan tubuh mereka meroket ke permukaan dalam hitungan detik.

.

.

.

.

.

Sehun memimpikan ibunya.

Mereka bertemu di puncak sebuah gunung dan angin berhembus sangat kencang sampai rambut panjang Sehun beterbangan.

"Bu, aku lelah," mereka terlibat sebuah percakapan.

"Lelah karena ?" tanya ibu Sehun dengan halus.

"Entahlah. Aku hanya lelah dan bosan pada keadaan," jawab Sehun.

Ibu tersenyum, lalu menyentuh ubun-ubun Sehun.

"Kau tahu, mutiara hitam punya keindahan yang tidak bisa dilihat oleh sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu yang tahu seberapa berharga mutiara hitam," Ibu melepaskan tangannya. "Kau punya sesuatu yang besar. Jangan menyerah pada keadaan. Tetap perjuangkan itu dan sesuatu yang besar itu bakal datang di saat yang tepat."

Sehun tidak mengerti ucapan ibunya, tapi ia tetap mengangguk.

"Bangun. Luhan menunggumu."

.

.

.

.

.

Mata Sehun terbuka lebar. Yang didapatinya adalah langit-langit rumah sakit Sekolah Ivy dan lampu klasik yang hangat alih-alih puncak gunung yang berawan atau bahkan danau hitam yang gelap.

Sehun menoleh ke samping dan mendapati Luhan tertidur dengan bersandar pada kasur. Ada lebam di pelipis kirinya. Sehun yakin lebam itu hasil dari serangan nymph di dasar danau. Untungnya, secara keseluruhan tubuh Luhan baik-baik saja.

Tangan Sehun bergerak untuk mengelus surai hitam Luhan. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak sedekat ini. Setelah perang dingin antara dirinya dan Luhan beberapa waktu terakhir, Sehun merasa bersyukur dengan adanya babak kedua. Luhan menyelamatkan Sehun dan itu artinya, mereka sekarang baik-baik saja. Seperti kata Yixing, mereka tidak bakal selamanya seperti ini.

Luhan tersentak saat meraih kesadarannya. Sehun mengelus rambutnya terlalu cepat.

"Sehun!" Luhan benar-benar kelihatan panik. "Kau bangun ?"

Sehun terkekeh.

"Tentu saja, Bung. Aku tidak mungkin tidur selamanya," Sehun meninju lengan Luhan.

"Ouh, kukira kau putri tidur," celetuk Luhan.

"Terserah."

Mereka terjebak dalam hening setelah terkekeh bersama. Baik Sehun maupun Luhan tak tahu harus memulai darimana. Setelah saling menjauhi untuk waktu yang lumayan lama, membuat sebuah percakapan menjadi hangat terasa begitu sulit. Apa Sehun harus bertanya 'apa kau masih marah ?', atau 'bagaimana kabarmu selama hidup tanpaku ?'.

"Hey," Luhan menggenggam tangan Sehun. "Terima kasih."

Sehun kembali tersenyum.

"Tidak," Sehun menggeleng. "Harusnya aku yang berterima kasih. Kau yang menyelamatkanku."

"Tidak. Bukan itu," Luhan kelihatan agak frustasi. "Bukan itu."

"Lalu ?"

Sehun bisa melihat bagaimana Luhan kehilangan kata-kata. Biasanya Luhan selalu bisa mengatur diri dan bicaranya.

"Untuk itu-" Luhan mengerang, lalu menghempaskan kepalanya pada kasur.

"Apa ?"

Luhan mengangkat wajahnya.

"Janji tidak akan ketawa ?"

For the first time in forever, Luhan memasang wajah memohon yang sangat imut pada Sehun, sampai-sampai Sehun tidak bisa menahan diri untuk mencubit pipi saudara kembarnya itu.

"Tentu saja. Untuk apa aku tertawa," Sehun mencubit pipi Luhan dengan gemas.

"Berhenti mencubit pipiku," Luhan menepis tangan Sehun. "Terima kasih. Aku masih menjadi orang terpenting dalam hidupmu."

Sehun melongo mendengar perkataan Luhan. Tentu saja! Luhan adalah VIP-very important person-dalam hidup Sehun.

"Bodoh," Sehun menoyor dahi Luhan. "Tentu saja! Kita sedarah, Bung. Kau orang paling penting selain ayah untukku. Kita lahir dari rahim yang sama. Kita tumbuh bersama. Bahkan kita makan, tidur, dan mandi bersama. Tak ada yang bisa menggantikan posisimu."

"Kupikir Yixing bisa. Kalian dekat sekali akhir-akhir ini."

Sehun tercenung. Mungkinkah Luhan... cemburu ? Cemburu pada kedekatan Sehun dan Yixing ? Yang benar saja!

"Yixing memang keren. Keren untuk jadi teman dan sahabat."

Sehun berusaha untuk duduk. Kepalanya pening luar biasa begitu ia berhasil duduk, tapi Sehun berusaha menahannya.

"Tapi kau tetap saudaraku yang paling hebat," Sehun menyentuh pipi Luhan. "Kau saudara paling sempurna."

Luhan tersenyum, Sehun juga.

"Aku tidak menyesal dikurung dalam gelembung udara untuk tahu bahwa kau masih menganggapku yang terpenting," Luhan menyeringai lebar. "Jadi, terima kasih."

"Sebagai ucapan terima kasih, bolehkah aku mendapat sebuah pelukan beruang ?" Sehun merentangkan kedua tangannya.

"Tentu. Sebuah pelukan beruang untuk Lu Sehun."

Luhan mencium ubun-ubun Sehun lalu memeluknya erat.

.

.

.

.

.

Untuk sesuatu yang besar, selalu ada harga yang harus dibayar.

Sehun tahu.

Hubungannya dengan Luhan jauh lebih baik sekarang. Mereka sering menghabiskan waktu bersama. Makan di aula besar, mengerjakan tugas di perpustakaan, bersantai di dekat auditorium, berlatih panah dan sihir, mereka lakukan bersama. Sehun tak pernah merasa sesenang ini.

Sekali lagi, ada harga yang harus dibayar.

Setelah kejayaannya di babak pertama, Sehun benar-benar terpuruk di babak kedua. Sehun berada di urutan terbawah Liga Ivy sekarang. Alasannya ? Tentu saja karena Sehun kembali paling akhir. Dan yang membuatnya semakin terpuruk adalah karena Luhan yang membawanya kembali, bukan Sehun yang membawa Luhan kembali sebagaimana misi babak kedua.

Kris berada di tempat pertama (ikan lele raksasa itu benar-benar membantu) dan itu membuat ocehan asrama Teta makin keras. Tak jarang mereka mengolok-olok Sehun, bahkan setiap anak Alfa. Olokan mereka benar-benar kelewat batas sampai-sampai beberapa siswa anak kelas satu yang tinggal di asrama Alfa menangis. Sehun benar-benar merasa bersalah.

Untungnya, tak ada satupun anggota asrama Alfa yang menyalahkan Sehun. Mereka menganggap kekalahan Sehun di babak kedua adalah sebuah kewajaran. Di tambah dengan keadaan Sehun yang mengenaskan saat kembali, tak satupun anak asrama Alfa yang tidak mendukung Sehun.

Sehun tidak menyalahkan Kris, tentu saja. Kris hanya melakukan tugasnya. Yang idiot adalah penghuni asrama Teta.

Paling tidak, Sehun senang melihat Kai menyelamatkan Kyungsoo. Setidaknya Sehun membuktikan analisanya kalau Kai benar-benar menyukai Kyungsoo. Gosip langsung menyebar layaknya tisu yang diberi air. Hampir seisi sekolah dibuat heboh karena Kai.

Mereka tak pernah terlihat dekat tapi Kyungsoo adalah orang terpenting bagi Kai ? Para tukang gosip senang bukan kepalang.

"Berhenti berfikiran jorok dan cepat rapikan bukumu," Sehun terkejut saat Luhan memukul bahunya. Terlalu banyak berfikir membuat Sehun tidak fokus. "Kelas sudah selesai."

"Aku tidak berfikiran jorok," protes Sehun sambil memasukkan buku ke dalam tas.

Sehun dan Luhan berjalan beriringan saat mereka keluar dari kelas sejarah. Berkali-kali Luhan menanyakan bagaimana perut Sehun yang sempat sobek karena terkena sabetan trisula para nymph. Sehun menjawab bahwa ia baik-baik saja, padahal untuk berubah posisi saja perutnya perih bukan main.

"Ngomong-ngmong, beberapa kali aku melihatmu ngobrol dengan si Teta itu," ucap Luhan.

Sehun yang sedang meminum air madu tersedak. Pikirannya langsung tertuju pada Kris. Memang mereka banyak ngobrol akhir-akhir ini. Tapi, Luhan tak menyebut nama Kris. Sehun tidak ingin kelihatan kentara.

"Siapa ?" Sehun pura-pura bodoh.

"Berhenti pura-pura bodoh," Luhan menaik-turunkan alisnya. "Kris Wu. Semester tiga belas. Asrama Teta."

Sehun membuang wajahnya. Ia malu bukan main. Yang tahu kalau Sehun tertarik pada Kris hanya Luhan. Dan sekarang Luhan sedang memojokkannya. Sehun ingin naik ke menara astronomi dan berteriak sekencang-kencangnya sekarang.

"Kalian semakin dekat ?" Luhan mengalungkan lengannya pada bahu Sehun.

"Yeah, lumayan," pipi Sehun memerah sekarang.

"Aku merestuimu dengannya. Aku tunggu tanggal jadian kalian," timpal Luhan sambil berlari meninggalkan Sehun.

"Apa maksudmu, hah ? Dan aku tidak butuh restumu! Luhan tunggu!"

Sehun berlari mengejar Luhan yang hampir berbelok di ujung koridor. Sehun ingin memukul Luhan yang bicara seenaknya. Tanggal jadian, huh ? Kris menyukainya saja tidak. Bagaimana bisa mereka memulai hubungan ? Yang benar saja.

Sehun tidak tahu apa yang terjadi, tapi, setelah Luhan berbelok, terdengar suara ribut-ribut. Buru-buru Sehun menyusul dan mendapati banyak cairan tumpah di lantai.

"Luhan!" Profesor Sprout memekik marah, lalu tatapan tajamnya mengarah pada Sehun. "Lu Sehun, bisa kalian jelaskan kekacauan ini ?"

Sehun bisa merasakan seluruh murid yang berada di koridor mengamati mereka. Sehun ingin berteriak 'aku tak melakukan apapun, jangan lihat-lhat!'.

"Ini murni kesalahanku. Maafkan kecerobohanku," ucap Luhan sambil menunduk dalam. Sehun yang berdiri di sebelah Luhan hanya melongo seperti anak kecil.

"Kalau kalian mau bermain kejar-kejaran, halaman depan terbuka lebar untuk kalian! Jangan berlarian di koridor. Act your age!"

Profesor Sprout kelihatan sangat jengkel, jadi Sehun menyimpulkan kalau Luhan secara tidak sengaja menabrak dan menumpahkan cairan yang di bawanya. Luhan yang melakukan ini semua tapi Sehun juga terbawa. Rasanya predikat pembuat onar memang benar-benar melekat pada Sehun.

"Kalian beruntung semua guru sedang tidak ada waktu untuk memberi detensi," Profesor Sprout memungut kendinya. "Tuan dan Nona Lu, terutama Lu Sehun, kalian harus bisa menjaga sikap. Mengerti ?"

Sehun dan Luhan mengangguk seperti anak berusia lima tahun sementara Profesor Sprout memerintahkan seluruh murid yang berkumpul di koridor untuk bubar.

Setelah keadaan mulai normal, Sehun menendang pantat Luhan pelan.

"Aku yang kena."

"Maaf," Luhan menggaruk pantatnya. "Untung kita tidak kena detensi."

"Yah, untung sekali," Sehun memutar bola matanya. "Aku khawatir kau tidak terbiasa dengan hukuman. Kalau aku sih, sudah kebal."

"Terima kasih, Ratu Detensi," sindir Luhan.

"Sama-sama. Aku lapar. Ayo makan."

.

.

.

.

.

Sehun duduk di bawah pohon oak yang menjulang tinggi di halaman depan sekolah. Hari ini mood-nya bagus luar biasa. Sehun tidak ada kelas dan Yixing berjanji akan membawanya ke suatu tempat. Seperti biasa, Yixing tak pernah bilang akan membawanya kemana, tapi Sehun yakin Yixing bakal memberinya sesuatu yang menyenangkan. Sehun sampai tidak bisa menahan senyumnya. Dengan rambut hitam panjang yang dikepang ke depan (Sehun terinspirasi Echo) dan sweater hijau tosca-nya, Sehun benar-benar terlihat seperti gadis yang paling bahagia sedunia.

Senyum Sehun makin lebar ketika mendapati Luhan, saudara kembarnya, berlari ke arahnya sambil menenteng bola takraw di tangan kirinya. Mata Sehun juga tidak bisa lepas dari sweater yang dikenakan Luhan. Mereka memakai sweater yang sama, pemberian dari ayah musim semi tahun lalu.

Sehun dan Luhan seperti saudara kembar paling kompak sedunia.

"Mau main ini ?" tawar Luhan begitu ia sampai di bawah pohon oak.

"Kau tahu seberapa mahirnya aku dalam permainan bola," ucapan Sehun penuh dengan sarkasme.

"Ayolah. Coba dulu," Luhan menarik tangan Sehun untuk berdiri. "Aku tak ada teman main."

"Pembual besar," Sehun merebut bola takraw itu dari tangan Luhan. "Seorang 'Luhan' tak punya teman main ? Yang benar saja."

Luhan terkekeh.

"Tendang bolanya," Luhan memberi isyarat.

Sehun tak yakin. Terakhir kali Sehun bermain sepak takraw, ia berakhir dengan detensi dari Profesor Minseok karena merusak tanaman hias.

"Tendang saja," Luhan memasang ancang-ancang.

Sehun menjatuhkan bola yang terbuat dari anyaman rotan itu dan menendangnya ke arah Luhan. Seperti perkiraannya, bola itu mengarah ke arah lain.

"Tendang dengan kaki bagian dalammu," jelas Luhan sambil memungut bola takraw.

"Aku tak bisa, Han," rengek Sehun.

"Coba lagi."

Luhan menendang bola ke arah Sehun tanpa aba-aba. Reflek, Sehun asal menendang bola dengan tenaga tak terkontrol. Bola yang terbuat dari rotan itu terbang menyeberangi lapangan dan menggelinding ke arah koridor panjang yang menghubungkan gedung utama dengan perpustakaan.

Sehun berniat mengejarnya, tapi, setelah melihat bola itu menggelinding ke arah mana, Sehun mengurungkan niatnya.

"Jangan diambil," tahan Sehun begitu Luhan berniat mengejar bola rotan itu.

"Kena-oh," Luhan tersenyum. "Baiklah."

"Jangan ganggu."

Sehun dan Luhan tersenyum begitu mendapati Kai dan Kyungsoo sedang bicara empat mata di koridor. Muka Kai serius bukan main sementara Kyungsoo kelihatan gugup. Sehun tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Mungkin soal kelanjutan hubungan mereka ?

Babak kedua Liga Ivy tidak mungkin mereka lupakan begitu saja.

"Menurutku, kisah cinta mereka lebih keren daripada kisah Romeo dan Juliet," bisik Sehun sambil berkacak pinggang. "Mereka manis sekali."

"Aku tak pernah tahu kalau Kai menyukai bocah kecil itu," balas Luhan.

"Di saat semua orang tidak melirik Kyungsoo, Kai tahu yang mana yang keren," Sehun tersenyum puas.

"Setuju."

Sehun dan Luhan tersentak begitu suara lain bergabung dalam percakapan mereka. Sehun dan Luhan menoleh ke sumber suara dan mendapati Yixing berdiri di sebelah mereka sambil tersenyum manis, memamerkan lesung pipinya.

Sejak kapan Yixing di sana ?

"Apa kalian tahu salah satu rahasia kecil di Sekolah Ivy ?" tanya Yixing.

Sehun dan Luhan menggeleng bersamaan.

"Tanpa kalian sadari, ada sebuah sistem yang selama ini selalu berjalan," ucap Yixing sambil mengamati Kai dan Kyungsoo.

Sehun masih ingat soal sistem keturunan dalam Liga Ivy. Mungkinkah Yixing mau membahas soal itu lagi ? Kalau iya, Sehun bakal marah besar. Sehun benar-benar tak ingin membahas soal Liga Ivy di depan Luhan lagi.

"Kebanyakan Beta selalu jatuh cinta pada para Alfa," ucap Yixing.

Sehun dan Luhan saling tatap, lalu sama-sama setuju. Banyak sekali pasangan di sekolah mereka yang terdiri dari Alfa dan Beta, yah walaupun kombinasi lain juga mendominasi.

"Wajar kalau Kai suka Kyungsoo," ucap Yixing.

"Menurutmu, apa yang menyebabkan mereka seperti itu ?" tanya Luhan sambil mengamati Yixing, atau lebih tepatnya rompi koboy Yixing yang benar-benar mencolok.

"Karena memang seharusnya seperti itu," jawab Yixing dengan sorot mata dalam.

Sehun yakin Yixing tahu yang sebenarnya. Bergaul dengan cewek nyentrik itu membuat Sehun bisa membaca ekspresinya.

"Oh, iya," Yixing merogoh kantung rompi koboy-nya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan. "Aku ingin mengajak Sehun ke suatu tempat."

"Kemana ?" Luhan lebih terlihat seperti memprotes daripada bertanya, sementara Yixing menyerahkan bungkusan itu pada Sehun.

"Ikut saja," Yixing mulai berjalan ke sudut halaman. "Luhan boleh ikut."

.

.

.

.

.

Lagi-lagi Yixing membuat Sehun berjalan sangat jauh.

Hanya saja, kali ini Yixing menggiring si kembar Lu jauh ke dalam hutan. Sehun sudah ratusan kali masuk ke dalam hutan, jadi dia baik-baik saja. Sayangnya, Luhan tidak.

Luhan kelihatan terganggu sekali dengan banyaknya serangga dan rumput setinggi pinggang yang mendominasi hutan, atau peri hutan yang terus-terusan ngomel karena merasa terganggu. Sehun yakin ini kali pertama Luhan masuk hutan sejauh ini.

"Apa kau lelah ?" tanya Luhan sambil memanjat sebuah batu besar.

"Sedikit," jawab Sehun sambil bersandar pada batu.

"Kira-kira berapa lama lagi kita jalan ?" Luhan kedengaran agak jengkel.

"Sebentar lagi," jawab Yixing sambil membersihkan sepatu boots warna merahnya. "Hanya perlu melewati bukit kecil itu dan kita sampai."

Sehun dan Luhan melongo. 'Hanya' ? Yang benar saja. Bukit itu masih jauh dan kelihatan curam dengan batu-batu dan akar-akar yang melilitnya. Sebenarnya Yixing punya tenaga seberapa besar, sih ?

"Han, kurasa aku tidak bisa jalan lagi," Sehun selalu menjadi lebih manja ketika Luhan berada di sekitarnya.

Luhan melompat turun dari batu, lalu berjongkok di depan Sehun.

"Ayo."

Sehun naik ke punggung Luhan, lalu mereka melanjutkan perjalanan. Mungkin mereka sudah berjalan lebih dari satu jam, tapi, Yixing tidak kelihatan lelah sama sekali. Sehun sampai heran. Mungkinkah kemampuannya melihat masa depan bisa membuat Yixing menjadi lebih bugar ?

Luhan menurunkan Sehun dari punggungnya begitu mereka mulai mendaki. Beberapa kali Sehun terpeleset, Luhan juga, sedangkan Yixing melangkah dengan tepat dan masih memimpin mereka dengan semangat.

Butuh waktu yang lama bagi Sehun dan Luhan untuk menyusul Yixing yang sekarang sudah mencapai puncak. Yixing kelihatan santai sekali saat duduk di atas sebuah batu, menunggu Sehun dan Luhan yang sampai berdarah-darah demi mencapai puncak.

Begitu Sehun meraih sebuah akar tertinggi dan mencapai puncak, mulut Sehun terbuka lebar karena tak bisa mempercayai penglihatannya.

Seekor naga yang dirantai tertidur di cerukan tepat di bawah mereka.

Sehun menatap Yixing yang benar-benar kelihatan santai, seolah naga bernapas api yang di bawah itu adalah kucing berbulu halus yang sedang tidur di sofa.

Luhan sama terkejutnya dengan Sehun ketkia ia berhasil mencapai puncak.

"Naga ?" bisik Sehun pada Yixing.

"Ya," Yixing menyibak rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai. "Naga Hungaria. Lumayan langka. Keren, 'kan ?"

Sehun rasa kepala Yixing baru saja terbentur batu.

"Naga ini yang akan menjadi ujianmu di babak terakhir," lanjut Yixing.

Sehun tersentak. Yixing tak pernah mengutarakan apa yang harus dihadapi Sehun secara gamblang. Yixing biasanya hanya memberi petunjuk-petunjuk kecil dan membiarkan Sehun bekerja dengan otaknya sendiri. Untuk yang kali ini, mungkinkah Yixing melihat peluang Sehun begitu kecil hingga memberikan petunjuk secara gamblang ?

"Bagaimana kau tahu ?" tanya Luhan.

"Dari para peri hutan. Naga ini didatangkan saat babak kedua supaya tak ada yang tahu karena semua orang sedang berkumpul di danau," jelas Yixing.

Sehun diam saja. Tiba-tiba otaknya memutar memori saat ia masih kelas satu, di hari pertamanya di Sekolah Ivy. Waktu itu Sehun mendapatkan pelajaran sejarah sihir untuk pertama kalinya dan Profesor Testa menjelaskan tentang sejarah Sekolah Ivy.

Setiap nama asrama mewakilkan tiga kekuatan yang menyokong Sekolah Ivy. Alfa dengan angin, Beta dengan air, dan Teta dengan api. Setiap Alfa, Beta, dan Teta juga memiliki kemampuan lain yang menjadi ciri khas. Yang jelas, kemampuan-kemampuan itu ada sangkut pautnya dengan naga, yang menjadi lambang utama Sekolah Ivy (naga dengan perisa bergambar lambang Alfa, Beta, dan Teta).

Satu yang Sehun ingat, para Teta adalah pemburu naga. Jadi, jika babak ketiga ada hubungannya dengan naga, Kris unggul.

"Kaliah tahu, setiap nama yang menjadi nama asrama di Sekolah Ivy bukan hanya sekedar nama saja," Yixing seolah membaca pikiran Sehun (atau memang membacanya). "Kekuatan yang dimiliki setiap asrama, angin-air-api, bukan datang dengan sendirinya."

"Maksudmu ?" Luhan terlihat sangat penasaran.

"Sekolah ini didirikan oleh tiga penyihir terkuat," Yixing menyentuh kalung unicorn-nya. "Penyihir angin, penyihir air, dan penyihir api. Alfa, Beta, dan Teta."

Sehun masih ingat tentang tiga kekuatan itu. Kekuatan angin, air, dan api adalah tiga elemen utama yang membentuk sihir, disebut Deep Magic yang sebenarnya sama sekali Sehun tak mengerti.

"Aku tak pernah tahu kalau Sekolah Ivy memiliki sejarah sehebat itu," bibir Sehun bergerak sendiri.

Yixing tersenyum, lalu meraih tangan kiri Sehun yang belepotan tanah.

"Tanda lahir ini bukan sembarang simbol," mata Yixing terlihat sangat dalam, seolah ia baru saja membeberkan sesuatu yang besar pada Sehun. "Tanda lahir ini adalah sesuatu yang besar."

"Maksudnya ?"

"Kau pernah mengendalikan angin, 'kan ?" tanya Yixing.

Sehun tercekat. Memorinya bergerak cepat ke kejadian empat minggu lalu, saat Sehun berada di dalam labirin dan tubuhnya terlempar ke atas karena serudukan menyakitkan dari Minotaurus sialan itu. Sehun menyelamatkan dirinya sendiri dengan... angin.

"Bagaimana kau tahu ?" Sehun benar-benar terkejut.

"Kemampuan memanahmu, itu bukan semata-mata karena keturunan dari keluarga Zhang," Yixing mengabaikan pertanyaan Sehun. "Kau bisa memanah dengan baik karena kau bisa mengendalikan angin. Angin menuruti apa yang kau inginkan. Sihirmu adalah angin, Lu Sehun."

Sihir Sehun yang tak pernah bekerja dengan baik selama ini ternyata ada alasannya. Sihir Sehun bukan dengan tongkat sihir, tapi dengan angin.

"Soal Deep Magic, kalian pernah dengar, 'kan ?"

Sehun dan Luhan mengangguk bersamaan.

"Para keturunan penyihir yang memiliki Deep Magic semakin sedikit. Mereka diburu habis-habisan tiga dekade lalu, di saat dunia sihir dalam masa-masa gelap, dikuasai oleh pemberontak, terutama keturunan penyihir angin yang memiliki kekuatan paling besar."

Sehun teringat revolusi besar yang terjadi tiga dekade lalu. Sehun mendengarnya dari ayah, tapi, Sehun tidak mengetahuinya secara menyeluruh karena saat itu, Sehun belum lahir.

"Kalian tahu," Yixing menyentuh tanda lahir Sehun. "Keturunan penyihir angin hampir punah. Hanya beberapa yang tersisa-"

Yixing menggantung kalimatnya.

"-termasuk ibumu," iris mata Yixing mulai berubah warna menjadi biru terang. "Kau bukan seorang Kekkaishi penganut ajaran Hazama seperti yang pernah kau sebutkan, kau keturunan penyihir angin. Kau pemilik Deep Magic."

Sehun tak tahu apa yang terjadi pada Yixing. Matanya menyala seperti lampu neon, terlihat agak menakutkan tapi Sehun tak ingin pergi. Sehun ingin mendengar penuturan lebih lanjut tentang dirinya juga ibunya.

"Kau besar, Lu Sehun. Kau penyihir angin terkuat saat ini. Deep Magic berada di genggamanmu," mata Yixing kian terang. "'Gelap bangkit. Kelabu jadi selimut bumi. Angin, air, dan api kembali membawa cahaya dan mengalahkan gelap.'"

Suara Yixing berubah jadi begitu tua dan dalam saat menyebutkan tiga kalimat terakhir. Bahu Sehun sampai bergetar. Sehun bisa merasakan suhu di sekitarnya menurun dan angin berhembus lembut, seolah alam ikut berbicara melalui Yixing.

"Kau bicara apa, sih ?"

Suara Luhan seolah menyadarkan Yixing dari kerasukan. Mata Yixing kembali normal dan angin tak lagi berhembus.

"Apa ?" Yixing mengerjapkan matanya. Yixing kelihatan seperti orang bingung sekarang. Mungkinkah Yixing tidak sadar dengan apa yang baru saja terjadi padanya ?

"Kau aneh. Matamu bercahaya," komentar Luhan.

"Benarkah ? Aku tak tahu kalau mataku bisa mengeluarkan cahaya," ucap Yixing. "Oh, iya. Sehun, sekarang kau turun ke bawah dan beri naga itu makan."

"Apa ?!"

Sehun dan Luhan memekik bersamaan. Memberi makan naga ?! Cari mati!

"Percaya padaku. Keluarkan bungkusan yang tadi. Di dalamnya ada daging rusa segar," ucap Yixing.

Luhan gelagapan begitu tahu Sehun menuruti perintah Yixing tanpa membantah. Sehun tahu Yixing sedang membantunya untuk melesaikan babak ketiga, sementara Luhan yang tak mengerti keadaan cuma menganggap Sehun sinting karena saudara kembarnya itu benar-benar memanjat turun ke cerukan.

Sehun sampai di dekat cakar raksasa naga itu. Seperti yang diperintahkan Yixing, Sehun mengeluarkan daging rusa segar dari dalam kantungnya. Seperti mendapat sinyal, naga itu membuka matanya perlahan. Sehun yakin naga itu mencium bau makanan.

"Ulurkan daging itu, biarkan dia makan," Yixing memberi perintah dari atas bukit.

Sehun sempat ragu, tapi ia tetap mengulurkan segumpal daging rusa segar yang diberikan Yixing. Naga itu juga kelihatan ragu, tapi, beberapa detik kemudian, naga itu mulai menjilati dengan lidahnya yang sebesar papan seluncuran.

Sehun sempat terkejut dengan reaksi naga yang didatangkan dari negara lain itu. Naga itu sangat tenang, bahkan setelah tahu ada orang yang mendekatinya. Sehun tak yakin naga itu benar-benar akan menjadi ujian di babak terakhir Liga Ivy.

"Sentuh dahinya," perintah Yixing lagi.

Sehun kembali mengulurkan tangannya, lalu mengelus dahi naga itu. Sehun tak pernah tahu kalau naga suka dibelai, tapi naga itu benar-benar suka dibelai. Lihat saja matanya yang tertutup dan dengkuran keras dari mulutnya menandakan kalau naga itu merasa nyaman.

"Siapa namamu ?" bisik Sehun, walaupun Sehun tak yakin naga ini bisa bicara. "Bolehkan aku memanggilmu Mumble ?"

Naga itu membuka matanya yang sebesar bola basket, kelihatan berfikir, lalu menganggukkan kepala besarnya. Sehun agak terkejut begitu tahu kalau naga itu mengerti ucapannya, lalu ia tersenyum puas.

"Baiklah. Senang bertemu denganmu, Mumble," ucap Sehun sambil memeluk leher super besar Mumble.

Yixing dan Luhan yang masih berada di puncak bukit tersenyum begitu melihat kedekatan yang langsung terjalin antara Sehun dan naga itu. Sehun dan Mumble kelihatan sangat serasi.

"Apa yang membuat naga itu begitu jinak ?" tanya Luhan pada Yixing.

"Karena para Alfa adalah penjinak naga," jawab Yixing sambil menatap Sehun dari kejauhan. "Menjinakkan lebih baik daripada memburu, 'kan ?"

.

.

.

.

.

Tangan Sehun kebas.

Pagi ini adalah mimpi buruknya.

Profesor Joonmyun bilang, para representatif akan mendapat undian naga.

Itu artinya, jika Sehun tak mendapatkan Mumble, usahanya menjinakkan naga dari Hungaria itu terasa sia-sia.

Tangan Sehun bergetar saat tangannya masuk ke dalam kantung yang berisi avatar para naga yang bakal jadi lawan para representatif nanti. Kris mendapatkan Chinese Fireball sementara Kai mendapatkan Naga Yunani. Sehun tak yakin naga yang tersisa di dalam kantung adalah Mumble, tapi Sehun tak mau patah semangat.

Sehun menahan senyumnya begitu menarik keluar avatar naganya. Seekor naga kecil dengan tanduk yang berjajar dari kepala hingga punggungnya serta sayap dan cakar bergerak-gerak di atas tangan Sehun. Mumble yang akan menjadi lawannya nanti.

"Representatives!" Profesor Joonmyun kembali memusatkan perhatian para representatif padanya. "Babak ketiga akan sangat berbeda dengan babak-babak sebelumnya."

Tak hanya para representatif, para murid yang sudah berkumpul di halaman depan Sekolah Ivy juga ikut diam, mendengarkan misi apa yang bakal diberikan.

"Babak ketiga akan berjalan sangat panjang, karena babak ini adalah babak yang menentukan siapa yang bakal jadi pemenang. Tidak boleh ada perbekalan yang dibawa dari sini, karena kalian harus menemukan kebutuhan kalian sendiri di arena pertarungan," Profesor Joonmyun mengangkat tongkat sihirnya dan ransel milik para representatif menghilang seketika.

Sehun mencelos. Di dalam tasnya ada panah dan belati. Jika Sehun harus terjun ke arena tanpa dua senjata itu, Sehun tidak yakin dia bisa bertahan lama. Sehun ingin menangis sekarang.

"Misinya," Profesor Joonmyun memasukkan tongkatnya ke dalam jubah abu-abunya. "Setiap naga menjaga mutiara hitam yang harus kalian ambil. Mutiara hitam itu adalah kunci yang bisa membantu kalian kembali. Dan ingat, hanya ada satu portkey untuk satu mutiara hitam yang tersedia."

Sehun, Kris, dan Kai saling tatap. Jika seperti ini, Ini adalah pertarungan dari leher ke leher.

"Sama seperti yang lalu, siapa cepat, dia juara. Sang juara akan otomatis membawa kembali semua representatif begitu mengaktifkan portkey dan permainan akan berhenti. Dan yang memegang portkey, dialah yang juara."

Kaki Sehun bergetar karena gugup luar biasa. Sehun tak pernah ingin ber-dissaparate lagi setelah babak pertama yang lalu.

"Representatives!" Profesor Joonmyun kembali mengangkat tongkat sihirnya, sementara Sehun melihat ke arah Luhan yang duduk di bangku penonton. Luhan memberi semangat dari jauh. "Bersiap!"

Sehun menggenggam tongkat sihirnya.

"Mulai!"

Para representatif menghilang dari halaman depan Sekolah Ivy.

.

.

.

.

.

Sehun terlempar keluar dari kegelapan dan mendarat di atas lumpur. Pantatnya mendarat terlebih dulu dan Sehun merasakan ngilu luar biasa di tulang ekornya.

Sehun mengamati sekeliling dan mendapati dirinya mendarat di pinggir rawa. Ada banyak sekali tanaman mangrove dengan akar tinggi, tipikal rawa hutan tropis. Mata Sehun terjatuh pada batas akar pohon yang basah. Tingginya paling tidak sedahi Sehun. Dan sekarang hampir senja, itu tandanya air rawa bakal naik sebentar lagi.

Sehun memanjat naik ke akar-akar mangrove, berusaha mencapai titik kering dari akar. Sehun lelah bukan main dan Sehun ingin istirahat (ber-dissapaarte benar-benar menguras tenaganya), paling tidak sampai besok pagi, sebelum Sehun memulai pencarian Mumble. Sehun harus yakin tempat yang ditidurinya tidak akan tergenang air. Jadi, Sehun memilih akar tertinggi.

Seharusnya Sehun membuat bifak, tapi tak yakin ia bisa memotong akar-akar mangrove tanpa belati. Akhirnya, Sehun memilih akar yang bisa digunakan untuk berbaring, atau paling tidak duduk.

Setelah meyamankan posisinya, Sehun mulai melumuri tangan dan wajahnya dengan lumpur yang menempel di bajunya. Ada banyak sekali nyamuk di sini dan Sehun tidak mau bangun dalam keadaan wajah bentol-bentol.

"Protego Totalum."

Sehun mulai melontarkan mantra pelindung yang diingatnya.

"Salvio Hexia."

Sehun sendirian dan ia tak yakin ia bakal baik-baik saja saat tidur.

"Repello Muggletum."

Rasanya Sehun seperti berada di dalam survival game. Sendirian, tanpa perbekalan, benar-benar bertahan dan menjalani hukum rimba yang sekarang sedang berjalan. Tak pernah sekalipun terfikirkan di dalam otak Sehun kalau ia bakal tidur sendirian di pinggir rawa dan hutan mangrove dengan bahaya yang bisa datang kapan saja.

Liga Ivy benar-benar merubah gaya hidup Sehun.

"Mufflioato."

Setelah merapalkan mantra terakhir, Sehun menyandarkan tubuhnya pada pohon mangrove dan mulai beristirahat.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED