Epilogue~

Dalam terik matahari, aku berlari menyongsong gym Rakuzan dengan membawa sebuah kotak bento pada dekapanku. Dari kejauhan, aku mendengar suara peluit disusul dengan bunyi berdebam belasan benda tumpul yang saling berjatuhan.

Aku tersenyum lega, mengelap peluh yang hampir melesat menuju pelipis. Aku nyaris terlambat mengantarkan ini.

Setelah mengatur kembali ritme napasku, aku berdiam di depan pintu gym. Satu per satu anggota tim basket Rakuzan–terutama kouhai yang berada di tingkat pertama–berhamburan dari sana dengan raut wajah yang, entahlah, mungkin agak masam dan kumal untuk dilihat. Senyum senantiasa tersungging pada bibirku kala tatapan-tatapan mereka tak sengaja bertabrakan denganku. Berkah tersendiri bagiku, karena kurasa senyumanku dapat sedikit membantu mereka melunturkan raut-raut kelelahan itu.

Ngomong-ngomong, kau bertanya kenapa aku tidak masuk saja ke gym? Nah. Dalam senyum, aku terkikik.

Entahlah, aku hanya tidak mau. Karena, tanpa kulakukan itu pun, seseorang yang berada di dalam sana pasti akan–

"Apa ada yang bisa kubantu, nona?"

Sepasang lengan tiba-tiba mendekap leherku dari belakang. Ia menumpukan dagunya pada pucuk kepalaku, dan aku bisa merasakan ia sedang tersenyum lewat gesturnya. Bau maskulin seorang laki-laki sekejap membelai indera penciumanku lewat sisa-sisa keringatnya.

"Aku… sedang mencari seorang laki-laki yang sangat berarti bagiku. Mungkin kau kenal dia?" jawabku pelan sambil mengulum senyum, balas memeluk lengan sang empunya tanpa melepas dekapan bento-ku.

"Bisa kau deskripsikan laki-laki itu padaku?"

"Y-yah…" Aku berpikir sejenak sambil menerawang ke depan. "Dia sangat hebat dalam basket, dan tentunya lebih tinggi dariku. Selain itu, dia juga maniak light novel. Dan, kurasa dia juga seorang nijikon meskipun dia sudah mempunyai aku... A-ah, dia laki-laki yang sangat aneh, dia menyeramkan namun terkadang juga bisa menjadi sangat manis pada waktu-waktu tertentu…"

Aku mendengar ia sedikit berdeham–mungkin menahan geli. "Lalu apa yang sedang kau bawa itu?"

Tanpa menoleh ke arahnya, aku langsung mengerti ia sedang membicarakan bento-ku. Pipiku bersemu secara reflek kala ia menanyakannya. "Ini makan siang yang kubuatkan untuknya. Aku harus cepat-cepat menyerahkan ini padanya sebelum ia beranjak kelaparan."

"Ah, ya… Aku tidak mengenalinya, tapi kurasa dia benar-benar laki-laki yang beruntung mempunyai seorang gadis yang manis dan perhatian sepertimu." Ia tertawa kecil sambil mencium pucuk kepalaku lembut, kemudian mempererat lengannya, semakin menarikku ke dalam pesona dirinya. Membuatku hatiku semakin panas hingga rasanya bisa meleleh sewaktu-waktu akibat rasa nyaman dan terlindungi yang disalurkannya padaku secara tidak langsung.

"Ya… Meskipun aku hanya bisa membuatkan tofu untuk menu makan siangnya," jawabku malu-malu.

"Tidak usah khawatir akan hal itu, nona." Ia mencondongkan tubuhnya, menempatkan mulutnya tepat di depan telingaku, "ia tidak akan keberatan, karena ia tahu apapun yang kaubuatkan untuknya pasti dipenuhi dengan cinta."

…Dan, fine. Dia benar-benar membuatku meleleh dengan suaranya yang seksi itu. Aku menundukkan kepala, berharap bisa menetralkan kembali warna wajahku ke semula. Aku sudah tidak tahan lagi.

"Jangan menggodaku lagi, Chi-chan…" elakku sebelum pertahananku runtuh seutuhnya di depan banyak pasang mata yang mengiri–di tangan pria yang kini mendekapku protektif, Mayuzumi Chihiro.

Ia tertawa lagi untuk beberapa saat melihatku hampir rapuh menghadapi 'serangan'-nya. Sesaat setelah tawanya mereda, ia kembali menunduk, merendahkan suaranya hingga menjadi sebuah bisikan menggelitik.

"No need to protest cause you're my girlfriend, right?"

.

.

.


[A/N]

…Iseng. Mayu-sama-nya OOC? Iya, emang, namanya juga iseng *bows* /mendadak tsunami di tempat author

T-tapi makasih udah menyempatkan diri mampir dan baca! x'D


.

.

"Saa, laki-laki yang beruntung ini akan pergi sejenak untuk ganti baju," ujar Mayuzumi setelah puas menggodaku. "Tunggulah sebentar. Aku pun tidak sabar untuk segera memakanmu–maksudku, bento buatanmu."

Ia melepas dekapannya padaku sembari berjalan menjauh setelah mendaratkan kecupan kecil di pelipisku.

"…Chi-chan mesum," umpatku pelan sambil menatap punggungnya yang segera menghilang di balik tembok gym.

"Mattaku."

"E-ekh?!" Aku terlonjak kaget dari tempatku berdiri ketika tiba-tiba sebuah bariton meledak begitu saja tepat di sebelahku. "Sei-chan, sejak kapan kau disitu?!"

"Belum lama," ujarnya acuh tak acuh.

"J-jangan mengagetkanku, dasar kau ini…" Aku mendesah lega sambil mengusap kepalanya sayang. Yah, tentu sebagai seorang kakak yang baik.

U-uwaah, tapi apa-apaan? Ia tampak tidak mengacuhkan keberadaanku dan tetap bergeming pada satu titik dimana 'kakak ipar'-nya itu terakhir terlihat. Aura negatif masih terpancar jelas menguar pada sekitaran tubuhnya, dan aku mendadak merasa ada hal buruk yang akan terjadi di gym ini.

Selang beberapa waktu, Sei-chan tiba-tiba berdecak sembari menyunggingkan sebuah seringai iblis.

"Cinta benar-benar bisa membuat seseorang berubah ya, hm?"

…Nah.

Kurasa aku dan Mayuzumi sedang dalam bahaya.

.

.

.