Chapter 4 part two—

SachiMalff Proudly Present

"Our Secretary"

.

.

EXO's fanfiction

Length : 4545 words in this chap

Warning : berusaha semaksimal mungkin untuk mengurangi typo. No beta-ed.

.

.

Enjoy!

.

.

"Bolehkah aku memelukmu?"

Kai tersentak kaget. Kyungsoo—meminta sebuah pelukan?

Jongin sempat terdiam beberapa saat, sebelum Kyungsoo berlari kearahnya, lalu langsung menghambur dalam pelukan Jongin. Jongin masih terdiam, tak tahu harus berbuat apa. setelah beberapa detik ia merasakan isakan Kyungsoo tak terdengar lagi, Jongin baru membalas pelukan itu. Tangan kekarnya menyelimuti pinggang Kyungsoo, memberi rasa aman dan hangat untuk sang pemuda mungil.

Saat musik berubah pelan, Kyungsoo menyurukan kepalanya ke dalam pelukan Jongin kembali. Musik jazz yang mengalun lembut membuat Kyungsoo menghentikan isakannya.

La vie en rose milik Louis Amstrong mengalun merdu.

Kyungsoo melepaskan pelukannya. Matanya menatap tajam beberapa tamu yang mulai berdansa ringan. Sedetik kemudian, ia mendengar Jongin di depannya berbicara lirih.

"La vie en rose."

Kyungsoo tersentak kaget tatkala Jongin tahu lagu yang sedang mengalun itu. Maniknya menatap Jongin penuh rasa ingin tahu.

"Kau—tahu lagu ini?" tanyanya.

Jongin beralih menatap Kyungsoo. Tawa kecil terlontar di bibirnya. "Tentu saja. Aku penggemar berat musik jazz."

Kyungsoo tersenyum cerah. "Benarkah?"

Sang pemuda berkulit tan di depannya mengernyit heran. "Ya, kenapa?"

Kyungsoo menggeleng di antara senyumannya. "Aku juga suka jazz."

"Woah—benarkah?"

Kyungsoo mengangguk semangat, tak ingat jika beberapa menit yang lalu, ia masih terisak di pelukan pemuda di depannya itu.

"Kalau begitu, maukah kau menemaniku untuk menonton konser jazz akhir pekan ini?"

Kyungsoo melongo tak percaya, dan hal itu membuat Jongin terkekeh.

"Kau serius mengajakku ke konser jazz?"

Jongin mengangguk mantap. "Yep. Kau butuh hiburan juga kurasa."

Kyungsoo tertawa mendengar guyonan Jongin. Ia menggeleng pelan.

Jongin menatap Kyungsoo dengan perasaan yang membuncah. Ia senang jika Kyungsoo bisa tersenyum lepas seperti ini. Ini adalah kali pertama Jongin melihat Kyungsoo tertawa, tersenyum, dan berekspresi lucu seperti tadi.

"Well—jadi, bagaimana? Sabtu malam, jam delapan, Moura Cafee?" tanya Jongin.

Kyungsoo tersenyum kecil, diikuti tawa renyah yang keluar dari bibir penuhnya, ia mengangguk mengiyakan.

.

.

.

Kris berjalan limbung, tak memerhatikan keadaan sekitarnya. Beberapa orang yang—mungkin—mengenalnya mengernyit tajam saat Kris hanya diam saja tatkala tubuhnya menabraki kerumunan orang-orang yang masih berada di sana.

Maniknya menatap nanar lantai di bawahnya, seakan ia tak terganggu dengan dentuman musik dan pekik riuh rendah orang-orang di kanan-kirinya.

Yang sedang bergelanyut di pikirannya hanya satu—

Huang Zitao. Zitao-nya.

Cintanya.

Kris masih termenung sembari berjalan kala tubuh tegapnya menabrak seorang lelaki di depannya. Buru-buru, ia menengadahkan kepalanya, berniat meminta maaf.

Namun dahinya mengernyit heran ketika ia tahu bahwa lelaki tersebut adalah Park Chanyeol. Rekan kerjanya.

Chanyeol memutar bola matanya bosan ketika ia melihat Kris dengan tampang tertekuk seperti itu.

"Kenapa mukamu jelek seperti itu, Kris?"

Kris tak mengindahkan ejekan Chanyeol. Matanya menerawang jauh ke depan, masih merenung dan berpikir dalam diam.

Chanyeol yang menatap Kris tajam heran. Tak biasanya Kris bertingkah laiknya orang linglung seperti itu. Pasti ada sesuatu.

"Hey? Ada apa?"

Kris terhenyak. Pandangannya ia tolehkan pada Chanyeol yang masih menatap tajam di depannya. Sedetik kemudian, Kris menggeleng pelan.

Chanyeol mendengus meremehkan. "Kau bisa mengelak pada dunia. Tapi tidak padaku," ujarnya, "ayolah, man, kita sudah berteman lama. Jangan kaukira aku tak tahu bagaimana sifatmu."

Kris mendengus kecil. Ia bahkan sama sekali tak berniat bercerita pada Chanyeol.

Chanyeol makin penasaran dan curiga tatkala Kris hanya diam saja. Biasanya, lelaki di depannya itu akan langsung bercerita panjang lebar mengenai apa saja yang sedang menjadi masalahnya. Tapi kali ini...

Mata Chanyeol membola ketika satu dugaan muncul dalam otaknya. Ia memekik kaget, membuat Kris mengernyit heran.

"Apa?" tanya Kris.

"Kau—"

Kris menatap Chanyeol skeptis. Raut wajah sahabatnya yang terkejut seperti itu menandakan bahwa di dalam otaknya, pastilah bukan sebuah pemikiran yang lurus.

"—sedang tidak sedang sakit... HIV, kan?"

Kris langsung mendamprat kepala Chanyeol keras-keras sesaat sebelum dugaan Chanyeol terlontar, membuat sang pemuda Park mengaduh kesal.

"Sakit, bodoh!"

"Kau yang bodoh! Bisa-bisanya berpikiran seperti itu!" bentak Kris gemas. Ia menatap Chanyeol yang malah nyengir tak bersalah padanya.

"Sori," jawab Chanyeol singkat, "soalnya kau kan suka bergonta-ganti pasangan. Aku sih takut kalau kau mengidap penyakit seperti itu."

Kris menggeram rendah. "Seperti kau tidak saja."

"Wow... Itu memang dulu," sambung Chanyeol sembari tersenyum kecil, "sekarang—tidak lagi."

Kris mengernyit heran. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Tidak lagi? Dan apa alasannya kau sudah kembali ke jalan yang benar?" tanya Kris heran. Chanyeol yang tobat adalah sebuah hal yang mustahil, rasanya.

Chanyeol menyeringai menyebalkan kearah Kris. Ia mengedarkan pandangannya, menaruh atensinya penuh pada seorang pemuda di sebuah sudut ruangan yang nampak sepi, tersingkir dari para tamu yang bersenang-senang.

Tatapannya berubah menjadi sendu tatkala pria yang ia tatap seperti merasa tak nyaman. Pria tersebut sesekali akan menutup kedua telinganya karena dentuman musik yang begitu keras. Atau kadang, ia akan mengernyit heran saat para tamu—dengan tak sengaja—menyenggol tubuhnya, membuatnya hampir jatuh.

Chanyeol kembali menatap Kris tajam. Sebuah senyum simpul kembali hadir di wajahnya.

"Karena aku—sedang menyukai seseorang."

Kris mendengus kecil. "Siapa? Seorang tuna susila yang kautemui tempo hari?"

Chanyeol melotot tajam pada Kris, dan itu berhasil membuat Kris tertawa kecil. "Bukan, bodoh!" teriaknya.

"Aku sedang mencintai seorang lelaki," lanjut Chanyeol.

"Jadi—sekarang kau benar-benar gay? Bukan Bi lagi?"

"Absolutely."

Kris mengangguk paham. "Jadi—siapa lelaki yang beruntung bisa mendapatkan mantan Bi sepertimu ini?"

Mata Chanyeol kembali terarah pada sosok Byun Baekhyun yang masih berbincang ringan dengan Tao. Sesekali, matanya menyipit tatkala ia tertawa, sementara Tao hanya diam mematung di sebelahnya, tak memedulikan gurauan Baekhyun.

Sempat terlintas di benak Chanyeol bahwa Baekhyun menolaknya lantaran ia punya kekasih, dan itu adalah—Tao sendiri.

Chanyeol kembali menoleh kearah Kris. Senyum kecil mampir di wajah tampannya.

"Seseorang yang berdiri tepat di arah jam dua tempatmu berdiri. Byun Baekhyun."

Entah Kris lupa atau tak peduli bahwa tadi ia sempat berkenalan dengan Baekhyun. Kris langsung menyipitkan matanya, berusaha menoleh ke arah jam dua, seperti kata Chanyeol.

Dan maniknya melebar tatkala ia melihat, di sana, berdiri seorang lelaki yang sedari tadi menjadi alasan mengapa ia kalut; Zitao.

Bukan hanya itu. Yang membuatnya terkejut ialah—saat seorang pemuda bersurai brunette tengah memegang tangan Tao erat, sambil menggoyang-goyangkan bahunya, berusaha membuat Tao tertawa.

Melihat Tao yang tertawa karena guyonan dari sang pemuda bersurai brunette tersebut mau tak mau membuat Kris heran sekaligus kesal.

Ia menggertakkan giginya, masih dengan menatap Tao dan Baekhyun murka. Tak mengabaikan panggilan Chanyeol atas dirinya.

"Kris—?" panggil Chanyeol sambil mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah sang sahabat.

Bukannya menyahut, Kris malah menepis tangan Chanyeol keras-keras. Kakinya melangkah dari tempatnya mematung. Beberapa manusia yang menghalangi jalannya menuju ke tempat Tao berada ia tabraki seenaknya.

"Kris!" panggil Chanyeol, ia berusaha mengikuti langkah Kris, namun beberapa kerumunan orang—yang kebanyakan sedang merutuki Kris karena seenaknya menabrak orang—membuat langkahnya terhambat. "Kris!" panggilnya lagi.

Kris tak peduli. Matanya masih menatap nyalang sosok Tao yang sedang tertawa, sedangkan Baekhyun terlihat sedang mengacak rambut Tao gemas.

Beberapa langkah, sebelum akhirnya kini ia tepat berada di depan mereka berdua.

Kris masih memicing tajam pada Tao. Sang pemuda bermarga Huang di depan Kris terlihat sangat terkejut. Raut wajah tertekan dan gelisah masih mampir di wajahnya. Bahkan Tao tak berani menatap Kris. Ia malah menunduk dalam-dalam. Tak sudi bahkan untuk menatapnya.

Kris mengarahkan pandangannya pada Baekhyun saat Tao menunduk sambil menggigit bibir bawahnya erat-erat.

"Kris, ka—"

Bugh!

"Baekkie!"

Sebuah tinju keras di lemparkan Kris untuk Byun Baekhyun. Membuat beberapa orang di sekeliling mereka memekik kaget.

Sementara Tao langsung menjerit memanggil nama Baekhyun yang telah menunduk sambil memegangi pipi kirinya yang pasti akan membengkak. Pemuda asal China itu langsung memegangi lengan Baekhyun.

"Baek!" teriaknya.

Baekhyun mencoba menegakkan tubuhnya. Maniknya menatap Kris nyalang. Sedetik kemudian, ia berteriak. "Apa masalahmu, berengsek?!"

Kris masih memicing tajam pada Baekhyun, dan ketika Tao menatapnya dengan pandangan penuh kebencian, api amarah di dalam dirinya menguar kembali.

Rahang Kris mengeras. Tangan kanannya kembali ia angkat tinggi-tinggi, berusaha untuk menampar Byun Baekhyun kembali.

Dan ketika Tao memekik kaget, tangan Kris telah bersiap menampar sang pemuda Byun.

Namun ketika sebuah tangan menghentikan gerak laju tangannya, Kris berbalik ke belakang.

"Dasar tolol!"

Bugh!

Lagi-lagi sebuah pukulan mendarat. Namun bukan untuk Baekhyun. Melainkan untuk Kris, dari seorang pemuda yang berdiri di belakangnya.

"Chanyeol!" Baekhyun memekik kaget saat Chanyeol kembali menghantam Kris dengan tinjunya. Kris hampir tersungkur.

Chanyeol menatap Kris garang. Seakan-akan ia benci pada lelaki di hadapannya itu. Napasnya yang terengah-engah membuatnya menakutkan.

Kris masih memegangi bagian wajahnya yang terasa nyeri akibat tinju Chanyeol tadi.

"Apa yang kaulakukan, Park?!"

"SEHARUSNYA AKU YANG TANYA! APA YANG KAULAKUKAN PADA BAEKHYUN!"

Kris menegapkan tubuhnya. Ia balik menatap Chanyeol murka. "PEMUDA TOLOL INI MENYENTUH ZITAO!"

Antara Kris dan Chanyeol masih terengah-engah. Kris kesulitan berbicara karena bogem mentah dari Chanyeol barusan.

"Dan atas dasar apa aku tak boleh menyentuh Tao?" Baekhyun buka suara, memecah keheningan di antara mereka berempat.

Kris berbalik kearah Baekhyun. Ia menatap sang pemuda bersurai brunette dengan tatapan tajam. Seolah-olah Baekhyun bisa saja terbunuh dengan tatapan itu.

"Karena tak ada yang pantas menyentuhnya. Kau menger—"

"Kau tak perlu susah-susah mengatur siapa orang yang pantas menyentuhku atau tidak."

Kris tercengang. Ia tertohok atas jawaban dari Tao.

Kedua manik beda warna itu bersirobok dalam diam.

Kris terluka saat ia melihat gurat sedih, kecewa, jijik, takut, enggan, dan putus asa yang tersirat jelas dalam keping hitam cokelat milik Tao.

Tao masih bersikeras menatap Kris tajam. Ia takkan menghindar lagi. Jika inilah saatnya, maka ia akan menyelesaikan semuanya.

Kris—tak lebih dari bedebah sialan yang selalu menyakiti hatinya. Dan jika saat ini adalah saat yang tepat, maka pantas bagi Kris untuk melepasnya—sepenuhnya.

"Karena kau juga tak pantas menyentuhku—bahkan berbicara denganku."

Kris membatu.

Seumur-umur, Kris belum pernah merasa sesakit ini. Sakit, seperti saat sebuah merpati harus memotong salah satu sayapnya sendiri dan tak bisa terbang lagi. Sakit, seperti sebuah kaca yang terhempas jauh ke tanah, hancur berkeping-keping, tak bisa disatukan lagi. Sakit, sakit yang tak berperi.

Zitao—membencinya.

"Zitao..." lirihnya.

Tao menggeleng kecil saat ia masih tak mau memutuskan kontak mata antara dia dan Kris. Keheningan itu kembali meraja.

Beberapa orang yang tadinya menaruh perhatian akibat adegan baku hantam mereka—kini telah kembali menikmati acara.

Chanyeol berjalan beberapa langkah ke depan, menggapai tangan Baekhyun pelan. Awalnya Baekhyun sempat menolak, tapi—saat Chanyeol memberikan tatapan mengancam padanya, akhirnya Baekhyun menurut.

Chanyeol dan Baekhyun meninggalkan Tao dan Kris berdua di pojok ruangan itu. Memberikan mereka jeda untuk menyelesaikan masalahnya. Memberikan ruang, supaya semuanya selesai.

Chanyeol menggenggam erat tangan Baekhyun. Ia menuntunnya untuk keluar dari kafetaria itu.

Beberapa langkah dari sana, Chanyeol menoleh kebelakang. Saat ia mendapati Baekhyun sedang meringis dan memegangi luka lebam di wajahnya, tatapan Chanyeol berubah sendu.

"Ayo—kita obati lukamu."

.

.

.

Kris mendekat.

Zitao berkata, "berhenti di tempatmu."

Kris menghentikan langkahnya. Matanya menatap Tao lekat-lekat. Seakan tak mau kehilangan satu detikpun untuk memandanginya. Pandangan Kris sudah mulai mengabur karena air mata yang menumpuk di bola matanya.

Sosok di depannya—adalah sosok yang begitu ia rindukan. Begitu ia dambakan setiap harinya.

Sosok yang begitu ia nanti akan kembali. Sosok yang begitu ia—cintai

"Aku ingin bicara."

"Tak ada gunanya," jawab Tao telak.

Kris meneguk ludahnya kasar. Setidaknya—ia akan menjelaskan pada Tao. Kalau ia sudah berubah.

Kris masih menatap keping Tao yang mulai meneteskan air mata. Raut wajah Tao menyiratkan ketakutan dan rasa luka yang amat dalam. Dan Kris harus merutuki dirinya sendiri karena dia tahu, dialah penyebabnya.

"Kita harus meluruskan semuanya."

Tao tertawa sarkastik. Ia menggeleng pelan meremehkan. "Tak ada lagi kata 'kita', Kris."

Kris hancur.

Penantiannya—hancur. Pada saat enam kata itu terucap begitu jelas dari bibir Tao.

Satu butir kristal bening mengalir melalui pipinya. Ia tak menyangka—akan semudah, serumit, dan semenyakitkan ini...

"Tak ada lagi kata 'kita'," ulang Tao. Ia masih memertahankan kontak matanya, walau air mata sudah siap untuk keluar.

Kris menggeleng pelan. "Tidak..." kilahnya.

Tao tertawa kecil. "Ini semua ulahmu..."

Kris masih menggeleng perih.

"Kalau saja kau tak menyakitiku sedalam ini, aku takkan lari. Aku takkan pergi. Aku takkan tersakiti, dan aku takkan sebenci ini padamu."

Kris menunduk lemah. Ia memejamkan matanya erat-erat, berusaha menyangkal jika ini semua hanyalah khayalan atau mimpi pahitnya.

"Atau kalau saja dari awal kita tak pernah bertemu, maka baik aku dan kau takkan sama-sama terluka seperti ini."

"..."

"Kau menjijikkan, Kris."

Kris menggeleng, menyangkal, berdusta pada kenyataan.

"Kalau saja kau tak bermain perasaan, kalau saja kau bisa setia... Kalau saja kau tak mempertahankan hobimu yang suka tidur dengan semua lelaki maupun perempuan yang kautemui itu... Aku pasti takkan terluka seperti ini."

"Tidak, Zitao..."

"Apanya yang tidak?" tanya Tao sambil tertawa satir, "apanya? Kau tak bisa menyangkalnya lebih lama, Kris. Aku muak."

Kris menengadahkan kepalanya. Ia berusaha menatap Tao. Dan begitu terlukanya hatinya, tatkala tak ada lagi tawa dan pancaran mata sehangat sinar mentari yang ia dapat seperti dulu kala. Yang tersisa kini hanya—kekecewaan dan rasa sakit hati.

"Aku muak. Dengan sikapmu yang selalu tidur dengan orang yang berbeda tiap malam. Kaupikir itu keren? Tidak, Kris. itu memuakkan. Itu menyakitkan. Kau seperti sedang bermain cinta. Kau seperti sedang—"

"..."

"—memainkan perasaanku."

"Tidak."

Tao terdiam membatu. Maniknya masih menatap Kris tajam. "Apanya yang tidak? Tidak salah? Semua perkataanku benar, begitu?"

Kris menggeleng keras-keras. "Aku mencintaimu."

Tao mendengus keras. Ia tak memedulikan keramaian yang ada di sekitar mereka berdua. Kedua tangannya ia sedekapkan di depan dada.

"Omong kosong."

"Aku benar-benar mencintaimu, Zitao."

"Kalau kau memang mencintaiku, seharusnya kau tak bercinta dengan orang lain selain aku. Kaupikir aku apa? Mainan?"

Kris tahu dia jahat. Dia tahu kalau dirinya bejat. Tapi—sikap Tao yang menghukumnya seperti ini sungguh melukai perasaannya.

"Kau sungguh berengsek."

"Aku tak bermaksud. Aku minta maaf," Kris mendongakkan kepalanya, ia kembali menatap Tao lekat-lekat, "aku minta maaf."

Tao mendengus meremehkan. "Andai minta maaf bisa mengembalikan hatiku yang terlanjur kaulukai."

"..."

"Tak tahukah kau, Kris? Aku sungguh memercayaimu dulu."

"..."

"Aku selalu membantah semua perkataan teman-temanku di China tatkala mereka berkata bahwa kau selalu bermain dibelakangku. Kau selalu kubanggakan. Kau selalu kucintai, aku menyerahkan semuanya—hati, jiwa, raga, bahkan kepercayaanku."

Kris membeku. Ia kembali menunduk dalam-dalam, tak berani menatap Tao yang memandangnya dengan tatapan sayu.

"Dan naasnya—kau mengecewakanku. Kau melemparkanku pada sebuah kenyataan pahit. Kau membuatku seperti orang dungu yang tak tahu jika kekasihnya sering bercinta dengan orang lain."

"Zitao—"

"Aku sakit. Aku sungguh sakit. Jika kau hanya ingin menjadi cassanova, maka dari awal, kau tak perlu mengikatku atas nama cinta. Karena itu hanya akan membuatku terluka."

"Zitao," Kris memberanikan diri untuk menatap kembali Tao, "tolong dengarkan aku sekali saja. Aku mencintaimu, aku hanya mencintaimu."

Tao menggeleng. "Kau tak pernah mencintaiku."

"Tidak!" Kris kembali menggeleng keras-keras.

"Kau tak pernah mencintaiku. Yang ada di dalam otakmu hanya nafsu, nafsu, nafsu, seks, dan begitulah seterusnya. Berapa banyak perempuan dan lelaki yang sudah kautiduri? Tak tahukah kau bahwa itu menyakitkanku? Kenapa kau tak berani menatapku saat aku bicara? Apa karena kau takut terluka melihatku? Apa kau tak pernah paham perasaanku?"

Kris mencoba terdiam, dalam hatinya yang paling dalam, ia sungguh ingin membunuh dirinya sendiri. Ia ingin menyangkal perkataan Tao, tapi tak bisa. Itu sungguh benar...

"Tatap aku."

Kris masih membatu, memejamkan matanya erat-erat. Ia sungguh tahu, jika ia membuka mata dan menatap keping Tao di depannya, Kris akan kembali terluka, dan ia akan kembali menghukum dirinya sendiri.

"Tatap aku, Yifan."

Kris membuka mata. Selama ini—Tao tak pernah memanggil Kris dengan nama kecilnya. Tapi sekarang...

Kris menelan ludahnya paksa. Sedetik kemudian, kepalanya terangkat pelan, mencoba menengadah untuk menatap wajah Tao yang kian sendu.

Dan ketika kedua mata itu kembali bertemu, Kris merasa banyak belati yang menancap di pembuluh darahnya, membuat aliran darahnya terhenti. Sesak napas membuatnya seakan mati, kala kristal bening itu mengalir dari kedua mata Huang Zitao.

"Kau harus tahu—dulu, aku sungguh mencintaimu. Sampai aku sadar, bahwa kau tak pernah berhenti dari hobi bejatmu itu."

"Zitao..."

"Tolong, berhentilah. Cukup aku yang terluka. Jangan jadikan nafsumu semakin gila. Jangan biarkan semua orang yang kautiduri merasa terlecehkan. Tolong."

"Aku berjanji akan berhenti. Tapi kau harus percaya bahwa aku mencintaimu, dan kau mau kembali padaku." Kris berujar lirih.

Kris berharap Tao akan kembali tersenyum riang padanya, memeluknya erat, kemudian berkata, "ge, aku mencintaimu!" seperti dulu kala. Saat Kris menatap Tao lekat-lekat, ia berharap Tao akan memaafkannya, ia ingin Tao percaya bahwa hanya Tao-lah pemuda yang ia cintai. Tapi—

"Tidak." Tao menggeleng, "apa kaupikir setelah kau memecahkan kaca, kepingan yang ada bisa kembali melekat erat seperti sebelumnya tanpa cacat? Berhentilah melecehkan cinta, karena itu sama saja melukaiku lebih dalam."

"Aku tidak pernah mencintai mereka semua," lirih Kris di antara air mata yang telah mengumpul di kedua bola matanya.

"Dan aku tak memercayainya... Tolong, tinggalkan aku, karena kita sudah selesai. Karena tak ada lagi hubungan di antara kita. Selamat—tinggal."

Kris roboh. Kris merasa gagal dalam mencintai orang yang sangat ia dambakan. Kris, lagi-lagi merasa gagal. Kris kembali jatuh dalam kesalahannya sendiri, yang membuat Tao, lagi-lagi harus berjalan memunggunginya.

Kris bejat, ia tahu itu. Tapi rasa sakit yang diakibatkan oleh Tao saat sang pemuda Huang tersebut menjauhi dan membencinya—sungguh membuat hatinya retak.

Tao benar—Kris harus berubah.

.

.

.

Genggaman itu mengerat saat mereka berdua berusaha menyelip di antara orang-orang yang masih berkerumun di kafetaria.

Baekhyun mengaduh kesakitan saat lukanya tersenggol tangan lentiknya sendiri. Chanyeol—yang memimpin jalan di depannya—mendesah kecil.

Saat langkah Chanyeol terhenti di depan sebuah pintu, ia berbalik kearah Baekhyun.

Sang pemuda mungil itu masih menutupi luka lebam akibat pukulan Kris sambil mengaduh kesakitan. Chanyeol berjalan mendekat kearahnya.

Tangannya terulur untuk menggapai tangan kiri Baekhyun yang ia gunakan untuk menutupi lukanya. "Turunkan tanganmu," katanya.

Baekhyun menurut. Ia menurunkan tangannya, bibir ranum miliknya mendesis kesakitan tatkala ia kembali merasakan nyeri yang teramat di bekas pukulan Kris.

Baekhyun memicing tajam saat Chanyeol menjulurkan tangannya, mengusap luka lebam milik Baekhyun hati-hati.

"Masih sakit?" tanya Chanyeol sembari membelai pelan luka milik Baekhyun yang kini mulai membiru.

Byun Baekhyun masih mendesis kesakitan. Matanya terpejam erat, mencoba menahan rasa sakit di sana.

Chanyeol tersenyum kecil melihat reaksi Baekhyun yang membuatnya tertawa geli itu.

Baekhyun membuka matanya, menatap Chanyeol tajam. "Jauhkan tanganmu dari wajahku."

Chanyeol tertawa kecil, kemudian menarik kembali tangan kanannya. Ia membalikkan badannya, meraih handle pintu di depannya kemudian menyuruh Baekhyun untuk masuk bersamanya.

Sebuah ruangan bernuansa putih bersih, dengan sebuah ranjang dan rak berisi beberapa botol—yang Baekhyun yakini adalah botol obat—berjejer rapi. Baekhyun mengernyit heran sambil mengamati sekitar ruangan itu.

"Kenapa kau membawaku kesini?" tanya Baekhyun sambil mendesis kesakitan, masih memegangi lukanya.

Chanyeol berbalik untuk menatap Baekhyun. Ia memutar matanya bosan. "Tentu saja untuk mengobati lukamu," jawabnya.

Chanyeol melangkah mendekati sebuah rak besar berisi beberapa obat-obatan. Baekhyun lebih memilih untuk duduk di atas ranjang di pojok ruangan. Matanya mengamati geark-gerik Chanyeol.

"Aku tak apa-apa."

Chanyeol mendengus di sela-sela kegiatannya. "Kaupikir aku percaya? Kau itu diam saja. Bukannya semakin kau banyak bicara, lukamu akan semakin terasa sakit?"

Baekhyun ingin mencebik, tapi itu akan membuatnya kesakitan lagi. Menyerah, ia menghela napas. Lagian, sang atasannya itu ada benarnya juga.

Baekhyun masih mengamati Chanyeol yang masih serius mengobrak-abrik rak tersebut. Sepertinya ia sedang memilih obat untuknya. Alis yang mengerut membuat Baekhyun tertawa dalam hati ketika ia melihat ekspresi bos-nya tersebut.

Semenit berlalu, dan Chanyeol akhirnya menemukan salep untuk mengobati Baekhyun. Pemuda Park itu tersenyum idiot dan beranjak dari tempatnya, berjalan kearah Baekhyun.

"Tahan sebentar, oke?" pintanya sembari membuka tutup salep tersebut.

Baekhyun mengangguk sambil menurunkan tangan dari wajahnya. Saat jari tangan Chanyeol yang telah teroles oleh salep mendekat pada wajah Baekhyun dan mengusapkan pada lukanya, Baekhyun sempat mendesis keras, membuat Chanyeol tersentak kaget.

"Tahan, Baek."

Baekhyun mengangguk. Ia menutup matanya. Sialan, memang. Tinju Kris tak bisa diremehkan.

Beberapa kali Chanyeol mengusap-usap luka lebam tersebut dengan salep berwarna kuning di jarinya. Pelan dan lembut, agar Baekhyun tak mendesis kesakitan lagi.

Chanyeol—dengan hati-hati dan penuh konsentrasi—berusaha menekan-nekan luka tersebut, memberikan sensasi dingin dan nyaman pada bekas luka itu.

Baekhyun masih terpejam, rasa sakit dan nyeri di wajahnya memang berkurang, dan usapan lembut dari tangan Chanyeol membuatnya mengantuk.

Chanyeol mengamati tiap jengkal wajah Baekhyun yang masih terpejam erat. Sebuah senyum simpul terlukis di wajahnya.

Ia kembali mengusap lembut luka Baekhyun, sesekali, ia akan kembali tersenyum tatkala sang pemuda keturunan Byun mengernyit dalam-dalam saat Chanyeol menekan lukanya agak keras.

"Sudah mendingan?" tanya Chanyeol sembari menjauhkan tangannya dan berhenti mengusap luka Baekhyun.

Byun Baekhyun membuka matanya perlahan. Satu hal yang ia lihat pertama kali adalah sosok Chanyeol yang memandangnya tajam, dengan kening yang mengkerut.

Sejenak, Baekhyun mengamati lekuk demi lekuk wajah Chanyeol. Garis wajah yang pas, dengan hidung mancung yang tak berlebihan, garis rahang tegas di padu dengan bibir penuh dan mata hazel yang indah membuat Baekhyun tersadar bahwa Chanyeol itu tampan.

Sama dengan Baekhyun, Chanyeol mengedip beberapa kali karena Baekhyun hanya diam dan tak merespon perkataannya.

Kedip, kedip, kedip...

"Err—Baek?"

Baekhyun gelagapan, seperti orang yang baru kepergok melakukan sesuatu saja. Matanya bergerak gelisah tatkala Chanyeol mengernyit padanya.

"Masih sakit?" tanya Chanyeol lagi.

Baekhyun membuang pandangannya. Dalam hati ia berdoa, semoga Chanyeol terlalu bodoh untuk menyadari bahwa telah muncul semburat merah di pipinya.

"Baek?"

Baekhyun menoleh kembali pada Chanyeol, kemudian mengangguk kecil. "Sudah mendingan."

Chanyeol menampilkan senyum cerah, "baguslah kalau begitu."

Keheningan meraja di antara mereka berdua, membuat Baekhyun dan Chanyeol rikuh, tak tahu harus mulai bicara dari mana. Chanyeol membuang pandangannya, kemana saja asal tidak memandang wajah Baekhyun yang membuatnya pusing kepalang itu.

Begitu pula dengan Baekhyun. Beberapa detik yang lalu, bahkan ia baru sadar bahwa atasannya itu punya wajah yang tampan juga.

Baekhyun mendesah panjang. Sebenarnya, Chanyeol adalah lelaki yang menarik—dari segi kepribadian, maksudnya. Hari pertama Baekhyun bekerja sebagai sekretarisnya, juga hari di mana Baekhyun dan dia makan siang berdua—ingat, hanya berdua—Chanyeol membuatnya terpesona. Kepribadian Chanyeol yang ringan, penuh tawa, santai, dan easy going dalam sekali obrolan membuat Baekhyun harus mengakui bahwa Chanyeol orang yang menarik. Kalau saja si bos ini adalah orang yang dikepalanya tak hanya berisi perempuan tanpa busana, Baekhyun pasti dengan senang hati berkenalan akrab dengannya.

Sayangnya, Chanyeol itu mesum.

Lama, mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.

"Err—"

Chanyeol mendongak menatap Baekhyun yang berusaha membuka mulutnya. Alisnya diangkat tinggi-tinggi. Menuntut kalimat yang akan terlontar darinya.

"Err—terimakasih," ujar Baekhyun.

Chanyeol mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama."

Hening lagi. Baekhyun tak tahu harus bicara apalagi, begitupula dengan Chanyeol. Sesekali, Baekhyun akan mencuri-curi pandang kearah Chanyeol yang diam menunduk. Alisnya yang mengerut—pertanda bahwa Chanyeol sedang berpikir—membuat Baekhyun heran sendiri.

"Em—bolehkah aku bertanya sesuatu?"

Chanyeol mendongak. Ia mengangguk spontan. "Boleh. Apa?"

Sesaat, Baekhyun ragu jika pertanyaannya akan membuat Chanyeol besar kepala dan bicara hal-hal yang tidak-tidak, atau yang lebih parah, Chanyeol akan berpikiran terlalu jauh. Tapi—ini selalu mengganggu pikirannya sejak saat Chanyeol meminta pertolongan padanya.

"Kau mau tanya apa, Baek?" tanya Chanyeol saat ia merasa Baekhyun kembali melamun.

Buru-buru, Baekhyun kembali dari masa trans-nya. Ia menatap Chanyeol ragu, kemudian, mulut mungilnya terbuka pelan. "Kau—bukankah sudah punya pacar?"

Alis Chanyeol kembali mengerut. Ia bingung dengan pertanyaan Baekhyun yang aneh itu.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanyanya.

Baekhyun gelagapan. Di pikiran Baekhyun, ia berani taruhan, pasti Chanyeol bingung dengan pertanyaannya barusan, dan mengambil kesimpulan secara sepihak bahwa ia mulai tertarik pada Chanyeol.

"Er—itu karena... karena kau dengan lancangnya memintaku untuk menjadi tunangan bohonganmu."

Chanyeol ber-oh ria. Ia baru sadar. Sedetik kemudian, ia tertawa kecil. Dan hal itu membuat Baekhyun mengernyit heran.

"Kenapa?" tanya Baekhyun dengan alis yang terangkat tinggi-tinggi.

"Tidak. Lucu saja. Ehm—well, aku tidak punya pacar, kalau kau mau tahu. Kalaupun aku punya pacar, hal itu takkan mengubah apapun."

"Kenapa?"

"Karena aku gay."

Baekhyun hanya ber-oh ria. "Sudah lama?"

Chanyeol mengangguk. Ia menoleh memandang wajah Baekhyun yang masih setia menatap sambil menunggu jawabannya. Sebuah senyum simpul kembali mampir di wajah tampannya. "Baru saja."

Baekhyun tak ingin mengusik kehidupan pribadi orang lain lebih jauh lagi. Makanya, ia putuskan untuk mengangguk saja dan berhenti bertanya.

Tak lama, Chanyeol mengambil inisiatif untuk balik bertanya. "Kalau kau?"

Baekhyun mendongak menatap Chanyeol. Ia mengernyit tajam. "Apanya yang aku?"

Chanyeol berdecak kesal. Kaki kirinya ia silangkan di atas kaki kanannya. Bangku yang ia duduki berderit pelan. Di depannya, di atas kasur dimana Baekhyun masih duduk terdiam dengan kaki yang menggantung.

"Kau berpacaran dengan Tao?"

Baekhyun tertawa keras ketika Chanyeol menuntaskan perkataannya.

"Kenapa kau malah tertawa?" tanya Chanyeol heran.

Baekhyun masih tertawa sambil memegangi perutnya. Matanya yang sipit semakin terpejam erat ketika ia tertawa. Chanyeol memicing tajam. "Baek!"

"Uh-oh, oke oke," jawab Baekhyun sambil menghentikan tawanya. Ia berdehem sekali untuk meredakan tawanya.

"Aku—maksudku, aku dan Tao, tidak berpacaran, kami hanya sahabat dan kebetulan tinggal bersama. Ooh, ya Tuhan, aku pasti tidak akan tahan berpacaran dengan orang sepertinya. Eww."

Chanyeol tersentak ketika di akhir kalimat, Baekhyun menampilkan raut wajah pura-pura jijik. Sebersit pertanyaan muncul kembali di pikirannya. "Baek?"

"Hm?" Baekhyun menoleh lagi pada Chanyeol di hadapannya. "Apa?"

"Apa kau—normal?"

Baekhyun agak terkejut ditanya seperti itu. Dia memang pernah pacaran dengan beberapa yeoja semasa SMA, namun itu semua tak bisa dikatakan sebagai cinta sesungguhnya. Baekhyun memang pernah jatuh cinta, tapi tak sampai sepenuh hati. Bahkan sampai saat ini. Jadi—apa ia masuk dalam kategori pria normal?

"Err—aku tak tahu."

Chanyeol mengernyit. "Kenapa tak tahu?"

Baekhyun menggaruk tengkuknya. "Aku—belum tahu."

"Kenapa bisa seperti itu?"

Baekhyun berdecak kesal. "Karena aku tak pernah pacaran dengan serius."

"Tapi—pernah pacaran, kan?"

"Kenapa kau kepo, sih?"

"Kau duluan yang tanya-tanya hal tentang ini padaku, Baek."

Baekhyun mengerucutkan bibirnya pelan, karena memang lukanya belum sembuh benar.

"Oke, aku pernah pacaran beberapa kali dengan perempuan, tapi tak pernah cinta. Bisa dibilang, aku pacaran hanya untuk status masa muda."

Chanyeol mengangguk mengerti. Dalam hati, ia bersyukur. Itu berarti ada kemungkinan Baekhyun bisa suka padanya.

"Berarti—kau sedang sendirian?"

Baekhyun mendengus kecil. "Kau terdengar seperti sedang berusaha untuk merayuku."

"Memang. Aku masih ingin kau menjadi tunangan bohonganku."

"Kenapa harus aku, oh Tuhan!"

Chanyeol menyeringai tipis. "Karena aku sudah menyelamatkanmu dari pukulan Kris?"

Baekhyun memutar matanya bosan. "Jangan jadikan itu sebagai kunci, please. It does not work."

Chanyeol mendesah pelan. Ia menunduk dalam diam. Memejamkan matanya erat-erat. Dalam hati, ia kembali meneguhkan hal ini. Dia bukan tanpa alasan memilih Baekhyun supaya membantunya. Dari awal, dia sadar, bahwa Baekhyun punya aura lain di dalam dirinya. Aura yang membuat Chanyeol nyaman saat bersamanya.

"Aku mohon, Baek," ucap Chanyeol sambil mengaitkan kedua tangannya di depan dada, manik hazelnya menatap Baekhyun intens, raut wajahnya melunak, "kali ini saja. Kita takkan berdiri di depan altar penikahan betulan, Baek, aku janji. Kita hanya perlu meyakinkan pihak imigran kalau kita bertunangan. Dan setelah itu—kau boleh keluar dari..."

Baekhyun mengerutkan keningnya ketika Chanyeol tak meneruskan kalimatnya. Chanyeol nampak ragu dengan lanjutan kalimatnya. Tapi, sedetik kemudian, ia kembali berbicara.

"...dari perusahaanku."

Baekhyun tersentak kaget. Maniknya menatap Chanyeol dengan tajam, terbelalak, tak percaya. "A-apa?"

Chanyeol menghela napas panjang. Dalam pejaman matanya, ia mengangguk. Tangannya yang terkait ia turunkan. Perlahan, ia mulai membuka mata, langsung menatap wajah Baekhyun yang masih terkejut.

"Yah, begitulah. Kau boleh meninggalkan perusahaanku setelah urusan kita selesai. Dan kau akan kukirim ke perusahaan Sehun untuk menjadi pegawai marketing. Dan aku takkan—mengganggumu lagi."

Baekhyun berkedip tak percaya.

Dan Chanyeol masih menunduk. Ia sebenarnya tak yakin dengan imbalan itu. Ia tak yakin jika setelah ini, ia tak bisa mengejar Baekhyun lagi.

"Be-benarkah?"

Chanyeol mengangguk kaku.

Baekhyun nampak berpikir sejenak. Dalam jeda itu, Chanyeol mencoba mendongak menatap Baekhyun yang sedang terdiam sembari berpikir. Raut wajah Baekhyun yang terasa menentramkan tatkala ia diam itu membuat Chanyeol kecewa telah mengeluarkan ultimatum seperti itu tadi.

Beberapa detik berada dalam keheningan, Baekhyun buka suara.

Mendesah kecil, Baekhyun menjawab tawaran Chanyeol. "Berapa bulan aku harus membantumu?"

Chanyeol tersentak kaget. Matanya terbelalak sempurna.

Melihat Chanyeol yang terkejut seperti itu, membuat Baekhyun mendesah pasrah. Sesungguhnya, Baekhyun berdoa dalam hati. Agar esok hari sampai seterusnya, ia tak menyesali keputusannya kali ini.

Semoga saja, ia tak menyesali hal ini. Semoga.

.

.

.

TBC

.

.

.

A/N : jangan salah sangka, HunHan belum pacaran dan urusan mereka belum selesai :))) dan jangan dikira Tao memergoki Luhan dan Kris NC-an. Tao meninggalkan Kris jauh sebelum Luhan di perkosa Kris. Interaksi Kaisoo saya buat pelan-pelan asal mereka nanti bisa bersatu. Sepertinya pada chapter-chapter depan—atau mungkin sampai akhir—di ff ini akan tetap berada pada rated aman, karena saya sedang ikut gerakan penghentian menulis lemon/lime demi keamanan ffn. Mungkin jika kalian belum tahu, alasan mengapa beberapa provider memblokir ffn adalah karena ffn di anggap sebagai penyedia konten vulgar. Maaf, dan terimakasih. Ah, satu lagi. Setelah chap ini, mungkin saya akan menampilkan dua couple per chapter. Jadi nggak semua couple tampil di satu chapter, nanti kepanjangan. Besok full kaisoo ya. Saya tidak bisa janji kapan, tanggal 29 saya ada tes, dan mulai minggu depan, saya berpisah dengan internet. Doakan saya ya, semuanya, agar saya dapat lolos dan kembali menghibur kalian semua. Salam, Sachi.

...

Big thanks to :

Chapter 3 : [Guest : maaf lama, semoga kalau kamu baca, kamu nggak bosen, salam.], arvita-kim, Jung Eunhee, withselu, Dugundugun, Shouda Shikaku, Mela querer chanBaekYeol, sstyle313, [byuntae92 : chap kemarin hunhan, chap ini kaisoo, bakyeol, kristao, salam], [pembaca : silakan dibaca lanjutannya], [XiaoLuhan : terimakasih, maaf lama ^^], Maple Fujoshi2309, coffe latte, Hany Kwan, PandaYehet88, BabyHimmie, unique fire, Fangirl-nim, Brigitta Bukan Brigittiw, URuRuBaek, Novey, Majey Jannah 97, DiraLeeXiOh, , [arr : terimakasih semangatnya, ini udah saya lanjutin yaa], Maureen Kim, Sanshaini kihari, DeerIAM, Haruru-Chan, [NDY : Kris tidak pernah cinta sama Luhan, itu intinya hehe. Oh, Kyungsoo akan move on secepatnya kok. Tunggu aja ya], [byunbaekki : selamat datang kalau begitu. Iya, ini official couple. Panjang banget, makanya dukung terus yaa...], [Tabifangirl : haha, itu khas dari fanfiksi buatan saya yang satu ini. Terimakasih semangatnya!], junghyema, 91, , ShinJiwoo920202, Yuyuchan EXO, Blue-Pink EXO-XOXO-COUPLE, Oh Lana, [Gigi Onta : terimakasih, sudah sachi update, yah!], younlaycious88, lolamoet.

Chapter 4 : [Meriska-Lim, unique fire, Shouda Shikaku, Jung Eunhee, DiraLeeXiOh, Christal Alice, kriswu 393, Maple fujoshi2309, DeerIAM, ereng, Tabifangirl, no name, Zaireen oksismi, Jonna, URuRuBaek, junghyema, deplujung, NS Yoonji, 12, ohdeerhunhan] — thank you so much for your support, it makes a big effect for me.

[mirarose86, younlaycious88], [byunbaekkie : aha, tidak apa-apa, Sachi malah suka kalau ada yg komen panjang-panjang. Hahaha, di tunggu saja yaa kelanjutan cerita Baekhyun nya.], , [Gigi onta : terimakasih sudah setia sama Our Secretary yaa ^^], Sanshaini Hikari, Dugundugun, [XiaoLuhan : thank you, sudah di update yaa], , vbuble, [taoxxxtao : haha saya kan KrisLu shipper juga hehe. Oke, terimakasih.], [Byuntae92 : sudah di update, terimakasih sudah mengikuti.], Gevanear, [15 : sudah saya update yaa, terimakasih!], [Maple fujoshi2309 : haha kalau Tao mergokin mereka, pasti Tao tahu Luhan dong, Maple, hehe. Chanbaek pokoknya saya buat bahagia di sini, hehe], Baekhugs0420, Hany Kwan, [keyunsu : haloo, makasih udah mau nunggu. Waah, itu kalimat saya sendiri hehe. Thank you so much, dear, di tunggu ya, jangan bosen hehe], Brigitta Bukan Brigittiw, blackwhite1214, Yuyuchan EXO, Haruru-Chan, lolamoet, [LUHyo Jie-Na 666 : Njir! sialan. Cepet buka topengmu, bedebah keji! Kau sungguh menyakiti hatiku yang rapuh dgn memakai penname seperti itu! Oh, aku masih setia sama dia cong. Tenang aje. Walau kakak angkatan banyak yg cakep /ehh! Oke mari kita diskusi sastra lagi di line, cuss! Tau aja sih, kalau aku belum bikin mereka jadian /swingg/ Aku ada wp baru, sok atuh kesana. Ok, aku akan belajar! Demi impian yeaaay! XD Aku juga kangen kamu say, kapan bisa ketemu?], dan terimakasih untuk yg sudah follow dan fave! Kalian luar biasa!

Thank you for your attention! Sampai jumpa lain waktu!