A/N : Halooo bertemu saya lagi disini! XD Maaf banget ya bagi orang – orang yang menunggu kelanjutan multi chap Riren sebelumnya, Gomenasai! Aku emang author yang tak berbudi kepada readers, hiks Q~Q tapi untuk minggu ini akan diupdate kok! Tenang saja!

Dan semoga para Riren lovers suka fanfic yang satu ini, dan kenapa dijadiin multichapter padahal aku gak becus ngurusin multi chap? #jleb Eng… tergantung para reader ceritanya mau lanjut apa engga, jadi jangan segan – segan untuk reviews yaaa!

Disclaimer : I do not own Shingeki No Kyojin, all characters belong to Hajime Isayama.

Warning! Pedo! Abad19!AU Slash Boy x Boy


Chapter 1 : Rainy Mood

Ketika deru hujan sudah tidak terdengar keras lagi, seorang pemuda yang tinggal di tengah – tengah hutan yang dijuluki "Witch's Forest" memandang keluar kearah jendela yang tertutupi air hujan, ia mendecak sebal, pekerjaan bersih – bersihnya menumpuk hari ini, dengan cuaca yang tidak mendukung.

Tinggal di tengah hutan yang memiliki mitos dan misteri sangat menguntungkan untuk satu makhluk yang dibenci seluruh umat manusia, terutama kaum saingannya, werewolf, sang monster yang menyerupai serigala. Tidak ada yang berani menginjak hutan itu, karena desas desus mengatakan orang akan terkutuk jika memasuki kawasan hutan yang dibilang miliknya penyihir, sehingga kaum keturunannya Adam tidak berani mengusik semua makhluk hidup yang ada didalam hutannya tersebut.

Memang benar hutan itu ada penyihir, tapi siapa sangka Vampire yang terkenal makhluk haus darah yang hanya mau tinggal di istana mewah yang berlokasi di Romania, ada yang hidup ditengah hutan belantara ini?

Rivaille, seorang vampire yang terkenal Vampire Terkuat di Abad 19 ini, dimana ratusan manusia ia babat habis dengan taring dan cakarnya, bahkan para pimpinan Vampire tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatannya. Tentu tidak ada yang mengerti jalan pikirannya ketika ia bilang ia mau berhenti bekerja menjadi kaki tangan para petinggi Vampire dan ingin beristirahat di suatu tempat di Eropa Barat.

Rivaille tidak menyangka dirinya akan terjebak di hutan yang terkenal seramnya dan akan betah, sebagai vampire bangsawan, ia memiliki cinta yang berlebihan terhadap kebersihan, melebihi cintanya kepada darah, tentu seharusnya ia tidak betah tinggal di rumah sederhana yang kumuh dan kotor, belum lagi rayap – rayap yang suka menggerogoti atapnya yang bobrok itu. Entah kenapa dirinya memiliki intuisi yang ingin tinggal lebih lama dan membantu penyihir setempat dalam pembuatan ramuan baru.

Kembali ke masa kini, Rivaille yang sudah hidup beratusan tahun bosan melihat siklus yang diulang – ulang setiap hari, memang kehidupan di istana jauh lebih membosankan daripada di hutan mistik ini, tetapi sampai saat ini, ia belum menemukan apa – apa, rasanya kutukan didirinya semakin terasa dan ia mulai menyesal membiarkan makhluk kulit pucat menggigit tengkuk lehernya yang masih ada aliran darah hangat waktu itu.

Ketika berdiam diri selama beberapa menit, ia mengambil peralatan bersihnya seperti kain lap yang sudah kusam dan mengikat kain putih di bagian hidung dan mulutnya, walau tidak efektif karena indera penciumannya setajam binatang liar, dengan tergopoh – gopoh membawa ember kayu keluar, melihat banyak genangan air di tanah yang lembab dan licin itu.

"….."

Gerakannya berhenti ketika melihat sosok anak kecil yang terkapar didepan rumahnya, ia tak bisa melihat wajahnya yang sudah tenggelam didalam genangan air, sekujur tubuhnya penuh dengan luka cakar dan gigitan, dan anehnya sosok itu juga memiliki telinga binatang dan juga ekornya, tergeletak seperti tak bernyawa, tidak menunjukan ada gerakan selama beberapa menit.

Entah apa yang merasuki Rivaille, sang vampire yang terkenal individualis itu, membuatnya ia lupa dengan pekerjaan membersihkan jendela dengan membuang peralatannya kedalam rumah dan dengan perlahan mendekati bocah yang bajunya sudah tersobek – sobek.

"Hei.. Bocah" Panggilnya, tidak ada renspon.

Tanpa pikir panjang, vampire itu mengangkat bocah itu dengan perlahan dan mengamati wajah pemilik buntut berbulu lembut itu, walau penuh dengan luka, bocah yang terlihat jelas ia adalah laki – laki, dilihat dari tonjolan celananya yang ia pegang, terlihat indah dimata kelabu milik Rivaille.

Terdengar suara pintu tertutup diantara rintik – rintik hujan.


.

.

.

A Shingeki no Kyojin Fanfiction

Fangs

Rivaille x Eren

.

.

.

"Anak Serigala….?"

Ucap seorang wanita yang tengah memasuki ruangan pribadi sang Vampire, seseorang yang juga memiliki kekuatan supernatural, yap, dialah sang penyihir yang tinggal di hutan belantara ini sendirian, menjadi 'teman' sang vampire selama ia tinggal di hutan miliknya.

"Ya… Bukannya hutanmu tidak pernah dihinggapi oleh para pemilik kutu itu?" Tanya Rivaille dengan nada menyindir, memang sudah kodratnya seorang vampire membenci segala sesuatu yang berbau serigala jejadian.

"Um.. Well, kadang ada sekelompok anak serigala remaja yang suka 'bermain' di perbatasan hutan ini, tetapi mereka tidak pernah ke tengah hutan ini" Jawab Hanji yang terlihat gelisah didepan vampire ini.

'Dan aku usir mereka ketika mereka memanggilku nenek – nenek!' Geram Hanji sambil membalik badannya dari vampire itu dan menunjukan wajah penuh dengan amarah, persis seperti nenek – nenek.

Vampire itu menghela nafas ketika mengamati bocah yang tengah tertidur pulas di tempat tidurnya, ia sendiri bingung kenapa dirinya yang alergi segala hal yang jorok dan asing membiarkan seorang bocah yang memiliki bau yang sama dengan kotoran itu tertidur di kasur empuknya.

"Kukira ini sesuai dengan perjanjian kita, Hanji…" Bisik Rivaille sambil memandang wanita yang bernama Hanji.

Hanji berhenti mengutuk nama – nama serigala yang merusak hutannya dan kembali memandang sang vampire dengan lugu. "Eh?"

"Kau bilang kau akan menjaga privasiku, dan juga menjauhkan segala hal yang aku benci.." Ujarnya, bahkan dingin perkataannya membuat Hanji merasakan hawa dingin disekitarnya.

"Oh, memang tapi aku tidak pernah memasang iklan didepan hutanku seperti "Ayo Berlibur di Witch's Forest! Keamanan 100% dan Free Kutu Werewolves!", di hutan ini kita tidak tinggal sendirian lho!" Jawab Hanji sambil melipat tangan didepannya, ia tidak akan terintimidasi oleh vampire atau maklhuk mistis mana pun.

Rivaille hanya menghela nafas, ia sudah lelah bertingkai dengan makhluk lain, apalagi dengan Hanji. Memang ia dan Hanji sering mengalami cek – cok, apalagi Hanji ini tergila – gila dalam membuat ramuan yang artinya rumahnya penuh dengan sampah tak berguna sampai feses jenis binatang manapun ia koleksi, susahkah untuk mencari ketenangan?

"Kau tahu, aku membutuhkan puluhan tahun untuk bisa tinggal di tempat ini, banyak maklhuk jahanam yang mencoba menguasai hutan ini, termasuk kaum kau, Rivaille, tapi lihat sekarang! Aku bisa menguasai hutan ini tanpa diganggu gugat manusia, ataupun imigran gelap seperti vampire china atau Wewe gombel nyasar kesini, kau butuh kesabaran-"

"Sudah cukup, Hanji, kau sudah menceramahiku tentang kehebatanmu menguasai hutan ini tiga hari yang lalu" Intrupsi Rivaille sambil melambaikan tangannya untuk menandakan ia harus berhenti berbicara. "Begini saja, kalau dalam tiga hari aku tidak betah, aku akan pindah dari sini, dan aku tidak akan meminta 'bayaran'" Tawar Rivaille, Hanji mengangguk pelan, sebenarnya ia tidak rela kalau teman baru nya akan pindah, ia sendiri agak kesepian tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan makhluk lain selain vampire cebol - erm, kurang tinggi itu.

"Baik, aku terima-"

"Engh…"

Desahan dari tempat tidur membuat kedua maklhuk ini berhenti berbicara, mereka menoleh kearah tempat tidur yang sedang ditiduri bocah kecil itu, yang tengah membalikkan badan, rupanya ia belum terbangun.

"….."

Rivaille terdiam, ia sadar aksinya yang tadi membawa kesalahan yang fatal, mengapa ia bawa anak itu kedalam rumahnya? Bagaimana kalau sekawannya mencari dan mencium baunya dikamarnya? Bagaimana kalau ia akan dihadapi dengan tetua sukunya dan bakal diadili? Hancur sudah tiket berliburnya, dan ia akan dipaksa bekerja kembali untuk tetua brengsek itu.

"Aku punya ide! Bagaimana…. Kita akan meneliti anak serigala ini?" Tanya Hanji dengan mata yang berbinar – binar, dibalas tatapan jijik dari Rivaille.

"Kau gila? Kau mau daging dibadanmu dimakan koyak – koyak oleh sekawanannya?"

"Well, aku baru berpikir seperti ini-Hey! Sejak kapan kebranianmu jadi kecil hanya gara – gara anak serigala ini?" Tanya Hanji yang heran melihat sikap Rivaille yang menolak habis, apa kebenciannya terhadap serigala sebesar itu?

"Apa maksudmu?"

"Kau ini kan Vampire's Strongest Henchman, masa mengalahkan sekawanan serigala itu hal yang sulit untukmu?" Tantang Hanji sambil memberikan seringaian yang menyebalkan.

"Tch, asal kau tahu, aku sedang berada di situasi dimana aku tidak bisa bertarung, kau ingin menghancurkan masa liburanku, hey hidung bengkok?" Rivaille membalas katanya dengan sinis, tapi tidak efek untuk penyihir kebal macam Hanji.

"Ohohoho, jangankan bertarung, menyentuh serigala kecil saja kau tidak berani, mungkin kau memang sudah 'tua', fufufufu" Ledek Hanji sambil tertawa nista, kerutan perempatan muncul di dahi Rivaille.

Tanpa banyak bicara, Rivaille membersihkan meja kayu yang dipenuhi buku – buku dan lapnya, lalu memberi alas kain berwarna hijau, Hanji bingung yang apa akan dilakukan vampire ini.

Dengan perlahan Rivaille menggedong bocah itu dari tempat tidurnya dan menaruh diatas mejanya, seakan menaruh barang untuk diteliti, Hanji mengangguk – ngangguk sambil tersenyum berseri.

"Wohoho~ Makasih Rivaille~" Dengan senantiasa, Hanji men'summon' buku – buku tebalnya dan satu set perlengkapan lengkap untuk membuat ramuan.

Rivaille mengusap hidungnya yang agak terganggu indera penciumannya. "Asal kau tahu, bau serigala ini berbeda dari serigala yang lainnya, seperti-"

"Dia garis keturunan murni? Wow! Tangkapan yang langka!" Pekik Hanji senang, lalu disambut lemparan buku tebal nan berat dari Rivaille.

"Bodoh, Bocah itu bisa bangun…" Bisik Rivaille sambil menarik leher Hanji dengan kencang.

"Hmm, daritadi kita ribut dan dia tidak bangun – bangun, sepertinya dia jelmaan kerbau, haha" Ujar Hanji dengan santainya, Rivaille hanya bisa face palm dan berfirasat buruk setelah ini.

"Sebelum kita memulai, aku ingin mengetes bagaimana kesensitifannya dia" Hanji menggelarkan beberapa perlatan yang aneh dan mulai menyebarkan serbuk – serbuk aneh disekitar bocah itu, Rivaille hanya perlu menyiapkan sapu untuk membersihkan rumahnya yang sudah ternodai oleh penyihir.

"Hemm, kulitnya cukup sensitif, terutama telinganya itu, tapi dia juga memiliki fisik dan penyembuhan yang kuat, garis murni memang berbeda ya-" Komentar Hanji hanya lewat telinga kanan melalui telinga kiri Rivaille, ia sendiri tidak peduli dengan anak serigala itu.

Ia hanya bingung mengapa dirinya mau menyelamatkan anak serigala itu?

"Oh! Rivaille, kau harus melihat ini!" Panggil Hanji sambil menarik kerah Rivaille, membuat vampire itu bertambah kerutannya dan ingin membantai penyihir ini sekarang juga.

"Hanji, apa yang-" Matanya melotot lebar ketika melihat bocah itu tidak tertutupi sehelai kain apapun, bahkan dirinya sudah di bersihkan oleh Hanji dengan kain lap favoritnya Rivaille.

"Kau memakai kain lapku-Maksudku, Kau menelanja-"

"Hehe, soalnya kalau tertutupi kain – kain sobek itu jadi terganggu, tenang saja, sudah kubersihkan kok-Hey, Rivaille? K-kau tidak marah kan?" Hanji mendadak bergidik ngeri melihat vampire cerewet dadakan ini diam dengan tatapan yang tak biasanya.

Hanji memutuskan untuk diam dan melanjutkan pemeriksaannya, ia sudah mengecek tidak ada tungau yang menempel di anak serigala ini, bahkan kulitnya mulus dari bulu, ia juga sudah mengambil beberapa helai bulu di buntutnya untuk bahan ramuan selanjutnya, dan yang ia lakukan adalah….

"Kau seperti merawat anak, tahu" Komentar Rivaille tiba – tiba, Hanji sedikit terkejut ternyata dari tadi Rivaille memperhatikan mereka.

"Memangnya kenapa? Ia sungguh imut dan manis, aku jadi ingin punya anak, hehe" Wajah Rivaille mendadak ngeri membayangkan penyihir nyentrik ini mempunyai beberapa anak yang bakal menghancurkan dunia ini.

Tapi mata obsidian itu tak bisa meninggalkan tubuh anak kecil yang memiliki telinga dan ekor serigala itu, dirinya mulai merasakan sesuatu yang aneh, bahkan rasanya lebih aneh ketika ia haus darah, hasrat yang tak pernah ia rasakan selama beratusan tahun-Tunggu dulu, ia turned on setelah melihat bocah telanjang?

Rivaille melangkah mendekat, memandangi setiap inci yang ada ditubuh itu, werewolves yang seharusnya serba bulu, sangat berbeda dengan bocah ini, ia memiliki bulu mata yang agak lentik, alis agak tebal, dan kulitnya yang agak kecoklatan itu terlihat lezat di mata Rivaille, seakan – akan ada bunyi perut yang sedang lapar terdengar di telinga Rivaille. Sebelum tambah parah, ia berjalan menjauhi bocah itu, menghiraukan tatapan heran dari Hanji.

'Tunggu, bukannya vampire seharusnya membenci werewolves? Kenapa aku merasakan hal seperti ini? Apakah ini yang disebut benci jadi cinta? Apa aku sudah gila jadi doyan daging serigala?'

Rivaille menoleh kearah bocah itu, melihat wajah tenangnya yang sedang tertidur, dan sekarang ia merasakan panggilan hati untuk mendekatnya.

Hanji sendiri menjadi tidak nyaman merasakan Rivaille yang mondar – mandir menganggu aktivitasnya. 'Seriously? What's wrong with you?' Tatapan Hanji membuat Rivaille enggan bertanya kepadanya. Rivaille akhirnya bersender di lemari bukunya sambil mengawasi aktivitasnya.

Tak tahan dengan keheningan yang awkward ini, Hanji memutuskan untuk mengoceh lagi. "Sepertinya anak ini kalau disamakan dengan manusia mungkin sekitar 6 tahun" Ujarnya. "Masa di mana anak serigala sedang banyak ingin tahu dan mencakar sofa, lalu-"

"Hanji, telinganya bergerak" Peringat Rivaille.

"Eeeh!" Pekikan Hanji tidak membantu, tiba – tiba saja anak serigala itu membuka matanya dengan cepat. Rivaille tercekat dengan warna matanya.

Hijau Emerlad bagaikan hijaunya rumput di kampung halamannya.

"D-Dia bangun!" Hanji berjalan mundur dengan pelan – pelan sambil bergetar, tidak tahu apa yang dilakukan anak itu, sedangkan serigala chibi itu sedang mengusap matanya dengan tangannya, sungguh imut, Rivaille pun terjatuh dalam kemanisannya.

"Yosh yosh, anak pintar" Hanji mencoba menenangkan anak itu ketika menatap kedua orang yang sudah menelanjanginya, pupil matanya mengecil, sekujur tubuh badan itu bergetar hebat, bahkan Rivialle pun bisa mengendus baunya yang tercium aneh karena werewolf itu seakan mau menghajar mereka berdua.

"J-jangan takut, kami tidak akan menyakitimu-"

"Hanji, dia baru berumur 6 tahun dan bahasa kami berbeda-" Komentar Rivaille, merasa usahanya Hanji sia – sia.

"D-Diam! Aku sedang berusaha!" Hanji berusaha supaya bahan penelitiannya tidak kabur, ia juga takut jika ketahuan oleh tetua sekawanannya kalau mereka berdua yang 'menculiknya'.

Ekor dan telinganya turun, Hanji menyimpulkan anak itu mengerti bahasanya, dengan pelahan Hanji mendekatkan dirinya sambil bersenyum lebar. "Nah, Anak baik-"

"RAWR!"

Tiga cakarnya mendarat di wajah Hanji, Rivaille hanya menahan ketawa karena ia tahu senyuman Hanji itu lebih seram daripada senyuman preman manusia, gagal membuat serigala cilik itu tenang, lalu ia sadar masalah yang lebih besar akan datang kalau membiarkan anak kecil ini kabur.

"Aduh! Aduuh! Mataku!" Hanji berusaha menahan sakitnya goresan dimukanya sambil mencari ramuan penyembuh.

Kini gini Rivaille yang mendekati anak serigala itu, mata hijau itu kini fokus kearah pemuda berkulit putih pucat yang memakai baju serba hitam, yang lebih seram dari hantu manapun.

"…." Rivaille tidak mempunyai kata – kata pas buat menenangkan bocah tengik macam anak serigala itu, ia bukan om – om mesum konglomerat yang doyan 'membeli' anak – anak di pasar gelap. Tapi ia tidak ingin dirinya terlibat oleh kasus penculikan yang serba salah paham ini.

Bukannya tenang, bocah itu sekarang sudah berpose bagaikan serigala 'siap menyerang', dengan menunggingkan pantatnya yang mulus sambil menggeram bagaikan binatang liar, sungguh pikiran Rivaille sudah tidak bisa fokus sekarang.

'Apaan ini? Dia mencoba menggodaku?' Lihat, pikirannya sudah tidak benar.

"Rivaille, awas! Dia itu cepat-" Tak mendengar peringatan Hanji yang tengah memberi obat tetes kepada matanya, Rivaille melompat untuk mendapatkan bocah itu dari atas, tapi rupanya kecepatan vampire yang berumur ratusan tahun kalah dengan kecepatan bocah anak serigala yang berumur 6 tahun.

Alhasil, Rivaille gagal mendapatkannya, dan tahu – tahu anak itu menggigit tulang keringnya dengan kencang, bahkan werewolf kecil saja mempunyai taring yang cukup tajam.

"S-Shit!" Rivaille jongkok dan menahan sakitnya dengan mengikat kain di bagian lukanya, bocah itu sedang berada di pojokan sambil menggeram, mata hijaunya terang diantara kegelapan. Rivaille tidak tahu harus marah atau merasakan perasaan aneh itu, yang pasti rumahnya sedang dinvasi oleh serigala cilik ini.

"Bagus! Dia ada di pojokan! Ayo kita tangkap bersama!" Ujar Hanji yang sudah memplesterkan lukanya dengan daun hijau yang terkenal kaisat penyembuhnya. Rivaille hanya mengangguk setuju dan ikut menyudutkan bocah itu.

Sungguh naïf ketika mereka berharap bisa menangkap bocah itu, dengan cepat, ia berlari diantara kaki mereka, lalu lompat dan mulai mencakar – cakar rambut yang Rivaille yang sudah agak berkurang, lalu menggigit tengkuk lehernya.

Rivaille mencoba menangkap bocah yang rusuh dipunggungnya, tanpa mempedulikan luka yang ia dapat, Hanji malah kebingungan cara menangkap bocah itu.

"A-Aku pukul ya pake ini! Siap – siap Rivaille!" Hanji membawa satu buku miliknya yang sangat tebal. Rivaille malah menolak karena mempunyai firasat buruk, tapi terlambat.

"Satu, dua, tiga-AAAH!"

Buuuuk!

Dengan sukses, buku tebal nan tua itu mendarat di wajah Rivaille yang sudah sedatar cermin milik Hanji itu, Rivaille yang sudah mencium buku itu melempar balik kearah wajah Hanji, kemarahannya membangkitkan kekuatan supernya, ia menepis bocah itu tanpa memedulikan perasaannya lagi, bocah itu tidak menyerah juga, ia bangkit lalu menaiki rak – rak Rivaille yang hampir setinggi langit – langit kamarnya, dan sialnya tinggi badan Rivaille membuatnya susah menangkap bocah itu.

"Pfft, Rivaille, sudah kubilangkan tinggimu itu akan menganggu-BUUUUF!" Hanji pingsan lagi karena lemparan kedua dari Rivaille, vampire berambut raven itu melompat dan mencoba menggenggam lengan bocah itu.

"GAAAAWRH!" Ia malah disambut gigitan manis di lengannya, membuat kedua maklhuk mistis ini terjatuh dari rak, akibat kuku yang menancap di raknya, rak itu ikut bergoyang.

Rivaille sempat memenjamkan matanya ketika kepalanya terbentur keras dengan lantai kayunya, ketika ia membuka mata, bocah itu tengah memeras kaus hitamnya sambil menggeram, tak dilupakan pantat manisnya yang mencuat keatas. Rivaille hanya mengalihkan pandangannya dari bokong serigala itu, dan melihat rak didepannya akan jatuh.

"Awas!" Rivaille memutarkan badannya secara refleks, anak serigala itu dilindunginya dari jatuhnya rak membahana itu.

Bruuuuk!

Rak itu sukses mendarat dipunggung Rivaille beserta buku – bukunya jatuh berserakan dan debu bertebangan kesana kemari, sungguh membuat Rivaille kesal sekarang, tapi ia merasakan sesuatu yang aneh.

Bibirnya basah dan merasakan ada sesuatu yang kenyal menempel di bibir pucat miliknya.

Matanya terbuka lebar ketika ia sadar dirinya tengah mencium bocah werewolf yang sedang dibawahnya, bocah itu juga terkejut dengan sambutan aneh dibibirnya. Keduanya terdiam sambil memandang mata satu sama lain, seakan – akan ada sensasi aneh diantara mereka berdua.

"…"

"….."

"…..GRAWR!"

Bocah itu mematahkan hidung Rivaille dengan gigi taringnya yang imut.


Rivaille dan Hanji sama – sama lelah ketika selesai 'mengurusi' bocah serigala yang masih mengamuk saat itu, untung Rivaille mempunyai ruangan rahasia yang tak terdeteksi yaitu ruangan bawah tanah yang ia bangun hanya dalam seminggu lebih, well, belum mendapat ijin dari empunya tanah.

"Aku tarik ucapanku yang tadi" Ujar Hanji ketika mereka berdua puas menghirup oksigen.

"… Yang mana?" Tanya Rivaille penasaran.

"Mengenai bocah itu, dia memang imut, tapi galaknya… mengerikan…." Hanji menatap ngeri melihat anak serigala yang diikat bagaikan anjing penjaga dan berusaha keluar dari rantai yang mengikat kalung lehernya.

Rivaille terus menatap bocah itu, ia tahu Hanji menyesal telah mengambil anak serigala yang salah, tapi dugaannya benar, hanya garis keturunan murni yang bisa sekuat ini, dia sendiri bisa merasakan aura intimidasi walau belum terlalu kuat, dan bahkan taringnya dapat menyobek daging hingga ke tulang – tulang.

"Sepertinya aku yang salah, maaf sudah melibatkanmu…" Rivaille menaikkan alis ketika mendengar pernyataan maaf dari seorang penyihir slebor macam Hanji, tentu jarang mendengar wanita ini sadar diri.

"Heh, aku sudah tahu apa yang akan terjadi, kau tidak usah memikirkan ini…" Hanji cukup terkejut Rivaille sebagai vampire yang rendah hati juga.

"Heh? Tapi kan aku telah menghanguskan tiket liburanmu-"

"Dan juga menghancurkan rumahku" Tambah Rivaille dengan datar.

"Iya, um… kau tadi niat untuk pergi ya? Mungkin kalau sekarang pergi, kau masih terselamatkan-"

"Dan membiarkan kau dituduh menculik anak emas ini?" Tanya Rivaille, ditelinga Hanji, terdengar seperti tidak ingin meninggalkan Hanji dalam malapetaka ini.

"uuh…Terima kasih Rivaille, kau memang sahabatku-Uuugh" Hanji yang mencoba memeluknya ditendang oleh Rivaille yang memiliki sepatu boots yang tebal.

"Jangan salah paham, perjanjianku yang tadi masih efektif" Ujar Rivaille sambil melepaskan kedua sarung tangan hitamnya.

"Eh, yang mana?" Tanya Hanji yang sedang pura – pura bego.

"Mengenai 3 hari, kalau aku tidak betah dalam 3 hari, aku bakal pindah" Jawab Rivaille tanpa memedulikan protesnya Hanji, tapi Hanji malah sesegukan.

"Uuuh… baik kalau maunya begitu…Hiks…" Rivaille hanya menatap jijik melihat wajah Hanji yang sedang menangis, baginya lebih jelek daripada troll marah.

Setelah selesai beres – beres rumahnya Rivaille yang berantakan lebih dari kapal pecah, Hanji memberi masakan sebagai permintaan maaf, Rivaille menerimanya asal ia tahu bahan makanannya tidak tertukar dengan bahan ramuan, karena kecerobohannya Hanji luar biasa.

"Um, kau mau aku menginap disini?" Tanya Hanji dengan antusias, ia tak bisa membenci anak serigala walau ia sudah terluka bagai orang yang selamat dari perang salib, dan ia juga tidak ingin temannya disergap kawanan serigala sendirian.

"Dan membiarkan tempatku berantakan seperti sebelumnya? Tidak terima kasih, jangan menganggap enteng kekuatanku" Jawab Rivaille singkat, menandakan ia butuh waktu sendiri, mungkin berdua?

"Baiklah.." Hanji mengangguk pasrah lalu pergi kerumahnya dengan sapu terbang. Rivaille duduk di kursi yang sudah terkoyak abis oleh cakar bocah itu. Ia pusing karena belum tahu mencari cara jalan keluar dari masalah ini.

'Bocah itu tidak bisa diajak bernegosiasi, jangankan berkontak fisik, bisa bicarapun juga tidak. Nalurinya sedang menguasai tubuh mungil itu untuk melawan, hah… Kenapa aku bisa terjebak disituasi seperti ini, sih? Mungkin aku dikutuk oleh para tetua brengsek itu…' Rivaille memijit keningnya, lalu memutuskan ia akan memeriksa bocah itu sebelum memulai ronde malamnya.

Rivaille perlahan menuruni anak tangga yang berjumlah 30 sebelum sampai, ia melihat anak serigala itu tidur dengan dengkuran kecil, mata Rivaille tertuju kepada mangkok dan segelas minuman yang ia beri untuk makan malamnya, ia kira bocah itu bakal berhenti makan sampai ia lepas, namun apa daya anak serigala yang masih sangat muda tidak bisa menahan rasa laparnya, sup kentangnya habis ia makan.

Rivaille hanya tersenyum tipis, at least ia tidak membuat anak ini mati kelaparan, ia berjalan perlahan mendekati bocah yang menghadap ke tembok, dengan lembut ia menyentuh surai coklat itu, rupanya obat tidur yang ia taruh berefek juga, dengan begini, bocah itu tidak akan terbangun sampai pagi hari.

Rivaille memutuskan untuk duduk disampingnya, memikirkan bagaimana caranya ia bisa berkomunikasi dengan bocah ini. 'Hm? Sejak kapan aku tertarik berkomunikasi dengan bocah ingusan seperti dia?' Pikirnya, lalu ia lihat lagi wajahnya bocah itu yang sedang tertidur, sungguh indah, bahkan sampai membuat tangan pucatnya mengelus pipinya yang tembem itu. Kenyal. Membuat Rivaille ingin mencubit dengan sekuat tenaga, tapi ia tidak ingin membangunkan dengan sengaja, helaan nafas terasa di rambut bocah itu, Rivaille memutuskan untuk baca buku disamping bocah itu.

Sedangkan, anak serigala itu bisa merasakan ada seseorang yang duduk disampingnya, nalurinya membangunkannya, tapi apa daya matanya terlalu berat untuk dibuka, badan dan pikirannya sudah terlalu lelah untuk melawan lagi, ia biarkan malam ini lewat dengan sunyi.

.

.

.

.

.

Tes. Tes. Tes.

Terdengar suara darah menetes dari atas kepalanya.

Terdengar suara api berkobar.

Terdengar suara jeritan wanita.

Semua hal mengerikan terdengar di kepala anak kecil yang memiliki surai coklat itu, berdengung dengan kencang sampai membuat telinganya tuli, membuat seluruh tubuhnya berkeringat, membuat ia membuka matanya sambil berteriak pilu.

Mimpi buruknya membangkitkan monster yang ada dirinya.

"GRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAWR!"

Rivaille yang tengah asik membaca karya sastra seorang sastrawan Eropa tiba – tiba diganggu oleh jeritan dari bawah tanah, ia mendelik kearah jendela, dilihat dari langit yang gelap, ia bisa menebak hari masih sangat pagi, mungkin sekitar jam 3 pagi.

"GRAAAAAAAAAWWWWWW!"

Rivaille berjalan menuju bawah tanah, mengecek dan berharap bocah itu tidak menghancurkan basementnya.

"Graaaawrrr! Graaaaaw!"

Anak itu sedang berusaha menghancurkan rantainya dengan gigi taringnya, dilihat dari gerakannya, bocah itu lebih panic dari biasanya, seperti dikejar sesuatu. Rivaille melihat sekelilingnya, tidak ada yang rusak parah, mungkin hanya tempat tidur yang hancur, tembok yang terlihat bekas jedotan, dan barang – barang disekitarnya dihancurkan?

"Graaaaahh! Graaaah!"

Rivaille tidak tahan dengan amukan yang dibuat bocah itu, yang mendekati sel buatannya, membukanya lalu kembali menguncinya, jika kalau bocah itu berhasil lepas dari rantai.

"Diam, bocah" Ucap Rivaille, yang tak mungkin didengar karena teriakan bocah itu terlalu kencang, Rivaille merasakan telinganya akan tuli sebentar lagi kalau terus – terusan mendengar bocah itu teriak, bahkan rasanya, bocah itu tuli?

"Diam…" Ujarnya sambil menutup rahang anak itu dengan paksa, tapi bukannya menurut, tangannya terkena gigitan lagi, dan kali ini sangat dalam, seakan anak itu serius ingin membunuhnya. Rivaille cukup terkecat melihat kelakuan bocah yang semakin aneh, tapi ia tidak menyerah, sebelum taring jahanam itu menghancurkan rantai yang baru ia dapatkan itu, ia akan-

"Graaaaawrrhh!" Kini kedua tangannya yang dipenuhi cakar tajam tengan melukai dada Rivaille dengan cepat, seperti anak kecil yang merengek kalau mainannya tidak peduli, sampai Rivaille merasakan sakit yang tidak biasanya.

"Argh!" Rivaille berjalan menjauh, bocah itu sudah berubah menjadi monster, ada apa gerangan sampai dia mengamuk seperti ini? Kini Rivaille ingin belajar bahasa binatang supaya bisa mengerti apa yang bocah ini katakan. Tapi ia sendiri frustasi tidak bisa menghentikan bocah ini dengan kekuatan seadanya, dan dirinya tidak ingin menggunakan kekuatan sepenuhnya hanya untuk bocah macam dia.

"Tch, tidak ada pilihan lain…"

Rivaille tetap terjun kedalam sel untuk menghentikan amukan Eren dengan cara apapun.

.

.

.

.

.

Rivaille sadar dirinya dipenuhi darah yang berasal dari luka – lukanya, ia hanya merasakan 'sedikit' sakit. 'Ya tidak apa – apalah, sebanding untuk membuat dia diam' Pikir Rivaille sambil melepas pakaian luarnya, lalu ia mendengar ada seseorang yang berlari diatas, Rivaille hanya memutarkan kedua bola matanya.

"Rivaille! Aku dengar dia mengamuk lagi ya!? Ada apa!?" Ujar Hanji ketika membuka pintu rahasia menuju ruang bawah tanah, dan melihat Rivaille yang bersimpuh darah dari ujung atas sampai bawahnya.

"Gila, dia melakukan ini kepadamu?" Tanya Hanji sambil melongo, tidak percaya anak kecil itu membuat vampire terkuat kewalahan mengurusinya.

"Iya, tapi-"

"Hebaaat! Dia bahkan bisa membuatmu seperti ini! Aku kagum dengan kekuatannya!" Ujar Hanji dengan semangat, Rivaille menyesal percaya bahwa Hanji bersimpati kepadanya, mungkin ia akan mencoba melepas anak itu berdua dengan Hanji dibawah tanah.

"Oy, kau apakan dia sampai diam seperti itu?" Tanya Hanji sambil mengintip sel yang agak gelap, tak melihat sosok anak kecil itu, tapi ia bisa mendengar geraman kecil didalam kegelapan itu.

"Ini…"

Mata Hanji mendelik ketika melihat dua buah taring milik anak kecil itu berada di tangan Rivaille.

"Rivaille! K-Kau serius?"

"Kau mau aku mematahkan kepalanya supaya diam?" Tanya Rivaille balik, Hanji hanya berdehem sambil memberi tatapan heran.

"Ya… kau kan bisa meninju kepalanya supaya tidur…"

"Kepalanya dia itu lebih keras daripada batu, lihat saja amukannya sampai membuatku seperti ini…" Geram Rivaille, tidak memedulikan komentar tak berguna dari Hanji, sekarang ia ingin mandi dan beristirahat tenang.

Hanji berpikir kenapa vampire macam Rivaille repot – repot mencabut gigi anak kecil, tak mengerti logika vampire, tapi ia mengerti logika perasaan, Rivaille berbeda karena ia memiliki suatu ketertarikan kepada bocah itu, makanya ia tak ingin melukai terlalu parah kepada bocah itu walau ia mempunyai kekuatan yang lebih dari cukup kalau ingin membunuh bocah itu.

"Fufufu, seseorang lagi perhatian ini-"

"Diam atau gigimu mau dicabut?" Ancam Rivaille dari atas, Hanji hanya menutup mulutnya sambil menahan ketawanya, teman vampire Hanji memang bukan sekedar vampire biasa.

Hari pertama tidak membuah hasil apa – apa, saat makan siang, Hanji mencoba mendekatkan dirinya dengan menyuapi anak itu dengan penuh kasih sayang dan kesabaran, alhasil anak itu berhasil lepas dari ikatan di kursi makannya dan berlari mencari jalan keluar sampai membuat makanannya berserakan dimana – mana, bahkan Rivaille sudah repot – repot mencarikan rusa segar untuk menjadi bahan makanan serigala ciliknya. Tentu acara bersih – bersihnya memakan waktu sampai sore, dan bocah itu dihukum dengan diikat tangannya dan dirantai dibawah tanah.

Malamnya lagi – lagi bocah itu terbangun, walau dosis obat tidurnya ditambah, ia tetap terbangun di jam yang sama, membuat Rivaille setengah kesal melihat kelakuan bocah yang tak bisa dimengerti ini, tidak puas mencabut gigi taringnya, ia mencoba membungkam anak itu dengan penutup mulut, dan lagi – lagi Hanji datang di waktu yang salah, ia malah datang membawa daging segar kesukaan werewolves, membuat bocah itu bangkit dari kepurukannya dan hampir merubuhkan sel yang dipasang oleh Rivaille, jadi esok harinya ia harus memasang sel baru sebelum ruang bawah tanahnya di hancurkan.

Hari kedua, Rivaille merasakan ia butuh ide baru untuk mengontrol anak serigala ini sebelum ia bisa lepas dan menemui kawan – kawannya, ia rasa ide untuk berkomunikasi tidak bisa digunakan selagi bocah itu masih merasa asing dengan lingkungannya sekarang, ia butuh sesuatu penenang yang selain obat tidur, dan Hanji memberikan jawabannya hari ini.

"Hipnotis?" Ujar Rivaille, mengulang kata Hanji yang barusan ia katakan.

"Iya, Vampire itu bisa menghipnotis manusia kan? Aku yakin vampire terkuat sepertimu pasti bisa!" Jawab Hanji sambil memberi jempolnya.

Rivaille menghela nafas, merasakan rencana untuk hari ini tidak akan berhasil. "Ya memang rumor itu benar, sayangnya aku bukan vampire specialis bagian tersebut"

"Maksudnya?"

"Aku memang Vampire Terkuat, tapi karena kemampuan bertarung dan bertahanku yang lebih kuat, bukan karena handal dalam menghiptonis, dan aku tidak suka membuat kontak mata dengan musuh, rasanya ingin dibunuh saja" Kini Hanji face palm, Hanji juga bukan penyihir yang bisa membaca pikiran ataupun mempengaruhi pikiran manusia, bidangnya adalah 'menjahili' orang.

"… Tapi aku bisa coba…" Tambah Rivaille, ia sebenarnya pasrah karena baginya tidak ada jalan lain selain mencoba, siapa tahu ia memiliki bakat terpendam. (Dan sepertinya dia akan mencoba menghipnotis Hanji untuk mengerjainya)

Rivaille beridri didepan bocah berambut coklat yang duduk dikursi yang sudah diikat berbagai macam tali, mulutnya ditutupi kain putih supaya tidak menimbulkan keributan seperti biasanya.

"Tatap mata saya"

Anak serigala itu ikut melotot ketika vampire didepannya melototi manik emerald yang dimiliki anak serigala itu, mereka membuat kontak mata, sekarang tergantung kekuatan Rivaille bagaimana ia bisa mempengaruhi bocah itu.

Hanji yang melihat dari jauh ikut merasakan ketegangan di antara mereka, menelan ludah dengan perlahan. 'Semoga bisa! Semoga bisa! Semoga bisa!'

Satu jam kemudian…..

"….. Tidak bisa"

Ya, Hanji ingin membenturkan kepalanya sekarang juga, lehernya sakit mendongak terus menerus melihat kedua makhluk ini, sekarang ia ingin menangis sedalam – dalamnya.

"Yaiyalah tidak bisa…" Hanji berdiri sambil membenarkan pakaiannya. "Kau ini malah 'menatap' matanya, bukan membuatnya 'terpengaruh' terhadapmu! Seriously, kukira kau lebih pintar dari Deddy Cobuzer-UFFH!"

Tahu – tahu Rivaille sudah didepannya dan pisau silver yang biasa dipakai untuk memotong makanan di kalangan bangsawan sudah ada di leher sang penyihir.

"Menghipnotis bukan dibidangku…" Bisik Rivaille. "Tapi melakukan ini sudah hal yang mudah bagiku.." Lanjutnya, Hanji hanya menatap memohon terhadap temannya.

"I-Iya! Aku tahu aku salah! Ampunilah akuuu!" Hanji memohon – mohon seperti budak yang ingin dibebaskan. Rivaille terkekeh melihat temannya seperti ini.

"Keh.." Rivaille membuang pisaunya. "Kau kira aku serius? Tertipu." Lelucon garing membuat Hanji serasa membeku di Kutub Utara.

Hanji hanya bersimpati kepada vampire yang stress, mungkin karena ia belum meminum darah selama tinggal disini. 'Candaan vampire tidak pernah lucu ditelingaku' Pikir Hanji sambil mengelus dadanya untuk bersabar tidak membalas mengerjai vampire itu atau ia bakal kehilangan kepalanya.

Malamnya, kali ini Rivaille tidak meninggalkan basement, ia akan mengawasi bagaimana bocah itu bisa terbangun dari mimpi panjangnya, untuk malam ini ia tidak akan menambahkan dosis obat tidurnya, takut kalau overdosis bocah itu malah teler sampai berhari – hari.

'Disini tidak ada jendela maupun pintu, ia bahkan tidak bisa merasakan rembulan… apa segitu kuatnya sampai ia bisa merasakan rembulan? Tetapi mala mini tidak ada bulan purnama menurut prediksi penyihir abal itu…' Pikir Rivaille sambil mengawasi anak itu selesai makan.

Bocah itu hanya menatap lurus, terlihat percikan amarah dan benci dimata hijaunya, yang kini setengah berubah menjadi keemasan, Rivaille sendiri masih terkagum oleh mata yang unik itu, entah kenapa hasrat didirinya ingin memiliki bola mata yang indah itu. Rivaille membayangkan ia bisa menyimpan mata itu didalam toples untuk dipajang lalu mengincar korban lainnya sebagai koleksi, lalu ia menjadi buronan para serigala jejadian dan juga kaum manusia.

'Lalu menjadi penyuka mutilasi dadakan? Tidak, aku ingin liburan yang tenang, tempat pertempuran sudah cukup bagiku' Rivaille berhenti dari lamunannya, tak punya waktu untuk memikirkan hal aneh, kini matanya tertuju kepada bocah yang meringkuk di pojokan, alas tempat tidurnya sudah diganti kedua kalinya, dikasih gratis oleh Hanji, ia yakin esok hari harus mencari kasur baru untuk 'tawanan' kecilnya ini.

"Grrrr…." Dengkuran yang berubah menjadi geraman itu mulai terdengar, Rivaille membawa lampu minyaknya dan mencoba menerangkan ruangan sel dengan memberi api di obor yang sudah padam itu.

"Graaaaaawrh" Dan sekarang bocah itu sudah sepenuhnya bangun dari alam mimpi, Rivaille bisa menebak yang menyebabkan anak ini terbangun… karena mimpinya yang begitu buruk sampai membangkitkan monster kecil ditengah pagi buta.

"Oh shit…"

Dan Rivaille tidak mempunyai taktik bagaimana menghentikan bocah ini yang sudah terlanjur bangun, apakah perlu disiram air?

.

.

.

.

.

"Mimpi buruk?"

"Iya, selama ini dia terbangun bukan karena lolongan jarak jauh dari kawanan ataupun perut lapar, ia terbangun karena tiap malam selalu dihantui mimpi buruk…." Ujar Rivaille sambil memainkan pisau yang ia pegang.

"Hmm… mungkin karena kau mengurungnya di bawah tanah sih-Auw!" Hanji mendapat lemparan dadakan dimukanya.

"Dan membiarkan ia kabur kalau ia ada di disini? Kau ingin dia menghancurkan tempat tidurku lagi?" Ujar Rivaille setelah melempar beberapa helaian kertas yang memiliki huruf tak biasa, bisa disebut huruf kuno milik penyihir.

"Oooh, kau ingin aku membuat ramuan ini?" Tanya Hanji ketika membaca sekilas tiap helaian kertas yang sudah kusam itu. Rivaille hanya mengangguk pelan, malas berbicara karena badannya agak letih untuk membuat bocah itu tenang tadi pagi.

"Hoooh…. Membuat ramuan ini tidak gampang lho, bahan – bahannya serba langka dan susah didapati-"

"Hanji, kau ingin kita selamat dari sekawanan serigala yang salah paham kan? Dan ini hari terakhir aku disini…" Potong Rivaille sambil mendelik sebal kearah penyihir yang duduk didepannya, vampire itu mengambil beberapa es batu yang sudah dibungkusi kain dan menaruhnya di pipi untuk meredamkan darah kering.

"Okay okay" Hanji beranjak dari tempat duduknya, bertujuan pulang kerumah, karena ia tahu ia tidak akan diperbolehkan membuat ramuan dirumah sang vampire, menambah kerjaan menurut Rivaille.

Sebelum ia keluar dari pondok itu, Hanji menoleh kebelakang. "Benar nih, hari ini terakhir kau disini? Berarti ramuan ini salam perpisahan, hm?" Tanya Hanji tanpa terdengar nada sedih ataupun senang, Rivaille hanya diam tak merenspons, Hanji tertawa hambar dan menutup pintunya dengan pelan, terdengar suara sapu terbang lewat.

Rivaille sendiri tidak memikirkan hari esok, atau kemana ia pergi setelah ini, mood-nya untuk berliburan hilang sudah, semenjak mengurusi anak serigala yang merepotkan ini. Ia sendiri tidak tahu kenapa ia masih saja memperhatikan bocah yang jelas – jelas musuh dari jaman buyutnya, kini yang dipikirkannya hanya ingin menyelamatkan bocah itu dari kejaran mimpi buruk.

Malam hari ini dimana bulan tak menampakan diri, membuat anak itu berhenti melawan, ia tak membuat suara sampai tengah malam, dan sup yang diberi Rivaille hanya dimakan setengah, seakan – akan anak itu juga sedang depresi. Rivaille hanya mendengus pasrah, ia masih belum menemukan cara berkomunikasi dengan serigala ataupun anak kecil, karena ia tidak pernah tertarik terhadap anak kecil sebelumnya, baginya anak kecil hanyalah penganggu bagaikan kutu dirambut yang gampang dibersihkan, ia sendiri sering membantai anak – anak kecil manusia tanpa pandang bulu, tapi kini rasanya ia bisa mengerti bagaimana perasaan ibu atau bapaknya ketika kehilangan mereka dan ingin membalas vampire jahanam ini.

'Kenapa aku mendadak bisa merasakan seperti ini? Aneh…. Serigala ini membawa alergi yang mengerikan…' Pikir Rivaille, ia melihat anak serigala itu duduk sambil melihat dirinya, warna matanya masih stabil berwarna hijau.

Rivaille memutuskan untuk mendekat sel, biasanya anak serigala itu sudah menunjukan taringnya yang sudah tumbuh, tapi ia hanya diam saja, walau di matanya tergambar jelas ia sedang 'nervous'.

"Hey, bocah, siapa namamu?" Tanyanya.

Anak itu tidak menjawab.

"Darimana kau berasal?"

Warna mata hijau itu tidak bergerak ataupun berpindah dari manik obisidian-nya Rivaille. Tapi Rivaille tahu anak serigala itu tengah mendengar suaranya yang berat dan dingin.

"Kalau kau mengerti, angguklah"

Masih tidak ada jawaban.

Tidak sabaran, Rivaille membuka sel untuk mendekati bocah itu, tapi karena geraknya yang agak tergesa – gesa, anak serigala itu mulai pose 'siap menyerang' sambil menggeram, taringnya diekspos lagi. Rivaille mendesah pasrah, ia hanya beridir didekat pintu sel sambil menunggu kedatangan Hanji malam ini.

"Rivaille! Maaf, aku terlambat!" Dan orang yang ia pikirkan baru saja datang.

"Sori tadi bahannya ada yang kurang, jadi aku hunting dulu, lalu-" Rivaille langsung mengambil butiran yang berbentuk tablet dari tangan Hanji ketika menuruni tangga dengan tergopoh – gopoh.

"Sudah, urusanmu selesai, sekarang tinggalkan kami" Perintah Rivaille.

"Eeh!? Tapi cara memberinya harus saat ia mau tidur lho, apa tidak susah?" Hanji heran ketika Rivaille menyuruhnya pulang, karena Rivaille sendiri kesusahan menyentuh bocah itu, apalagi kalau memberi obat.

"Gini, kalau sampai pagi tidak ada kabar, kau boleh kesini, aku akan pergi setelah matahari terbenam"

"Lalu, bagaimana dengan dia-"

"Kita lihat besok saja…"

Dari nadanya, Hanji tahu Rivaille sangat serius, ia hanya menurut pasrah dan berharap mala mini Rivaille berhasil menenangkan bocah itu, ia berjalan naik tangga, mengintip sedikit kondisi mereka berdua, lalu menyerah dan pulang dengan lesu.

Mata hijau itu mulai terkantuk – kantuk, tetapi tidak bisa rileks karena sang Vampire sudah datang ke zona teritori kecilnya, dan ia tahu dari gerak – geriknya, maklhuk asing ini merencanakan sesuatu terhadap dirinya.

"….."

Rivaille terus bersabar menunggu bocah itu sampai kepalanya jatuh dibantal yang kasar itu, dengan perlahan ia berjalan mendekatinya, tetapi percuma karena telinga serigalanya sangat sensitive.

"Graaa-ffmh!"

Dengan cepat kilat, Rivaille sudah berada diatasnya, satu tangan kirinya menahan kedua lengan diatas kepalanya dan satunya menutup mulut anak serigala itu, kedua selankangannya mengapit pada perut bocah itu, Rivaille mengunci gerakan berontaknya sekarang.

"Diam, dan turutilah aku kalau ingin selamat"

Anak serigala itu tidak langsung menggigit seperti biasanya, rupanya kekuatannya memudar karena terus – terusan dikurung dan hanya diberi makanan sayur, tentu tidak mengisi tenaga sang werewolf, anak itu masih memberi tatapan marah kepadanya, tapi Rivaille tidak takut mengintimadasi balik.

"Aku tahu kau bisa mengerti apa yang aku maksud walau kau tidak bisa berbahasa normal, tapi aku disini bukan untuk menyakitimu"

Bocah itu berhenti bergerak dan memandang manik obsidian itu dengan tajam, setelah pernafasannya kembali normal, Rivaille melepaskan bekapan mulutnya, lalu merogoh kantong yang berisi tablet dan memasukinya dengan cepat.

"Hnghh!"

"Tenang, itu hanya obat penenang, kau tidak akan mimpi buruk setelah ini" Bisik Rivaille yang berusaha menahan bocah itu untuk tidak memuntahkan obat yang super pahit itu, kata Hanji, akhirnya serigala cilik itu menelan obat itu dengan bulat – bulat, lalu terbaring lemah, Rivaille tidak beranjak dari tempat tidurnya, ia memutuskan untuk berbaring disampingnya, entah apa yang membuatnya seperti itu, hanya intuisi bagi Rivaille.

Rivaille masih merasakan gerakan perlawanan dari tangannya, Rivaille tak punya pilihan lain selain mengelus rambutnya.

"Hey bocah, percayalah malam ini kau tertidur pulas..." Bisiknya sambil bersabar nunggu bocah itu berhenti melawan, meskipun ia tidak mengeluarkan suara geraman, gerakannya lincah jadi tidak bisa disepelekan. Beberapa menit setelah obat diteguk, efeknya mulai bekerja. Anak itu berhenti memberi pukulan kecil dan mulai tertidur perlahan.

"Hhh...I...vai...hh"

Rivaille terkejut mendengar bisikannya yang tak jelas, lalu tertegun melihat wajahnya sangat tenang, Rivaille bernafas lega serigala kecil itu bisa tidur nyenyak, ia memutuskan untuk memenjamkan mata sementara.


Hanji tidak bisa berhenti mangap ketika menemukan kedua maklhuk ini 'tidur' dengan pulas dan saling mendekap satu sama lain, yang satu tidur sambil memeluk perut sang penghisap darah, yang satu memenjamkan mata seperti orang tidur.

"Rivaille…."

Rivaille membuka matanya ketika mendengar suara asing diruang bawah tanah, ternyata Hanji yang datang mengunjungi, dan dilihat dari sinar cahaya yang masuk dari pintu atas, seperti hari sudah siang bolong.

"Oh, Hanji? Kau baru datang-"

"Kau barusan tidur?"

"Hah? Apa maksudmu? Vampire tidak bisa tidur…" Jawabnya sambil mengucek matanya. Hanji hanya menggeleng – geleng, lalu menunjukan telunjuknya kearah bocah itu tertidur.

"Ja-Jangan bergerak, Rivaille, dia bisa terbangun…."

Rivaille hanya mendelik kaget melihat serigala mungil itu tengah memeluk dirinya sambil berwajah nyaman, padahal menyentuh sedikit saja, bisa ngamuk sampai lima jam, dan sekarang? Ia malah tidur nyenyak seperti memeluk guling baru.

"…Hoi, sampai kapan kau tidur seperti ini?" Hanji menggigit jari ketika Rivaille mengusap kepalanya dengan lembut, berniat membangunkannya.

"Eng…" Terdengar suara manis dari bibir ranum itu, ia mengucek matanya perlahan lalu memandang Rivaille dengan wajah lugunya. Hanji membatu ditempat.

"….." Rivaille hanya mengangkat alis kirinya sambil memandang balik serigala cilik itu, ia sendiri bingung kenapa ia bisa mendadak jinak? Apa obat Hanji memberi efek halusinasi sampai bocah ini bisa ngablu ?

".. Ivvaiii, Woof!"

Dan bahkan bocah itu berbicara layaknya anak kecil sedang belajar berbicara, kalau bisa, Rivaille ingin pingsan, tapi itu bukan gayanya. Hanji hanya menjerit bagaikan ibu yang senang anaknya bisa memanggil 'ibu' untuk pertama kalinya.

"…Kau memanggilku?" Tanya Rivaille lagi, masih mematung ditempat tidur. Telinga yang hampir mirip dengan telinga anjing itu bergerak, mengekspresikan ia sedang senang hari ini.

"..Livai!" Ucap serigala itu, lalu memeluk Rivaille dengan erat. "T-Telima…A-Asih!" Bocah yang belum bisa berbicara lancar hampir membuat salah kaprah dengan Vampir Terkuat, Hanji hanya berusaha menahan ketawa, dan akhirnya tidak tertahan lagi. Rivaille hanya menahan malunya sambil mengepalkan tangannya.

Suara tawa itu membuat bocah itu tersadar ada orang lain di antara mereka, ia langsung buru – buru sembunyi dibelakang. Rivaille masih belum cepat tanggap dengan kelakuan serigala cilik yang serba aneh ini.

"Mungkin dia menganggapmu seperti ibu sih, Wahahaha-Uuugh!" Lemparan sandal sukses mendarat diwajah Hanji.

"Lihat, dia sudah tumbang, dia bukan monster jahat…" Ujar Rivaille sambil memberi gestur bocah itu untuk melihat Hanji yang terkapar karena bau dan kuatnya sandal.

"….Namamu siapa?" Tanya Rivaille sambil menyentuh pipinya.

Bocah itu tersenyum tipis "…Elen…"

Rivaille membalas ucapannya dengan mengelus kepalanya, bocah itu senantiasa menerima sentuhan lembut.

.

.

.

The End ? Or TBC ?

A/N : Haaaai! Makasih sudah baca sampai akhir, ini multi chap tapi satu chapter banyak ya? Ah Gomenasai, ini hanya pembukaan #Lho karena aku menulis chapter pertama untuk temanku w Haruka-san! #lambaitangan dan bagi para readers yang mau baca kisah kelanjutannya jangan lupa reviews ya, itu sumber energi author QwQ #sujud Maaf kalo chapter ini kurang memuaskan dan serba aneh, bahkan aku sendiri pusing milih genrenya xp semoga kalian suka tambahan yang satu ini (lirik bawah)

Omake

Hanji menikmati teh yang dibuatkan oleh Rivaille, sebagai balasan karena sudah memberi pasokan teh hitam yang langka, mereka berdua memandangi bocah serigala yang bernama Eren yang sedang asik memakan sup buatan Hanji.

"Aku ingin tahu bagaimana kau memberikan obat itu kepada Eren~" Tanya Hanji sambil tersenyum nista, memberi firasat buruk kepada Rivaille.

"Hm? Aku hanya memasukan obatnya dengan tanganku, ya… aku paksa dia buat menelan itu…. Memang ada apa?" Rivaille kembali menyeruput setelah bertanya balik.

"Ohohoho, aku kira kau menggunakan mulut buasmu untuk memasuki tablet itu dengan mouth-to-mouth, lidahmu itu kan lihai dalam hal seperti i-Waaah! Panas!" Rivaille menyia – nyiakan air panas yang ia rebus selama setengah jam dengan ditumpahkan ke badan Hanji tanpa ampun.

'Benar juga ya, kenapa aku tidak kepikiran?' Pikir Rivaille sambil menyeruput teh hitamnya.

.

.

.

Ketika Rivaille menemukan setitik darah di telunjuknya yang bukan miliknya, dari baunya ia yakin darah itu milik sang serigala jejadian, dan kali ini dirinya tertarik untuk merasakan apa rasa darah itu sehingga tercium menarik di hidungnya? apa karena waktu itu Eren menggigit hidungnya terlalu dalam hingga rusak? Tapi ia tak bisa menahan hasrat lagi.

Satu jilatan sukses membersihkan darah itu.

Dan senyuman terukir di wajah datarnya.

Darahnya begitu lezat, sampai membuat dirinya merasa kegairahan yang terpendam.

Apa ini yang ia cari selama ini?

Darah sang Pasangan?