The Last One (c) hasegawa tsubaki

Shingeki No Kyojin (c) Hajime Isayama

Warning = Boys Love, Yaoi dan sebagainya. OOC berlebihan, OC, bahasa tidak baku, typo(s), dll.

Fanfic pertama buat fandom ini 3

Dedicated for Freak Lines hohoho

I got nothing for writing this fiction but own pleasure. Enjoy!

.

.

.

Update 20-4-2014

Berlarian dari rumah menuju kereta bukanlah hal yang mudah. Ya, ini dialami oleh pemuda bermata emerald dan berambut coklat mahoni yang baru saja di terima di SMA dengan akreditasi A, SMA Sina. Jam sudah menunjukan pukul 7.30 dan dia baru saja memasuki kereta. Padahal hari ini hari pertama penerimaan siswa di SMA Sina. Dia mendapatkan beasiswa untuk masuk sana. Tentu saja, orangtuanya mana mampu untuk menyekolahkannya di sekolah sebagus itu. Belum lagi hutang – hutang yang harus dibayar oleh orangtua nya. Pemuda itu tidak mau membebankan orangtuanya. Makanya ia berusaha keras untuk bisa masuk SMA Sina yang disebut – sebut sebagai sekolah paling bagus seantero negeri. Tentu saja yang mendapatkan beasiswa sekolah tersebut hanya satu orang. Dan itu adalah dia, Eren Jaeger.

"Yosh. I made it on time!" kata Eren setelah memasuki gerbong. Nafas nya masih tersengal – sengal karena lari tadi.

Eh, tunggu dulu. Kok ada yang aneh?

Yak anda benar. Pesona Eren ini memang sangat tak biasa dikalangan wanita... apalagi pria. Yang liatnya udah pengen nerkam aja rasanya. Dan pagi ini, masih semangat – semangatnya Eren ingin berangkat sekolah dan hari pertamanya menjadi siswa di SMA Sina, dia malah dicabuli oleh seorang laki – laki... atau harus saya katakan bapak – bapak mencari mangsa muda yang kekurangan asupan. Bapak – bapak itu meraba – raba pantatnya, badannya, sampai junior nya.

"Ah... Ja... Ah..." Eren tidak bisa mengeluarkan suaranya. Dan sekarang dia mengerti kenapa korban pencabulan dikereta tidak bisa mengeluarkan suara mereka. Ya, rasanya tenggorokan seperti tercekat.

Bapak – bapak itu makin menjadi –jadi. Tadinya hanya diraba – raba saja, sekarang ia mulai membuka seleting Eren dan meremas juniornya Eren.

Eren mendesah. Ingin rasanya ia menepis bapak – bapak kurang ajar itu tetapi badannya membatu. Ia berteriak di dalam hati meminta tolong. Eren memejamkan matanya.

"Hei, pak tua. Bisa kau lepas kan tanganmu yang kotor itu darinya?"

Sebuah suara menyadarkan Eren. Ia menengok dan mendapati seorang laki – laki berambut raven dan memakai kemeja putih sedang mencengkram satu tangan bapak – bapak cabul tersebut. Tidak terlalu tinggi memang ehem tapi raut mukanya sangat tegas dan datar. Eren saja terpesona.

"S-Siapa kau?!" tanya bapak – bapak itu.

"Tidak usah banyak bertanya, cepatlah kau enyah dari sini atau ku panggil polisi."

Bapak – bapak itupun langsung lari terbirit – birit setelah gerbong kereta terbuka. Eren hanya diam saja menyaksikan hal itu. Badannya bergetar ketakutan. Tentu saja, Eren ini masih perawan... Ehem maksud saya perjaka. Pemuda tersebut melihat Eren dan ingin meninggalkannya sendiri. Tapi Eren menarik kemejanya.

"Ah... ano... um... Terimakasih."

Pemuda itu melihat ke arah Eren. Lalu menyeringai.

"Samasama, Eren Jaeger." Mata Eren terbelalak.

"Bagaimana anda bisa tau nama saya?"

Pemuda itu lalu melihat kebagian bawah Eren dan menunjuknya. Eren kebingungan lalu melihat bagian bawahnya. Ia kaget sekali celananya belum di sleting. Mukanya merah padam dan cepat - cepat ia menyeleting celananya.

Gerbong kereta dibelakang Eren tiba – tiba terbuka. Ia mengelus kepala Eren lembut sebelum pergi meninggalkannya.

"Ah tunggu!" Eren berseru. Tetapi pemuda tersebut tetap melangkah pergi entah kemana.

"Terimakasih" Eren tersenyum sekali lagi.

.

.

.

Belum sehari berlalu, Eren sudah terkenal di SMA Sina. Bagaimana tidak, dialah satu – satunya murid yang mendapatkan beasiswa untuk masuk ke SMA Sina. Eren sedang berjalan dikoridor sekolahnya menuju kelasnya dan siswa – siswa tersebut selalu berbicara,

"Eh, itu anak baru yang dapet beasiswa kesini kan?"

"Hahahaha pasti nerd banget deh!"

Tak jarang juga pria... ehem dan wanita yang menoleh kearahnya karena pesonanya.

Eren duduk dikelas dan mengehela nafas. Malas memperdulikan kata – kata orang lain, ia pun membuka buku sejarahnya.

"Nerd banget ya pagi – pagi udah buka buku hahaha!"

Persetan dengan kalian orang – orang kaya yang tidak mengerti beratnya kehidupan. Kata Eren dalam hati. Tapi daripada fokus ke buku, jujur Eren masih ingat kejadian tadi pagi. Bagaimana seorang pemuda berjas dengan muka yang tegas menolongnya. Jujur Eren terpesona. Sangat malahan. Ia ingin bertemu pemuda tersebut walaupun cuma sekali lagi. Ia ingin menanyakan namanya dan mengucapkan terimakasih dengan benar. Semakin ia membayangkan wajahnya, hati Eren semakin hangat.

"Sepertinya umurnya masih 22..." gumam Eren. Tapi apakah yang Eren rasakan ini cinta? Tapi Eren tidak humu. Ia masih normal kok. Buktinya? Entahlah. Eren merasa dirinya ini straight. Ah yang bener Eren? /lalu author ditabok sendal jepit sama Eren

"Ano... Boleh saya duduk disini?" sebuah suara menyadarkan Eren. Ia menoleh dan mendapati seorang laki – laki berambut pirang, bermata biru dan bermuka kalem tengah berdiri didepan mejanya.

"Silahkan"

Anak itu pun duduk disamping Eren.

"Umm namaku Armin Arlert.. kau Eren Jaeger ya?"

Aneh pikir Eren. Menurutnya, orang kaya semuanya sama saja. Angkuh, sombong dan tak tau bagaimana kejamnya kehidupan. Tetapi orang disebelahnya ini... memang kelihatan sekali orang kaya tetapi dia memperlakukan Eren sama sepertinya.

"Iya. Senang berkenalan denganmu, Armin" dan Eren pun tersenyum

.

.

.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Eren bergegas ingin pulang kerumah. Terlalu suntuk disekolah. Bukan karena pelajarannya, tapi karena anak – anak orang kaya yang selalu membicarakannya dibelakangnya. Ia juga tidak mau menambah beban ibunya, karena itu ia giat belajar. Eren merapihkan buku Fisikanya.

"Aku duluan ya Armin" Eren pergi berlalu dan hanya disambut senyuman dari Armin.

.

.

.

"Kyaaa itu Rivaille – sensei!"

"Rivaille – sensei obati aku dong dengan cintamu!"

"Rivaille – sensei aku jatuh kedalam lautan cintamu! Kyaa"

Eren menoleh ke sumber suara. Sejumlah murid perempuan terlihat sedang mengerubingi seorang pemuda berjas lab putih, memakai kacamata. Di pojokan juga terlihat para ehemsiswaehem yang sedang terkagum – kagum akan ketampanannya. Penasaran, Eren pun mendekat.

"Minggir, aku tidak bisa lewat" kata pemuda berjas lab itu, mencoba keluar dari ruang kesehatan. Eh? Kok suaranya rasanya mirip seseorang?

Pemuda itupun keluar dari kerumunan tersebut. Eren menatap pemuda tersebut. Pemuda tersebut menoleh ke arah Eren dan sekarang mereka saling bertatap – tatapan. Eren yang langsung mengenali muka itu langsung berlari ke arahnya.

"ano... yang tadi pagi, terimakasih... Rivaille – sensei" kata Eren malu – malu. Ada desiran aneh didada Eren saat ia memanggil namanya. Ya, Rivaille guru kesehatan disekolah SMA Sina.

"hm? Siapa kau bocah? Jangan sok akrab begitu" jleb. Hati Eren mencelos. Dia membatu. Masa sih dia tidak ingat? Padahal baru tadi pagi bertemu.

"A... Aku yang Rivaille – sensei tolong tadi pagi. Ingat? Yang di kereta.."

"Aku tidak naik kereta hari ini jadi enyahlah dari sini. Aku tidak tau kau sama seperti mereka atau apa tapi aku paling tidak suka dengan orang sok akrab sepertimu" Rivaille berkata begitu seraya meninggalkan Eren yang membatu dan tak bisa berkata apa – apa. Hati Eren serasa ditusuk oleh bambu runcing yang sekaratnya 3 hari 3 malem. Sakit sekali. Tak disadari titik – titik air mata membasahi mata Eren. Eren mencengkram erat kedua tangannya, mengigit bibir bawahnya sambil berlari. Berharap angin bisa mengeringkan air matanya yang tak ingin berenti sedari tadi.

Eren Jaeger, 15 tahun, cinta pertama yang berakhir menyedihkan.

.

.

.

Setelah hari itu, Eren sempat tidak masuk sehari dari sekolah, kemudian masuk sekolah lagi hari berikutnya. Eren kelihatan lebih lesu dari biasanya dan nafsu makannya juga berkurang. Yang ia kerjakan hanya mengurung dikamar, belajar dan pergi sekolah. Rasanya tidak ada kehidupan lagi buat Eren.

"Eren, kau benar tidak sakit sayang? Tidak ada salahnya kau libur 2 hari atau 3 hari" ucap Carla yang sedang menyiapkan sarapan untuknya

"Tidak bu, aku bisa ketinggalan pelajaran kalau seperti itu. Aku baik – baik saja kok! Aku tidak sakit" kata Eren sambil tersenyum paksa. Carla tau bahwa ada yang tidak biasa dari Eren, baru beberapa hari saja dia seperti ini tapi badannya sudah kelihatan kurus.

"Baiklah, tapi jangan memaksakan dirimu ya? Kalau ada apa – apa ingat ibu selalu ada buat Eren" Carla tersenyum lembut sambil memeluk Eren yang sedang duduk dimeja makan dari belakang. Eren hanya mengangguk dan tersenyum.

"Eren hari ini kamu bisa kan pulang cepat? Ayah akan pulang hari ini" kata Carla saat Eren akan meninggalkan rumahnya. Eren menoleh dan mengangguk kemudian berlalu.

.

.

"Eren, kau benar tidak apa –apa? Muka mu terlihat pucat. Ke ruang kesehatan saja yuk? Aku antar" ujar Armin lembut. Ke ruang kesehatan? Justru itu yang paling dihindari oleh Eren.

"Aku tidak apa – apa Armin, tidak usah mengkhawatirkanku. Aku baik – baik saja" kata Eren tersenyum, agak sedikit dipaksakan.

Armin menghela nafas. "Baiklah, tapi jangan memaksakan dirimu. Jika kau ingin cerita aku ada untukmu Eren"

Eren hanya terseyum menanggapinya.

Hari ini pun sama saja. Rasanya bosan sekali. Eren menguap lebar. Armin sudah dijemput duluan oleh supir pribadinya. Berbeda dengan Eren yang harus berjalan kaki sampai stasiun kereta untuk mencapai rumahnya. Tetapi baru saja Eren berjalan dikoridor menuju gerbang ia sudah dihadang oleh 3 orang laki – laki.

"Hei kau anak beasiswa. Berani sekali mendekati Rivaille – senpai kemarin! Asal kau tau ya, Rivaille – senpai itu punya kami!"

"Iya! Jangan berlagak! Mentang – mentang anak beasiswa saja... Berkacalah dulu. Kau pasti miskin ya? Masuk sini aja pake beasiswa hahaha!"

"Lihatlah mukamu yang dekil dan jarang mandi itu.. Hahaha plisdeh, Rivaille – senpai gak akan mau sama kamu"

"Bukan urusan kalian jadi sekarang minggirlah, orang kaya berlagak" kata Eren sambil melangkah pergi. Tetapi tangannya sudah dicengkram duluan oleh salah satu siswa tersebut.

"Berani sekali kau menantang kami!"

DUAK. Pukulan pertama diwajah Eren berhasil dilayangkan. Lalu perut Eren di hajar habis – habisan. Eren sudah tidak berdaya. Tubuhnya terkapar dilantai. Salah satu siswa akan melayangkan tendangan diperutnya sebagai penghabisan. Ia sudah tidak kuat untuk bangun. Kesadaran Eren menipis.

"Hei! Apa yang kalian lakukan bocah – bocah?" sebuah suara terdengar dan anak – anak itu langsung kabur. Eren melihat anak – anak itu kabur dan kesadarannya sepenuhnya hilang.

.

.

.

Eren membuka matanya dan mendapati ia sedang berbaring di kasur, ia lalu menatap langit – langit. Eren berada di kamarnya. Ia menoleh kesamping dan mendapati ibunya sedang membawa kompres untuknya.

"Ibu.."

"Eren kamu sudah sadar nak? Ibu cemas sekali. Kata Rivaille, kau terjatuh dari tangga." Rivaille? Maksudnya Rivaille –sensei Kenapa ibu bisa tau Rivaille – sensei?

"Ah? Oh iya bu hehehe..." kata Eren menggaruk kepalanya yang tidak gatal

"Tapi bu, kok ibu bisa tau Rivaille – sensei?"

"Oh ya ibu belum bilang ke Eren ya? Ayo ke bawah Eren. Sudah bisa berdiri?"

Eren mencoba berdiri, walaupun sedikit sempoyongan tapi Eren bisa berdiri.

"Iya bu"

Eren dan Carla turun ke ruang tamu. Mata Eren terbelalak mendapati seorang laki – laki berkemeja putih dan berambut raven didampingi oleh seorang laki – laki berjas dengan tampang yang berwibawa dan berambut pirang. Yang menjadi permasalahannya, kenapa Rivaille bisa disana?

"Eren, Rivaille – san inilah yang akan menjadi calon suamimu"

He?! Calon suami? Eren itu kan laki – laki. Dan Rivaille juga laki – laki.

"Ibu..." belum sempat Eren melanjutkan kata – katanya. Pemuda disebelah Rivaille berdiri.

"Halo Eren. Aku Erwin Smith, ayah dari calon suamimu"

AYAH?

"Iya Eren. Pernikahanmu akan dilangsungkan seminggu lagi jadi bersiaplah" kata Grisha, Ayahnya.

"A...Apa?"

Eren Jaeger, 15 tahun, harus menikah dengan cinta pertama yang sudah menyakitinya.

.

.

.

Fanfic pertama buat fandom ini sekaligus fanfic pertama yang saya post jadi mohon koreksinya u,u

Continue or not? Review please :)