Hampir malam, tapi kaki-kaki pendeknya juga tak hentinya menapaki jalan sekitar. Sesekali dia berhenti untuk bernapas, menghirup semua oksigen yang dia bisa sampai pada akhirnya berlari lagi untuk kesekian kalinya.

Pikirannya kacau, ruwet dan kusut hingga untuk menjuntainya saja sangat sulit. Dia mencoba mengulur pelan-pelan apa yang terjadi sebenarnya, semua tidak masuk di akal. Ayahnya berkata jika dirinya tidak boleh berhubungan lagi dengan Kyuhyun, dengan kata lain dia menyimpulkan ayahnya mengetahui sesuatu.

Sesuatu yang awalnya dia maksud adalah ayahnya tahu dia sering pergi ke klub dan menegak minuman berakohol. Bukan itu saja, dia pikir ayahnya juga tahu kalau dia tidak menjadi dirinya selama beberapa minggu ini dan dia siap jika harus mengecewakan ayahnya akan hal itu.

Tapi kejutanya, ayahnya memang tahu hal itu dan mengatakan tidak jadi masalah selama dirinya berterus terang. Yang lebih dari kejutan lainnya lagi, ayahnya bilang bukan alasan itu dia melarang dirinya bertemu Kyuhyun, bukan karena Kyuhyun yang menariknya begitu jauh dari kehidupannya ataupun dia yang memang tak menolak ajakan pria itu.

Sampai detik ini, perasaannya kepada pria itu adalah... kejutan.

Tiap Kyuhyun melakukan sesuatu jantungnya seperti berdetak berlebih tak beraturan, cara kyuhyun memperlakukannya bagai sinar mentari di pagi hari, sejuk dan hangat.

Sampai satu kata dalam pikirannya tentang Kyuhyun seperti dia mulai gila, tidak waras lagi memikirkan 'Bagaimana hari Kyuhyun? Baikkah atau burukkah?' setiap saat dia memikirkan itu.

Kembali lagi saat perasaan nyaman itu mulai ada, sebuah kenyataan pahit menghantamnya secara langsung, menembus hatinya tak kasat mata. Di luar tampak baik-baik saja namun di dalam seperti tersayat-sayat.

Kenyataan bahwa dia yang menyebabkan kakak Kyuhyun meninggal, dia yang menyebabkan Kyuhyun benci hidupnya. Pantai, musik dan rumah secara tak langsung juga beruntun diakibatkan olehnya. Kyuhyun yang selama ini menutupi rasa sakitnya sendiri hingga pada akhirnya mau berbagi dengannya, tapi betapa menyakitkannya itu jika semua hanya untuk keselamatan hidupnya.

Sejak dari keluar dari kantornya siang tadi meninggalkan ayahnya dan Sungjin, kini dirinya seperti buta arah. Berlari bukannya karena pengecut, dia hanya takut. Tidak berani untuk mendengar lebih jelas mengapa dia yang menyebabkan kematian kakak Kyuhyun, ia hanya ingin menemui pria itu sekarang. Ponsel yang terus-terusan ia tempelkan pada telinganya tak jua ada jawaban. Mungkin puluhan kali dia menghubungi Kyuhyun.

Yap! Panggilan terangkat pada akhirnya, mengontrol pernapasannya sejenak sebelum berkata.

"Kyuhyun," panggilnya pelan.

.

.

.

Perfect

.

.

FANFICTION

Cho Kyuhyun dan Lee Sungmin

YAOI – BL

Bad diction and Typo

.

.

7

.

.

.

Kyuhyun telah sampai pada apartemennya, dia butuh benar-benar sendiri. Kejutan hari ini sungguh seperti ledakan dahsyat yang melumpuhkan semua syaraf dalam kepalanya. Ponselnya berdering lagi pada saku jas miliknya, menebak kalau itu dari orang yang sama, sebersit keraguan muncul dari otaknya, sudah di bilang bukan dia tak ingin diganggu.

Namun seperti tanpa pengujian, Kyuhyun tidak butuh hipotesis H nol, karena dia tak akan menolaknya. Sungmin tidak akan pernah dia tolak seumur hidupnya.

"Kyuhyun," panggil pria di seberang teleponnya.

Melepas jasnya dan meletakkannya pada pinggir sofa dia melenggang ke dapur, "Oh Tuhan, Sungmin. Berapa banyak kau mengubungiku hari ini? Apa yang terjadi, ada masalah?" suara Kyuhyun tampak sedikit kawatir. Bagaimana tidak jika Sungmin terus-terusan meneleponnya.

"Kau dimana?"

Meneguk segelas air putih, "Aku di apartemenku."

"..."

"Sungmin?" panggil Kyuhyun lagi karena pria itu tak merespon apapun.

"Aku... bolehkah aku langsung masuk?"

Bunyi kode pintu di tekan membuat Kyuhyun yang berada di dapur mengernyit heran. Sembari memutar otaknya akan perkataan Sungmin di akhir membuatnya menuju ruang tamu, hingga tepat sebelum sampai, dia melihat pria yang baru saja menghubunginya sedang berada di depannya dengan nafas ngos-ngosan, rambut berantakan dan tidak mencerminkan Sungmin yang dia temui beberapa minggu ini.

Sungmin masih menempelkan ponsel pada telinganya dan berkata, "Jangan marah padaku. Kau yang memberikan kode apartemenmu padaku, kau yang seenaknya menceritakan rahasia-rahasiamu dan percaya padaku begitu saja. Kau yang membuatku harus tampak seperti orang yang tidak tahu malu."

Walapun kini Kyuhyun dan Sungmin berhadapan, tapi mereka berbicara satu sama lain menggunakan alat komunikasi itu. Seperti mereka di tempat yang jauh sekali hingga suara ada penghubung saat ini.

Sungmin melanjutkan, "Kau orang bodoh, pria bodoh yang membuatku seperti ini. Jangan mendekat ataupun mematikan ponselmu." Kyuhyun sudah akan melakukan itu tapi peringatan Sungmin menghentikannya dan membuat dia diam di tempat.

"Jawab pertanyaanku, kapan pertama kali bertemu denganku?" tanya Sungmin.

Kyuhyun seperti di buat bingung, pria di depannya ini tidak hanya kacau dalam penampilan tapi juga pikirannya. Namun, Kyuhyun harus mau tidak mau mengesampingkan itu dulu, "Di klub Zhoumi hyung."

"Kenapa saat itu menggangguku?"

"Zhoumi hyung yang menyuruhku membangunkanmu."

Sejauh ini sungmin menangkap jawaban jujur, terlihat dari pancaran kedua mata Kyuhyun. "Kenapa memintaku berteman?"

"Butuh perjuangan lebih untuk menjadikanmu milikku dari pada hanya melukai jari."

Oke! Kyuhyun mulai lagi menyentaknya. "Sebelum di klub, apa... apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Kyuhyun tampak berfikir sejenak, "Awalnya aku mengira pernah bertemu denganmu tapi semua di patahkan secara langsung karena aku menyimpulkan wajahmu mirip dengan sungjin."

"Hanya itu?"

Kyuhyun mengernyit heran, "Apa ada yang lain?"

Sungmin mematikan ponselnya dan langsung menubruk tubuh Kyuhyun, melingkarkan kedua tangannya pada leher pria itu sehingga wangi maskulin Kyuhyun begitu terasa masuk ke dalam indera penciumannnya. Dia hanya ingin merasakan Kyuhyun, menyentuh sisi dalam Kyuhyun kalau pria yang tengah di peluk ini benar-benar seseorang yang dia hancurkan secara tidak langsung dan itu membuat hatinya sakit.

Mengingat hal itu dia makin menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher Kyuhyun hingga tanpa sadar dirinya tampak gemetar.

Kyuhyun menepuk-nepuk punggung Sungmin pelan, entah apa yang dirasa hari ini. Yang pasti pelukan Sungmin seperti air hangat untuk tubuhnya, meredam es-es yang menumpuk dalam dadanya. Jujur Kyuhyun bingung mengapa Sungmin tiba-tiba datang dan langsung bertingkah aneh. Menanyakan bagaimana mereka bertemu pertama kali?

"Hei, kau aneh hari ini, ada apa? Kenapa memelukku tiba-tiba?" Kyuhyun masih dengan betah menumpukan dagunya pada pucuk kepala Sungmin.

Tidak seperti yang diharapkan Kyuhyun akan pelukan lebih lama, kini Sungmin justru mundur dan tepat berhadapan dengan Kyuhyun, "Aku harus pulang."

Sungmin sudah akan membalikkan badannya sebelum pinggangnya tiba-tiba di tarik oleh seseorang, kini dirinya harus melihat bagaimana senyum menawan Kyuhyun bila dilihat dengan begitu dekat. Pria itu kembali mengeratkan lengan besarnya pada pinggang milik Sungmin.

"Sudah malam. Menginap disini saja. Aku... butuh air hangatku."

Kacau. Kata pertama yang Sungmin tangkap dari mata pria itu. Sejak tadi Sungmin tak begitu memperhatikan, namun bila dilihat dengan sedekat ini semua orang pasti langsung tahu kalau Kyuhyun tidak dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin fisik bisa menipu tapi hati siapa yang tahu.

Sekarang giliran Sungmin yang bimbang akan dirinya sendiri. Jelas-jelas ayahnya bilang dia yang menyebabkan kakak Kyuhyun meninggal, dia yang juga secara tidak langsung menghancurkan hidup pria ini namun apa yang dia lakukan sekarang. Mendatangi apartemen pria itu dan memeluk pria itu. sejujurnya saat Sungmin mengetahui hal tersebut dia hanya ingin melihat Kyuhyun, ingin memastikan apa Kyuhyun tahu 'siapa Sungmin sebenarnya' hingga tanpa sadar pikiran Kyuhyun mempermainkannya terbesit dalam kepalanya.

Iblis dalam kepala Sungmin seperti berkata, Kyuhyun selama ini berpura-pura di depannya karena punya maksud lain yaitu mendekatinya hingga mengejarnya sampai seperti ini. Dia juga mengira semua ini permainan licik belaka untuk menjatuhkannya dan semua pikirannya menuju pada pembalasan dendam Kyuhyun akan dirinya.

Tapi walaupun kepala, otak dan pikirannya bekerja sama melontarkan berbagai macam ungkapan negatif pada pria itu justru satu-satunya yang menolak adalah hatinya. Ya. Hati Sungmin menepis semua itu, dia mengingatkan Sungmin untuk tidak termakan secara mentah-mentah pikiran kalutnya. Perlu berpikir jernih untuk memproses semua ini. Apa hatinya berkata kalau selama ini dia mempercayai Kyuhyun? Mempercayai pria yang dia anggap lebih dalam hatinya?

Jika Kyuhyun bukan seperti kata otaknya, berarti kesimpulan kedua adalah Kyuhyun tidak tahu dirinya dalam arti sebenarnya. Bagaimana jika pria itu tahu kalau dirinya yang menyebabkan kakaknya meninggal? Apa Kyuhyun akan membunuhnya? Tidak apa jika ia dibunuh sekalipun oleh pria itu namun satu hal yang tidak ingin Kyuhyun lakukan pada dirinya.

Sungmin hanya ingin perasaan Kyuhyun terhadapnya bukan kebohongan belaka.

.

.

.

Flashback - Sungmin

"Siapa itu?"

"Oh, senior bilang dia junior paling kaya disini. Kepribadiannya sangat baik."

Beberapa mahasiswa dengan pakaian rapi berbaris di aula karena setiap hari senin sang senior akan memberikan berbagai macam pidatonya, durasinya mungkin akan sedikit lebih panjang karena bertepatan dengan penerimaan dan penyambutan mahasiswa baru.

Mahasiswa lain tiba-tiba ikut menyeletuk ke dalam pembicaraan tadi, "Dia junior baru?"

"ya, dia selalu jadi pusat perhatian para perempuan. "

"Eh, itu yang berkaca mata terlihat sombong.

Tiga orang yang masih memperhatikan 'sang junior itu' tiba-tiba di tatap secara mendadak oleh orang yang mereka pikir 'orang berkacamata sombong' dan tanpa melanjutkan lagi mereka membubarkan diri.

"Apa yang kau lihat?"

Mendengus malas, "Tidak ada, senior memperhatikan kita terus."

Sungmin terkekeh dan ikut melihat arah pandang pemuda di sebelahnya, "Biarkan saja. Kau terganggu pada hal begitu?"

"Tidak. Hanya saja senior-senior menganggap kau lampu yang menerangi gelapnya aku."

"Haha~ astaga, Kibum!" Senyum kecil Sungmin masih betah menghiasi wajah bak pahatan Tuhan yang indah. Pria bertubuh sedang itu bisa sekaligus tampan dan manis dalam sekali pandang. Wajar saja, aura Sungmin begitu hangat mengelilingi.

Pemuda bernama Kibum itu tampak tidak puas akan tawa yang Sungmin lontarkan, pasalnya sudah beberapa kali sejak pertama mereka di orientasi hingga resmi menjadi mahasiswa baru ada saja senior yang menatap Sungmin dengan pandangan mengagumi, meskipun mereka baru memulai berteman sejak masa orientasi, namun ia seperti keberadaan Sungmin membuat orang juga memandangnya.

Kibum tidak mempermasalahkan itu sebenarnya, Sungmin itu teman paling baik menurutnya, terlalu baiknya semua orang seperti menganggap Sungmin pribadi yang hangat, tapi setahu dirinya Sungmin itu pribadi yang sulit. Pria dengan pesona sejuta bintang itu susah untuk ditaklukan, semua yang mendekatinya harus terima kenyataan jika Sungmin menganggap mereka hanya sebagai 'friend zone' yang dibuat oleh Sungmin sendiri. Tapi sejak masa orientasi Kibum telah mendapatkan lebih statusnya sebagai pemuda yang saat ini 'dekat' dengan Sungmin sebagai teman.

Berbanding terbalik dengan sifat Sungmin yang ceria, Kibum justru memiliki aura suram, pemuda itu memang begitu sejak dulu menanggapi sesuatu seperlunya saja. Sungmin juga menyebutnya pria yang bersembunyi dalam cangkang.

.

.

.

Ribut-ribut di salah satu ruangan berhasil menyita perhatian mahasiswa yang ada di dalamnya. Kantin yang biasanya ramai dan riuh kini mendadak tak bersuara, hanya ada dua orang yang kini sedang beradu mulut. Sungmin berdiri di tengah kantin dengan orang yang berbadan lebih besar darinya tepat di hadapannya. Satu meja dan beberapa kursi sudah tidak berbentuk lagi di sekitar mereka berdua. Bahkan beberapa mahasiswa di sekitar keduanya tampak memberi jarak dan menghindar.

"Brengsek! Sudah hampir setahun kau masih tidak menyadari perbuatanmu, Lee Sungmin!" teriak si berbadan besar.

Di belakang si berbadan besar terlihat ada lagi tiga orang yang diyakini si pengikut badan besar.

"Perbuatan apa yang aku lakukan itu, Goo Joon?" balas Sungmin.

Pria yang Sungmin panggil Goo Joon itu meradang, telapak tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya gemetaran.

Belum berkedip tiba-tiba semua yang menonton pertengkaran itu melotot tajam kala satu lengan Goo Joon menghantam Sungmin, namun berhasil di hindari dengan kecepatan gesit. Wajar saja Sungmin ahli material art, ia sudah di latih untuk mempertahankan dirinya dari serangan apapun.

Semakin cepat Sungmin menghindar, semakin cepat pukulan keras di layangkan bertubi-tubi di depan wajahnya. Tubuh Sungmin semakin mundur, punggungnya menabrak beberapa kali meja dan kursi di belakangnya, membuatnya sulit mencari ruang untuk menghindar.

"Jangan menghindar seperti wanita, brengsek!" umpatnya keras menggema seluruh kantin. Namun tak ada yang bisa berkutik bahkan beranjak dari sana, semuanya terdiam seperti melihat pertunjukan yang menyenangkan antara sungmin ―si mahasiswa populer dengan goo joon ―si mahasiswa terkuat di kampus. Siapa yang rela melepas tontonan menarik seperti ini.

Anehnya sungmin yang sejak tadi sama sekali tak melawan, bisa saja dengan kegesitannya ia langsung mengalahkan goo joon.

"Kenapa, huh? Wanita yang bermain dengan wanita. Bukankah julukan itu cocok untukmu?" tawa Goo Joon diikuti ketiga temannya di belakang.

Sungmin tampak menggeram dan matanya berwarna merah, ia tidak bisa terus-terusan di umpat sedemikian rupa. Namun Sungmin sadar Goo Joon hanya memancing amarahnya agar ia mau melawannya seperti tahun lalu. Dan kali ini dirinya tidak akan masuk ke dalam lubang yang sama.

"Masih diam? Wow! Kau masih belum mengerti? Bahasa apa lagi yang harus aku gunakan agar kau paham, eongdongi!"

BUKK

Terikan histeris dan pekikan para yeoja di kantin jadi suasana sendiri. Tubuh Goo Joon terlempar beberapa meter ke belakang menghantam meja. Kemudian ketiga pengikutnya menolongnya dan membantunya berdiri. Goo Joon menyeka sudut bibirnya, darah menempel di sekitar punggung tangannya.

"Siapa lagi ini! Superman datang menyelamatkan Tuan putri" tawa ledek begitu kentara. Tangan kekarnya mencengkram kerah pemuda yang tiba-tiba menonjoknya hingga mendapat luka seperti ini, "Mau merasakan mati?"

Pemuda itu hanya tersenyum kecil dan melepas cengkraman tersebut dari tubuhnya. Ia balas mencengkram kerah Goo Joon kuat lalu berbisik pelan, "Dengar brengsek, kau yang seharusnya mati."

Bukk!

"Kibum!" pekik Sungmin kemudian maju untuk menghampiri pemuda yang mendapat tonjokan serius di pipi kirinya.

Goo Joon menyeringai tajam. Menatap garang Kibum yang baru saja mendapat pukulan luar biasa dari tangannya. Bekasnya tidak akan hilang dengan cepat justru sakitnya luar biasa.

"Pasang kedua telingamu superman. Kau yang akan mati dengan tuan putrimu ini."

Sungmin naik darah, ia sudah mencapai puncaknya. Tidak apa bila ia dikatai bahkan di hajar sekuat tenaga, tapi tidak dengan kibum. Teman berharganya.

"Soengsaenim! Jung Soengsanim datang!"

Pekikan satu orang tersebut sontak membubarkan mahasiswa dan berlari keluar kantin tak terkecuali Goo Joon dan ketiga anak buahnya yang dengan cepat meninggalkan Kibum dan Sungmin yang masih tetap berada di tengah-tengah kantin.

Satu persatu penghuni kantin lebih memilih meninggalkan 'kejadian perkara' jika tidak mau berhadapan dengan dosen killer di kampus mereka. Dosan itu tidak akan membunuhmu, dia cukup layangkan surat skors atau paling parah adalah drop out. Lebih kejam dari dibunuh atau di cincang sekalipun.

Samar-samar terdengar suara bisik-bisik di sertai umpatan dan geramanan saat pembuat onar melewati seseorang yang masih belum beranjak dari ambang pintu kantin.

'_jam 11 malam... hancurkan mereka_'

Bisik-bisik samar terdengar dalam telinga orang itu.

"Sial! Kenapa di saat seperti ini si Jung muncul" desis Kibum sambil menghusap pipi kirinya yang lebam.

"Cepat pergi dari sini Kibum, aku yang akan jelaskan kepada Jung Soengsaenim." Ucap Sungmin saat melirik area kantin yang tak bisa dikatakan rapi. Hancur berantakan dengan meja dan kursi yang tak pada tempatnya dan beberapa juga hancur.

"Kau gila, Sungmin hyung! Selain di cincang kau juga akan di rebus nantinya."

"Ini memang salahku." Ujar Sungmin dan menatap pipi kiri sahabatnya itu dan meringis pelan.

Kibum mendecak kesal, "Kau selalu seperti itu, tidak ingat ya kalau tahun lalu kau harus kena skors beberapa hari karena kau terpancing Goo Joon. Pria besar itu selalu mencari masalah denganmu."

Sambil membantu Kibum berdiri, Sungmin mengangguk mengiyakan, Goo Joon memang selalu menganggap dia musuh yang harus di hancurkan sampai tuntas, dia tidak kenal pasti apa masalahnya hingga Goo Joon begitu menatap sengit padanya.

Kejadiannya sudah berulang kali, Sungmin sering dikerjai anak laki-laki pengikut Goo Joon, dimulai dari di kamar mandi. Selama ini Sungmin hanya bersabar, namun semakin keterlaluannya Goo Joon semakin dia harus melayangkan pukulan pada laki-laki besar itu hingga skors adalah hukuman untuknya.

Sungmin menyadari sesuatu, "Tunggu! kenapa Jung Seoesangnim tidak ada dimanapun?" tanyanya saat orang yang ditakuti seluruh kampus oleh mahasiswa tidak muncul batang hidungnya sekalipun.

"Kemana guru galak itu?" giliran Kibum yang terlihat bingung.

Lalu Kibum dan Sungmin saling menatap bingung.

Setelahnya mereka berdua keluar dari kantin, toh bukan mereka yang menghancurkan kantin. Setidaknya menghindar sekarang adalah yang paling tepat. Sungmin membawa kibum ke ruang kesehatan, setidaknya memar pada pipi pemuda itu harus segera diobati agar tak terlalu sakit.

"Kau tahu kenapa Goo Joon selalu cari masalah denganmu, Sungmin hyung?"

Sungmin mengangguk dan tersenyum lemah, "Goo Joon mengira aku yang membuat dia putus dengan pacarnya."

"Apa?! Ini gila."

Kibum tahu Sungmin itu populer, tapi alasan ini sedikit tidak masuk akal, Goo Joon putus dengan pacarnya dan karena hal tersebut laki-laki bertubuh besar itu seperti ingin membunuh Sungmin dimanapun.

"Saat itu kupikir hanya salah paham, ingat tidak gosip yang beredar mengenai aku yang keluar dari mobil dengan empat wanita sekaligus di dalamnya saat datang ke kampus?"

Mau tidak mau Kibum mengangguk, gosip yang cepat menyebar seantero kampus itu membicarakan Sungmin sebagai topik utama. Banyak spekulasi mengenai Sungmin mengencani empat wanita saat itu dan dia juga tahu alasan sebenarnya.

"Kau bilang mereka menumpang di mobilmu karena salah satu wanita pemilik mobil yang mengangkut teman-temannya itu mogok di jalan." Kibum yakin Sungmin itu pribadi jujur dan selalu mengatakan yang sebenarnya.

Sungmin memutar kenop pintu ruang kesehatan, "Benar. Tapi aku baru tahu kalau salah satu dari wanita itu pacarnya Goo Joon. Sial! Kenapa aku yang jadi penyebab putusnya mereka."

"Kebaikanmu itu membawa bencana untuk dirimu sendiri, Sungmin hyung."

.

.

.

Malamnya Sungmin harus menghadiri opening ceremony bisnis kedua perusahaan ayahnya di salah satu hotel termegah di kota ini. Sebagai anak laki-laki pertama dia wajib mengikuti serangkaian acara tersebut, keluarganya juga lebih dulu sampai di sana.

Banyak sekali teman dan kolega ayahnya serta orang penting lainnya berkumpul dalam satu ruangan, tidak semua dia hapal dan ingat namun beberapa ada yang dia kenal. Sesampainya disana dia melihat ayahnya dan beliau menyuruhnya untuk mendekatinya

"Hai, ayah."

Adik lelakinya, Sungjin asyik mengobrol dengan teman-temannya di ujung sana, Sungmin akui adiknya itu memang punya banyak kenalan di sini berbeda jauh dengannya.

"Kau bisa mainkan musik untuk malam ini, Sungmin? Terdengar bagus memperkenalkanmu di saat acara seperti ini." Ayah Sungmin memberikan pertanyaan dan Sungmin langsung menyanggupinya.

Sebenarnya Sungmin sangat ahli dengan gitar, namun di acara seperti ini justru pianolah yang paling memungkinkan. Duduk dengan nyaman di kursi yang sudah di sediakan membuatnya sedikit tegang, pasalnya dia belum terlalu mahir menggunakan alat musik ini.

Dengan beberapa tarikan nafas, sebuah alunan lembut dari lagu yang ia tahu memenuhi ruangan dengan sekejap mata. Orang-orang yang semula sibuk dengan dunia sendiri kini saling berfokus untuk mendengar bagaimana satuan alunan nada-nada lembut itu begitu merasuki jiwa dan raga, membuat yang mendengar seperti merasakan kenyamanan.

Wajah puas begitu terpampang saat melihatnya bermain, dan itu menjadi kepuasan tersendiri dalam diri Sungmin.

Setelah menyelesaikan permainannya, tepuk tangan keras menyambutnya dengan begitu meriah. Sungmin membungkuk sopan sebagai ucapan terima kasih dan pergi ke meja kecil untuk mengambil sebuah minuman yang di tawarkan oleh salah satu pelayan.

Sungmin ingin mendekati sang ayah namun terlihat dari kejauhan sang ayah sedang berbincang serius dengan salah satu rekan bisnisnya – mungkin. Makin mendekat Sungmin melihat seorang gadis di samping teman ayahnya tersebut, hingga saat ingin menyapa tiba-tiba kepalanya terasa berkunang.

Dengan keadaan begini akhirnya Sungmin kembali menjauhi ayahnya bermaksud untuk ke kamar mandi. Tidak mungkin dia menyapa teman-teman ayahnya dalam keadaan begini, Pusing hebat menyerangnya sedemikian rupa hingga untuk berjalan saja dia butuh fokus. Saat hingga mencapai kamar mandi tiba-tiba semuanya gelap. Sangat gelap.

.

.

.

Saat membuka mata Sungmin tahu dia sedang di salah satu ruang rawat rumah sakit, sebuah infus melekat pada punggung tangannya. Dia tidak ingat apapun setelah malam itu pusing menghantam kepalanya, setelah semua gelap dia seperti mati rasa.

Yang pertama kali dia lihat adalah wajah ibunya yang begitu histeris melihat dia membuka mata. Ibunya seperti panik menayakan bagaimana keadaan Sungmin sekarang. Saat Sungmin ingin menjawab tenggorokannya terasa serak, astaga! Berapa lama dia tertidur hingga mengeluarkan suara sedikit saja terasa sakit.

"Ya Tuhan, Sungmin! Anakku." Ibu Sungmin terus-menerus mengulang kalimat itu hingga dokter dan beberapa perawat masuk ke dalam ruangan, mengecek keadaan Sungmin secara keseluruhan.

Ayah Sungmin dan Sungjin juga tampak menampilkan raut khawatir melihat Sungmin yang ingin bicara saja sulit. Mulutnya seperti bergerak tapi tak ada suara yang keluar.

Akhirnya dokter memberikan penjelasan mengenai keadaan Sungmin, "Dia tidak apa-apa. Hanya mungkin suara dan anggota tubuhnya masih belum berfungsi sedemikian normal. Perlu waktu sedikit untuk kembali pulih sedia kala. Tenang saja."

Helaan nafas mereka bertiga terdengar kompak secara bersamaan. Kemudian dokter dan perawat permisi keluar dan meninggalkan kamar Sungmin. Sungjin mendekati hyungnya itu dan menggengam erat telapak tangan dingin seperti sudah lama sekali.

"Maaf hyung, maaf." Adik Sungmin ini berkata terlalu ambigu hingga membuat Sungmin bingung sendiri. Tidak cukupkah Sungmin tak mengetahui apa yang terjadi sebenarnya dengan dia yang sekarang ada di rumah sakit? Kenapa tubuhnya yang sangat lemas tak berdaya? Sebenarnya dia tertidur berapa lama?

.

.

.

Lalu semua berlalu dengan begitu cepat mengenai kepindahannya melanjutkan kuliah di Jepang. Disinilah dia di bandara dengan satu-satunya teman yang tidak rela dia pergi.

"Kau benar-benar kejutan, Sungmin hyung."

Kibum merasakan keanehan yang tiba-tiba beruntun terjadi pada sahabatnya itu, namun sekarang dia harus dipisahkan dengan Sungmin yang sebenarnya sudah dia anggap saudara sendiri.

Sungmin memeluk untuk kesekian kalinya, jujur saja dia agak berat meninggalkan Kibum disini namun Jepang juga salah satu negara impiannya, negeri sakura itu adalah mimpinya dan bisa melanjutkan kuliah disana adalah suatu kebanggaan dalam hatinya. "Kau juga kejutan, Kibum-ah. Jangan jadi gelap lagi selama aku tidak ada. Kau harus jadi matahari yang lebih terang dari aku."

"Pasti. Kau harus rasakan sinarku disana. Jangan iri padaku."

Pertemuan singkat dua pemuda bergender sama di akhiri dengan perpisahan. Lambaian tangan sebagai bentuk pertemanan abadi.

Flashback off

~o~

Hampir jam dua malam begitu Sungmin membuka matanya. Ingatan terakhirnya sekaligus menjadi mimpi itu membuatnya harus terbangun. Ingatan yang sudah lama sekali itu tiba-tiba mampir ke dalam kepalanya.

Keringat dingin dan peluh sebesar biji jangung mengiasi dahi indah miliknya. Semua seperti reka ulang untuk dirinya agar mengingat lagi apa hal aneh yang terjadi padanya sebelum dia pergi ke Jepang untuk melanjutkan studi.

Semakin di pikir kepala Sungmin justru semakin sakit, sesuatu yang dia ingat itu natural, tidak bisa dipaksakan sedemikian keras karena jika hal itu dilakukan justru menyakiti kepalanya sendiri.

Kibum. Dia hampir melupakan teman baiknya itu sejak kembali ke Korea beberapa minggu lalu. Astaga! Sungmin merutuki otaknya sendiri, memang sudah bertahun-tahun lamanya dan ia seperti tidak ingat apapun lagi bahkan Kibum. Bagaimana keadaan pria itu sekarang? Sungmin seperti sangat merindukannya setengah mati.

Mengambil nafas panjang, Sungmin melihat langit-langit kamar yang memang gelap, tidak terlalu gelap dengan bantuan lampu tidur di sampingnya membuat suasana remang di dalam kamar tersebut.

"Mimpi buruk?"

Sungmin tersentak dan langsung melihat ke samping saat sebuah suara mengintrupsi pikiran yang masih belum begitu sadar. Dia melihat pria yang tadi dia datangi apartemennya hingga dia peluk sedemikian eratnya memandangnya tersenyum dari samping.

"Kau baru tidur satu jam dan langsung mimpi buruk? Apa kamarku begitu menyeramkan?" tanya pria itu lagi karena Sungmin belum merespon pertanyaan awalnya tadi.

"Kyuhyun?"

"Hmm?" jawab pria di samping tubuh Sungmin, "Kamarku tidak nyaman untukmu?" tanyanya lagi untuk kesekian kalinya.

Sungmin tersenyum lembut dan ikut memiringkan kepalanya hingga mereka berdua saling berhadap-hadapan, "Kasurmu nyaman. Hanya, sedikit aneh untukku yang baru pertama kali menginap."

Mengelus helaian poni Sungmin ke samping, Kyuhyun berusaha menyingkirkan untaian lembut itu agar tak menghalanginya melihat pada kedalaman pancaran mata Sungmin, "Kemarin aku menginap di kamarmu biasa saja."

"Waktu itukan ada Sungjin, makanya kau merasa biasa."

Kyuhyun menyernyit heran dan sangat cepatnya otak bekerja dalam kepalanya hingga sebuah pertanyaan muncul dalam pikirannya, "Apa karena hanya kita berdua di dalam kamar ini, tidur di atas kasur yang sama, saling memandang satu sama lain di dalam keremangan malam?" sudah dibilang bukan erotis adalah kata yang tepat untuk saat ini.

Sungmin melotot lucu tak menampik lagi Kyuhyun berkata tanpa penyaring, "Apa yang ada dalam kepalamu, hah! Jangan macam-macam padaku."

"Kau tidak ingin aku macam-macam padamu?" mata Kyuhyun menelisik keseluruhan tubuh Sungmin, dari atas kepala hingga ujung kaki membuat Sungmin sedikit risih. "Apa aku boleh?" pertanyaan ambigu.

"Boleh apa?!"

"Kenapa galak sekali." Kyuhyun mendekap Sungmin dalam pelukannya, mengeratkan lingkaran lengannya mengelilingi tubuh Sungmin hingga begitu menempel. "Jangan memberontak, semakin berontak maka semakin erat pelukan ini dan jangan bermimpi akan lepas dengan mudahnya."

Mendengar ucapan pria yang masih dengan enggan menerima penolakannya membuat Sungmin mau tidak mau sedikit mengalah, Kyuhyun seenaknya sendiri dan bertingkah seperti penguasa ini memang tak bisa dibantah. Sungmin tahu hal itu.

"Aku janji tidak akan berontak lagi, tapi longgarkan sedikit Kyu, ini sesak." Kyuhyun menuruti permintaan Sungmin untuk sedikit memberi ruang untuk Sungmin bernafas dengan normal. "Kau tidak tidur sedari tadi?" tanya Sungmin saat tubuh mereka telah pada posisi nyaman.

"Aku memandangi air hangatku. Tapi kenapa dia hanya tidur selama sejam?"

"Kau sendiri kenapa tidak tidur dan melakukan itu." Jawab Sungmin mengurangi mukanya yang tiba-tiba merah dengan tidak tahu malunya.

Kyuhyun menepuk-nepuk punggung sungmin, "Karena, aku takut. Takut kalau yang kualami hari ini memang hanya mimpi, kau di pelukanku hanya bayangan belaka."

"Tidak ingin berbagi rahasia lagi? Aku siap mendengarkan." Sungmin tahu sejak saat Kyuhyun memintanya menginap malam ini di apartemen pria itu, Sungmin merasa Kyuhyun tengah kacau, padahal siang tadi setelah mereka bertemu dengan rahasia ruang bawah tanah dan diakhiri dengan ciuman panas, Kyuhyun tampak baik-baik saja.

"Siang tadi aku rumah sakit bertemu dengan teman ayahku, Tuan Yoon namanya." Sungmin mengangguk mendengarkan, dia tahu tadi siang Kyuhyun memberitahunya sebelum berpisah. "Dan saat tiba di sana, aku langsung teringat kakakku. Begitu ingin menjauhinya agar bayang-bayang kakak yang ku benci itu bisa hilang dalam benakku."

Jantung Sungmin berdenyut lagi, sangat cepat hingga terasa sesak sekali.

"Tapi, kau pernah bilang agar tidak terlalu membenci sesuatu walaupun tidak menyukainya. Karena itu aku menyambut baik Tuan Yoon seperti bertahun-tahun lamanya, memeluknya seperti itu sudah lama sekali." Kyuhyun menerawang membayangkan kejadian saat di rumah sakit.

Mulai resah dan tidak bisa mengontrol penafasannya sendiri Sungmin menelan ludahnya sakit. Berdebar adalah yang dia rasakan saat ini, Sungmin hanya takut. Takut pelukan Kyuhyun pada tubuhnya ini terhempas dengan kasarnya dan dia belum siap.

"Tuan Yoon... berkata apa hingga membuatmu tampak kacau." Tanya Sungmin pelan.

"Tentang kakakku yang selama ini tersembunyi dariku. Tentang ayah dan ibuku yang menutupi ini dariku. Semuanya."

Makin mengeratkan remasan tangannya pada bawah selimut Sungmin menelan ludah berkali-kali, buku-buku jarinya dia yakin mungkin memutih, wajahnya seperti mengeluarkan keringat dingin berlebihan padahal AC terpasang dengan suhu sedang.

"Kyu?"

Kyuhyun yang semula menatap langit-langit mengalihkan pandangannya hingga menatap wajah Sungmin, dan terkejut adalah respon pertamanya, "Astaga Sungmin! Wajahmu pucat sekali, apa suhu AC nya terlalu kencang? Kau tampak tak sehat." Sungmin tidak bisa melihat dengan jelas wajah khawatir dari Kyuhyun karena pandangannya mulai buram.

Anemia Sungmin tiba-tiba kambuh, dia ingat punya penyakit yang setiap saat bisa saja menyerangnya kapanpun dan saat ini adalah waktu yang tak tepat. Sungmin ingat berlari tak tentu arah sejak beberapa jam lalu hanya tak ingin mendengar penjelasan yang ayahnya lontarkan siang tadi hanya untuk menemui Kyuhyun dan sekarang penyakitnya itu seperti tahu akibat yang ditimbulkannya. Stres juga pemicu terbesarnya saat ini.

~o~

Sungmin bangun setelah nyeri di kepalanya berangsunr hilang, ini seperti dejavu ketika beberapa tahun yang lalu dia terbangun di ruang rawat rumah sakit. Menatap pada tangannya yang di genggam seorang pria membuatnya seketika menembus hatinya sangat dalam. Pria yang menyiramkan es ke dalam minyak panas membuat hatinya sekaligus meledak karena senang dan menyakitkan sekaligus.

Pria yang dia hancurkan, pria yang begitu baik padanya tanpa tahu dialah 'si pelaku utama' hingga Sungmin seperti mengungkapkan semua kepada Kyuhyun apa yang dirasa selama ini. Malam itu Kyuhyun menceritakan tentang kakak pria itu membuat Sungmin was-was.

Apa Kyuhyun sudah tahu yang sebenarnya dari mulut Tuan Yoon? Tapi mengapa Kyuhyun masih begitu baik terhadapnya? Ini membingungkan.

Sungmin tersenyum miris, 'Apa aku harus melepaskanmu ketika aku sudah bisa meraihmu dalam genggamanku?' bathin Sungmin. Jika dia melepaskannya dengan kasar, Kyuhyun bisa membencinya, dia harus membuat Kyuhyun tidak suka keberadaannya, karena dengan begitu semua seperti terbalaskan.

Kyuhyun terbangun saat Sungmin melepas genggaman tangan mereka, pria itu tampak sekali mengantuk. "Sungmin, kau sadar sayang."

'Sayang?' Sungmin menekan hatinya kuat-kuat untuk bersikap acuh tak acuh, kembali menjadi Sungmin yang datar dengan raut Poker Face andalannya. "Bisakah aku pulang?" tanya Sungmin.

Kyuhyun seperti dibuat bingung oleh Sungmin, tadi malam setelah mendapati Sungmin tak sadarkan diri, dia langsung berlari membawa Sungmin ke rumah sakit terdekat. Pikirannya kacau mengenai apa yang terjadi dengan Sungmin hingga dokter adalah salah satu jawabannya.

Setelah diperiksa dengan total akhirnya Kyuhyun bisa mengirup udara yang selama dalam perjalanan tadi ia tahan. Dia seperti tidak ingin kehilangan lagi jika teradi sesuatu pada Sungmin. Berjam-Jam Kyuhyun memandangi wajah Sungmin dalam tidurnya, menatap air hangat di hidupnya dengan pandangan kasih sayang yang meluap begitu banyak.

Menggenggam tangan Sungmin erat hingga kantuk menyerangnya dan membuatnya tidur di samping tempat tidur Sungmin adalah solusinya.

Hingga Kyuhyun terbangun dengan di sambut raut tidak menyenangkan dari Sungmin, pria itu tiba-tiba berkata ingin pulang? Apa dia melakukan kesalahan sebelumnya yang dia tidak sadari hingga Sungmin berubah begitu cepat tidak dalam hitungan duapuluhempat jam sejak mereka berpelukan di dalam kamar Kyuhyun.

"Baiklah. Aku antar." Jawab Kyuhyun singkat.

.

.

.

Sampai di rumah Sungmin langsung ke kamar dan mengurung diri. Memikirkan apa yang terjadi dan apa yang harus dia lakukan setelah ini. Dia pria yang berotak buntu sekarang.

Tiba-tiba pintu kamar di ketok oleh seseorang, wajah khawatir adiknya begitu kentara terlihat oleh matanya. "Hyung, kau sudah makan?" tanya adik tersayangnya itu hingga mendudukkan diri di samping tempat tidur Sungmin.

"Sungjin?"

"Nde," jawab Sungjin cepat mendapat panggilan dari hyungnya yang sejak tadi diam seribu bahasa.

Sungmin menatap wajah adiknya itu, "Mau ceritakan padaku yang sebenarnya? Tanpa ada yang tertutupi lagi?" tanya Sungmin dengan wajah lelahnya menembus hati Sungjin hingga terasa teriris-iris.

Tanpa banyak keraguan lagi Sungjin mengangguk pelan, permintaan hyungnya sulit untuk di tolak mengingat sudah banyak kesakitan di dalamnya jika ia lakukan itu lagi, "Kau tidak bersalah, hyung."

"Apa yang aku lakukan hingga ayah mengatakan akulah yang menyebabkan kakak kyuhyun meninggal?" pertanyaan pertama dari Sungmin.

"Kau tidak ingat kau pernah tenggelam, Sungmin hyung?"

Sungmin mengangguk tanda ia ingat, dia memang pernah tenggelam hingga akhirnya dia selamat dan terbangun di ruang rawat rumah sakit kala itu, Sungjin juga memberitahunya, kenapa sekarang di tanyakan lagi oleh adiknya itu.

"Kau juga pernah bilang aku di selamatkan seseorang saat itu." ucap Sungmin, makanya Sungmin menganggap seseorang itu malaikatnya. "Waktu itu kau tidak memberitahuku nama orang itu."

Sungjin tersenyum miris, "Namanya Cho Ahra, kakak Kyuhyun hyung."

Sesak nafas itu datang lagi, membungkam penuh mulut Sungmin. Dadanya berdenyut nyeri hingga terasa sampai ke ulu hati. Pahit dalam mulutnya ketika menelan ludahnya sendiri. Jadi selama ini dia hidup bersenang-senang di dunia tanpa tahu ada nyawa yang dikorbankan untuknya. Tanpa sadar kalau keselamatan hidupnya membuat seseorang pergi selama-lamaya dan orang itu adalah kakak dari pria yang telah membuka hatinya.

Kenapa Sungmin tidak ingat apapun kejadian sebelum dia meninggal? Kenapa dia bisa di selamatkan oleh kakak Kyuhyun yang dia sendiri tidak mengenalnya secara dekat? Mengapa ini begitu kejam saat dia yang menyebabkan kesediahan dari seseorang?

Sungmin seperti ingat perkataan Kyuhyun saat di pantai waktu itu.

"Tidak. Kau justru membuat orang yang kau tinggalkan begitu banyak menanggung beban. Kesedihan, kekecewaan, dan tangisan dan kau diatas sana hanya tersenyum. Kau kira berapa banyak yang lebih menginginkan mati jika semua anggapanmu benar."

Mengeratkan remasannya pada selimutnya Sungmin menutup matanya.

"Kenapa kau tidak menyukai pantai, Kyuhyun?"

"Sesuatu membuat seseorang yang kucintai hilang selamanya di pantai ini."

"Kenapa ayah, ibu, bahkan kau Sungjin adikku sendiri menyembunyikan hal besar ini selama bertahun-tahun dariku? Kenapa kalian menumpuknya hingga terasa berat untukku?" air mata seperti mengalir tanpa isakan, "Disaat, disaat aku sudah jatuh pada orang itu. Masih punya mukakah aku bertemu dengannya lagi?"

Sungjin dengan cepat memeluk hyung tercintanya dengan erat, merasa bersalah dalam dirinya hingga melukai hyungnya seperti ini. "Maaf, maafkan aku, hyung. Saat itu yang ada dalam benakku adalah kau. Keadanmu, hyung."

Akhirnya dua sudara kandung ini saling mengalirkan air mata sambil berpelukan. Kejutan tidak selamanya baik, terkadang hal itu membuat seseorang seperti mati di tempat dan Sungmin merasakannya. Saat ini.

Hingga satu keputusan mantap hinggap dalam kepalanya. Katakan dia gila dan tidak waras namun solusi terbaik yang harus dia lakukan adalah keputusannya.

.

.

.

Kyuhyun sudah berada di kantor, berkas-berkas tiba-tiba membuatnya muak seketika. Dia ingin muntah sekarang juga kalau bisa. Perkataan Tuan Yoon terngiang-ngiang dalam kepalanya, menusuk tiap organ dalam kepalanya hingga terasa sakit di setiap sisi.

...

Flashback kyuhyun saat sedang di rumah sakit

Setelah mengetuk pintu sebelumnya dirinya masuk dan sambutan hangat menyapanya. Tuan yoon duduk dengan bersandar pada ranjang rumah sakit dan begitu antusias saat Kyuhyun mendekatinya.

"Anakku Cho Kyuhyun, kau semakin besar tapi ketampananmu tak juga hilang." Beginilah Tuan Yoon, hobi memuji Kyuhyun sejak masih di bangku sekolah. "Bagaimana kabarmu, nak?" mereka berpelukan melampiaskan rasa rindu.

"Aku baik, paman. Apa tubuh paman masih sering terasa sakit?" tanya Kyuhyun sebagai percakapan awal, "Maaf, baru menjenguk sekarang."

Tuan yoon menepuk-nepuk kepala Kyuhyun, seperti menganggap kyuhyun bocah belasan tahun yang bisa dimanja dengan sesuka hati, "Tak apa, aku senang bertemu denganmu lagi sebelum dipanggil oleh Tuhan. Kau pasti merindukan Korea saat belajar di Colombia, hum?"

Kyuhyun tersenyum kecil, perlahan Tuan Yoon seperti menjuntai masa lalu dan jujur itu membuatnya sesak, tapi perkataan Sungmin mengingatkannya untuk selalu tidak membenci dengan berlebihan dan itu ampuh untuk hatinya sekarang. "Ya, aku rindu sekali masa-masa saat di sekolah."

"Aku tahu ini berat untukmu, Kyuhyun. Kau anak laki-laki dalam keluargamu dan kewajibanmu ada didalamnya tanpa kau sadari. Sebagai penerus yang sesungguhnya kau harus menghadapi dunia orang dewasa dan itu seharusnya dilakukan sejak masih sangat kecil sekalipun. Tanggung jawab seorang pria itu besar jika kau tahu."

Kyuhyun mengangguk mengerti, Tuan Yoon selalu memberikan petuah-petuah untuknya tanpa disadari kalimat itu begitu ambigu. "Aku melakukannya sejak kakak tidak ada, paman. Aku menanggungnya hingga terasa berat. Sangat berat."

"Itulah laki-laki, tidak perlu mengeluh. Bahkan kakakmu bisa kuat walaupun dia perempuan."

Oke! Ini baru ambigu untuk Kyuhyun, "Maksud paman? Aku tidak mengerti."

Wajah tenang Tuan Yoon berbanding terbalik dengan yang Kyuhyun tampilkan, "Tidak mengerti apanya? Kakakmu yang berkorban impiannya untukmu, kau tidak mengetahui itu?"

Kyuhyun menggeleng keras, tidak percaya dengan pendengarannya saat ini. Kyuhyun bukan pria yang bisa di ajak bermain-main jika itu menyangkut kakaknya. Lalu sekarang, Tuan Yoon mengutarakan yang jelas-jelas tidak masuk dalam akalnya.

"Karangan ceritamu sungguh mengejutkanku, Tuan Yoon. Aku kenal kakakku yang meninggalkan beban banyak untukku hingga umur delapan belas adalah neraka untukku. bagaimana mungkin kakakku berkorban untukku, sangat lucu." Kyuhyun tertawa miris.

"Delapan belas itu terlalu lama Kyuhyun. Anak laki-laki dalam keluarga kaya raya yang ditakdirkan menjadi penerus sudah belajar sejak lima tahun kalau kau mengerti itu. Tiga belas tahun, tidak cukupkah waktumu untuk bersenang-senang? Selama ini kakakmu yang menompang umurmu dengan bekerja keras, les dan belajar kesana-kemari demi membuatmu merasakan lebih lama lagi hidup bebas selayak pria normal."

Tuan yoon menjelaskan dengan pelan dan sabar, sudah lama sekali ia ingin mengutarakan ini pada Kyuhyun namun Ahra selalu menghalanginya dan membuatnya terpaksa bungkam. Ahra yang dia kenal sangat bahkan terlalu baik pada adiknya mendapatkan sesuatu yang menyakitkan.

Kyuhyun mengepalkan tangannya, hingga runcingnya kuku menembus kulit tak terasa lagi sakitnya bagi dia. Kenyataan lain di depannya yang barus saja menampar otak dan hatinya jauh lebih menyakitkan, bahkan pisau sekalipun menembus hatinya tak kasat mata tak terasa baginya.

Kakak yang selama ini dia benci karena pergi dengan seenaknya, meninggalkan beban padanya hingga menumpuk sebesar gunung. Yang Kyuhyun kira kakaknya melakukan sesuatu seenaknya sendiri hingga meninggalkannya begitu cepat, yang dia kira wanita yang menghancurkan masa-masa remajanya sejak umur delapan belas tahun.

"Satu hal lagi, Kyuhyun. Ibumu bercerita padaku kalau kau tidak senang atas kematian kakakmu. Aku tidak ingin mengatakan ini karena rahasia, tapi melihatmu dipenuhi kebohongan membuatku ingin mengatakan yang sebenarnya. Kakakmu tidak bunuh diri seperti apa yang kau pikirkan." Tuan yoon berhenti sejenak, "Dia menolong seseorang yang hampir tenggelam saat itu."

Pikiran Kyuhyun seperti melayang hingga keluar dari kamar Tuan Yoon adalah solusinya. Dia ingin sendiri menyusun puzzle kehidupan yang mempermainkannya bagai sebuah permainan anak-anak.

.

.

.

Changmin mengetuk pintu kerjanya saat lamunan itu terhenti dengan cepat, sahabatnya itu menatapnya dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Apa dirinya terlihat sekacau ini? Padahal Sungmin saja bisa menjadi air hangat untuknya.

"Presdir Cho, kau tidak kemana-mana, 'kan?"

Kyuhyun mengambil pena dan membaca berkas yang baru saja di berikan oleh Changmin padanya, "Kau bicara apa?"

Changmin mendudukkan dirinya pada kursi di depan meja Kyuhyun, "Tubuhmu di sini tapi pikiranmu melayang-layang di udara. Apa sesuatu terjadi pada Sungmin? cintamu sulit untuknya?"

Sahabatnya ini mulai berkata tak masuk akal lagi, "Dia hanya sulit di tebak. Selalu berubah-ubah, tadi malam dia memelukku, hingga pagi harinya dia seperti tak ingin melihatku? Apa itu normal, Changmin?" keluhan Kyuhyun selalu membuat Changmin berpikir keras.

"Mmm... kupikir juga keraguan masih hinggap dalam kepala Sungmin. Apa kau terlalu menuntutnya akan status? Karena aku yakin cinta kalian normal, namun gender kalian yang memberatkannya." Changmin memberikan petuah yang menyakitkan untuk Kyuhyun.

"Apa gender yang kau bicarakan disini? Kalau iya, lupakan itu."

Changmin mengangkat bahunya, "Jangan lupa untuk pahami karakter Sungmin. Belum tentu apa yang tampak di luar sama dengan ada yang di dalam. Ada saatnya seseorang punya cara sendiri untuk mengekspresikannya walaupun itu mustahil." Setelah itu pria bertubuh tinggi itu melenggang keluar dari ruangan Kyuhyun menimbulkan banyak tanda tanya pada diri pria kelahiran februari itu.

.

.

.

Menjelang sore Kyuhyun keluar dari kantornya dan menuju parkiran tempat mobilnya berada, tujuannya adalah menemui Sungmin. Seharian ini mereka tidak melakukan kontak apapun membuat perasaan rindu begitu membuncah dalam diri Kyuhyun.

Dalam perjalanan Kyuhyun memikirkan perkataan Changmin dalam benaknya, dia tidak ingin menyulitkan Sungmin, tidak masalah status mereka yang sebenarnya asal Sungmin bahagia di dekatnya itu sudah cukup. Yang terpenting juga adalah kyuhyun tidak ingin jauh-jauh dari air hangatnya.

Untuk sementara ini pikiran mengenai pembicaraannya dengan Tuan Yoon dia kubur dulu sedalam mungkin, kyuhyun perlu lebih detail maksud dari pengorbanan kakaknya itu dan penyebab kematian sang kakak. Ada satu pertanyaan yang menyangkut dalam kepalanya itu, mengapa ayah dan ibunya mengatakan jika kakaknya tenggelam sedangkan Tuan Yoon berkata kakaknya menyelamatkan orang yang hampir tenggelam? Ini jelas dua hal yang bersinggungan karena selama ini Kyuhyun selalu mengikuti perkataan orangtuanya.

Pertanyaan itu terngiang-ngiang dalam kepalanya dan nanti malam Kyuhyun harus perlu penjelasan lebih dari kedua orangtuanya akan itu. Yang paling Kyuhyun inginkan sekarang adalah bertemu Sungmin, menemukan air hangatnya untuk ia simpan dalam hatinya yang telah membeku ini.

Kyuhyun sudah ingin memberi kejutan untuk Sungmin dengan mendatangi perusahaan pria itu namun kekecewaan langsung menyeruaknya. Sekertaris Sungmin memberitahunya jika Sungmin telah meninggalkan kantor sekitar sejam yang lalu. Kyuhyun tapak berpikir, Sungmin setidaknya selalu pulang kantor jam setengahdelapan malam paling lambat dan sekarang baru menjelang sore. Kemana pria itu? bathin Kyuhyun.

Ponsel yang sedari tadi ia tempelkan pada telinganya juga tak terangkat, kenapa sejak saat mengantarkan Sungmin pagi tadi di depan rumahnya pria itu seperti bertingkah aneh dan sekarang Sungmin seperti menghindar darinya.

Saat hendak meninggalkan ruangaan kantor Sungmin, Kyuhyun mendapati Sungjin dan menyapa pria yang sudah dia anggap adiknya itu, "Sungjin." Panggilnya.

Pria itu sedikit tersentak, "oh, Kyu hyung. Ada apa kemari?" tidak fokus itulah yang Kyuhyun tangkap dari pergerakan Sungjin.

"Aku janji bertemu Sungmin. Aku di minta hyungmu menunggu disini, dia sedang di toilet katanya." ucap Kyuhyun dengan mata menelisik.

Sungjin menjilat bibir bawahnya, kebiasaan Sungmin menular pada adiknya itu, "Sungmin hyung tidak jadi pergi sendiri?" tanyanya pada diri sendiri. "Apa Sungmin hyung memintamu menemaninya ke rumahmu, Kyu hyung?"

"Apa?!"

.

.

.

Berantakan adalah yang Kyuhyun alami saat ini. Setelah memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi pria itu berlari di perkarangan rumahnya yang luas hanya untuk mencapai pintu depan rumahnya.

Pikirannya bercabang kemana-mana, untuk apa Sungmin ke rumahnya tanpa memberitahukannya terlebih dahulu sebelumnya. Kyuhyun sudah merasa aneh dengan Sungmin saat pria itu sadar dari anemianya dan sekarang benar-benar kejutan kedua untuknya.

Pintu depan berhasil dia buka kenopnya, melangkah dengan lebar hingga ruang tamu adalah tujuannya sekarang. Hingga sampai pada pembatas ruang ia melihat Sungmin yang juga melihat dirinya dengan tatapan terkejut.

Kyuhyun melihat sekilas orang tuanya saat mengintip melewati punggung Sungmin, raut mereka tidak bisa di mengerti lagi oleh Kyuhyun. Pandangan Kyuhyun akhirnya jatuh pada Sungmin yang kini mata merah air hangatnya begitu jelas. Apa Sungmin baru saja menangis? Kenapa?

"Sungmin?" panggil Kyuhyun saat diam dan hening masih menyelimuti aura di sekeliling ruang tamu ini.

Sungmin tak membalas panggilan Kyuhyun, dia membungkuk sebentar sebagai salam dan melenggang pergi melewati Kyuhyun begitu saja tanpa melihat wajah Kyuhyun yang tak lagi dapat terdefenisikan.

Kyuhyun melihat punggung Sungmin yang hilang dari pandangannya, masih belum memproses detik-detik yang sudah terjadi, matanya melihat lagi orangtuanya yang hanya diam saja tak mengutarakan apapun padanya. Hingga berlari mengejar Sungmin adalah tujuannya.

Pria itu sampai di pintu depan saat melihat Sungmin menuju mobil, berlari menjangkau tubuh itu, mencengkram pergelangan Sungmin menuntut sesuatu. Sungmin yang sulit untuk ditebak ini membuatnya gila.

"Kenapa matamu merah? Kenapa pergi kerumahku, menemui orangtuaku tanpa berkata apapun padaku sebelumnya? Apa yang tengah kau pikirkan sebenarnya, Lee Sungmin?" keras dan menuntut itulah Kyuhyun, dia benci ketidaktahuannya.

"Aku... aku membuat pengakuan kepada orangtuamu."

"Pengakuan apa? Mengatakan jika kita dalam suatu hubungan?"

Sungmin mengangguk hingga membuat Kyuhyun bersinar cerah, "Apa kata mereka? Mereka menyetujuinya?" tanya Kyuhyun bertubi-tubi.

Senyum kecil Sungmin hinggap di wajah cantiknya, "Ya, aku bilang mereka tidak seharusnya khawatir karena itu tak akan berlangsung lama." Sungmin menghentikan sejenak, "Kau tidak usah berpura-pura lagi Kyuhyun, kau bisa membenciku sekarang, atau bahkan membunuhku sekalipun."

"Kau bicara apa, Sungmin?!"

Kyuhyun sekarang tidak lagi mengenali pria yang ada di depannya, tidak mengenali lagi Sungmin yang beberapa minggu lalu berhasil menjadi air hangatnya. Sungmin yang sekarang seperti Sungmin ketika mereka pertama kali bertemu bahkan lebih parah. Pandangan Sungmin kosong seperti tak merasakan apapun.

"Tolong benci aku sedalam yang kau bisa. Karena hal itu cukup untuk membayar semua yang kau rasakan. Aku ingin membayar perlakuanmu terhadap kakakmu yang selalu kau benci itu, jadi ubahlah haluanmu, jangan benci lagi pada kakakmu. Benci padaku saja."

Kyuhyun makin mengeratkan pegangannya pada pergelangan tangan Sungmin, "Diamlah. Aku tidak mengerti maksudmu, Sungmin. Bicara yang jelas."

Sungmin menatap mata Kyuhyun dengan tajam, "Kau tahu siapa yang kakakmu tolong ketika seseorang hampir tenggelam di pantai?" Sungmin menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengeluarkannya dalam satu tarikan nafas, "Aku. Aku orang yang di selamatkan oleh kakakmu, orang yang telah membuat kakakmu meninggal. Aku, itu aku."

Pegangan tangan kyuhyun perlahan mengendur dari telapak tangan sungmin hingga terhempas lepas begitu saja.

"Karena itu, mulai sekarang benci padaku, Kyuhyun."

.

.

.

.

"Belum tentu apa yang tampak di luar sama dengan ada yang di dalam. Ada saatnya seseorang punya cara sendiri untuk mengekspresikannya walaupun itu mustahil."

.

.

.

Tbc~

Hai~ ketemu dengan najika lagi... baru sebulan hiatus dan udah publish lagi xp

Ini udah lama sejak tanggal 24 September 2014 jadi hari keraamat untuk JOYers dan KMS seperti saya. Untuk kedua kalinya saya seperti orang gila meraung hingga menangis tengah malam sampai pagi ngga henti-henti. Kejadian pertama itu saat tahu Kyumin udah ngga sekamar lagi, saat dengan kejamnya sungmin mengatakan tidak lagi sekamar dengan kyuhyun. Itu jiwa dan raga KMS saya langsung meledak seperti kompor gas(?).

Jujur saja, pihak yang paling saya takuti dari OTP itu Sungmin walau bias saya Kyuhyun. Jadi ya... apapun tentang sungmin itu meremukkan hati saya dalam sekejap(?)

Seperti yang saya pikirkan tentang sungmin 'punya cara sendiri, walau terlihat kyuhyun yang paling tersakiti disini kan'...

Ternyata dari banyak fanfic yang beredar(?) tentang 24 september itu semuanya bikin air mata meleleh waktu baca, tapi ada satu fanfic buatan salah satu author yang isinya benar-benar menjabarkan apa yang saya pikirkan tentang kyumin. Selamat buat suthornya ya.. kita sepemikiran T_T

Kebanyakan cuap ya, tidak seperti saya yang pemalu(?) ini.. kk~

Thanks always for Reviwers, Favorite and followers Fic ini. Aku selalu sayang kalian..

Sign, Najika