Sore yang teduh dengan angin berhembus dan pohon-pohon yang menggugurkan daunnya menandakan mulai datangnya musim gugur, tidak membuat langkah seorang gadis yang menggendong sebuah tas berisi gitar untuk berhenti berlari karena dinginnya udara awal musim gugur tersebut. Entah apa yang membuatnya berlari begitu terburu-buru. Keringat dingin menetes dari dahinya yang tertutupi oleh poni, tidak mengurangi keindahan wajahnya yang masih terlapisi make up anti air. Puluhan bahkan ratusan pasang mata menatapnya dengan pandangan kaget bercampur heran. Betapa tidak, penampilan gadis itu yang tidak biasa dengan rambut panjang yang diikat dua bagian tengahnya dan entah bagaimana caranya rambut tersebut bisa tegak kaku kesamping dan meninggalkan setengah rambut yang tidak kaku tergantung di ujungnya, eyeliner hitam yang sedikit tebal, kostum terusan selutut yang mengembang pada bagian bawah yang serba hitam serta sepatu boot yang juga berwarna hitam. Secara keseluruhan penampilan gadis yang seperti penyihir yang membawa gitar ini memang mengundang orang untuk melihat dan bertanya-tanya. Bukannya tidak tahu kalau beratus-ratus pasang mata yang melihatnya dengan tatapan kaget bercampur heran, hanya saja saat ini gadis itu tidak punya waktu memikirkannya. Ia tidak peduli dengan kekagetan dan keheranan orang-orang tersebut yang entah karena penampilannya yang nge-rock atau karena mereka menyadari dia adalah Sakura anggota dari Seven Rockie, band yang sedang naik daun. Ekspresi kaget tampak jelas di wajahnya saat menyadari hal itu. Dengan segera ia menundukan kepala untuk menyembunyikan wajahnya tanpa mengurangi kecepatan larinya.

" Bodoh! Bodoh! Bodoh!", umpatnya pelan. Dengan gusar ia menambah kecepatan larinya. Tentu saja ia tidak ingin nama indahnya harus menjadi headline majalah-majalah gosip karena ketahuan sedang dikejar-kejar polisi. Dikejar-kejar polisi? Yah, itulah alasan yang membuatnya berlari-lari seperti ini. Dan jika ditanya tentang kenapa ia bisa dikejar oleh polisi, ia sendiri belum tahu pasti apa penyebabnya. Yang sedikit didengarnya dari Naruto, managernya, semua ini berhubungan aturan baru yang di buat pemerintah tentang larangan bagi anak sekolah untuk bekerja walau sebagai artis sekalipun.

" Cih, yang benar saja, aku bahkan sudah lulus tiga tahun yang lalu", umpatnya dalam hati. Setelah mengatakan hal itu, dengan lantang managernya itu berteriak menyuruhnya lari agar dia tidak ketahuan ada di sini. Dia tidak habis pikir kenapa bandnya harus mempunyai manager bodoh seperti dia. Bagaimana tidak ketahuan kalau suaranya saat meneriakan namanya begitu menggelegar. Sungguh pengamanan yang sangat tidak elit. Tanpa pengawal tanpa mobil tanpa sepeserpun uang yang setidaknya bisa dipakainya untuk menyewa taksi. Dia bahkan sempat merutuk karena tidak membawa jaket atau sejenisnya yang bisa menutupi identitasnya. Dan disinilah dia, dalam pelarian sebagai upaya pengamanan nama baik.

Sakura sungguh meratapi kemalangannya hari ini. Harusnya konsernya hari ini berjalan mulus sesuai rencana, tapi kenapa malah berantakan begini? Sakura memang menyadari umurnya belum genap 17 tahun, tapi bukankah dia sudah lulus?bahkan sudah tiga tahun ia menjadi mahasiswa. Kalaupun karena aturan itu, bukannya aturan itu baru berlaku besok? Dan kenapa polisi bisa mencium jejaknya bahkan sampai mengejarnya begini padahal menurut Naruto, belum ada yang tahu kehadirannya? Apa karena teriakan si bodoh Naruto? Sungguhkah cuma karena itu? Sungguh banyak keganjilan yang berputar-putar di otaknya sekarang.

"Cih, tidak ada waktu untuk memikirkannya. Aku harus cepat sampai ke tempat itu", gumamnya pelan sambil mengambil handphone yang ada di saku tas gitarnya. Ia melihat jam kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Ia tersenyum.

"Sepertinya masih sempat", katanya lagi sambil semakin mempercepat larinya. Tak jauh di depannya sebuah gedung megah bertulis Shibuya International Hotel menyambut kedatangannya. Sepertinya gedung itulah tujuan pelariannya. Setelah sampai di pintu masuk dia segera menunjukan sesuatu yang sepertinya adalah ID Card pada salah satu petugas penjaganya. Petugas yang menerima ID Card itu melihat kartu itu sekilas kemudian memperhatikan Sakura dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sakura yang merasa diperlakukan seperti itu hanya mendengus sambil memutar bola matanya kesal. Ia tahu, amat sangat tahu kalau hotel ini memang diperuntukan orang-orang kelas dunia sebagai tempat pertemuan antar negara ataupun hanya sekedar pertemuan para politikus negara ini sendiri karena itulah penjagaannya begitu ketat. Tapi ayolah, tidak mungkinkan petugas itu tidak tahu siapa dirinya. Bukannya mau menyombongkan diri, tetapi siapa yang tidak tahu tentang identitasnya sebagai seorang penyanyi. Dan bukan tidak mungkinkan seorang publik figur sepertinya menghadiri pertemuan kenegaraan seperti ini. Dan apakah dia ingin karirnya hancur karena tindakan terosrisme kalau itu yang ada dalam pikiran petugas tersebut.

"Haruno Sakura, datang untuk menghadiri pertemuan Red Clouds dan Korea Selatan", katanya menjawab kecurigaan petugas itu.

"Apa yang kau bawa di punggungmu?", tanyanya masih tetap dalam kecurigaannya membuat Sakura semakin kesal.

"Apa kau buta? Kau tidak lihat ini gitar?", bentaknya sambil bercagak satu tangannya di pinggang. "Kalau tidak percaya periksa saja!", teriaknya sambil melempar gitarnya kearah petugas itu. Dengan sigap sang petugas menangkapnya. "Aku tidak punya waktu lagi, biarkan aku masuk! Kalau masih tidak percaya lagi, kau bisa antarkan aku ke Sasori sama pemimpin Red Clouds. Kalau ternyata aku benar-benar peserta pertemuan itu, aku akan memastikan karirmu sebagai petugas keamanan di Hotel ini akan berakhir", ancam Sakura dengan suara tinggi. Dari kejauhan suara sirene mobil polisi terdengar mendekat. Ia menoleh ke belakang.

"Sial! Kalau begini terus aku akan tertangkap!", umpatnya dalam hati. Dia kembali menatap petugas dengan horor.

"Apa kau masih tidak percaya?", katanya dengan suara mendesis menambah kesan horor diwajahnya. Petugas tersebut menelan ludahnya. Meskipun ia masih ragu, tapi mendengar nama Sasori sama dan ditambah ancaman serta wajah menyeramkan Sakura akhirnya dia membuka pintu dengan kartu yang dimiliki. Sakura langsung merampas kembali gitarnya lalu berlari masuk menuju Resepsionis dan menanyakan ruangan tempat pertemuan setelah menunjukan ID Cardnya. Ia langsung berlari menuju lift begitu tahu ruangan pertemuan. Setelah sampai di depan lift ia membenahi penampilannya dari pantulan pintu lift di depannya. Ia tersenyum dan memuji penata riasnya akan keprofesionalnya dalam merias dirinya. Lihat saja make upnya yang tidak terlihat luntur walau setelah habis berlari hampir satu kilometer tadi. Keringatnya yang tadinya menganak sungai kini terlihat sudah menghilang sedikit demi sedikit, kali ini berterima kasihlah pada AC dalam Hotel ini. Namun ia sedikit tertegun saat melihat tatanan rambut dan kostumnya, apa pantas dengan dandanan seperti itu untuk menghadiri pertemuan penting antar negara tersebut. Ia menghela nafas frustasi. Kini dia sadar mengapa petugas tadi begitu tidak percaya padanya. Bukan karena siapa dirinya tapi karena penampilannya. Tapi siapa peduli. Dia bisa saja melarikan diri ke tempat lain dan bukan ke Hotel ini untuk menghadiri pertemuan yang menurutnya menyebalkan itu. Tapi kali ini feelingnya mengatakan ia harus ke sini karena inilah tempat paling aman untuk melarikan diri. Lamunannya buyar saat ia mendengar suara-suara berisik dari luar. Saat ia menoleh ke arah pintu masuk, betapa terkejut ia melihat petugas yang tadi mencurigainya tampak sedang berbicara dengan beberapa orang polisi. Untung posisinya kali ini ditutupi oleh tumbuhan hias yang ada didekatnya. Ia merapat ke tumbuhan hias itu sambil terus memperhatikan rombongan polisi tersebut.

"Apa yang terjadi? Kenapa mereka bisa melacakku sampai di sini?", gumamnya heran sambil mengerutkan keningnya. Ia mendengus sambil kembali memperhatikan petugas keamanan tersebut.

"Akan kupastikan karirmu akan berakhir jika kau mengijinkan mereka masuk", desis Sakura mengulang ancamannya pada dirinya sendir. Namun sekali lagi dia harus berdecak kesal karena petugas itu berbalik dan mengambil kartu untuk membuka pintu.

"Sial", umpat Sakura sambil melihat kearah atas pintu lift berharap pintu tersebut segera terbuka. Bunyi dentingan pintu lift membuatnya bernafas lega. Ia segera masuk dan menekan tombol yang akan dituju. Saat dalam lift handphonenya berbunyi menandakan ada pesan masuk. Segera dibaca pesan itu.

From : Devil Sai

"Matikan handphonemu, ada yang melacak posisimu dari sinyal handphonemu. Handphone Naruto ada di tas gitarmu, pakai saja itu"

"Sial, pantas saja!". Tanpa pikir panjang Sakura segera mematikan handphonenya dan mengambil handphone yang dimaksud Sai teman satu bandnya itu lalu mengetik pesan.

To : Forever Best Friend Sai kun

"Bagaimana kau tahu? Kenapa sampai seperti ini?"

Sedikit mendengus membaca nama Sai yang disimpan Naruto di handphonenya. Satu kata. Menjijikan.

"Apa namaku juga disimpan seperti itu?", batinnya meringis. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. " Cih, tidak ada waktu untuk memikirkan itu!", gumamnya pelan.

"Apa yang terjadi? Kenapa sampai seperti ini? Semua ini seolah-olah aku seperti seorang kriminal kelas berat? Aku bahkan belum mengucapkan satu kata di lirik lagupun?", batinnya tidak mengerti. Keningnya berkerut, tampak sedang berpikir. Ia bersandar di dinding lift sambil menggigit kuku jempolnya. Handphone ditangannya kembali berbunyi. Kali ini dia sedikit berdecak kesal karena Naruto menggunakan lagu Rock kesukaannya sebagai nada dering SMS. Tentu saja hal itu sangat berisik. Sakura langsung membuka SMS itu sebelum gendang telinganya pecah mendengar nada dering dengan volume jumbo itu.

From : Forever Best Friend Sai kun

"Ceritanya panjang Sakura, yang jelas sepertinya ada yang sangat terobsesi untuk menjatuhkan band kita. Ah, lebih tepatnya menjatuhkanmu, Sakura. Aku juga belum tahu pasti, siapa dan kenapa. Ini juga masih asumsiku. Tapi aku mencurigai seseorang. Setelah aku memastikannya, aku akan menghubungimu. Kau bersembunyi dimana?"

Mata Sakura terbelalak membacanya.

"Terobesi? Menjatuhkannya? Siapa?". Begitu banyak pertanyaan yang melintas di kepalanya. Dengan segera ia mengetik pesan untuk Sai. Namun belum sampai ia selesei mengetik, suara pintu lift yang berdenting memaksanya untuk mengangkat kepalanya. Ia melihat angka yang tampil di atas pintu lift. 24. Itu bukan lantai yang dituju. Sepertinya akan ada yang masuk. Saat pintu lift terbuka, Sakura sempat melihat orang yang masuk itu adalah seorang pria berambut merah. Namun ia kembali fokus untuk mengetik pesan kepada Sai tanpa mengacuhkan orang itu. Langkah pria itu sempat terhenti di depan pintu lift tapi kemudian kembali berjalan masuk lift. Mungkin pria itu juga kaget dan heran dengan penampilannya sama seperti petugas tadi. Sakura sadar hal itu tapi ia tidak peduli. Saat ini pikirannya di penuhi dengan orang yang terobsesi menjatuhkannya sama seperti yang dikatakan Sai.

To : Forever Best Friend Sai kun

"SIAPA?! Siapa brengsek yang ingin menjatuhkanku?!"

Sakura berusaha meredam geramannya. Ia benar-benar marah.

"Saat aku tahu siapa kau brengsek, aku bersumpah akan membunuhmu!", desisnya. Pria disebelahnya meliriknya. " Ah tidak sebelum kau kubunuh aku akan membuatmu menderita dulu", sambungnya lagi sambil mengepalkan tangannya di depan dada. Tiba-tiba ponselnya berdering kencang. Membuatnya kaget untuk kedua kalinya dan cepat-cepat membuka SMS yang masuk.

" Si bodoh Naruto! Apa yang ada di otaknya sampai memasang lagu seperti ini! Dia mau membuatku jantungan dan mati!", umpatnya kali ini dengan suara yang cukup keras. Sepertinya ia benar-benar tidak sadar kalau ia tidak sendirian di lift itu. Pria disampingnya sekarang sepenuhnya memperhatikannya. Namun ia tidak peduli atau mungkin lebih tepatnya masih tidak menyadari. Ia membaca SMS di handphonenya dan menggeram.

From : Forever Best Friend Sai kun

"Hahaha...Santai Sakura... kan aku bilang baru mencurigai dan itu masih asumsiku..belum pasti.. aku kan tidak mau dibilang sebagai penggosip. Wah..wah kau tampaknya sangat marah sampai tidak menjawab pertanyaanku "

"Hah santai katanya...?", gumam Sakura pelan sambil tertawa sinis. Dia menyentuh beberapa menu pada layar handphonenya seperti mencari sesuatu. Setelah mendapat apa yang dia cari,ia menyentuh menu call di layar tersebut lalu menempelkan handphone tersebut ke telinganya.

"Hallo?", jawab seseorang di seberang sana.

"Hei bodoh! Bagaimana aku bisa santai? Kau tidak tahu perjuanganku? Aku seperti orang gila tahu tidak! Berlari-lari dengan kostum seperti ini! Aku akan membunuh orang yang membuatku seperti ini!", semburnya tanpa ampun begitu mendengar jawaban dari seberang sana.

"Hahaha aku mengerti aku mengerti. Tenanglah Sakura...".

"Sudah! Jangan banyak bicara! Katakan siapa orang itu!", potong Sakura sebelum Sai menyelesaikan kalimatnya sudah pasti bisa dipastikan berisi kata-kata menenangkan. Tapi bagi Sakura sekarang bukan saatnya untuk tenang. Tangannya sudah gatal untuk mencincang dalang dibalik semua peristiwa yang menimpanya.

"Kan sudah kukatakan aku belum tahu pasti? Orang yang aku curigai itu masih asumsiku belum tentu benar. Aku tidak mau menyebar gosip. Lagipula aku paling tahu kau seperti apa dan aku tidak mau masalah baru muncul karena tindakan brutalmu terhadap orang yang belum pasti pelakunya. Ya kalau benar sih tidak masalah, tapi kalau perkiraanku salah bagaimana?", jawaban Sai yang panjang lebar membungkam mulut Sakura.

"Cih, jangan menghinaku!", balas Sakura tidak terima.

"Aku tidak menghina. Itu kenyataan", jawab Sai santai, membuat Sakura mendengus. "Oh ya tadi kau bilang kau berlari-lari memangnya kau tidak pakai taksi?".

"Kau bilang kau paling tahu aku? Harusnya kau juga tahu dong kebiasaanku? Mana pernah aku bawa uang tunai saat konser? Cih, aku bahkan lupa minta uang padamu, yang terbawa malah handphone menyebalkan si Naruto yang membuatku hampir mati jantungan",

"Hahaha... iya iya maaf aku baru ingat. Pantas saja rutemu aneh dan sangat lambat, ternyata kau lari tidak naik taksi", jawab Sai.

"Rute? Apa maksudmu?",

" Aku melacak sinyalmu lewat GPRS. Rute yang kau lewati tidak mungkin di lewati taksi, itu rute pejalan kaki", terang Sai.

"Kalau begitu kau juga tahukan posisiku sekarang? kenapa tadi kau pakai tanya segala? Mau menghinaku!", bentak Sakura jengkel. Sai hanya terkekeh mendengarnya. " Tunggu dulu tadi kau bilang kau tahu ruteku karena sinyal handphoneku, apa kau tahu aku diikuti juga karena sinyal handphone orang yang mengikutiku?", tanya Sakura lagi.

"Nnggg... seperti itulah".

"Berarti kau kenal dia kan? Siapa dia?".

"Hmm... Sakura tampaknya pembicaraan kita harus berhenti sebentar lagi kami akan tampil. Bye bye", ucap Sai memotong pembicaraan secara sepihak.

" Hei..! aku belum selesei bodoh! Jawab dulu pertanyaanku! Sai ! saiii !",teriak Sakura frustasi. " Dasar brengsek! Aku yang menelepon harusnya aku yang mematikan! Bodoh !", umpat Sakura pada handphone tidak bersalah di tangannya.

Ting ...

Caci maki Sakura berhenti saat mendengar dentingan lift. Ia mendongak. 49. Itu lantai yang di tuju. Ia mendengus kesal kemudian melangkahkan kakinya keluar.

"Sai, aku akan membunuhmu dulu baru membunuh orang itu!", geramnya sambil berjalan. Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan melihat jam handphone di tangannya. "ohh sial...". Entah sudah berapa kali dia mengumpat hari ini. Dengan sedikit berlari ia mencari ruangan bernomor 15. Begitu seriusnya dirinya, ia tidak menyadari kalau pria berambut merah tadi mengikuti langkahnya.

"Ah..itu dia", serunya pelan. Ia memandang pintu itu sekilas. Pintu ruangan itu sedikit berbeda dengan pintu ruangan lain. Ruangan ini berpintu dua. Sepertinya ruangan besar yang memang diperuntukkan sebagai ruangan pertemuan. Di depannya terdapat delapan orang penjaga. Ia kemudian melangkahkan kakinya cepat ke depan ruangan itu. Empat orang penjaga tampak heran dan curiga akan kedatangannya. Tapi empat orang yang lain memberi hormat padanya.

"Nona Haruno, Tuan Akasuna sudah memberitahu tentang kehadiran anda", kata salah satu penjaga padanya setelah sesi memberi hormat. Keempat penjaga yang tadi sempat mencurigainya ikut memberi memberi hormat dengan kelabakan.

"Sudah-sudah tidak usah seformal itu", balasnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya. " Apa Nii chan sudah datang? Sepertinya aku terlambat?", tanyanya lagi.

"Akasuna sama dan rombongan sudah hadir, tapi sepertinya pertemuan belum dimulai",jawabnya. " Akasuna sama menitipkan ini untuk di berikan kepada Nona", sambungnya lagi sambil memberikan sebuah tas hitam.

"Apa ini?", tanya Sakura saat menerima tas itu.

"Akasuna sama menduga Nona Haruno akan datang tanpa persiapan karena itu Tuan menyiapkan semua berkas-berkas di dalam tas ini", jawab penjaga itu dengan sopan. Sakura meringis mendengarnya.

"Kurang ajar! Sasori nii chan benar-benar menyebalkan! Dia mau mempermalukan aku di hadapan mereka!", jeritnya dalam hati. Ia hanya tersenyum membalas penjaga tersebut.

"Ah Sabakhu sama... yang lain sudah menunggu anda". Tiba-tiba salah seorang dari penjaga yang sempat mencurigainya tadi berseru sambil membungkukkan badannya. Sakura reflek menoleh. Pria itu masih berjalan kearah mereka. Seorang pria berambut merah dengan efek hitam disekitar matanya seperti eyeshadow membuatnya tampak misterius. Sakura menaikan sebelah alisnya.

"Nnngg.. apa dia juga seorang penyanyi rock? Wajahnya tampak tidak asing", batin Sakura sambil berusaha mengingat-ingat. Namun kemudian ia memalingkan wajahnya sambil tersenyum. "Untuk apa aku pikirkan! Ini berarti aku tidak perlu khawatir kan dengan dandananku? Ada yang mirip denganku, walau mungkin aku lebih parah hehehe", batinnya lagi sambil cengengesan, namun sedetik kemudian senyumnya hilang diganti ekspresi terkejut.

"Paman sepertinya aku harus masuk, karena kalau aku tetap ada disini mungkin aku tidak akan dapat mengikuti pertemuan ini karena akan ada yang menyeretku pergi", kata Sakura. Ia buru-buru melangkahkan kakinya memasuki ruangan itu diikuti pengawal tadi.

"Hai Nii chan! Kuharap aku tidak terlambat!", sapa Sakura sambil tersenyum lebar begitu membuka pintu ruangan pertemuan. Namun yang disapa hanya diam terlihat jelas kalau ia sangat kesal. " Kenapa?", tanyanya lagi karena merasa tidak dijawab.

"Bisakah kau berbicara dengan sopan Nona Haruno?", jawab Sasori dingin. Sakura mendengus.

"Baik-baik Akasuna sama", ucapnya dengan sedikit menyindir.

"Apa ini anggota Red Clouds yang kata orang-orang sangat profesional? Cih sudah datang terlambat, tidak sopan dan coba lihat dandananmu apa pantas dandanan seperti itu menghadiri pertemuan sepenting ini?", sindir seorang pria berambut cokelat yang Sakura rasa adalah tamu dari Korea.

" Cih, apa-apaan orang ini", batin Sakura . Dia menggunakan Bahasa Jepang?. Sakura mengerutkan alisnya.

" Kenapa? Kau kaget karena aku bisa memakai Bahasa Jepang? Aku rasa orang urakan tidak terpelajar sepertimu pasti tidak mengerti Bahasaku!", katanya lagi seperti bisa membaca pikiran Sakura. Perkataan terakhir benar-benar membuat Sakura habis kesabaran. Ia sudah hendak memuntahkan semua kata-kata makian saat suara seorang pria menginterupsinya.

" Maaf saya terlambat Akasuna sama", katanya sambil membungkukkan badan ke arah Sasori. Sakura menoleh ke arah pria itu. Pria itu kemudian melihat ke arah pria berambut cokelat tadi dan memberi hormat juga. Seorang wanita pirang di samping pria berambut cokelat itu tersenyum.

"Kau sudah datang Gaara?", kata wanita itu. Pria yang ternyata bernama Gaara itu tidak menjawab kemudian berjalan ke arah kursi kosong di sebelah wanita tadi. Sakura tersenyum mengejek.

" Sepertinya yang tidak profesional bukan hanya anggota Red Clouds tapi juga anak buah anda Tuan", ucapan Sakura menghentikan langkah Gaara. Ia menoleh ke arah Sakura. Sasori menghela nafas frustasi. Ia sudah tahu saat seperti ini Sakura pasti tidak dapat dihentikan. Sementara seorang pria berambut panjang di samping Sasori hanya mengulum senyum tipis. Sakura dengan santai memberi tas gitarnya kepada pengawal di belakangnya dan berjalan melewati Gaara menuju kursi kosong di samping pria berambut panjang tersebut. Setiap langkahnya tidak luput dari perhatian Gaara. Ia berdiri di depan kursinya dan menatap pria berambut cokelat itu.

" Dan satu hal lagi!", katanya lagi sambil menatap lekat mata pria tersebut. " It's my style, Sir. And I think that terrible style of jerk politician like you is not match for me". Pria itu tampak tersinggung mendengarnya.

"Hentikan Sakura", kata Sasori pelan. Sakura menoleh ke arahnya lalu kembali menatap pria berambut cokelat sambil tersenyum sinis.

"Tell me why I must can speak Korean? So that I look like a intelektual person or...", Sakura membiarkan kata-katanya menggantung sesaat. Ia menaruh kedua tangannya di meja untuk lebih mendekatkan wajahnya ke pria itu. " Because you can't speak English?", lanjut Sakura masih dengan senyum sinisnya. Wajah pria tadi sudah benar-benar merah padam menahan marah.

"Cukup Sakura!", kali ini Sasori membentak. Sakura memutar bola matanya sambil melipat kedua tangannya kemudian duduk di kursinya.

"Sudahlah Kankuro, kau yang keterlaluan",kali ini suara perempuan disamping pria yang bernama Kankuro itu yang menegur. Kankuro hanya mendengus sambil masih menatap tajam kearah Sakura. Sedangkan yang di tatap membuang mukanya asal. "Gaara kenapa kau masih di situ? Kemarilah", katanya lagi yang kali ini ditujukan kepada pria berambut merah yang sedari tadi masih berdiri dan terus memperhatikan setiap inci ulah Sakura.

"Hn",katanya singkat sambil berjalan menuju tempatnya. Sasoripun berdiri untuk membuka pertemuan. Namun belum sempat ia berbicara suara berisik terdengar dari luar. Sakura mendadak pucat pasi.

"Sial!",umpat Sakura dalam hati. Tak berapa lama suara dobrakan pintu terdengar. Beberapa polisi masuk diikuti beberapa pengawal yang memegang pistol yang agak bingung harus berbuat apa karena mereka adalah polisi Jepang. Sakura memundurkan tubuhnya perlahan dengan maksud menyembunyikan tubuhnya. Seperti dapat membaca pikiran Sakura, pria di sebelahnya memajukan tubuhnya supaya tubuh Sakura tertutupi. Posisi mereka yang menyamping terhadap pintu membuat tubuh Sakura tidak terlihat dari arah pintu. Sakura menoleh ke arah pria itu yang tengah menatap ke arah pintu.

"Itachi nii?",bisiknya pelan karena kaget dan heran. Sakura tidak tahu apa ucapannya tadi di dengar atau tidak karena sangat pelan, namun pria yang bernama Itachi itu hanya mengangguk seperti menjawabnya. Wajah Sakura menjadi merah melihat anggukannya. Entahlah. Perasaan haru karena merasa dilindungi dan malu karena ketahuan sedang dikejar-kejar polisi bercampur jadi satu. Ia tidak sadar kalau tingkah laku keduanya diperhatikan oleh seorang pria berambut merah yang tengah menatap wajahnya yang memerah dengan ekspresi tidak suka.

"Ada apa ini?", Kankuro yang pertama angkat bicara saat melihat polisi-polisi itu masuk. "Sasori sama bukanya ini adalah pertemuan rahasia? Kenapa Polisi Jepang bisa tahu?", tanyanya protes kepada Sasori. Sasori melirik Sakura yang diam dengan wajah pucat. Kini dia benar-benar marah

"Maaf Tuan-Tuan kami tidak bermaksud mengganggu pertemuan anda, kami hanya mencari seorang gadis yang melanggar aturan pemerintah tentang larangan bekerja anak di bawah unur. ",ucap seseorang di antara beberapa rombongan polisi. Tampaknya ia adalah pimpinana dari rombongan polisi tersebut.

"Lalu apa hubungannya dengan kalian memasuki ruangan ini dengan tidak sopan?",tanya Sasori dingin. Pandangan pemimpin polisi tersebut kemudian beralih ke arah Sasori.

"Maafkan kami Tuan. Kami mendengar informasi kalau dia berada di tempat ini. Kami mohon kerja samanya untuk menggeledah tempat ini", jawab polisi itu dengan tenang. Ia kemudian memberi kode pada anak buahnya untuk menggeledah. Sekarang Sakura bukan hanya pucat. Kini keringat dingin mengucur deras di wajahnya. AC di ruangan ini sama sekali tidak membantunya sama sekali.

"Mana surat perintahnya?'. Belum sempat para polisi bergerak, sebuah suara bariton seorang pria menginterupsi. Itachi. Sasori menatap Itachi dengan wajah yang menahan amarah. Gaara menatapnya dengan pandangan datar. Sedangkan Sakura hanya berani melirik ke arah Itachi. Semenjak mendengar kata "geledah" yang terlontar dari mulut polisi tadi, jangankan menoleh, bernapas saja Sakura tidak berani. Itachi sendiri berbicara tanpa memandang siapapun. Dia menatap lurus ke depan dengan ekspresi datar.

"Maaf?'. Polisi tadi tampak bingung dan ingin memastikan perkataan seseorang yang baru di dengarnya tadi.

"Aku tanya mana surat perintahnya?", ucap Itachi lagi. Pandangan polisi tadi beralih ke arah Itachi. " Apa kau membawanya?",tanyanya lagi.

" Maaf Tuan, ini adalah inspeksi mendadak yang di adakan untuk mentertibkan pelanggaran di hari pertama pemberlakuan peraturan...",

"Aku tidak butuh penjelasanmu. Aku hanya bertanya apa kau bawa surat penggeladahannya?",potong Itachi sebelum polisi itu menyelesaikan penjelasannya. Polisi itu menghela nafas.

"Kami tidak membawanya tuan", kata polisi itu akhirnya.

"Kalau begitu kalian tidak berhak menggeledah ruangan ini apalagi hanya karena laporan yang tidak terbukti kebenarannya", kata Itachi masih dengan wajah datarnya.

"Tapi laporan ini berasal dari orang yang ter...",

Braakkk!

"APA KAU TULI?!".

Sakura terlonjak kaget. Wajahnya tambah pucat dan matanya molotot melihat Sasori yang wajahnya merah marah. Gaara melirik Sasori lalu melihat kearah Sakura. Itachi tetap menatap lurus tanpa ekspresi. Ucapan petugas polisi terputus karena gebrakan meja oleh Sasori dan teriakannya. Suasana menjadi tegang seketika.

"APA KAU TIDAK DENGAR APA KATANYA?!MANA SURAT PERINTAHNYA!", geramnya. "Apa kau tidak tahu siapa yang sedang berada di pertemuan ini?!HAH!". Sasori berusaha mengatur nafasnya. "Apa kau tidak punya otak sampai mempercayai seorang kriminal ada di tengah pertemuan antar negara ini!",bentaknya lagi. Kriminal? Entah Sasori sedang membelanya atau menyindirnya, Sakura tidak tahu. Yang jelas saat seperti ini dia tidak berani untuk memprotes apapun yang keluar dari mulut Sasori. Pemimpin polisi itu terdiam. Ia menatap orang-orang yang berada di sisi berlawanan Sasori. Ia tahu benar siapa orang-orang itu. Matanya menangkap Kankuro, yang diketahuinya adalah menteri pertahanan Korea Selatan. Dan ia sadar, tanpa surat perintah ia tidak berhak untuk menggeledah tempat penting seperti ini.

"Apa orang yang memberi kalian laporan pada kalian lebih penting dari orang-orang yang berada di tempat ini?",suara Sasori mengalihkan perhatian pemimpin polisi tersebut. Ia masih bungkam, hanya menatap Sasori dengan kerutan di dahinya. "Kalau begitu pergi dan beritahu padanya untuk membuat surat perintah dulu untuk menggeladah pertemuan antar negara ini! Dan beritahu padanya juga untuk bersiap-siap menanggung akibatnya kalau ternyata tidak ada orang yang kalian cari!",katanya lagi dingin. "APA YANG KALIAN LAKUKAN!". Kali ini Sasori berteriak kepada para pengawalnya. "Segera antar keluar tamu-tamu tak di undang ini keluar!",bentaknya lagi. Seluruh pengawal dari pihak Sasori segera memblokir jalan para polisi dengan pistol di tangannya. Seorang anggota polisi tidak mau kalah, ia ikut menodongkan pistolnya yang kemudian diikuti oleh anggota yang lain kecuali pimpinan polisi itu. Melihat hal itu pengawal dari pihak Kankuro juga ikut mengeluarkan senjatanya. Bukan untuk membela pihak Sasori tapi untuk melindungi atasan mereka. Walau mereka tampak seperti ada dipihak Sasori. Dan kalau dilihat dari jumlah, para polisi itu akan kalah kalau terlibat adu tembak. Dan otak jenius pimpinan polisi itu tahu akan hal tersebut.

"Tuan segeralah keluar dari ruangan ini dengan baik-baik!",kata salah satu pengawal itu. Pemimpin polisi itu mendengus sebentar lalu menatap Sasori sesaat dan mengedarkan pandangannya ke semua orang yang berada di ruangan itu. Tiba-tiba matanya menangkap seseorang yang setengah tubuhnya tersembunyi di balik pria yang tadi meminta surat perintah tersebut. Sakura.

"Ayo kita pergi",ujarnya singkat pada anak buahnya sambil masih terus menatap ke arah Sakura yang tersembunyi.

"Tapi Shikamaru san...". Polisi pertama kali mengeluarkan pistol itu hendak memprotes sebelum akhirnya terpotong dengan ucapan Pemimpin Polisi yang bernama shikamaru itu.

"Apa kau tidak dengar tadi? Kita tidak punya surat penggeledahan. Kita tidak berhak menggeledah tempat ini. Apalagi ini adalah pertemuan antar negara. Kita akan mendapat masalah lebih besar dari ini!". Ia menghela nafas sambil memejamkan matanya. "Lagipula Suigetsu, kalaupun ia benar ada di sini, sepertinya ia punya posisi yang penting di negara ini. Kalau kau tidak ingin mendapat masalah segeralah keluar dari sini". Sakura menegang mendengar nama Suigetsu. Nama itu seperti tidak asing di telinganya. "Kalau kau masih ingin melaksanakan perintah wanita itu, urus dulu surat perintah penggeledahan. Tapi aku yakin begitu surat itu keluar tempat ini sudah kosong",ujar Shikamaru sarkastik. Sakura membelalakan matanya saat menyadari kata "wanita itu" dari mulut Shikamaru. Dia ingat sekarang dan hal itu membuatnya marah. Ia reflek memajukan tubuhnya dan menatap garang ke para polisi itu bersamaan Shikamaru yang membalikan tubuhnya. Kini rasa takutnya sirna. Shikamaru sendiri bukannya tidak sadar dengan kemunculan Sakura tiba-tiba. Ia melihat wajah garang Sakura sedetik sebelum ia berbalik. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak mau membuat masalah yang dapat membuatnya repot. Dia tahu sebenarnya tidak perlu mengejar Sakura yang notabenenya tersangka pelanggar peraturan sampai sejauh ini. Dia bisa saja mengatakan kalau tersangka kabur dan mereka kehilangan jejak, jika saja rekannya Suigetsu tidak mengatakan kalau Sakura berada di Gedung ini dan membuatnya harus mengejarnya sampai disini. Awalnya ia setuju mengejar Sakura untuk menjalankan tugasnya. Tapi kalau akhirnya harus seperti ini lebih baik ia mundur. Apalagi ia tahu siapa yang memberitahu keberadaan Sakura dan modus di balik pengejaran ini.

"Perempuan benar-benar merepotkan",katanya dalam hati sambil menghela nafas. "dan juga mengerikan". Kali ini dia mengatakan dengan lirih. Sementara Sakura yang tadinya hendak berdiri untuk memuntahkan seluruh caci maki begitu sadar siapa dalang dibalik semua pengejaran ini, terhenti saat Itachi menahan tangannya. Ia melirik Itachi sebentar lalu hanya diam sambil melayangkan tatapan membunuh pada Suigetsu. Suigetsu sendiri terkejut melihat Sakura dan hendak mengatakan sebelum sebuah tangan memegang pundaknya.

"Kau sudah dengarkan kata-kataku tadi kan? Kau sadar siapa dia? Kalau kau tidak mau dapat masalah, keluar dari sini! Jangan libatkan masalahmu dengan masalah kedua perempuan itu. Mereka itu merepotkan",kata Shikamaru santai. Suigetsu hanya menatapnya dengan kesal. Namun ia tidak berkata apa-apa. Ia berdecak kesal kemudian melempar pandangannya lagi ke Sakura. Sakura membalas dengan pandangan tak kalah sengit. Ia mengepalkan tangan di depan dadanya kemudian mengacungkan jari tengahnya.

"Fuck you", katanya tanpa bersuara. Suigetsu yang sepertinya mengerti apa yang Sakura katakan melalui gerakan mulut hanya mengepalkan tangannya untuk menyalurkan amarahnya. Sakura tersenyum sinis padanya. Ia segera menarik tangannya agar tidak ketahuan yang lain. Tentu saja semua hal tadi dilakukan sembunyi-sembunyi. Ia tidak mau imagenya rusak lagi di depan pria bernama Kankuro itu. Tapi sepertinya ia tidak sadar kalau Gaara sedari tadi menatapnya termasuk saat dia memaki Suigetsu.

"cih". Suigetsu akhirnya mengikuti langkah Shikamaru keluar dari ruangan itu diikuti oleh semua anggota polisi yang lain. Begitu polisi-polisi itu keluar dari ruangan itu, Sasori melirik tajam ke arah Sakura. Sakura yang merasa ada hawa tidak enak kemudian menoleh ke arah Sasori. Saat melihat lirikan Sasori dan hawa mengerikannya, Sakura salah tingkah dan hanya bisa tersenyum kaku.

"Sepertinya kalian harus menyelesaikan masalah ini dulu!". Sebuah suara mengiterupsi kekakuan diantara Sasori dan Sakura. "Setelah selesai, kami akan pikirkan lagi tentang kerjasama ini", Kankuro membuka suara lagi kemudian beranjak berdiri. Sasori terkejut mendengarnya.

"Tunggu Kankuro sama! Ini hanya sebuah kesalahpahaman! Kami tidak...",

"Beberapa kali kami menjalani kerjasama dengan Perusahaan kalian, ini adalah kejadian paling memalukan yang pernah aku lihat". Belum sempat Sasori menyelesaikan kalimatnya suara Kankuro memotongnya. "Dan kuanggap ini sebagai kemunduran perusahaan kalian", lanjutnya lagi. Sasori membeku. Sakura mengerutkan alisnya. Itachi menatapnya datar. Kankuro tersenyum sinis menatap Sakura. "Aku tidak tahu ada apa sebenarnya. Tapi kejadian memalukan yang terjadi saat pertama kali menghadiri pertemuan bukankah itu tambah merusak imagemu yang sudah buruk?". Telinga Sakura panas mendengar perkataan Kankuro tadi. Tentu dia tahu siapa yang dimaksud Kankuro. Ia mengepalkan tangannya menahan marah. "Dan gagal memimpin rapat bahkan untuk membuka mulut saja tidak sempat disaat pertama kali memimpin rapat bukankah itu merupakan kemunduran kualitas generasi?". Habis sudah kesabaran Sakura. Ia menaiki meja dengan posisi duduk menumpu di sebelah kakinya yang berlutut dan menarik kerah Kankuro dengan sebelah tangannya.

"Tarik semua ucapanmu brengsek! Kau boleh menghinaku! Tapi tidak akan kumaafkan kalau kau menghina Nii chanku!", teriaknya sambil mengepalkan tangannya di udara mengambil ancang-ancang untuk memukul Kankuro. Kankuro menegang menatap mata Sakura yang marah. Ia terlalu kaget mendengar kata-kata Sakura tadi sehingga hanya bisa terdiam. Sakura yang habis kesabaran karena mengira kankuro tidak mau meminta maaf akhirnya melayangkan tinju ke wajah Kankuro. Tinju itu hampir mengenai Kankuro kalau saja sebuah tangan tidak menahan tangan Sakura. Itachi. Sebelah tangan Itachi yang lain kemudian melingkar di pinggang Sakura dan menariknya turun dari meja. Beberapa anak buah Kankuro yang ada di ruangan itu segera mengeluarkan senjata dan mengarahkannya ke Sakura dan Itachi. Perempuan yang ada di sebelah Kankuro ikut berdiri dan memegang bahu Kankuro yang tampak terkejut untuk memastikan ia baik-baik saja. Sasori melotot melihat kejadian barusan. Sungguh ia tidak habis pikir Sakura akan senekad itu di hadapan seorang Menteri Pertahanan Korea Selatan. Hanya Gaara yang tetap duduk tenang seperti seolah-olah kejadian barusan hanya sebuah adegan drama. Sebenarnya untuk beberapa detik pemuda berambut merah itu tampak terkejut mendengar teriakan Sakura yang terakhir namun ekspresi itu segera menghilang terganti dengan sikap dingin seperti biasa namun sebuah seringai tercetak jelas di wajahnya.

"Lepaskan! Lepaskan aku!", teriak Sakura meronta-ronta di dekapan Itachi.

"Maafkan kelancangan kami Kankuro sama",ucap Itachi sambil masih memeluk Sakura yang meronta-ronta. Kepalanya menunduk sebagai tanda ia sangat meminta maaf.

"Apa yang kau katakan Itachi nii! Harusnya dia yang minta maaf!", bentak Sakura menunjuk Kankuro dengan tangan kirinya yang masih bebas.

"Diamlah Sakura",ucap Itachi tenang setengah berbisik. Sakura mendengus.

"Hah!",teriaknya sambil menyibak kasar poninya. Kini ia tidak meronta-ronta lagi. Tapi Itachi masih memeluk pinggangnya dan memegang tangannya.

"Tolong maafkan semua kejadian memalukan dan kelancangan kami Kankuro sama. Dan tolong pikirkan lagi kerjasama kita. Sungguh kejadian tadi di luar perkiraan kami. Dan kami akan segera mengurus pihak-pihak yang membuat kekacauan tadi", kata Itachi lagi. Kankuro mendengus. "Akan aku pertimbangkan",ucap Kankuro sambil menatap Itachi. Lalu beralih ke arah Sasori. "Maafkan ucapanku tadi", kata Kankuro singkat. Sasori yang masih melotot segera sadar dan menundukan kepalanya.

"Maafkan kelancangan kami Kankuro sama", balas Sasori hormat. Kankuro hanya mengangguk singkat. Lalu matanya beralih ke Sakura. Ia menatap gadis itu dengan ekspresi sukar di tebak. Sakura tidak mau kalah ia balik menatap Kankuro dengan tatapan sengit. Waktu Sakura meneriakinya karena tidak terima Sasori dihina tadi, sesaat ia seperti melihat seluet wajah yang tidak asing di masa lalu. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke Gaara. Pemuda itu tampak menyeringai sambil menatap Sakura tanpa berkedip. Ia memejamkan mata dan menghela nafas.

"Sudah kuduga",gumamnya dalam hati. "Gadis liar",ucapnya kemudian. Sakura mendelik tidak terima.

"Apa kau bilang?!",teriaknya kembali meronta. Itachi menghela nafas sambil mengeratkan pelukannya di pinggang dan cengkeraman tangan Sakura. "Kau pria brengsek dan sombong!", jeritnya lagi.

"Sakura!",bentak Sasori. Sakura terdiam tapi raut kekesalan tercetak jelas di wajahnya. Kankuro kembali menatapnya.

"Huh... Ayo kita pergi", perintahnya sambil melangkahkan kaki keluar ruangan.

"Kami permisi", wanita yang tadi berada di sebelah Kankuro memberi hormat. "Ayo Gaara", katanya pada pada Gaara disusul Gaara yang berdiri. Wanita itu melangkahkan kaki mengikuti Kankuro sedangkan Gaara masih berdiri menatap Sakura yang tengah menatap kesal Kankuro yang sedang berjalan keluar. Ia menyeringai lagi dan hal itu tidak luput dari pandangan Itachi yang tengah menatapnya. Seringainya hilang saat ia menyadari tatapan Itachi. Ia menatap Itachi lalu beralih ke tangan Itachi yang berada di pinggang Sakura. Ia sempat mendengus sebelum akhirnya menyusul Kankuro. Rombongan itu keluar di antar dengan tatapan tidak suka dari Sakura. Saat sudah berada di luar ruangan, tidak ada yang menyadari ketika Gaara kembali menyeringai. Mereka hampir mencapai lift ketika ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang.

"Ada apa Gaara?",tanya wanita yang tadi bersama mereka. Kankuro ikut berhenti dan menoleh ke Gaara saat mendengar pertanyaan wanita itu.

"Hn",

"...",

"Apa boleh aku minta satu hal Nii san? Nee san?