Disclaimer :

Naruto by Masashi Kisimoto

A Year by Sora Kamikaze Kira

Main Character :

Sasuke Uchiha

Sakura Haruno

Rating :

Teen

Warning! Mengandung unsur kemesuman Uchiha Sasuke dan unsur kedramatisan (baca: kelebay-lebayan), OOC, misstype dan masih butuh banyak bimbingan, kritik, dan saran.


A YEAR

Chapter Two

Hari berikutnya pagi-pagi sekali syuting dimulai seperti biasa, masih di Konoha Park. Naruto, sahabat karib Sasuke akan bersikap sangat tegas ketika menyangkut pekerjaannya. Padahal di luar itu ia bertingkah konyol. Suigetsu, sahabat karib Sasuke yang lain mengambil peran sebagai kakak Karin yang berusaha untuk melindungi adik perempuannya dari pria-pria yang ingin mendekatinya.

Bunyi derit ayunan terdengar samar-samar. Ayunan itu berayun dengan pelan sesuai dengan irama orang yang mendudukinya. Gadis berumur 16 tahun itu melamun, diam dalam keramaian sekitarnya. Hari ini masih bisa dihitung dengan jari berapa patah kata yang diucapkannya, ia tak bisa bicara banyak.

Jadi manager ataupun tidak, hidupnya tetaplah sama. Sesuram seperti 6 tahun belakangan. Tidak, dia bukan jadi seorang manager yang masih bisa hidup bebas dengan dunia pribadinya. Tapi ia hanyalah sebuah boneka mainan kepunyaan Uchiha Sasuke. Setelah boneka itu rusak, pastilah dibuang. Sakura meringis miris, tak pernah sekalipun terlintas dalam otaknya menjadi boneka ataupun hidup dalam tangan orang lain.

Mungkin saja dia melaporkan ke pihak berwajib. Tapi setelah di pikir-pikir, Sasuke seperti bayangan yang bisa mengetahui apa yang ia lakukan sekarang. Seakan-akan mata Sasuke ada dimana-mana.

"Saku... Sakura?"

"I-iya? Ah Ino!" Sakura tersadar dari lamunannya. Memeluk Ino dengan rindu. Gadis Yamanaka itu masih mengenakan pakaian sekolah, padahal ini sudah menunjukkan pukul tujuh tepat, kelas sudah dimulai sekarang.

"Sakura, ceritakanlah padaku apa yang terjadi! Bagaimana kau bisa menjadi manager dari Uchiha Sasuke? Oh ya ampun itu sangat beruntung, melihatnya setiap hari dan wow! Semobil dengannya? Kemarin aku melihatmu di acara Seleb News Live dan hari ini aku melihatmu lagi di majalah Jepang!" ucap Ino dengan heboh dan menggebu-gebu. Sakura tersenyum kecil.

"Ceritanya sangat panjang Ino. Singkatnya, setelah dipecat dari toko kue itu aku langsung ditawari menjadi manager. Kupikir gajinya lumayan dan kesempatan untuk mencari pekerjaan karena tidak ada yang mau menerimaku, karena kau tahu kita kadang dianggap masih kecil," balas Sakura panjang lebar. Sepertinya mood-nya berubah jadi baik.

"Juga kesempatan untuk berdekatan dengannya 'kan?" Ino mencibir walaupun dia juga hanya bercanda.

"Tidak, tidak, pemuda menyebalkan seperti dia? Aku tidak tertarik," Sakura menggelengkan kepalanya. Kemudian ia teringat sesuatu, "Kenapa kau tidak pergi ke sekolah?"

"Aku sedang bolos karenamu. Semenjak kau jadi managernya kenapa tidak sekolah?"

Sakura diam, ia harus berbohong lebih lagi.

"Ng..."

"Saku, jika kau benar-benar membutuhkan uang, aku bersedia membantumu, jadi kau tak perlu repot mencari uang. Kau bisa tinggal bersamaku," Ino memegang pundak Sakura lembut.

Sakura berfikir. Tidak. Mana mungkin ia bisa tinggal bersama Ino sedangkan dirinya sekarang terikat oleh Sasuke. Dan Sakura juga takut ayahnya akan melakukan hal lebih buruk dari ini. Sakura menggeleng pelan, dia benar-benar takut pada ayahnya.

"Maaf Ino, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini. Aku harus pergi, ada urusan yang lain," Sakura meninggalkan Ino dengan mimik yang sulit diartikan. Ini justru membuat Ino merasa Sakura menyembunyikan sesuatu darinya.

.

.

Uchiha Itachi menatap serius sebuah majalah remaja yang sangat tren akhir-akhir ini. Pada sampul depannya terpampang jelas wajah adik satu-satunya itu. Memang sudah sering Sasuke jadi topik utama dalam media massa, namun kali ini disampingnya ada seorang gadis –Itachi yakin umurnya jauh lebih muda daripada Sasuke. Ia mengeriyitkan dahi. Kenapa dia tak bilang kalau dapat manager baru?

Tatapan kurang percaya dilontarkannya pada gadis itu. Mungkinkah dia bisa dipercaya? Dia harus menemui gadis itu segera.

"Kaasan yakin?"

Mikoto mengangguk. Ia letakkan tas kecilnya diatas pangkuan. AC menghembuskan semilir udara sejuk di ruang kerja Itachi. Pria itu mengubah sedikit posisinya. Meletakkan majalah itu, menempelkan tangannya ke dagu.

"Kau begitu serius sekali dengan perjodohan Karin dan Sasuke-kun?" tanya Mikoto. Itachi menyenderkan punggungnya ke kursi. Menghela nafas panjang.

"Bukannya Kaasan sendiri yang menyuruhku?"

"Itachi-kun, kita sudah mempertemukan mereka lebih dari 15 tahun, tapi sampai sekarangpun Sasuke terlihat sama sekali tidak tertarik dengan Karin. Kaasan sudah memutuskan untuk menyerahkan pilihan kepada Sasuke," dahi Itachi mengerut, dia tidak setuju dengan pendapat ibunya yang mungkin akan berpengaruh ke karir dan perusahaan nanti.

"Tapi Kaasan, tanpa Uzumaki Group kita bukan apa-apa. Lihat Naruto, dia menentang aturan keluarga dan langsung di depak dari sana. Apalagi kita? Lagipula Otousan pasti juga tidak setuju ini dibatalkan begitu saja," protes Itachi dengan sopan.

"Perintah mendiang Mito Uzumaki memang tidak bisa dibantah. Tapi hal itu juga tidak akan terjadi jika mereka memang tidak saling mencintai, terutama Sasuke," balas Mikoto.

"Aku punya cara sendiri Kaasan..." setelah berkata demikian Itachi segera pergi dari ruangannya. Tidak ingin melanjutkan perdebatan lebih dari ini.

.

.

Few month later

"Karin, ayo kita menikah," perempuan berambut merah itu menutup mulutnya kaget. Bibir merahnya menyunggingkan senyum manis. Di tatapnya pemuda yang lebih muda darinya itu, mengenakan seragam kelulusan dan sekarang sedang menyelipkan lingkaran simbol cinta mereka di jari manisnya. Indah sekali...

"Ya, Sasuke-kun... Ya..." gadis berambut merah bernama Karin memeluk pria itu –Sasuke dengan erat.

"CUT!" teriak Uzumaki Naruto selaku sutradara menggunakan toa. Semua kru bertepuk tangan. Dan lihatlah Karin masih saja betah memeluk Sasuke. Siulan-siulan menggoda mulai terdengar. Well, hanya saja ada seorang gadis yang masih duduk termenung dan menatap kosong kearah mereka.

Gadis itu –Haruno Sakura, menyunggingkan senyum hambar. Begitu mudah orang menikah, namun tak sedikit juga yang akhirnya berpisah. Sakura sudah lama berfikir, mungkin, untuk ukuran orang seperti dirinya tak perlu menikah. Ah, hanya pikiran bodoh.

"Teme, kau sadar tidak sih Karin menyukaimu sejak lama?" Naruto bertanya dengan nada sedikit bercanda. Kini mereka berjalan-jalan mengelilingi sekolah, Konoha High School tepatnya. Scene terakhir dalam film memang sengaja ditempatkan di sekolah, dan kau tahu, semua murid-murid disini sudah menjerit heboh melihat artis-artis yang disukainya datang ke sekolah. Apalagi melihat Sasuke-Karin berakting secara langsung.

Sasuke melonggarkan dasinya, melirik Naruto dan hanya menanggapi dengan kata 'Hn' khasnya. Dia tidak mau memperpanjang urusan lagi kalau soal Karin. Sahabat karibnya itu berucap lagi, "Dasar Teme, kalian kan sudah bertemu sejak lama... lagipula Karin sepertinya juga tulus mencintaimu. Bagaimana kalau, scene terakhir film kau jadikan kenyataan?"

"Jangan bercanda."

"Aku serius Temeee!"

"Ah ternyata kalian di sini," terdengar suara baritone menginterupsi dari belakang mereka. Uchiha Itachi berdiri beberapa meter dari tempat Naruto dan Sasuke. Di samping pria itu sudah ada gadis yang sedari tadi mereka bicarakan, Karin. Itachi menginterupsi lagi agar Naruto pergi dari tempat karena pembicaraan penting ini.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sasuke menatap malas kedua orang itu.

"Baka Otouto. Aku 'kan produser sekaligus managermu," jawab Itachi.

"Aku sudah punya manager sendiri," elak pemuda berambut raven itu. Karin yang sedari tadi berada diantara mereka angkat bicara juga, "Kupikir Itachi-nii ingin membicarakan sesuatu yang penting?"

"Oh, benar. Mari kita cari tempat yang nyaman."

.

Uzumaki Karin tersenyum sangat lebar. Sangat kontras sekali dengan ekspresi Uchiha Sasuke yang menegang. Di depan mereka berdua Uchiha Itachi selaku kakak Sasuke menatap kedua insan itu dengan tatapan serius. Sepertinya ini adalah kejutaan di akhir film.

"Kenapa tidak kau saja yang menikah?" Sasuke membuka suara setelah keheningan panjang itu. Karin mendelik kearah Sasuke.

"Keputusan beliau tidak bisa diganggu gugat, lagipula Karin juga setuju," balas Itachi.

"Apa ada yang kurang dariku Sasuke-kun? Apa yang salah?" ucap Karin namun bungsu Uchiha itu tak mau menjawab. Bukan masalah kurang, tapi Sasuke benar-benar tidak berfikiran untuk menyukai teman aktingnya itu. Mereka emang selalu bersikap seperti pasangan kekasih didepan semua orang, tapi itu hanyalah sebatas sandiwara belaka.

Sasuke bangkit dari tempatnya, pergi keluar ruangan itu tanpa sepatah apapun. Baik Karin maupun Itachi menatap Sasuke bingung dan mengikuti arah pemuda itu. Mereka berdua hanya bisa terdiam menatap apa yang terjadi.

"Minuman untukmu, seperti biasa," cibir Sakura menyerahkan botol air mineral dingin kearah Sasuke. Pemuda itu tersenyum tipis kemudian mulai meneguk separuh isinya, setidaknya air ini bisa menenangkan pikiran sejenak.

"Apa kau sedang merencanakan sesuatu yang 'jahat' Uchiha?" gadis berambut pink kembali bersuara dengan tatapan curiga. Dengan cepat pemuda itu menarik tengkuk Sakura dan mendekatkan bibirnya tepat di cuping telinga gadis itu.

"Persiapkan dirimu untuk permainan malam ini, Saku..." Sasuke berkata dengan sangat seksi –justru membuat Sakura bergidik ngeri. Jangan salah paham pada dirinya, Sasuke memang selalu menggodanya walaupun dia tidak benar-benar serius. Tapi itu cukup –lebih dari cukup untuk membuatnya merinding.

"Tidaaaak!"

Sedang dua orang yang menatap mereka dari jauh menatap mereka tak percaya. Itachi hanya bisa berguman, "Sudah kuduga."

"Kuharap pernikahan ini tidak dibatalkan," ucap Karin menatap Itachi. Itachi paham betul apa yang dirasakan Karin saat ini. Antara kecewa, marah atau sedih, yang jelas gadis itu pasti tidak terima Sasuke berada disamping orang lain sedangkan dirinya sudah bertahun-tahun mengejar pemuda itu. Karirnya saat ini juga karena Sasuke, Karin rela meninggalkan cita-citanya sebagai dokter untuk bersama Sasuke beradu akting. Semuanya untuk Sasuke, apapun.

.

.

Malam ini Sakura meneguk ludahnya susah payah yang entah kenapa tiba-tiba menyangkut di tenggorokan. Salahkan Sasuke yang menyeretnya jalan-jalan di mall, tanpa penyamaran sedikitpun. Ingatlah Sasuke, paparazi ada dimana-mana. Sebenarnya tujuan Sasuke kemari adalah untuk menonton film di bioskop biasa. Tapi entah kenapa jadinya malah berputar-putar mengelilingi mall. Setiap Sasuke melangkah pasti ada suara histeris dan jepretan kamera dimana-mana.

Bukan itu sih sebenarnya yang membuat Sakura ngeri, tapi tangannya dan Sasuke. Dua buah gelang besi itu melilit tangan kiri Sakura dan tangan kanan Sasuke. Apa yang barusan dipikirkan oleh orang ini? Memborgol? Memang Sakura buronan apa? Oke Sakura, tenang… jangan menyiksa Sasuke disini. Bisa-bisa ia benar-benar jadi buronan nanti.

Sakura harus tetap tenang dan bahkan menjadi orang paling tabah saat itu juga karena fans-fans Sasuke terlalu hiperaktif dan selalu mendorong-dorong dirinya saat mereka mengerumuni Sasuke. Ingatkan Sakura untuk mencincang Sasuke besok.

"Kyaaa! Sasuke-kun!

"Setampan yang ada di tivi!"

"Hn. Terimakasih," ucap Sasuke datar, tapi itu malah membuatnya semakin terlihat keren di depan fans-nya. Mereka berteriak histeris berkali-kali sampai membuat gendang telinga Sakura bergetar.

"Kyaaaa!"

"Hah, U-uchiha… hah, bukankah kita tidak seharusnya disini?" ucap Sakura tersenggal-senggal. Sasuke segera menyadarinya, "Semuanya, aku harus pergi."

Tanpa menunggu respon apa yang mereka berikan Sasuke sudah menyeret Sakura yang hampir pingsan kearah bioskop yang tersedia di mall. Walaupun masih banyak gangguan tapi kali ini Sasuke tidak ingin bermain-main lagi. Sasuke segera memesan tiket dan masuk ke dalam salah satu ruangan. Membawa Sakura duduk di kursi paling atas yang ada di pojok.

Film akan diputar sekitar 2 menit lagi. Dengan setengah sadar dan malas, Sakura bertanya, "Film apa ini Uchiha?"

"Bloody Monday. Aku tahu selera filmmu Ha-ru-no," ucap Sasuke dengan nada dramatis. Hell, Sakura membelalakkan matanya. Ia langsung terbangun mendengar judul film itu. Darimana Sasuke tahu kalau… Sakura takut melihat film horror?

"HAH?! Tidak-tidak," Sakura menatap tajam Sasuke yang menyeringai.

"Berteriak atau menutup mata sama dengan 1 ciuman. Jadi, nikmati saja filmnya…" Sasuke menyenderkan punggung di kursi dan memasang posisi senyaman mungkin. Dari awal film mulai diputar, sudah terlihat hal-hal mengerikan yang membuat Sakura menjerit.

"Kyaa!" tanpa basa-basi Sasuke langsung menyerang Sakura. Beberapa menit kemudian muncul sosok menggerikan –lagi-lagi membuat Sakura menjerit dan menutup matanya. Kini tiga ciuman sudah ia dapatkan, tidak… ini harus diakhiri!

"Kau kalah Haruno," ucap Sasuke menatap Sakura yang memasang wajah tegang.

"Aku tidak akan kalah!"

.

Tujuh belas total ciuman hari ini, hanya gara-gara melihat film horror yang pasti Sasuke sengaja memilih film yang paling banyak menampilkan makhluk-makhluk mengerikan. Sakura melangkahkan kakinya berat mengikuti Sasuke menuju salah satu restoran cepat saji yang ada di mall.

Setelah mendapatkan tempat duduk Sakura langsung meletakkan kepalanya ke meja. Ia sangat malas berdebat dengan Sasuke karena ciuman-ciuman itu. Tangan kirinya juga mulai terasa perih karena borgol yang mengikat di sana. Sasuke membuka pembicaraan, "Sebenarnya kau sangat menikmatinya 'kan, Haruno?"

"Ingin sekali aku menonjok wajahmu, Uchiha," jawab Sakura malas. Sasuke tidak merespon dan memesan makanan kepada pelayan di sana. Dimanapun sama saja, pasti semua orang menatap Sasuke kaget dan terkagum-kagum, tapi kalau melihat Sakura, wajah anehlah yang mereka tunjukkan. Jadi Sakura tidak akan kaget jika besok dia masuk di acara gosip atau majalah lagi.

Makanan pun datang, satu porsi sup ikan ukuran sedang dengan ekstra saus tomat diatasnya. Kenapa hanya memesan satu? Sakura juga lapar.

Sasuke mulai mengangkat sendok dan sialnya tangan Sakura begitu menghambatnya makan. Salah sendiri memasang borgol di tangan kanan. Tapi bukan Uchiha namanya kalau melakukan sesuatu tanpa rencana. Dia berkata, "Suapi aku."

"Apa? Uchiha, kau bukan lagi seorang balita," ucap Sakura meledek. Sasuke meletakkan sikunya di meja dan menopang dagu. Dia menyeringai lagi, "Kau ingin aku melakukannya di sini?"

Tanpa berkata apapun lagi Sakura langsung menyendokkan sup dan menyodorkannya ke depan bibir Sasuke dengan kasar. Tampang marahnya membuat Sasuke tersenyum menyebalkan dan menyeruput satu sendok sup. Begitu seterusnya sampai habis. Great, Sakura masih kelaparan dan ingin pulang secepat mungkin ke apartemen yang baru saja dibeli Sasuke.

Tapi naas, harapan Sakura belum terkabul secepat itu. Sasuke lagi-lagi mengajaknya ke tempat yang tidak Sakura duga, pantai. Ditengah malam begini? Udara terasa dingin menusuk kulitnya saat mereka turun dari mobil. Ia mengikuti Sasuke yang mengambil mika berisi sphagetti yang sepertinya sudah dingin.

"Kapan kau membelinya?" tanya Sakura.

"Ingin makan atau tidak?" Sasuke malah balas bertanya dengan menyebalkan. Karena Sakura sangat lapar ia hanya mengangguk pelan. Mereka pun duduk di pasir dan Sakura menghabiskan sphagetti dingin tanpa berkata apapun. Sasuke memang agak kejam memberinya makanan dingin sekarang, di tempat yang dingin pula.

"Uchiha, bisakah kita melepas borgol ini dan pulang?" ucap Sakura sambil menunjukkan borgolnya. Ia tidak tahu bagaimana jalan pikiran Sasuke yang malah memilih duduk di atas pasir pantai, di malam hari jam 12 tepat.

Belum sempat mengatakan sesuatu, smartphone Sasuke berbunyi. Tangan kirinya mengangkat telepon dan langsung terdengar suara nyaring dari seberang sana, "Sasuke-kun! Kau di mana? Aku sudah di depan apartemenmu untuk merayakan ulangtahunmu, teman-teman juga ada disini. Cepat pulang yaa!"

Sasuke menjauhkan smartphone-nya saat Karin berseru demikian. Kemudian Sasuke membalas, "Hn. Aku sibuk meeting. Kalian pulang saja."

"Heee… tidak bisa begitu Sasuke-kun! Aku akan menunggumu di sini sampai kau pulang!" protes Karin.

"Kubilang, pulanglah Karin!" bentak Sasuke kemudian menutup pembicaraan sepihak. Di seberang sana Karin berdecak kesal, kalau Sasuke sudah semarah itu tidak ada yang bisa ia perbuat lagi. Kemudian ia memutuskan untuk pulang dengan perasaan kesal. Pasti Haruno Sakura lagi.

Sakura menerjapkan matanya, oh jadi dia ulangtahun? Sakura benar-benar lupa karena menganggap hari ulangtahun tidaklah penting, terutama pemuda di sebelahnya. Atau mungkin… Sasuke berharap agar dia mengucapkan selamat? Hmph, terdengar terlalu naif.

"Oh sekarang aku tahu kenapa kau ingin sekali jalan-jalan dan blablabla lainnya. Sampai di borgol pula supaya aku tidak kabur?" ucap Sakura. Sasuke mengulurkan tangannya.

"Mana kadoku?" pinta Sasuke. Malah sama sekali tidak terpikirkan oleh Sakura kalau Sasuke minta kado.

"Hah kado? Kado apa?" tanya Sakura pura-pura tidak tahu.

"Jangan pura-pura bodoh! Aku sudah mentraktirmu nonton film, jalan-jalan, dan makan. Haruno, kau tidak lupa hari ini 'kan?" ucap Sasuke dengan nada mengerikan. Bagi Sakura semua traktiran Sasuke berefek buruk baginya. Memang sih menonton film tapi film horror yang dibenci Sakura dan 'diserang' Sasuke setiap kali menutup mata maupun berteriak. Jalan-jalan apa tadi? Yang ada gendang telinganya ingin pecah dan pegal di seluruh tubuh. Dan juga jangan lupa sphagetti dingin yang barusan dimakannya.

"Aku lupa," jawab Sakura singkat, lalu dia menatap Sasuke. Oh tidak, pasti dia akan mengeluarkan jurus mautnya.

"Oh begitu. Mulai besok kita awali hari dengan tidur dan mandi bersama…" ucap Sasuke sambil menyeringai. Sakura tidak akan membayangkan seperti apa tapi pasti, buruk.

"AH BAIKLAH! Aku tidak lupa ulang tahun istimewa tuan Uchiha Sasuke-kun!" ucap Sakura dengan senyum manis yang terpaksa.

.

.

"Sasuke-kun, selamat ulang tahu ya..." ucap Haruno Sakura lembut sambil menyerahkan kue pada Sasuke. Kue ulang tahun itu berbentuk hati yang dilapisi krim cokelat dan di atasnya ada taburan... err, irisan tomat ceri?

Uchiha Sasuke tersenyum, ia meniup lilin-lilin yang menyala diatas kue. Kemudian ia mencium pipi Sakura berkali-kali. Ia letakkan kue itu di meja dan mulai memeluk Sakura. Pemuda 25 tahun itu berkata dengan maskulin, "Terimakasih, istriku..."

Setelah Sasuke berkata demikian Sakura mencolek pipi Sasuke dengan krim kue. Gadis itu tertawa kecil dan berlari menjauhinya. Sasuke pun ikutan mencolek krim dan mengejar Sakura sampai di dapur. Tanpa Sasuke sadari kakinya terantuk dan terjerembab ke lantai.

Bruk!

"Cepat bangun UCHIHA SASUKEEE!" suara mengerikan khas milik Haruno Sakura dan juga terjatuh dari kasur mengawali hari libur Uchiha Sasuke. Mimpi tinggalah mimpi.

.

.

Apartemen mewah di distrik Konoha menjadi awal Uchiha Sasuke berkarya di sini. Beberapa hari setelah syuting film selesai, Sasuke memilih untuk pindah kemari karena jobnya makin banyak dan semua mengambil take di kota ini. Daripada lelah mondar-mandir dari Oto-Konoha, lebih baik membeli salah satu apartemen.

Hari ini adalah waktu beharga untuk Uchiha Sasuke, karena sekarang adalah hari ulangtahunnya. Tadi malam setelah Sakura berjanji akan membuatkan Sasuke kue, pemuda itu langsung membuka kuncian borgol dan pulang ke rumah. Entah kenapa keluarganya tidak mengadakan pesta ulangtahun kali ini. Sebenarnya tidak masalah bagi Sasuke, hanya saja ini pertama kalinya.

Klek.

Pemuda berambut raven itu menggosokkan handuk putihnya ke rambut yang basah sehabis mandi. Sekarang dirinya hanya memakai celana pendek tanpa atasan yang mengekspos bagian dada bidangnya. Karena pagi ini Sasuke tidak sabar memakan kuenya, ia melangkahkan kakinya menuju dapur yang sedari tadi mengeluarkan aroma sedap.

Di sana Sakura sedang memakai celemek bewarna biru laut dan kaos pink beserta rok merahnya. Entah kenapa ini membuat Sasuke bernostalgia tentang mimpi ekstrimnya tadi pagi. Oh, terutama kue yang baru saja ia keluarkan dari oven. Ini tentu saja membuat Sasuke mengatur nafas sebelum duduk di kursi makan, lupakan mimpimu tadi Sasuke, batinnya.

"He-hey! Pakai bajumu dulu!" bentak Sakura. Pagi-pagi sudah tebar pesona, dasar Uchiha.

"Hn. Bukankah kau sudah biasa melihatku seperti ini? Buatkan aku makanan tomat. Cepat, sebelum aku yang memakanmu," ucap Sasuke menyeringai. Tapi pikirannya terus dipenuhi mimpi memalukan itu.

"Kau ini bagaimana sih? Katanya ingin kue? Kue ini tidak enak kalau diberi tomat," seru Sakura dengan nada yang masih terbilang tinggi.

"Aku ingin tomat, se-ka-rang!" balas Sasuke dengan nada out of character.

Sakura berdecak dan segera saja memotong tomat yang sangat banyak dan menaburkannya di atas kue yang sudah ia lapisi krim. Kemudian ia menaruhnya di depan Sasuke yang melongo memandangi kuenya. Sasuke pun memotong salah satu bagiannya dan menyerahkan pada Sakura.

"Apa? Kau kan yang ingin makanan ekstra tomat," responnya.

"Kalau kau bilang enak aku akan memakannya, habiskan potongan itu," titah Sasuke. Sakura memandangi kue itu, potongan tomat yang banyak dan cairannya mengalir kemana-mana dan sepertinya… tidak enak. Tapi karena Sasuke terus menatapnya tajam ia pun makan terpaksa dengan wajah aneh.

"Enak kok…" ucap Sakura berbohong sambil terus mengunyah kue pelan-pelan. Kemudian Sasuke mengambil satu potongan lagi dan memakannya.

"Lumayan, tapi sayangnya aku benci manis," ucap Sasuke datar. Dalam hati ia berkata : E-enak sekali…

Setelah menghabiskan potongan kedua itu, Sasuke betkata lagi, "Pergilah cari bahan makanan yang enak di supermarket."

"Tapi aku sudah membeli–"

"Beli lagi!" perintah Sasuke sambil mendorong Sakura keluar apartemen dan menutup pintunya kasar.

"Baiklah kalau itu maumu Uchiha!" omel Sakura dari luar dan kemudian terdengar suara langkah kaki yang menjauh. Sasuke menghela nafas, melangkahkan kakinya ke arah meja makan. Akhirnya ia bisa memakan kue itu semuanyaaaaa! Ha ha ha!

Tanpa diganggu Sakura, tentu.

.

"Selamat pagi, Sasuke-kuunnn! Otanjoubi omedetto!"

"Hn. Ada apa?"

"Jangan seketus itu. Ada hal penting yang harus kubicarakan padamu, ini menyangkut tentang kita lho…"

"Hn. Langsung saja."

"Ah kau tidak asik, Sasuke-kun. Tapi karena lusa adalah hari penting, aku sangat senang!"

"Memang ada apa?"

"Yah kau tahu perintah mendiang Obaa-sama. Lusa kita menikah!"

Tut tut tut.

Mimpi buruk di jam 10 pagi. Uchiha Sasuke mencengkram erat smartphone hitam miliknya. Hal bodoh apa yang membuat keluarganya memutuskan pernikahan secara sepihak? Lusa pula pelaksanaannya. Sejak Itachi mengatakan hal itu, tentu saja Sasuke menolak walaupun ini di dasarkan atas kerjasama perusahaan dan permintaan orang yang sudah mati. Cih, permintaan orang mati yang merepotkan.

Sasuke tahu mungkin kabur adalah jalan terburuk yang ia pikirkan. Pasalnya dimanapun ia berada pasti Itachi sudah mengetahuinya, apalagi selalu ada media massa ataupun paparazzi . Sekali lagi, ia harus bernegosiasi dengan keluarganya. Jika yang pertama tidak bisa, harus cari jalan lain…

"Hey Uchiha!" Sasuke mengangkat wajahnya. Sakura meletakkan mika berisi spaghetti ekstra tomat itu di depan Sasuke. Tiba-tiba Sakura terkaget melihat piring yang kosong.

"Wah, sepertinya memang enak sekali ya… sampai kau habiskan semua," kekeh Sakura sambil melihat piring yang kosong dan remah-remah yang menempel di bibir Sasuke. Tersadar, Sasuke segera menjilat bibirnya sendiri, kemudian berdiri tepat di hadapan Sakura. Mengamati gadis itu dari atas sampai bawah berulang ulang.

"Ada yang aneh?" tanya Sakura mengangkat sebelah alisnya.

"Tidak. Ayo pergi menemui orangtuaku. Kita akan menikah."

"APA?"

.

.

Oke, Sakura. Tenangkan dirimu sejenak, jangan mengomel terus. Tidak ada gunanya berdebat dengan si keras kepala Sasuke Uchiha yang dengan ekstrim memutuskan untuk menjadikannya calon istri. Memang dia dan Sasuke sudah tinggal bersama sekitar satu tahun. Tapi di umurnya yang 17 ini menikah?

Sakura tidak ingin menikah. Hell no. Jika harus, setidaknya jangan sekarang di umurnya yang masih remaja dan –oh dengan Uchiha ini? Sakura sudah cukup dengan satu tahun mengerikan bersamanya. Si mesum ini (baca : Sasuke) selalu mengagetkan Sakura dengan masuk ke kamarnya tiba-tiba, mencium dan memeluk dari belakang dengan tiba-tiba. Semuanya selalu tidak terduga ketika Sasuke di sampingnya. Jujur saja, Sakura bisa kena serangan jantung kalau begini terus.

"Jangan terlalu percaya diri. Kita hanya perlu membatalkan pernikahan," ucap Sasuke sambil terus fokus pada roda stir. Setelah check out dari bandara Oto, Sasuke segera membawa Sakura pergi ke rumah keluarga pemuda itu.

"Aku sama sekali tidak memikirkan itu! Apa kau yakin ini akan berhasil? Aku tidak ingin berlama-lama akting," ucap Sakura.

"Kalau belum dicoba mana mungkin tahu hasilnya," balas Sasuke kemudian mereka mulai memasuki mansion Uchiha. Sakura mulai takut kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau dipikir, keluarga Uchiha dan Uzumaki adalah keluarga besar dan terkenal di Jepang, mereka pasti serius dengan segala keputusan.

Akhirnya mereka berdua masuk di bangunan utama mansion dan di sambut dengan pandangan aneh dari para maid dan pelayan. Memang tidak ada yang salah dengan mini dress warna hijau yang di kenakan Sakura, tapi yang membuat mereka heran adalah Sakura sendiri. Gadis asing itu masuk ke mansion dan bergandengan dengan Uchiha Sasuke. Padahal Sasuke akan menikah lusa dengan Karin.

"Selamat datang Sasuke-sama," ucap para maid dan pelayan yang berpapasan dengan Sasuke.

"Dimana Otousan dan Okaasan?" tanya Sasuke.

"Kebetulan mereka sedang makan siang di lantai atas bersama keluarga Uzumaki," setelah mereka berkata demikian Sasuke segera mengajak Sakura ke lantai atas dan berhenti tepat di depan pintu besar. Sasuke membukanya dengan berlahan dan masuk sendirian lebih dulu.

Di ruang makan besar itu, satu meja panjang di isi oleh banyak orang yang pastinya dari keluarga Uchiha dan Uzumaki. Nampaknya mereka baru saja memakan hidangan pembuka. Itachi yang menyadari Sasuke langsung undur diri dari meja makan dan berkata, "Sasuke kau terlambat. Aku sudah menelfonmu berkali-kali, kenapa tidak diangkat?"

Karena kedatangan Sasuke semua anggota keluarga berhenti melahap makanan mereka dan menatap pemuda itu. Uchiha Mikoto memanggil mereka, "Lekas bergabung bersama kami, Sasuke-kun."

"Hn. Ada hal yang lebih penting dari itu Okaasan," Sasuke berbalik dan menggandeng tangan Sakura yang sedari tadi berada di belakang pintu. Membuat semuanya tercegang, terutama Itachi dan Mikoto.

"Aku akan menikah dengan Haruno Sakura."

Pernyataan ini lebih mengejutkan lagi. Semua orang meletakkan sendok maupun garpu mereka dengan bunyi yang nyaring dan tidak sesuai etika. Hampir semuanya menatap Sakura dengan buruk, kecuali Mikoto yang tersenyum kearah mereka berdua.

Kami-sama, tolong selamatkan aku…

.

.

"Mana mungkin kami menyetujuinya, Sasuke!" Uchiha Fugaku sangat geram dengan tingkah anak bungsunya kali ini, bahkan Mikoto hanya terdiam dan belum berani mengungkapkan apa yang ia pikirkan.

Pukul 8.00 malam semua keluarga berkumpul di ruang tertentu di mansion Uchiha. Sakura bisa merasakan basah tangannya kerena keringat, ayah Sasuke benar-benar menakutkan. Detik-detik ini ia merasa berada seperti memainkan serial drama yang sering di tonton Ino, hanya saja dalam bentuk nyata. Sesekali ia melirik Sasuke di sampingnya, ia tetap memasang wajah tegas seolah yakin apa yang dilakukannya. Di depan mereka juga ada orangtua Karin dan Karin sendiri. Gadis seumuran Itachi itu menampakkan wajah yang tidak enak dilihat bagi Sakura.

"Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak kucintai, Tousan!" ucap Sasuke tak kalah kerasnya dengan Fugaku. Akting yang bagus Uchiha, batin Sakura.

"Sasuke, menikahlah dengan Karin! Perintah mendiang Uzumaki tidak bisa ditentang," ucap ayah Karin yang mulai tersulut emosi juga. Hawa semakin panas oleh perdebatan itu. Semua tidak setuju dengan keputusan Sasuke, tapi pemuda itu sangat bersikeras.

Itachi akhirnya juga ikut dalam lingkaran itu, "Lagipula Sasuke, apa kau tahu asal-usul gadis itu? Dari keluarga mana dia?!"

"Aku tidak ingin adikku menikah dengan wanita tidak jelas!"

Sakura terkejut dengan pernyataan Itachi yang pedas. Ia menggigit bibir bawahnya guna menahan air mata yang akan keluar. Ingin sekali rasanya pergi dari tempat ini juga, tapi ia sadar ia tak bisa bergerak sedikitpun. Bahkan tangannya bergetar. Sasuke yang menyadari ini langsung mengambil tindakan untuk memegang tangan Sakura.

"Hentikan Sasuke. Mulai sekarang kau harus tinggal di sini. Dan gadis itu, kau boleh pergi sekarang juga," Fugaku mengambil keputusan cepat sebelum semuanya tambah panas. Ia pergi di susul Mikoto yang menatap Sakura kasihan dan kedua orangtua Karin.

"Karin, bawa dia ke kamarnya," perintah Itachi sebelum meninggalkan ruangan.

"Otanjoubi omedetto," maka, sebelum Sakura diseret oleh keamanan di rumah ini dan dengan menahan segala air matanya, ia pergi. Pikirannya blank, yang penting keluar dulu dari sini. Sasuke hanya bisa terdiam melihat kepergian Sakura yang barusan mengucapkan selamat ulangtahun. Entah apa yang akan terjadi padanya nanti, ia juga punya masalah besar. Sial…

"Lupakan dia Sasuke-kun. Kau tidak bisa lari kemanapun, tataplah kedepan. Ada aku di sini," ucap Karin sambil menggandeng lengan Sasuke keluar ruangan. Tapi ditepisnya tangan itu.

"Aku bisa sendiri."

.

Kamar bernuansa biru itu sangat besar ukurannya. Propertinya lengkap dengan kasur king size yang ada di tengah ruangan. Di sanalah pemuda 25 tahun yang sebentar lagi akan menikah itu tengah berdiri di depan kaca dengan pandangan frustasinya.

"Kuso!" umpatnya tak tertahankan. Ia meninju kaca sampai serpihannya menempel di punggung tangannya. Sakit menjalar di area itu, tapi rasa sakitnya tak seluas dengan problemnya sekarang. Rencananya dan Sakura benar-benar gagal dan gadis itu… bahkan dia tidak tahu nasibnya bagaimana.

Rasa depresi menghantui Uchiha Sasuke saat ini.

.

Di taman kota Oto seorang gadis berambut pink menyenderkan punggungnya ke bangku. Hari sudah sangat malam dan ia mulai lelah. Sedari tadi yang ia lakukan hanyalah meneteskan air mata tanpa memperdulikan orang-orang yang menatapnya aneh. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia tak lebih dari seorang gelandangan. Tidak tahu harus kemana karena selama ini ia menggantungkan hidupnya sebagai manager dan tinggal bersama Sasuke di Konoha.

Sakura tidak akan menyalahkan Tuhan lagi, toh hidupnya memang selalu pahit. Bahkan menjadi orang kaya tapi terkekang seperti Sasuke juga bukan kebahagiaan. Ia menghela nafas, Sakura harus berpikir kedepan.

Tiba-tiba dering terdengar dari smartphone biru miliknya. Melihat namanya ia langsung mengangkat dan mengawali pembicaraan dengan sopan, "Moshi-moshi Mikoto-san."

"Sudah kubilang Sakura-chan… Panggil aku Kaasan," ujar suara di seberang. Uchiha Mikoto melanjutkan, "apa kau baik-baik saja? Pergilah ke hotel Luxury Oto, Kaasan baru saja memesankan kamar untukmu. Tempatnya tepat di samping taman dan sebelah utara mall.

"Iya aku baik-baik saja, Kaasan. Hountou ni arigatou…" ucap Sakura sopan, kebetulan sekali hotelnya dekat di sini.

"Aku tidak menyangka kalian benar-benar saling mencintai… Sebenarnya Kaasan tidak terlalu serius dengan ucapan Kaasan yang dulu. Kaasan sangat menyetujui kalian, tapi maaf Kaasan tidak bisa berbuat apa apa…" ucap Mikoto. Sepertinya ibu Sasuke itu benar-benar menganggap dirinya dan Sasuke tengah jatuh cinta. Tapi mengingat kata-kata Itachi tadi membuat pikirannya lelah.

"Tidak apa-apa, Kaasan tidak salah apapun," balas Sakura.

"Sakura-chan, apa kau bersedia datang di upacara pernikahan Sasuke? Kau masih jadi managernya 'kan?" tanya Mikoto tiba-tiba membuat Sakura harus berfikir dua kali.

"Baiklah, Kaasan…"

.

.

Hari besar itu akhirnya tiba. Salah satu Kuil Shinto yang ada di Oto adalah tempat upacara pernikahan digelar. Hari sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Semuanya ditata sesuai dengan adat istiadat orang Jepang. Tamu pun berkumpul di altar suci saat mempelai wanita datang di iringi ayahnya. Karin menggunakan tudung tsuni kakushi dan kimono putih yang membalut tubuhnya. Di ujung altar sudah ada Sasuke yang memakai hakama hitam bersama pendeta Shinto di sampingnya. Upacara ini sedikit mendekati upacara pernikahan orang barat.

Harinya tiba juga, Sasuke. Entah apa yang akan terjadi kedepannya. Tiba-tiba mata hitamnya mendapati orang telah tinggal bersamanya selama satu tahun, Haruno Sakura, gadis berumur 17 tahun yang memakai setelan kimono warna pink. Bagaimana ia bisa datang kemari?

Tanpa Sasuke sadari Karin telah berada di hadapannya dan pendeta sudah selesai membacakan doa. Kini tiba saatnya Sasuke membaca sumpah perkawinan kepada Karin.

Sumpah yang tak pernah ada di lubuk hatinya.

Sakura memandang Sasuke yang tengah membaca sumpah perkawinan di hadapan semua orang. Pandangannya kosong menatap itu semua, ia tidak tahu apa harus menertawakan keterpurukan Sasuke atau malah ikutan sedih. Entahlah… lagi pula ia hanya diminta Mikoto datang.

Hah, ia harus mencari pekerjaan lagi. Semoga setelah ini Sasuke melupakan semuanya sehingga ia bisa kembali di kehidupannya semula dengan bersekolah dan kerja sambilan. Belajar dari awal akan lebih terasa berat.

Tak terasa adat upacara pernikahan telah di laksanakan. Setelah adat selesai biasanya ada kegiatan resepsi, Uchiha dan Uzumaki telah merencanakan dua kegiatan resepsi. Pagi setelah adat selesai di kuil dan nanti malam di ballroom hotel berbintang milik keluarga Uzumaki. Pagi ini banyak sekali tamu yang di undang dari kalangan artis dan kerabat pengusaha, tapi sepertinya nanti malam lebih banyak lagi.

Sakura menghela nafas, ia mengambil sebuah pudding dan memakannya agak jauh dari titik keramaian. Memikirkan pekerjaan apa yang akan dilakukannya nanti. Sementara itu, seseorang datang dari belakang gadis berambut pink itu. Orang itu duduk di sampingnya, menatap lurus kedepan sambil berkata, "Pesta pernikahan memang membosankan ya…"

Setelah mengatakan demikian pemuda itu mengalihkan pandangannya kearah Sakura yang sedang mengangkat wajahnya pula. Eh…

"Sakura-chan!"

"…Niisan?"

Pemuda berambut merah dan gadis berambut pink itu memeluk satu sama lain dengan erat dan mungkin akan menarik perhatian wartawan. Tapi toh, mereka tidak peduli, sudah bertahun-tahun berpisah dan sekarang bertemu di tempat yang tak terduga seperti ini

"Bagaimana Niisan bisa ada di sini?" tanya Sakura. Jujur saja ia kaget kakak kandungnya datang kemari. Sasori menjawab, "Sasuke pernah berkolaborasi denganku menyutradarai beberapa film dulu. Ah, dan juga Kaasan menjadi wedding organizer di sini."

Senang sekali, sangat senang. Itulah yang ada di benak Haruno Sakura, sampai-sampai air keluar dari ujung matanya. Apalagi setelah mendengar ibunya juga ada di sini. Ia berkata, "Aku ingin bertemu Kaasan…"

"Jangan menangis Sakura-chan," Sasori mengusap pipi Sakura. Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum manis, adiknya memang sudah besar. Ia melanjutkan, "kalau ingin bertemu Kaasan kau harus menunggu nanti malam, dia benar-benar tidak bisa diganggu sekarang."

"Niisan… boleh 'kan aku memelukmu sekali lagi?"

Tanpa menjawab Sasori sudah memeluknya erat. Pelukan hangat yang dirindukan Haruno Sakura.

.

.

Pesta resepsi sudah dimulai 10 menit yang lalu. Sakura terus mondar mandir di salah satu pojok ruangan. Satu set long dress yang barusan dibeli kakaknya –Sasori benar-benar mempercantik dirinya. Warnanya merah tua dengan ornamen hiasan bunga berwarna emas di salah satu bagiannya. Tapi bukan ini yang dipikirkan Sakura, tapi ia sedang menunggu ibunya selesai dengan urusan pekerjaannya.

"Sakura -chan, tidak usah segusar itu… sebentar lagi mungkin selesai," ucap Sasori menghiburnya. Sakura tiba-tiba menghentikan ulahnya, dia menatap Sasori, "Aku tidak sabar, Niisan."

"Baiklah… kalau kau tidak pusing sih tak apa," respon Sasori sambil meneguk wine di gelasnya. Tiba-tiba suara seseorang menginterupsinya.

"Hey, Akasuna, jadi tidak?"

Akasuna? Tanya Sakura dalam hati.

"Ah, aku kesana!" seru Sasori membalasnya. Dia menatap Sakura yang memasang wajah kebingungan, tapi karena sudah dipanggil teman ia segera melangkah pergi, "Sakura-chan, aku akan bertemu dengan temanku sebentar… kau tunggu di sini saja ya."

Sakura mengangguk. Sedetik setelah Sasori pergi, seseorang lagi datang mengejutkan Sakura. Sasuke memakai jas hitam mendatangi tempat di mana ia berdiri, "Sasuke-san?"

"Kau ada hubungan apa dengannya?" tanya Sasuke ketus, entah apa yang merasuki otak Sakura sehingga gadis itu seolah baru mengenalnya, dan juga panggilan '-san' yang terdengar sangat aneh. Sakura malah mengalihkan topik, "Dimana istrimu? Aku ingin mengucapkan selamat."

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" seru pemuda itu. Jangan menambahkan beban frustasinya hari ini dengan berpura-pura datang sebagai tamu yang tidak saling mengenal.

"Baiklah, memang susah berdebat denganmu. Sepertinya kau ingin tahu sekali?" ucap Sakura. Sasori tiba-tiba datang dan menyapa Sasuke, "Selamat malam Sasuke -san!"

Sasuke tidak menjawab, dia memandangi Sakura tajam. Sasori angkat bicara lagi, "Ada urusan apa dengan adikku, Sasuke-san?"

"Adik?" Sasuke bertanya dan dibalas anggukan oleh Sasori yang masih menatapnya bingung. Sakura menggandeng lengan Sasori, "Niisan, ayo temui ibu…"

Sakura berkata begitu seolah-olah menghindari Sasuke. Sasori mengangguk, dia pamit pada Sasuke terlebih dahulu sebelum ia pergi dari sana. Sial, apa yang sudah terjadi disini? Kenapa Sakura bisa jadi adik dari seorang Akasuna Sasori?

.

Pesta hampir selesai malam itu. Tamu-tamu mulai berkurang tapi masih bisa dibilang ramai. Sasuke tak beranjak dari tempatnya yang tadi, entah apa yang dilakukannya. Tiba-tiba dari jendela ia melihat sosok Sakura yang sedang duduk bersama ibunya, Mikoto. Tak lama kemudian ibu Sasuke itu pergi, kini tinggal ia sendiri.

"Haruno."

"Oh Selamat malam, Sasuke-san," ucap Sakura lembut dan sopan. Dia menunduk sedikit. Sasuke mencengkram tangannya tiba-tiba, "Apa yang terjadi denganmu, hah?!"

Sakura berusaha melepas cengkraman kuat itu. Tapi ia tidak bisa mengalahkan kekuatan Sasuke, "Tolong hentikan… Sasuke-san."

Sakura hampir menangis karenanya. Ini kedua kalinya bagi Sasuke, pemuda itu kemudian melepas tangan Sakura dengan enggan. Apa yang terjadi sebenarnya? Semuanya begitu membuat Sasuke bertanya-tanya.

"Haruno, bisakah kau jelaskan padaku? Apa yang terjadi? Apa yang kau bicarakan pada ibuku? Ingat, kau masih terikat kontrak–"

"Masa bodoh dengan kontrak," mata Sakura yang berkaca-kaca, "Mikoto-san sudah menganggapnya tidak ada."

Ibunya tahu tentang hal ini? Kira-kita itulah yang dipikirkan Sasuke sekarang. Sasuke membentak Sakura lagi, "Aku masih menganggapnya ada! Kau masih milikku Haruno. Jangan bertindak bodoh!"

"Aku tahu apa yang aku lakukan!" seru Sakura. Kemudian suaranya memelan, "Selamat malam, Sasuke-san, selamat atas pernikahanmu."

Sakura berbalik pergi, dari kejauhan ia menemui Sasori dan seorang wedding organizer bernama Akasuna Mebuki. Mereka menatap Sakura bingung, dan kemudian mereka menghilang di balik pintu.

Dan untuk kedua kalinya juga… Sasuke tidak bisa mengejar Sakura.

Baka Sasuke.

.

.

A Year Later

Paris. Kota paling romantis di Prancis dan mungkin di seluruh dunia. Terkenal akan dunia fashion-nya dan dunia belanja. Jangan lupakan juga menara Eiffel yang menjulang tinggi, menjadi saksi banyaknya pasangan yang menyatakan cintanya. Banyak tempat-tempat menyenangkan yang ada di sini, membuat siapa saja bahagia ketika datang kemari.

Di salah satu kamar sebuah mansion seorang gadis berambut pink mengenakan dress panjang bewarna pink pula yang elegan dan mewah. Dia menatap ke cermin dengan pandangan bosan. Lagi-lagi undangan pesta makan malam. Hampir setiap minggu seperti ini. Hari-harinya hanya diisi tidur, makan, les, ikut acara keluarga, dan tidur kembali. Kebanyakan ia menghabiskan harinnya di mansion karena ia juga homeschooling. Semua keluarganya –ayah tiri, ibu, dan kakaknya Sasori sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Kini Akasuna Sakura telah pindah ke Paris. Kota dimana awal ibu dan kakaknya berkarir. Mebuki –ibunya itu telah menikah dengan seorang pemilik perusahaan yang kebetulan berdarah Jepang bermarga Akasuna. Pria itu orang yang baik menurut Sakura, tapi setelah itu ia baru tahu kalau ayahnya selalu menjunjung tinggi etika dan sopan santun. Sebenarnya tidak masalah, hanya saja… semua terasa kaku.

Tok, tok, tok.

"Apa Kaasama boleh masuk?"

"Ya. Silahkan, Kaasama."

Akasuna Mebuki memasuki kamar besar itu, ia sudah memakai dress mewah juga. Sakura mendekat ke arah ibunya dan membungkuk sopan. Ibunya tersenyum dan berkata, "Sakura-chan, mari kita berangkat. Otousama sudah menunggu."

"Baiklah, Kaasama," Sakura mengangguk kemudian mengikuti ibunya keluar. Semuanya telah berubah ternyata, senyum itu berbeda. Bukan senyum yang menunjukkan kehangatan, tapi terlihat seperti orang asing yang baru saja bertemu. Sasori juga berubah begitu kalau di rumah dan ada ayah.

Mansion ini seperti sekumpulan orang asing yang tinggal di bawah satu atap.

.

Ruang makan keluarga ini sedikit lebih besar daripada ruang makan keluarga Akasuna. Tepat jam 6 acara makan malam berlangsung. Ada 4 keluarga yang berkumpul disini. Mereka semua adalah teman bisnis ayah Sakura. Tidak ada suara yang terdengar di meja makan, kecuali suara rendah seperti bisikan yang diucapkan orang-orang di sana setelah suapan pertama hidangan utama. Sakura sudah terbiasa dengan meja makan yang sepi begini, berbeda saat ia masih kecil dulu. Meja selalu diisi dengan cerita-cerita lucu dari Sasori ataupun nasehat dari ibu dan ayah kandungnya. Semuanya memang sudah berubah.

Sakura meletakkan garpu di sebelah kiri dan pisau di sebelah kanan bersama-sama di arah jam 5 di atas piring menandakan ia sudah selesai makan. Kemudian gadis itu mengelap bibirnya dengan lap tangan. Semuanya juga sudah selesai, banyak dari mereka menghabiskan waktu menunggu hidangan penutup dengan berbincang-bincang masalah bisnis dan lain-lainnya.

Mata emelard Sakura melirik Sasori yang tengah berbincang kepada seorang gadis dengan akrab. Ia melirik kearah lainnya, semua anak-anak orang kaya ini benar-benar berbaur dengan cara yang elegan. Sangat sopan dan entah kenapa… terasa membosankan.

Tidak adakah yang ingin berteriak 'AKU GORILLA KELAPARAANN' dengan menepuk kedua dadanya dan menari-nari di atas meja? Itu lebih menarik menurut Sakura.

Tak lama kemudian makanan penutup datang. Sakura ingin cepat-cepat pulang rasanya, tapi semua orang di sini terdiam setelah mendapatkan dessert mereka. Kita memang harus menunggu beberapa menit untuk memberikan perut kita ruang setelah menyantap menu pembuka dan utama. Makan baru dimulai setelah tuan rumah memulainya lebih dulu. Setelah beberapa menit makan, biasanya ada yang langsung pulang atau masih tinggal untuk mengobrol lebih lama. Salah satunya keluarga Sakura.

"Otousama akan sangat senang jika Sakura mau berteman dengan Pierre dari keluarga Nivans," ayah Sakura tiba-tiba berkata begitu dengan senyuman. Sakura menatap orang yang dimaksud ayahnya itu. Pemuda yang umurnya sepantaran dengannya tengah tersenyum pula kearahnya.

"Anak perempuan Akasuna-jisama memang cantik," ucapnya sopan. Semuanya tersenyum kecuali Sakura. Ia terpaksa mengeluarkan senyum kecil.

.

"Otousama, apa saya nanti akan dijodohkan?" tanya Sakura saat di mobil keluarga mereka. Ayahnya mengangguk, "Tentu saja, Sakura-chan. Ini sudah tradisi orang kalangan atas seperti kita."

"Apa? Aku tidak mau!"

"Sakura-chan, sopanlah kepada Otousama!" ucap ibunya dengan nada tinggi, sedangkan ayah hanya diam saja. Sasori? Dia tidak ingin ikut campur.

"Maaf."

.

.

Pagi harinya di bulan Juni, Akasuna Sakura duduk termenung memandangi air burung-burung merpati yang sedang memakan roti yang ia berikan. Awalnya, tinggal bersama kakak, ibu dan ayah tirinya yang baik adalah hal yang Sakura impikan. Tetapi lama-lama rasanya hambar seperti permen karet yang dikunyah.

Karena keluarganya sangat berkecukupan di sini, bahkan tergolong kaya, hampir setiap minggu ada undangan makan malam yang mengharuskan dirinya dan Sasori ikut berpartisipasi. Caranya makan harus sesuai dengan etika yang diajarkan ibunya. Bukan tidak suka, tapi acara makan malam yang hanya diisi dengan urusan bisnis dan blablabla lainnya, benar-benar membuatnya bosan.

Selain itu, acara makan tadi malam lebih membuatnya semakin bosan, apalagi teringat kata-kata ayahnya. Bagi Sakura, kata-kata itu merupakan suatu alibi untuk membuat kerjasama perusahaan dengan menikahkan anak-anak mereka.

Sakura menghela nafas, ia serasa jadi Sasuke sekarang. Apa yang begitu penting soal kerjasama perusahaan? Meraup uang sebanyak-banyaknya? Atau berkuasa diatas segalanya? Pernikahan menjadi begitu mengerikan bagi Sakura. Ia tidak ingin menikah, tidak sekarang atau kapanpun.

Bicara soal Sasuke yang tiba-tiba melintas di pikiran Sakura membuat air matanya mengalir. Sakura memegang dahinya yang berkeringat. Ah, kenapa semuanya jadi begini? Semua membosankan di sini, tapi kalau ada Sasuke… Sakura tidak bisa menduga apa yang akan dilakukannya.

Baginya… Sasuke selalu punya kejutan.

Walaupun agak janggal tapi Sakura mengakuinya, satu tahun bersama Sasuke sangat berbeda dengan satu tahun tanpanya. Seperti air dan api, atau langit dan bumi yang berlawanan. Waktunya pun terasa lama di sini, setiap hari Sakura selalu ingin melewatinya dengan cepat karena ia sudah merasa bosan dengan semua les-les atau acara pesta yang sebenarnya tidak perlu ia diadakan.

"Sudahlah…" Sakura bangun dari tempatnya dan menilik jam. Sudah waktunya, ia berdiri dan siap pergi dari taman itu. Niisan memintanya untuk menjemput di lokasi syuting karena mobil Sasori sedang dibawanya. Namun baru setengah jalan ia melupakan dompetnya. Pasti ketinggalan di tempat tadi, batin Sakura. Saat gadis berambut pink itu berbalik sebuah tangan menyodorkan dompetnya.

"Sa-Sasuke-san?" lidah Sakura kelu saat tiba-tiba Sasuke berdiri di hadapannya. Kenapa dia ada di sini…

"Berhentilah memanggilku dengan sebutan itu."

"Dimana istrimu?" Sasuke menepuk kepala Sakura dengan dompetnya sampai bunyi pekikkan gadis itu terdengar. Sakura bicara lagi dengan suara yang monoton, "Itu sakit dan tidak sopan, Sasuke-san. Apa ada syuting film sehingga kau ada di sini?"

Sasuke menghela nafas berat, susah sekali berhadapan dengan Sakura yang ini daripada yang dulu. Ia berkata dengan sedikit semburat merah di pipinya, "Aku sakit… semua ini gara-gara kau."

Sakura terkejut, "Gara-gara… aku?"

"Tapi aku senang. Seperti yang sudah kurencanakan, kita berhasil membatalkan pernikahannya…" ucap Sasuke tersenyum kearah Sakura. Senyum yang baru pertama kali ia lihat. Sasuke langsung merengkuh Sakura erat. Pemuda itu berkata lagi, "terimakasih… Haruno –ah tidak, Akasuna Sakura."

"Panggil saja Haruno, Sasuke-san," ucap Sakura. Dia melanjutkan, "apa maksudnya... membatalkan pernikahan?"

"Tentu saja, setelah menikah aku sakit dan mereka membiarkanku membuat pilihan. Menemui orang baka sepertimu adalah pilihanku," jawab pemuda berambut raven itu. Ia tersenyum sekali lagi tanpa disadari Sakura. Sedangkan gadis itu berguman ambigu, "Sasuke-san..."

Angin akhir musim semi berhembus melewati keduanya. Sasuke sangat betah berada dalam pelukan bersama gadis itu, walaupun Sakura masih saja bertingkah seperti orang asing dengan suara yang monoton. Sasuke, sudah cukup dengan tiga kali panggilan '-san' yang selalu diucapkan Sakura. Pemuda itu menghela nafas berat sekali lagi, mengeratkan pelukannya dan berkata,

"Ngomong-ngomong… dadamu tambah besar dibandingkan saat pertama kali kita bertemu, Haruno."

DUAK

"DASAR UCHIHA MESUUUM!"

.

.

Yokatta, hontou ni yokatta. Ayo Sakura, kita nikmati satu tahun lagi, lagi, dan lagi. Aku ingin awal pagi kau berkata dengan cerewet dan mengataiku mesum atau apapun itu. Kita tidak akan berpisah karena aku selalu punya cara untukmu.

Ne, Haruno Sakura?

The End


*Yokatta, hountou ni yokatta : Syukurlah. Aku sangat bersyukur.

Author's Note : Yakkk Uchiha Sasuke memang selalu punya caranya sendiri... walaupun agak -ehem- mesum. Tapi bisa dikatakan Sasuke akan cerewet kalau di sana udah ada Sakura. Jadi yah... begitulah #lirik

Btw, apa Sasuke kurang mesum? Adakah misstype? Kurang greget? Ending gantung? Dan, dimanakah Ino? #plak

Jaa, special thanks for all readers dan reviewers!