Title: Our Daughter Asami

Pairing: Sanosuke x Megumi

Rate: T

Disclaimer: Rurouni Kenshin punya Watsuki Nobuhiro

Cover isn't mine :P


Chapter sebelumnya

Sano mundur sedikit demi sedikit sampai mendekati pintu. Sanosuke merasakan tangan yang agak besar memegang bahunya, Sano berbalik masih dengan wajah terkejutnya dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar dan mendapati Dr. Genzai yang sedang mengangguk pelan kearahnya.

Dr. Genzai menatap mereka dengan iba dan mengajak Sano keluar. "Beri dia waktu, Sano. Aku yakin dia tidak bermaksud seperti itu" Sano memandangnya. "Pulanglah dulu, aku akan membicarakannya pelan-pelan nanti pada Megumi. Percayalah padaku, Sano. Aku mengerti perasaanmu sekarang, namun saat ini kau juga tidak bisa menyalahkan Megumi atas tindakannya"

Dr. Genzai mengantarkan Sano ke halaman depan. "Cobalah untuk rileks, Sano. Jangan terlalu memikirkan masalah ini. Kita tunggu sampai Megumi tenang dulu baru kita bicarakan baik-baik"

"Wakatta! Aku mengandalkanmu dalam masalah ini, Genzai-sensei. Kau sudah seperti orang tua baginya, dan aku harap dia mau berkata jujur kepadamu. Baiklah, aku pergi dulu. Ja, mata ne"


Chapter 3

*Berkumpulnya keluarga Sagara*

Keesokan harinya saat Megumi menyirami tanaman herbal, Dr. Genzai keluar dari kamarnya menyambut pagi dengan wajah seri. "Ohayou, Megumi-chan" sapanya.

"Ohayou… Anda terlihat segar sekali, Genzai-sensei. Apakah tidurmu nyenyak?"

Dr. Genzai mengangguk. "Mmm… udara pagi memang menyegarkan, kita harus menyambutnya dengan semangat. Bisakah kau buatkan aku teh terlezat buatanmu, Megumi-chan?"

"Tentu, Genzai-sensei. Tunggulah sebentar aku akan segera membuatkannya untukmu"

Dr. Genzai masih memperlihatkan senyum ceria saat melihat Megumi berlalu meninggalkannya. Ketika Megumi menghilang dari pandangan, Dr. Genzai langsung mengawasi daerah sekitar rumahnya dan mencari keberadaan anak-anak. Saat dia melihat Asami, Ayame, dan Suzume masih tertidur pulas dia bernafas lega dan kembal i duduk di tempatnya semula sambil menunggu Megumi.

"Maaf membuatmu menunggu, Genzai-sensei"

"Ah, tidak apa-apa. Duduklah dan temani aku minum teh" Megumi pun duduk dengan tenang di samping Dr. Genzai tanpa mencurigai motif sebenarnya kenapa Dr. Genzai mengajaknya minum bersama. "Megumi-chan, akhir-akhir ini kau terlihat sangat stress. Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Tidak ada" jawab Megumi berbohong namun Dr. Genzai tahu persis siapa Megumi.

"Apakah kau lelah bekerja di klinik ini?"

"Ah, tidak"

"Apakah terlalu berat buatmu mengasuh Asami seorang diri?"

"Tidak" Megumi semakin gugup menunggu pertanyaan-pertanyaan berikutnya.

"Megumi-chan, aku sangat mengenalmu. Kau bukan seorang pembohong yang handal, nak. Dan aku tahu selama ini kau sangat takut menjawab pertanyaan mengenai Asami. Apakah kau keberatan kalau aku menanyakannya sekarang kepadamu?"

Megumi menggeleng tanpa kata namun kedua tangannya yang sedang memegang gelas teh gemetaran. Dr. Genzai terus memperhatikannya, meraih tangan Megumi yang gemetar dan berusaha menenangkan serta mengurangi sedikit rasa takutnya.

"Megumi-chan, apa benar Sano adalah ayahnya?" Megumi mengangguk dan mulai terisak pelan. "Bisa kau ceritakan padaku bagaimana awal ceritanya?" Megumi terus diam dan menunduk. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Aku akan menunggu jawabanmu setelah kau siap"

Mereka duduk dengan diam selama beberapa saat sampai akhirnya Dr. Genzai bangkit dari tempat duduknya dan ingin masuk kembali ke dalam kamarnya. Namun sebelum dia pergi Megumi menahan tangannya.

"Genzai-sensei. Bisakah kau tetap duduk disini menemaniku? Aku sangat bingung, kesal, takut… Entahlah apa lagi yang kurasakan"

"Hai. aku mengerti perasaanmu, Megumi" Dr. Genzai pun kembali duduk di sampingnya dan memandang langit yang sudah mulai terang.

"Saat aku tahu aku hamil" Megumi memulai. "Sano sudah pergi meninggalkan Jepang" Dr. Genzai yang sedari tadi memandang langit menurunkan pandangannya dan beralih memandang Megumi.

"Aku tidak menyalahkan Sano atas semua ini dan aku pun tidak menyesal atas semua yang sudah terjadi. Aku hanya marah pada keadaan" Megumi terisak kembali. Dr. Genzai memegang pundak Megumi untuk menguatkannya.

"Saat perutku semakin membesar orang-orang mulai mencaci dan menghinaku. Tidak sedikit orang yang mencibir kearahku, banyak pasien yang mulai menjauhiku. Aku semakin bingung dan tidak tahu apa yang harus ku lakukan. Bahkan untuk datang ke Tokyo pun aku malu apalagi bercerita kepada kalian"

Dr. Genzai memandangnya dengan iba. "Oh, Megumi…" gumamnya lirih.

"Dan seolah semakin memperburuk keadaan, Sano tidak pernah memberikan kabar kepadaku, tidak pernah mengirimkan surat apalagi menanyakan keadaanku. Kaoru pernah mengatakan kalau Sano sering mengirimkan surat kepada meraka. Kadang aku agak marah mendengarnya tapi aku sadar aku bukanlah siapa-siapa, mungkin aku hanya sebagai pemuas nafsunya semata"

Megumi pecah dalam tangis. Dr. Genzai membelai punggungnya pelan. "Aku mengerti perasaanmu, Megumi. Tapi aku rasa Sano bukanlah tipe lelaki yang seperti itu"

"Lalu sekarang dia tiba-tiba muncul dan dengan mudahnya hendak memungut kembali semua yang sudah dia buang" Megumi mengatakan dengan nada kesal.

"Nak, mungkin Sano hanya ingin mengetahui kebenaran. Bukankah kau bilang dia tidak mengetahui sama sekali tentang Asami?"

Megumi kembali menggeleng. "Tidak, Sano memang tidak mengetahuinya. Dan dia juga tidak tahu bagaimana rasanya ditinggalkan, dijauhi dan menderita seorang diri tanpa ada yang menolong"

"Megumi, bukan keinginannya untuk meninggalkanmu, keadaanlah yang memaksanya pergi"

"Tapi setidaknya dia memberitahukannya padaku kalau dia akan pergi, sama seperti yang lain"

"Mungkin berat baginya untuk mengucapkan selamat tinggal padamu, karena dia begitu menyayangimu"

"Tapi, kenapa dia tidak pernah memberikan kabar sama sekali kepadaku atau menanyakan kabarku?"

"Aku yakin hal itu sangat sulit untuknya. Mungkin salah satu alasannya kenapa dia melakukan semua itu karena dia percaya suatu hari nanti dia pasti akan kembali kepadamu, oleh karena itu dia tidak pernah mengucapkan selamat tinggal padamu. Dan kenapa dia tidak pernah menanyakan kabarmu karena dia selalu merasa kau dekat dengannya"

"Setelah semua yang ku alami, dia ingin menganggap semuanya angin lalu? Atas semua penderitaanku dia anggap itu semua hanya masa lalu belaka? Dan dia berharap kami bisa bersama lagi seolah tidak pernah terjadi apa-apa?" Megumi semakin merasa marah.

"Megumi… cobalah untuk mengerti keadaannya. Seandainya kau dalam posisinya mungkin kau juga akan melakukan hal yang sama"

"Tidak. Aku tidak akan pernah meninggalkan orang yang ku cintai dalam situasi sesulit apapun. Kalau aku yang berada diposisinya saat itu maka aku akan mengajak orang yang paling ku sayangi dalam hidupku untuk ikut bersamaku"

Dr. Genzai menggeleng dan menghela nafas frustasi. "Apa kau akan ikut bersamanya kalau saat itu dia mengajakmu?" Megumi diam sejenak lalu menggeleng pelan. "Nah, mungkin seperti itulah yang dipikirkan Sano saat itu. Kalaupun dia mengajakmu untuk ikut bersamanya, kau pun tidak akan pergi bersamanya karena kau punya kewajiban disini"

"Tapi… tapi…"

"Cobalah untuk tidak keras kepala, Megumi. Dengar nak, bagi seseorang yang saling mencintai itu benar-benar menyakitkan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada seseorang yang tidak ingin kau tinggalkan, tapi bahkan lebih menyakitkan lagi meminta seseorang untuk ikut bersama kita jika mereka tidak pernah ingin ikut"

Dr. Genzai berdiri "Kau harus mengatakan yang sebenarnya kepada Sano walaupun itu sulit. Tapi aku tidak akan memaksamu. Silakan kau bicarakan kepadanya baik-baik setelah kau siap. Cepat atau lambat kau harus mengatakannya dan dia berhak tahu yang sebenarnya. Hanya kalian berdua yang bisa menyelesaikan masalah kalian sendiri. Aku tidak ingin ikut campur dan aku tidak memihak kepada siapapun. Tapi satu hal yang pasti, aku akan tetap mendukungmu apapun keputusanmu nanti"

"Tapi… apakah nanti dia akan memisahkanku dengan Asami? Ataukah…nanti…setelah dia mengetahui yang sebenarnya dia akan pergi kembali meninggalkan kami?" Megumi kembali menahan Dr. Genzai yang sudah siap beranjak pergi.

"Nak, Sano tidak akan mengambil Asami darimu, aku yakin itu. Dan aku bersumpah kalaupun dia berani merebut Asami dengan paksa darimu maka aku yang akan membunuhnya sendiri" Dr. Genzai tersenyum kepadanya. "Dan nanti jika dia takut menghadapi kenyataan dan pergi meninggalkan kalian maka aku siap melindungi kalian. Aku akan menerima kalian dengan tangan terbuka di rumah ini"

Megumi berdiri dan memeluk Dr. Genzai "Arigatou, Genzai-sensei…"

"Tidak perlu berkata seperti itu, kalian sudah kuanggap seperti anak dan cucuku sendiri…" Dr. Genzai melepaskan pelukannya dan menghapus air mata Megumi. "Hapus air matamu, nak. Sebentar lagi anak-anak bangun dan jangan biarkan mereka melihatmu menangis lagi. Tersenyumlah…berikan kami senyum ceriamu pagi ini, karena dengan senyum manismu maka akan memberikan semangat lebih kepada kami"

Dengan tersenyum Megumi menghapus air matanya. Dr. Genzai berbalik dan kembali masuk kedalam meninggalkan Megumi yang masih terus memandanginya dari belakang sambil bergumam pelan "Arigatou, sensei"

Hari itu berlalu dengan cepat tanpa terasa petang mulai menjelang. "Genzai-sensei" panggil Megumi, orang tua itupun berbalik kearahnya. "Aku akan pergi menemui Sano sekarang"

"Baiklah, aku akan menjaga Asami malam ini" Dr. Genzai tersenyum padanya.

"Iie. Itu tidak perlu, aku akan mengajaknya bersamaku. Aku juga akan mengatakan kepadanya, aku rasa dia juga harus mengetahui yang sebenarnya"

"Baiklah jika itu mau mu. Hati-hati dijalan dan semoga berhasil. Kami akan menunggumu" Megumi mengangguk dan siap untuk menemui Sano. "Megumi" panggil Dr. Genzai. "Ingat, jangan terbawa emosi" setelah itu dengan mantap Megumi keluar menuju dojo.

Megumi berusaha untuk tidak terlihat tegang saat bertemu Kaoru dan Kenshin. "Sanosuke wa?" tanyanya.

"Kyou wa kaette konai,dia bahkan belum kembali saat pergi dari kemaren siang" jawab Kaoru.

Megumi mulai terlihat cemas. "Apakah… Sano… pergi… meninggalkan Jep-"

Mendengar suara Megumi yang sudah terlihat takut dan cemas Kenshin langsung memotong pembicaannya. "Iya, Sano tidak pergi seperti yang Megumi-dono pikirkan. Sessha yakin saat ini Sano sedang berada di Akabeko atau di tempat judi yang biasa Sano datangi, de gozaru yo. Mungkin Sano terlalu mabuk untuk pulang tadi malam dan terpaksa menginap di sana, mungkin saja sekarang Sano belum bangun atau melanjutkan judinya lagi, de gozaru na"

Megumi terlihat lega. "Baiklah, aku akan menyusulnya ke sana. Arigatou Kaoru, Ken-san" Megumi beranjak dari dojo.

"Megumi-san!" teriak Kaoru. "Apa kau tidak ingin makan malam dulu!"

"Tidak, terima kasih" Megumi terus berlalu meninggalkan mereka yang masih terlihat agak bingung dengan tingkah Megumi.

Megumi dan Asami tiba di akabeko "Tae, apa kau melihat Sano?"

"Hari ini aku tidak melihatnya. Tadi malam dia memang ke sini tapi dia hanya memesan sake dan setelah minumannya habis dia langsung pergi. Ada apa, Megumi-san"

"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin menemuinya saja"

"Oh, begitu… mungkin dia sedang di rumah Katsu. Semalam dia begitu banyak memesan sake, dia bilang dia akan minum bersama Katsu"

"Arigatou, Tae. Aku akan segera mencarinya di sana. Maaf sudah mengganggumu"

"Iie. Tidak apa-apa, Megumi-san"

"Tunggu, Megumi-san" panggil Tsubame. "Aku panggilkan Yahiko dulu untuk mengantarmu"

"Itu tidak perlu, Tsubame. Nanti akan merepotkan"

"Iya. Itu tidak merepotkan sama sekali. Ini sudah malam sebaiknya kalian diantar oleh Yahiko"

"Tidak, kami bisa ke sana sendiri. Terima kasih atas tawaranmu, Tsubame"

Megumi langsung menuju rumah Katsu, namun Sano pun sedang tidak berada di sana.

"Setelah minum-minum Sano segera pulang malam itu, walaupun aku sudah melarangnya karena dia sangat mabuk"

"Apa kau tau ke mana Sano pergi?"

Katsu menggeleng. "Tidak. Aku rasa dia pulang ke dojo Kamiya"

"Tidak. Dia tidak ada di sana"

"Hmmm…" Katsu terlihat berpikir sejenak dan memegang dagunya. " Mungkin dia pergi untuk minum-minum dan berjudi lagi. Dia terlihat sangat frustasi, sedih dan agak marah malam itu"

"Apa Sano mengatakan sesuatu?"

"Ya, dia bergumam tidak jelas. Aku rasa dia mengatakan dia tidak berguna dan dia begitu sangat mencintaimu, memiliki anak dan semacamnya. Entahlah, dia begitu mabuk"

"Baiklah. Terima kasih atas informasinya. Saya permisi dulu"

"Tunggu. Apa kau akan mencarinya di tempat perjudian itu?" Megumi mengangguk. "Sebaiknya kalau kau ingin ke sana jangan sendirian, apalagi kau membawa anak kecil. Apa kau tau tempat judi yang biasa Sano datangi?" kali ini Megumi menggeleng. "Kau tau berapa banyak tempat judi di daerah itu? Apa kau yakin Sano berada disana?" Megumi terus menggeleng. "Tidak aman bagi seorang wanita sepertimu berjalan sendiri ke sana"

"Tidak, aku harus menemuinya sekarang. Aku memang tidak tahu di tempat judi mana dia berada tapi aku akan tetap ke sana"

"Yah, terserah. Kau memang keras kepala seperti yang Sano bilang"

Megumi terus berjalan menuju pusat kota. "Okaasan, di mana kita?" Megumi tidak menjawab. "Okaasan, aku mau makanan itu" rengek Asami saat mereka melewati tempat yang banyak berjualan makanan. "Okaasan, belikan aku mainan itu" rengeknya lagi. Namun Megumi terus berjalan tanpa menghiraukan rengekannya.

"Okaasan, tempat apa ini?" Asami terus bertanya. "Okaasan, lihat! Orang-orang itu hampir tidak menggunakan baju!" tunjuk Asami. Megumi langsung menurunkan telunjuk Asami yang mengarah kepada segerombolan prostitute yang sedang sibuk merayu laki-laki yang lewat. Megumi juga langsung menutup mata Asami dengan telapak tangannya sambil tetap terus berjalan.

"Okaasan, aku takut!" Megumi mulai menggendong Asami yang ketakutan. Sebenarnya dia pun merasa takut berada di tempat asing yang penuh dengan orang mabuk di sana sini. Tapi keinginannya untuk menemui Sano jauh lebih besar dari rasa takutnya, sehingga rasa takutnya kalah oleh keinginannya.

Megumi menarik nafas dan memasuki satu-persatu tempat perjudian itu, namun hasilnya nihil. Megumi kembali berjalan sampai akhirnya tiba disebuah gang kecil. Megumi memasuki tempat judi yang pertama dan yang kedua di gang itu namun saat memasuki tempat yang ketiga mereka dicegat oleh sekolompok gangster yang mabuk.

"Oy, onna" kata salah satu dari mereka dan memegang dagu Megumi, mengangkatnya agar dia dapat melihat dengan jelas wajah onna-sensei itu. "Sedang apa kau di tempat seperti ini, huh?" tanyanya dan diikuti gelak tawa dari yang lain.

"Tolong singkirkan tanganmu!" perintah Megumi. Asami yang ada digendongannya mulai menangis.

"Hooo… ternyata kau galak juga, hahahaha…" Megumi terus berusaha menjauhkan wajahnya.

"Hey, manis… apa kau takut?" tanya salah seorang lainnya kepada Asami dan berusaha mengambil Asami dari Megumi.

Asami menangis semakin keras sambil berteriak memanggil Megumi "Okaasan! Okaasaaaaaannn!"

"Aahhh… kau mau ibumu?" tanyanya lagi. "Tapi paman-paman ini masih ada urusan dengan Okaasan, bisakah kau menunggu sebentar dengan sabar, nak. Hahaha…" kali ini dia berhasil mengambil Asami dari gengaman Megumi.

"Lepaskan dia!" bentak Megumi.

"Lepaskan? Kita selesaikan dulu urusan kita, sayang. Hahahaha…"

"Okaasaaaaaann…" Asami terus menangis, dan tangisnya semakin menjadi saat melihat Megumi dikeroyok oleh beberapa pria yang tidak dikenal.

"Iyayamete…" Megumi berusaha berontak namun tenaganya yang kecil tidak sebanding dengan tenaga delapan orang lelaki mabuk yang terus menggerayangi dan melecehkannya.

"Okaasaaann…" teriak Asami yang melihat Megumi tidak berdaya.

'Oh, Kami-sama. Tolonglah kami… Jangan biarkan Asami terluka…setidaknya jangan biarkan dia melihatku seperti sekarang ini… Oh, Kami-sama. Kuatkanlah aku…berikanlah aku sedikit kekuatan untuk melawan mereka' do'a Megumi dalam hati.

Para pemabuk-pemabuk itu terus menggerayangi dan mulai membuka kimononya secara paksa, Megumi hanya bisa pasrah dan menutup mata sambil memohon kebaikan hati mereka untuk melepaskannya dan Asami.

"Yamete kudasai" pinta Megumi. "Tolong lepaskan kami"

"Melepaskan kalian? Itu tidak mungkin, cantik. Sulit untuk mendapatkan wanita cantik sepertimu malam-malam begini. Kau yang masuk sendiri ke wilayah kami, bukan? Sekarang tanggung sendiri akibatnya"

"Ku mohon… lepaskan kami…" pintanya sekali lagi namun hanya dianggap angin lalu oleh mereka.

"Kau tidak perlu memohon, cukup nikmati saja sambutan selamat datang kami untukmu. Hahahaha…"

'Kami-sama… tolong kirimkan siapa saja yang bisa menolong kami…' Megumi berdo'a sambil terus berontak.

Salah satu dari mereka terkena cakar Megumi dan menjadi sangat kesal karenanya sehingga memukul wajah mulus Megumi sampai mulutnya mengeluarkan darah dan pipinya memar. "Temee. Berani-beraninya kau mencakarku! Hei kau, pegang tangannya dengan benar!"

"Okaasaaann…" teriak Asami yang melihat Megumi mengeluarkan darah. Asami juga berusaha melepaskan diri dari cengkraman orang yang membekapnya.

"Kau terlalu berisik, gadis kecil…" orang itu menutup mulut Asami, namun Asami sempat menggigit tangannya dan membuatnya marah sehingga memukul Asami. Asami terjatuh dan hendak lari menolong Megumi. Tapi sebelum dia berhasil mendekati Megumi, pemabuk yang membekapnya pun kembali menangkapnya dan memukulnya lagi sampai Asami diam.

Megumi yang semakin lemah dan lelah mulai pasrah dan menutup mata. Sebelum menutup mata Megumi sempat melihat kearah Asami yang juga terluka. "A… sami…" gumamnya lemah. 'Maafkan Okaasan' katanya dalam hati dan kini matanya pun tertutup.

"LEPASKAN MEREKA!"

Seketika mata Megumi terbuka kembali dan samar-samar melihat sosok yang berteriak itu. "Sano…" tanpa sadar bibirnya mengukir senyum manis saat melihat Sano datang menolong mereka.

Sanosuke langsung memukul salah seorang dari mereka. "Siapa kau?" tanya para pemabuk.

"Jangan ikut campur urusan kami" kata yang lain menimpali.

"Jangan sok jagoan dihadapan wanita, kau kalah banyak dari kami"

"Atau kau juga ingin menikmati tubuh indahnya, huh?" kali ini darah Sano benar-benar mendidih mendengarnya.

"Aku bilang lepaskan mereka! Apa kalian tidak mendengarku, huh!?" tanya Sano gusar.

"Jangan berpura-pura jadi pahlawan, kau akan menyesal nanti"

Sano yang sudah benar-benar marah melihat Megumi dan Asami disakiti tidak bisa menahan amarahnya lagi dan menantang mereka semua. "Datanglah padaku, aku akan mengirim kalian semua terbang dengan gratis" tantang Sano.

"Temee… kau begitu angkuh" dan beberapa orang dari mereka langsung menghampiri Sano dan berusaha melawannya, namun mereka bagaikan membangunkan singa yang sedang tertidur.

"Megumi… bawa Asami menjauh dari sini" tanpa harus mengucapkannya dua kali Megumi membawa Asami agak menjauh dari tempat perkelahian.

Asami mendekap Megumi dengan erat dan tetap menangis. Megumi menghitung jumlah para gengster yang mabuk sambil menenangkan Asami. 'Hanya delapan orang? Ada satu diantara mereka yang menghilang' pikir Megumi cemas.

Delapan orang yang melawan Sanosuke bukanlah tandingannya walaupun hampir dari mereka semua membawa katana.

Sano mendekati Megumi dan Asami. Terdengar jelas olehnya suara Megumi yang sedang menenangkan Asami yang masih menangis ketakutan. "Ssshhh… tenang sayang, tidak apa-apa… tidak apa-apa. Sekarang kita aman. Ada Otousan di sini, tenanglah… ada Otousan"

Sano hanya tersenyum melupakan rasa lelahnya sebentar. "'Otousan' aku suka panggilan itu. Tapi apa yang baru saja dia katakan? Apakah aku tidak salah dengar? Megumi menyebutku Otousan?" gumamnya pada diri sendiri. "Aaahh… mungkin dia hanya mengatakan itu untuk menenangkan Asami" Sano terdiam sejenak di tempatnya berdiri. "A-a-at-atauuu… aku… benar-benar… ayahnya?" tanpa pikir panjang lagi Sano langsung menghampiri mereka.

"Kalian tidak apa-apa?" Megumi mengangguk. "Kimono mu…" Sano menunjuk kimono Megumi yang bagian atasnya terbuka karena sempat disobek oleh para pemabuk tadi. Megumi tersipu dan sibuk menutupi bagian depan dadanya yang hampir terbuka semua dan memberikan pemandangan bagus bagi yang melihat.

"Aku rasa kau tidak bisa pulang seperti itu" Sano melepaskan mantel yang dikenakannya dan memberikannya kepada Megumi. (A/N: Sano tidak menggunakan jaket putih + celana putih yang biasa dia kenakan saat pulang kembali ke Jepang)

Saat Sano menunduk dan hendak berjongkok meraih Asami muncul satu orang yang hilang dari perhitungan Megumi sebelumnya. Dengan mengangkat katana dan siap menebas Sanosuke dari belakang.

Saat itulah Megumi melihatnya dan berteriak diwaktu yang tepat. "Sano, awas!" teriaknya sambil menunjuk ke belakang Sano.

Sano berbalik namun ujung katana sempat mengenai wajahnya. "Temee…" geram Sano kesal. Hanya dengan satu pukulan dari Sano yang tepat mengenai perut sudah cukup membuatnya terkapar dan sempat memuntahkan darah.

"Sano, kau tidak apa-apa?" tanya Megumi. "Kau berdarah"

"Tenanglah, ini hanya goresan biasa" Sano menyapu luka di pipinya. "Ayo, biar ku antar kalian pulang" Sano mengangkat Asami dan mengajak mereka kembali ke klinik. "Ada urusan apa kau malam-malam begini datang ke tempat seperti ini? Apa kau sudah gila? Dan kau membawa Asami ke tempat yang cukup berbahaya. Apa kau sadar itu?"

"Sano" tahan Megumi. "Aku kemari untuk mencarimu" Sano langsung terdiam dan berbalik menghadapnya.

"Mencariku? Untuk apa? Apa kau khawatir kepadaku?" Megumi mengangguk. "Aku terkejut kau masih mencemaskanku, kitsune"

"Ada yang ingin aku bicarakan padamu"

"Masalah apa? Aku kira kau sudah tidak mau melihatku lagi apalagi berbicara denganku" jawab Sano acuh.

"Apa kau masih marah kepadaku?"

"Marah? Untuk apa aku marah padamu. Bukankah kau yang marah padaku?"

"Aku serius Sano" Megumi mulai kesal dengan jawaban dan tingkah acuh Sanosuke.

"Baiklah… baiklah… bicaralah sekarang"

"Sepertinya sia-sia saja aku datang kemari" Megumi merebut Asami dari gendongan Sano. "Ayo, Asami kita pulang. Dan kau tidak usah mengantarku, Sano. Kami bisa pulang sendiri. Maaf sudah mengganggumu" Megumi berjalan dengan cepat namun Sano sempat mengejar dan menahannya.

"Oy, kitsune. Kau sudah datang jauh-jauh bahkan kau hampir diperkosa dan dianiaya dan sekarang kau ingin pulang begitu saja? Aku tidak mengerti jalan pikiranmu. Dan kenapa kau tiba-tiba marah? Apa kau benar-benar sudah gila?"

"Apa aku tidak boleh marah karena sikap dan ucapanmu barusan? Aku hampir menjadi korban atas perbuatan tidak senonoh dari para pemabuk tadi dan kau dengan tidak pekanya berkata seperti itu? Ya, aku memang sudah gila. Sampai aku mau memberanikan diri untuk datang kemari mencarimu hanya untuk mengatakan kebenaran" sahut Megumi yang semakin marah.

"Kau bisa meminta tolong kepada Yahiko atau Kenshin untuk menemanimu mencariku di sini"

"Aku tidak ingin melibatkan mereka dan aku ingin mengatakannya langsung kepadamu"

"Mengatakan apa, Megumi?"

Megumi sempat ragu untuk mengatakannya, tapi dia membulatkan tekadnya untuk mengatakannya langsung kepada Sano. 'Kau pasti bisa, Megumi…Kau pasti bisa' katanya dalam hati. "Asami…" suara detak jantung Megumi terdengar jelas ditelinganya.

Sano yang tadinya agak sedikit mabuk mendadak sadar seketika saat mendengar nada serius dan takut serta wajah gugup Megumi. Sano terus menatapnya dengan wajah yang sangat fokus dan dengan sabar menunggunya melanjutkan bicara.

"Kau... adalah…" deg deg… deg deg... "Kau adalah… ayah Asami. Ayah kandungnya…"

"Naniiii!?" wajah Sano yang tadinya serius berubah menjadi pucat dan sedikit demi sedikit wajahnya mulai menyeringai. "Apa itu benar, Megumi"

Megumi mengangguk. "Ya, Sano. Itu benar… kau adalah ayahnya"

"Katakan sekali lagi" pinta Sano dengan senyum kemenangan.

"Kau… adalah… ayah kandungnya"

Asami yang masih syok dengan kejadian tadi sekarang bertambah bingung. "Otousan adalah Otousan?"

Sanosuke langsung memeluk mereka. "Jadi selama ini firasatku benar. Apakah kau tidak menikah dengan pria manapun?" tanya Sano menegaskan.

"Tidak, Sano. Aku hanya berbohong kepadamu, aku terus menunggumu kembali karena aku yakin suatu saat nanti kau pasti akan kembali"

"Arigatou… arigatou kau sudah menungguku, Megitsune. Ore no kitsune"

"Okaasan, aku terjepit… Apa yang kalian bicarakan?" Sano melepaskan pelukan eratnya. Mereka tertawa karena kepolosan Asami.

"Asami… Otousan yang selama ini terus Asami cari dan Asami tunggu adalah Sano-oji. Dan dia adalah otousan Asami yang sebenarnya"

"Benarkah? Sugoi… Asami punya otousan yang hebat. Sugoi… sugoi…" soraknya senang. Sano tertawa melihat putrinya kembali ceria. Disepanjang jalan hanya terdengar celotehan dari Asami yang tidak henti-hentinya berbicara.

"Otousan… jurus apa yang kau gunakan tadi? Kau sungguh hebat, kau bahkan lebih hebat dari Yahiko-nii-san. Bisakah kau ajari aku nanti jurus itu?"

"Mochiron. Itu namanya Futae no kiwami. Otousan bahkan bisa memecahkan batu dengan jurus itu. Nanti kau akan ku ajari"

"Sano!" Megumi menyenggolnya. "Kau jangan mengajarkan Asami yang tidak-tidak!"

"Tenanglah, kitsune. Aku akan menjadikannya perempuan hebat yang mengusai Futae no kiwami, hahaha"

"Sano!"

"Kau semakin cantik kalau marah begitu"

"Aku tidak marah!"

"Kalau kau tidak marah, lalu kenapa kau tersipu" goda Sano.

"Ya, benar… Okaasan tersipu, okaasan tersipu" Asami menimpali.

"Kalian ini, ayah dan anak sama saja!"

Asami dan Sano ber-highfive ria merayakan kemenangan mereka melawan Megumi. "Otousan, janji ya kau akan mengajariku?" Sano mengangguk meyakinkan. "Sugoiiiiii… aku tidak sabar ingin menceritakannya pada Kenji"

"Ngomong-ngomong, Sano. Aku suka gaya rambutmu yang sekarang" celetuk Megumi. Sano hanya tersenyum malu dengan muka yang memerah. "Oh, lihatlah siapa yang tersipu sekarang. Hohohoho…" balas Megumi.

"Lihatlah Asami, telinga rubahnya sudah muncul"

"Sekarang aku tahu kenapa Otousan memanggil Okaasan 'Kitsune' ternyata telinga rubah itu memang benar-benar muncul dari kepala Okaasan" mereka berdua tertawa dan kembali membuat Megumi marah.

Mereka terus berjalan menuju klinik Dr. Genzai sampai Asami merasa mengantuk dipunggung Sano. "Okaasan… bolehkah sekarang Otousan tinggal bersama kita?" tanyanya dengan menguap dan mulai memejamkan mata.

Sebelum Megumi memberikan jawaban Asami sudah tertidur. "Kita…akan bicarakannya nanti. Tapi untuk malam ini, kurasa kau boleh menginap ditempat kami, Sano"

Sesampainya di klinik Sano mengantar Asami ke kamar Megumi. "Kitsune…" katanya serak.

Megumi yang masih merapikan futon untuk mereka sangat terkejut mendengar suara Sano, suara sexy yang sangat dikenalnya dan tidak akan pernah bisa ditolak oleh Megumi kalau sang pemilik suara meminta apapun darinya. "K-Kau tidur disini" jawab Megumi mulai gugup sambil menepuk futon yang baru saja dirapikannya.

"Apa di sini ada makanan? Aku lapar sekali" Megumi menghela nafas lega, ternyata yang dipikirkannya barusan salah.

"Ah-oh! Aku akan melihatnya dulu" Megumi cepat keluar menuju dapur. "Ternyata selama ini dia tidak pernah berubah, selalu saja memikirkan perutnya" Megumi menggerutu sendiri.

"Siapa yang selalu memikirkan perutnya?" tanya Sano yang muncul tiba-tiba di belakang Megumi.

Megumi terperangah karena kemunculan Sano. "Sano! Kau membuatku kaget"

"Siapa yang selalu memikirkan perutnya?" ulangnya.

"Tidak… tidak ada… aku hanyaaa… berkata pada diriku saja" gumam Megumi tidak jelas.

"Kau aneh sekali. Dari tadi ku perhatikan, kau selalu gugup menjawab pertanyaanku"

"Tidak ada makan di sini" kata Megumi cepat memutus pembicaraan Sano. "Mungkin sudah mereka habiskan saat makan malam tadi. Sebentar, aku akan membuatkannya untukmu"

Sanosuke memperhatikan Megumi yang terus menyibukkan diri. "Kau tau, aku masih belum percaya atas semua ini. Yaaahh… menurutku ini terjadi begitu cepat"

"Hah? Apa maksudmu?" tanya Megumi tidak mengerti dengan maksud Sano.

"Yaahh… semua kejadian malam ini. Kau mencariku dan kalian tertangkap dan… kau mengatakan semuanya, kalau aku adalah ayah Asami. Menurutku itu juga terlalu mudah baginya untuk percaya dengan kenyataan dan memahami semua ini"

"Siapa?"

"Asami. Aku hanya masih bingung saja, dia bisa dengan mudah menerima kenyataan ini"

"Menurutku itu wajar saja. Selama ini dia selalu menanyakan dimana ayahnya, dia selalu sedih melihat anak-anak lain yang memiliki ayah dan kau tidak tahu bagaimana penderitaan kami saat masih di Aizu, ditambah lagi Asami sudah sangat menyukaimu. Jadi wajar saja kalau dia bisa menerima kenyataan ini dengan mudah, mungkin inilah yang diinginkannya"

"Hmm… sou ka na. Maafkan aku Megumi, aku pergi meninggalkan kalian begitu lama" kepalanya tertunduk, wajahnya menunjukkan penyesalan.

"Sudahlah tidak usah dipikirkan lagi, lebih baik sekarang kau makan saja dulu makananmu"

Tanpa disuruh dua kali Sano langsung melahap makan malam atau lebih tepatnya makan tengah malamnya, Megumi memperhatikannya dengan terus tersenyum melihat tingkah Sano yang makan seperti orang rakus.

"Pelan-pelan… nanti kau tersedak, lagi pula makanannya masih panas"

"Kau tau, aku sangat merindukan masakan buatanmu. Sudah lama sekali aku tidak memakannya, rasanya persis seperti yang dulu"

Megumi masih tersenyum "kau hanya merindukan makanannya saja?" tanyanya menggoda.

Sano mengangkat kepalanya, melirik Megumi yang sudah mulai mengeluarkan telinga rubahnya. "Tentu saja tidak, aku juga merindukan kalian…kalian semua. Dan aku juga merindukan suara tawamu serta telinga rubah itu, hahahaha…" Megumi merengut kesal. "Dari pada kau hanya memperhatikanku makan lebih baik kau juga ikut makan bersamaku"

"Melihatmu makan saja aku sudah merasa kenyang"

"Kitsune" nada suara Sano berubah menjadi serius. "Bisakah kau menceritakan kepadaku apa yang terjadi setelah aku pergi meninggalkan Jepang? Maksudku, semua yang terjadi kepadamu setelah aku pergi"

Megumi menghela nafas, menundukkan pandangannya dan mulai bercerita. Sano medengarkannya dengan seksama dan memperhatikan air mata yang mulai membasahi wajah Megumi.

"Maafkan aku, Megumi. Karena sudah memaksamu untuk menceritakan cerita pahit yang ingin kau lupakan" Megumi menggeleng menandakan bahwa dia tidak apa-apa dan terus bercerita sampai akhir. (A/n: silakan baca flashback Megumi di awal cerita kalau ingin membaca cerita lengkap penderitaan Megumi saat masih di Aizu )

"Apakah mereka semua jahat kepadamu?" tanyanya setelah Megumi mulai tenang.

"Tidak, hanya sebagian saja dari mereka yang seperti itu"

"Dan kau masih mau mengobati mereka walaupun mereka sudah menghinamu seperti itu?" tanya Sano sangat kesal.

"Aku seorang dokter, Sano. Mengobati mereka adalah kewajibanku, walaupun mereka jahat sekalipun"

"Kau memang tidak pernah berubah, onna-sensei. Selalu saja berbaik hati kepada siapa saja, walaupun mereka sudah menyakitimu. Jadi…apa sekarang rencanamu? Apa kau akan kembali ke Aizu?"

"Entahlah, masih banyak yang harus ku selesaikan di sini. Lagi pula aku tidak bisa meninggalkan Genzai-sensei sendirian mengurus klinik ini. Dia terus bertambah tua dan tidak ada yang bisa membantu dia sepenuhnya di sini"

"Yah, itu benar. Sebaiknya kau tetap di sini menemaninya" Sano menganggukkan kepalanya sendiri dan larut dalam pikirannya sendiri, sebenarnya Sano bermaksud untuk mengatakan yang lain tapi kata yang keluar dari mulutnya malah seperti itu.

'Kenapa aku berkata seperti itu? Seharusnya aku mengatakan "tinggallah di sini bersamaku" baka!' Sano mengumpat dalam hati. 'Tidak… tidak… tidak. Aku sudah mengatakan hal yang benar. Aku yakin saat ini suasana hatinya masih tidak menentu'

"Sano!?" panggil Megumi agak keras, Sano memandangnya. "Apa yang sedang kau pikirkan? Aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi kau tidak merespon. Ada apa? Apa ada masalah?"

Sano menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan menunjukkan senyum imutnya. "Ahahaha… tidak" Sano cepat menghabiskan makanannya. "Apa yang kau katakan barusan?"

"Aku bilang kau harus mandi dulu Sano, badanmu bau sake. Aku tidur duluan kalau kau sudah selesai tolong bereskan semuanya. Dan…kau boleh tidur di kamar kami, aku sudah menyiapkan tempat untukmu di samping Asami" Megumi berdiri dan berjalan menuju pintu.

Namun Sano mencegahnya "Kitsune, bisakah aku mendapatkan makanan penutup?" godanya dengan cengiran imut yang terpampang jelas diwajahnya.

Cengiran khas yang sangat dikenal oleh Megumi, cengiran yang juga dapat meluluhkan hatinya. Megumi menyilangkan tangannya di depan dada, menatap Sano dengan muka masam karena Megumi tau betul apa maksud dibalik cengiran imut yang menggoda itu.

"Oh, Sano… sudahlah. Cengiran bodohmu itu tidak akan mempan terhadapku. Sebaiknya kau tampilkan saja seringai menggodamu itu terhadap gadis lain di luar sana yang mau kau ajak tidur"

"Nani!? Apa maksudmu, Megitsune? Tidak ada perempuan lain di dalam hidupku selain kau, dan aku juga tidak pernah mengajak tidur gadis lain selain dirimu. Akupun menampilkan senyuman seperti ini hanya padamu" balas Sanosuke dengan kesal.

"Kau tau, kali ini senyuman seperti itu tidak berpengaruh terhadapku. Dan…bisakah kau kecilkan suaramu, tori atama? Ini sudah malam, semua orang akan terganggu dengan suara kerasmu"

"Oh benarkah, tidak berpengaruh terhadapmu?" godanya sekali lagi dan kembali menampakkan cengiran itu.

"Sano! Apa kau lupa? Sekarang ada Asami yang berada diantara kita. Dan cepat bereskan bekas makanmu dan mandi!" perintah Megumi dan berlalu meninggalkan Sano yang masih menggerutu sendiri di dapur.


Megumi bangun dengan perasaan bebas, senang, dan bahagia. Entah kenapa perasaannya pagi itu begitu lepas, rasanya semua beban yang selalu membebani pundaknya menjadi ringan. Semua masalah yang selama ini selalu ada dipikirannya menghilang seketika.

Megumi berbalik kearah Asami, dan melihat Asami yang masih tidur nyenyak sedang memeluk Sano dengan erat. 'Sano?' pikirnya. Megumi kembali teringat kejadian tadi malam, dia hampir lupa dengan kejadian malam itu.

Megumi tersenyum sendiri mengingatnya. 'Pantas saja aku merasa sangat bebas saat bangun tadi' Inilah hal yang paling dia tunggu-tunggu, menceritakan semuanya kepada Sano dan dia dapat menerimanya. Asami pun senang mengetahui kalau Sano adalah ayahnya.

Melihat mereka berdua masih tertidur lelap, Megumi tidak tega untuk membangunkannya. Sano yang masih mendengkur keras dengan mulut terbuka lebar dan tangan kirinya memeluk Asami, sementara Asami yang berada di samping Sano mendekapnya begitu erat tanpa terganggu dengan dengkuran Sano.

Megumi tertawa geli memperhatikan mereka. 'Wajah mereka polos sekali saat tidur seperti itu, tanpa dosa dan bagaikan malaikat' batinnya. Megumi bergerak pelan takut membangunkan mereka, mengganti pakaian dan bersiap menyambut pagi.

"Kau sudah bangun, Megumi?" tanya Dr. Genzai. "Kau terlihat segar sekali"

"Ah, ohayou Genzai-sensei" sapa Megumi.

"Ngomong-ngomong, kau kembali jam berapa tadi malam? Maaf kami menghabiskan makan malam"

"Ah, tidak apa-apa Genzai-sensei. Kami kembali tengah malam, dan kau tidak akan percaya apa telah yang kami alami"

"Oh, Kami… berarti kau hanya tidur sebentar? Sebaiknya kau beristirahat saja dulu hari ini. Dan apa yang telah terjadi? Apa kau sudah menyelesaikan semuanya dan mengatakan kepada Sano kejadian yang sebenarnya?"

Megumi mengangguk "Itu tidak perlu, Genzai-sensei. Saya baik-baik saja dan saya juga masih sanggup bekerja hari ini. Ya, saya sudah mengatakan semuanya kepada Sano. saat ini Sano sedang tidur di dalam bersama Asami. Maaf saya tidak meminta izin terlebih dahulu kepada anda"

"Kau tidak perlu sungkan, Megumi. Sanosuke sudah ku anggap seperti anakku sendiri juga. Pantas saja kau terlihat segar sekali pagi ini walaupun kau kurang tidur" goda Dr. Genzai. Terlihat rona merah dipipi Megumi. "Baiklah kita tidak usah membangunkan mereka dulu, biarkan mereka beristihat sepuasnya. Oh, iya… kau bilang ada yang telah terjadi tadi malam. Kalau boleh aku tahu, ada kejadian apa yang telah ku lewatkan?"

"Saat kami mencari Sano di tempat perjudian, kami dicegat oleh beberapa orang gerombolan lelaki mabuk. Untung saja Sano datang tepat pada waktunya untuk menolong kami" Megumi pun mulai bercerita dari awal sampai akhir.

Dr. Genzai mengangguk-angguk mendengarkan cerita Megumi, tidak terasa matahari pagi mulai menyinari wajah mereka yang masih asyik bercengkrama sambil meminum teh. "Aku rasa ini sudah saatnya kita membuka klinik" Dr. Genzai mengakhiri. Megumi mengangguk mengiyakan dan mereka pun bersiap-siap menghadapi pasien yang akan datang hari itu.


"Otousan… otousan…" panggil Asami. "Aku tidak sabar ingin menceritakan kepada Kenji. Ayo kita pergi ke dojo" ajaknya. Sano pun langsung setuju dengan usulnya. Mereka meminta izin kepada Megumi yang masih sibuk dengan pasien-pasiennya. Hanya dengan sedikit rayuan dan bujukan akhirnya Megumi pun mengizinkan Asami pergi bersama Sano ke dojo.

Sesampainya di sana ayah dan anak itupun sama-sama sibuk menceritakan kisah mereka masing-masing kepada Kenshin, Kaoru, Kenji dan Yahiko. Sano menceritakan kepada Kaoru dan Kenshin yang sibuk mencuci, sementara Asami menceritakan kisahnya kepada Kenji dan Yahiko yang sedang berlatih. Mereka semua senang mendengarnya dan ingin merayakannya.

"Itu berita yang bagus sekali, de gozaru na. Bagaimana kalau kita merayakannya di akabeko?" usul Kenshin.

"Boleh juga, sekalian kita ajak Katsu" kata Sano menimpali. "Tapi, siapa yang akan membayar makan malamnya nanti?"

"Tentu saja kau, baka!" teriak Kaoru dan Yahiko bersamaan disusul dengan Kenshin yang sweatdrop.

Semua orang sudah berkumpul di akabeko, Kenshin, Kaoru, Kenji, Sanosuke, Megumi, Asami, Yahiko, Tsubame, Dr. Genzai, Ayame, Suzume, Tae dan Katsu. 'Inilah kesempatan yang baik untuk melamar Megumi' pikir Sano. Sano berdeham dan semua mata tertuju kearah Sano sebelum dia memulai aksinya.

Tak heran Sano mengejutkan mereka semua dan membuat Megumi syok mendengar lamaran dari Sano. "Kitsune… maaf maksudku Megumi. Bersediakah kau menjadi istriku?" tanya Sano tanpa basa-basi.

"Tidak romantis sama sekali" celetuk Yahiko, disusul dengan pukulan yang cukup keras dari Kaoru yang mendarat tepat dikepala Yahiko dan tatapan tajam yang membahayakan dari Sano yang siap membunuhnya, Yahiko langsung bungkam dibuatnya.

Megumi hanya diam seribu bahasa dan masih terpaku melihat cincin emas bermatakan berlian yang ada ditangan Sano. "Kau…kau mencurinya dari mana?" tanyanya polos dan tanpa sadar mungkin.

Mereka yang mendengarnya langsung ternganga lebar dan Sano terjatuh. "Kitsune, bukan itu jawaban yang ku inginkan. Dan, ayolah…. Aku tidak mencurinya, aku membelinya. Aku mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk tabunganku agar aku bisa melamarmu, membeli cincin ini, dan aku juga sudah membeli tanah untuk kita tempati nanti"

"Yah, itu benar Megumi-san. Sanosuke-san juga sudah melunasi semua hutang-hutangnya padaku dan dia juga yang membayar untuk semua makan malam ini" sambung Tae.

"Ya, dia juga sudah membayar hutangnya padaku" sambung Katsu singkat.

"Ya, padaku juga" kata Kaoru. "Kepada kenshin juga. Benarkan, Kenshin?"

"Itu benar, de gozaru yo" jawab Kenshin.

"Kau dengar semua itu kan, Kitsune?" tanya Sano. "Mau kau kau menjadi istriku, Megumi" ulangnya.

Kali ini Megumi menutup mulutnya dengan kedua tangan, tanpa sadar air matanya jatuh. Asami yang melihat Megumi menangis mulai takut. "Okaasan" panggilnya sembari menarik lengan kimono Megumi.

Megumi mengangguk pelan menerima lamaran Sano, semuanya bersorak gembira. Sano langsung memeluk Asami dan Megumi. Kali ini giliran Kaoru yang berdeham dan mereka semuapun berhenti tertawa dan memperhatikan Kaoru.

"Terima kasih atas perhatian kalian semua. Sekarang mari kita bersulang untuk Sano dan Megumi" mulainya. Setelah mereka bersulang, Kaoru kembali melanjutkan pidato singkatnya. "Karena suasananya saat ini lagi bahagia, aku akan memberikan satu kabar baik lagi untuk kalian" kata Kaoru.

"Orororo… oro" wajah Kenshin sudah mulai memerah dibuatnya, dan dia berusaha meminta Kaoru tetap duduk di tempatnya agar tidak membuat semua perhatian orang tertuju kepada mereka.

"Saat ini… aku sudah mengandung anak kedua dari Kenshin" mata mereka semua terbelalak dan Kenshin tertunduk malu, dan mereka terdiam sejenak sebelum akhirnya bersorak untuk Kaoru.

"Itu berita yang bagus, Jou-chan" sahut Sano. "Oy, Kenshin… aku tidak menyangka ternyata kau ini… mmphmhphmpmhmhmpmhm…" sebelum Sano menyelesaikan ucapannya Megumi terlebih dahulu membekap mulutnya, sehingga yang terdengar hanyalah suaranya yang tidak jelas.

"Sano, banyak anak-anak di sini" omelnya.

"Okaasan… okaasan" panggil Asami yang memaksa Megumi menoleh kearahnya dan membuat Megumi melepaskan tangannya dari mulut Sano. "Apa maksudnya mengandung anak kedua?"

Megumi melotot tidak percaya pada apa yang baru saja ditanyakan oleh Asami, dan dia pun tidak tahu harus menjawab apa. Kini gilaran Sano yang tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan putrinya.

Sano berusaha menjelaskan kepada Asami sesederhana mungkin agar dapat dipahami oleh Asami. "Maksudnya, di dalam perut Kaoru ba-chan sekarang ada bayi kecil, adiknya Kenji"

"Seberapa kecil? Apakah sekecil kura-kura?" mereka semua tertawa mendengar kepolosan Asami.

"Hahaha… tidak sayang, nanti dia akan tumbuh besar. Setelah dia lahir dia juga bisa bermain bersamamu seperti Kenji"

"Mmmm…" Asami mengangguk seolah mengerti apa yang dibicarakan Sano. "Lalu kenapa Kaoru ba-chan, memakannya?" tanya Asami dengan sedih.

"Tidak, tidak… bukan begitu, Asami" jawab Kaoru cepat.

"Dia tidak memakannya sayang, Kaoru ba-chan hanya meletakkannya di dalam perutnya sampai dia cukup besar dan cukup kuat. Setelah itu dia akan mengeluarkannya agar bisa bermain bersama kalian" jelas Sano lagi, dan yang lain hanya bisa menahan tawa.

"Oh begitu… lalu bagaimana caranya dia bisa masuk ke dalam perut Kaoru ba-chan? Apakah Kaoru ba-chan yang meletakkannya?" Sano semakin bingung menjawab pertanyaannya. Dan hanya bisa terbata "eeto…" sambil memikirkan jawaban yang tepat.

Sano melirik kearah Megumi yang juga memandangnya dengan tatapan 'jangan-mengatakan-apapun' kepadanya. "Eeto… mmm…" mata Sano menyapu seluruh ruangan dan memperhatikan wajah-wajah temannya dengan seksama. "Sebaiknya… kau tanyakan saja pada Yahiko, mungkin dia lebih tau"

"Naniiiiiiiii!? Kau ayah macam apa hah!? Kau hanya mencari alasan agar bisa lari dari pertanyaan itu!" jawab Yahiko dengan cepat. "Dengar Asami, aku tidak tahu apa-apa soal itu. Kau tanyakan saja pada Kenshin, karena dia yang memasukkannya ke dalam sana"

"Orooooo…?" Kenshin semakin pusing dibuatnya.

"Maa… maa… Yahiko-kun…" Tsubame mencoba menenangkan Yahiko. "Asami-chan, apa kau ingat cerita burung bangau pembawa bayi?" tanya Tsubame dan Asami menggeleng. "Baiklah, aku akan menjelaskannya. Ada seekor burung bangau yang selalu membawa para bayi dan meletakkannya di dalam perut para ibu. Nah, sekarang burung bangau itulah yang meletakkan bayi kecil ke dalam perut Kaoru ba-chan"

Mereka semua terpana melihat Tsubame sampai Yahiko memecahkan keheningan diantara mereka. "Sugoi… kau bisa menjelaskannya kepada anak-anak tanpa merasa gugup, Tsubame"

"Yah, itu karena Tsubame jauh lebih pintar dan cerdas dibandingkan dengan dirimu, otak batu" celetuk Sano.

"Temee…" gerutu Yahiko dan segera melahap kembali makanannya.

"Setelah burung bangau itu meletakkannya lalu apa yang akan terjadi?" kali ini Kenji yang bertanya.

"Setelah itu dia akan menjadi adik kecilmu" jawab Kaoru.

"Apakah aku bisa bermain dengannya?"

"Tentu saja, tapi setelah dia besar nanti"

"Asyiiikkk… aku akan punya adik" sorak Kenji.

"Otousan, aku juga ingin punya adik yang bisa bermain denganku. Aku juga mau seperti Kenji" rengek Asami.

Sanosuke dan Megumi saling berpandangan. "Asami… kau juga bisa bermain bersama Kenji dan adiknya nanti" bujuk Megumi agar Asami berhenti merengek.

"Tidak. Aku juga mau adikku sendiri, Asami tidak mau adik Kenji"

"Tenanglah, Asami. Otousan dan Okaasan akan membuatkannya untukmu, sebanyak yang kau mau" jawab Sano.

"Sano!" bentak Megumi dengan wajah merona. Namun Sano hanya membalas dengan senyuman khasnya.

"Benarkah, Otousan? Janji ya kau akan membuatnya" Sano mengangguk. "Yaaaayyy… aku juga akan punya adik" sorak Asami.

"Sano, kau ini…" Megumi melotot kearahnya.

"Tenanglah, kita memang akan membuatkannya adik, kan?" goda Sano dan Megumi memukulnya. Semua tertawa dan kembali bersulang. "Yahiko" kata Sano tiba-tiba dan menghentikan gelak tawa mereka. "Sekarang tinggal kau, kapan kau akan melamar Tsubame"

Wajah Yahiko dan Tsubame memerah karena malu, dan tidak menjawab pertanyaan Sano.

"Kenapa kalian masih malu-malu begitu?"

"Tidak" jawab Yahiko. "Kenapa kau menanyakan kami, tanya saja dulu kepada Tae dan Katsu"

"Oh, itu tidak perlu. Karena Katsu akan melamar Tae secepatnya" bongkar Sano.

"Sano!" panggil Katsu. "Kau memang tidak bisa menjaga rahasia"

"Benarkan itu, Katsu-san?" tanya Tae yang ternyata wajahnya sudah merona hebat. Katsu tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya bisa menjawabnya dengan anggukan pelan.

"Ah, itu berita bagus, Tae-san" kata Tsubame.

"Heh, kau memang tidak bisa mempercayakan hal seperti itu kepada Sano, teman. Karena dia itu tidak bisa dipercaya" Yahiko menepuk pundak Katsu, seolah dia bersimpati kepadanya. Sano pun langsung melemparkan gelas minumnya kearah Yahiko.

Malam itu berlalu dengan cepat, dan merekapun pulang kerumah masing-masing dengan perasaan bahagia dan saling mengobrol berkelompok-kelompok kecil (kelompok kecil maksudnya: *Dr. genzai, Ayame, Suzume* # *Sanosuke, Megumi, Asami* # *Kenshin, Kaoru, Kenji* # *Yahiko & Tsuzume* # *Tae & Katsu*)

*Dr. genzai, Ayame & Suzume*

"Ojīsan, kami senang sekali. Akhirnya Megumi-san akan menikah dengan Sano-nii, ya kan Suzume?"

"Ya. Aku juga senang sekali. Selama ini kami menganggap Megumi-san adalah ibu kami, karena dia sudah merawat kita dengan sangat baik. Dan kami juga menganggap Sano-nii sebagai ayah kami karena dia sudah menjaga dan melindungi kita" timpal Suzume.

"Benarkah? Yah, Megumi memang sudah Ojīsan anggap sebagai putri Ojīsan sendiri. Dia baik hati, tidak pernah mengeluh, selalu membantu dan menolong orang dengan suka rela dan dia juga sudah banyak membantu kita. Aku rasa dia juga menganggap kita sebagai keluarganya karena dia tidak menemukan keluarganya yang hilang di Aizu. Syukurlah kalian juga menganggapnya sebagai orang tua kalian"

"Sebenarnya kami sudah lama mengaggapnya sebagai ibu kami. Sejak dia masih bersama kita sebelum dia pulang ke Aizu" kata Ayame.

"Ini seperti mimpi saja yah, semua keinginan kita terkabul. Saat kita berdo'a semoga Megumi-san kembali dia benar-benar kembali. Kita berdo'a semoga Megumi-san menjadi ibu kita dan Sano-nii menjadi ayah kita dan sekarang Megumi-san dan Sano-nii benar-benar akan menikah" Suzume kembali menimpali.

"Ini yang namanya mimpi menjadi kenyataan, Suzume. Dan sekarang malahan kita diberi bonus"

"Bonus apa?" tanya Suzume.

"Asami. Sekarang kita juga memiliki adik yang lucu, imut dan cantik seperti Asami" jawab Ayame.

"Benar juga. Kita juga memiliki adik"

"Mungkin bonus itu adalah hadiah dari kami-sama karena kalian rajin berdo'a" kata Dr. Genzai.

Mereka bertiga tertawa cekikan sambil terus berjalan pulang menuju klinik.

*Sanosuke, Megumi & Asami*

"Aku tidak menyangka kau akan menerima lamaranku, Kitsune"

"Apa kau bodoh, Tori-atama? Mana mungkin aku menolak lamaranmu setelah sekian lama aku menunggumu. Ditambah lagi kau adalah ayah dari anakku"

"Yah, tidak disangka akan seperti ini jadinya. Kau membesarkan anak kita sendirian, menerima semua penghinaan dan cacian dari orang-orang disekitarmu, dan menanggung semua penderitaan ini sendiri"

"Setidaknya ini akhir yang indah, bukan? Kita bertiga bisa berkumpul lagi dan akan menjadi sebuah keluarga kecil. Penderitaan yang ku alami dulu 6 tahun lalu rasanya seperti menghilang begitu saja dan hanya meninggalkan kenangan manis diantara kita. Tidak ku sangka, aku bisa melewati ini semua"

"Maafkan aku, karena sudah membuatmu mengalami semua itu, Megumi" Megumi menggeleng dan mengeratkan gandengannya dilengan Sano.

"Yang sudah berlalu biarlah berlalu, sekarang kita buka lembaran baru" Megumi memandang Sano dengan seksama dan tersenyum kemudian mencubit pipi Asami yang sedang digendong Sano.

"Ada apa? Kenapa kau memandangiku seperti itu?" tanya Sano heran.

"Iie, tidak apa-apa. Tidak bolehkah aku memandangi calon suamiku?"

"Aku masih tidak percaya ini. Sebentar lagi kita benar-benar akan menikah dan menjadi satu keluarga"

Megumi tertawa dan bergumam "Sagara Sanosuke, Sagara Megumi, Sagara Asami"

"Nama itu terdengar cocok untuk kalian, hahaha" sahut Sano. "Sebenarnya nama asli keluargaku adalah Higashidani tapi aku lebih suka Sagara dan itu kedengarannya lebih bagus. Yah, kita akan menjadi Sagara family, benar begitu nyonya Sagara?" goda Sano. Megumi hanya mengangguk dan menundukkan wajahnya yang merona karena panggilan Sano itu.

"Otousan, lalu siapa nama adikku?" tanya Asami.

Mereka terdiam sejenak sebelum Sano menjawab "entahlah, Otousan belum tau. Kita pikirkan nanti, ya"

"Tapi janji ya Otousan akan memberikanku adik"

"Aa… Otousan janji. Okaasan, kau mau memberikan berapa orang adik untuk Asami?" Sano kembali menggodanya yang membuat muka Megumi semakin memerah.

"Satu saja cukup ya" jawab Megumi dengan pelan dan malu-malu.

"Tidak, Asami mau adik yang banyak. Yang banyak!"

"Baiklah, baiklah. Otousan akan memberikan Asami adik yang banyak. Sekarang Asami harus tidur karena sudah malam" mereka terus melanjutkan perjalanan sampai ke klinik.

"Genzai-sensei" panggil Sano. "Aku dan Megumi akan pergi sebentar. Asami sudah tidur di kamar tolong jaga dia sebentar. Aku akan mengajak Megumi melihat tanah yang sudah ku beli"

"Malam-malam begini?" tanya Dr. Genzai heran.

"Letaknya tidak jauh dari sini kok, hanya berjarak beberapa ratus meter saja. Kalau besok Megumi akan sibuk di klinik jadi ku pikir sebaiknya malam ini saja"

"Oh, baiklah. Aku akan menjaga Asami dan pintu tidak aku kunci"

"Arigato, Genzai-sensei. Kami tidak akan lama" pamit Megumi.

Mereka pun pergi dan benar saja letaknya tidak jauh dari klinik mereka hanya perlu berjalan kaki selama 15 menit untuk sampai ke lokasi itu.

"Hm… tanahnya cukup luas" kata Megumi.

"Ya. Dan aku akan segera mulai membangunnya besok"

"Secepat itu?" Megumi kaget.

"Ya. Agar kita bisa cepat pindah kemari"

"Baiklah, terserah kau saja. Sebaiknya kita pulang sekarang, kasian Genzai-sensei nanti terlalu lama menunggu kita"

Mereka berjalan pulang dan mendapati Dr. Genzai yang menatap mereka dengan kaget sambil bergumam "cepat sekali"

Megumi mengangguk "Yah, tempatnya dekat dari sini"

*Kenshin, Kaoru & Kenji*

"Akhirnya Megumi-san dapat kembali bersama Sano. Aku turut bahagia untuk mereka. Ah, ngomong-ngomong Kenshin, kapan kau akan menghubungi Misao dan Aoshi-san untuk datang kemari?"

"Sessha belum tahu, de gozaru yo. Mungkin setelah Sano memberitahukan kapan pastinya mereka akan menikah, de gozaru na"

"Hhmmm… baiklah. Tapi aku tidak sabar untuk bertemu kembali dengan Misao"

"Nanti Misao-dono pasti juga akan datang, de gozaru yo"

*Tae & Katsu*

"Bakayarou… Sano memang benar-benar tidak bisa dipercaya. Aku salah sudah mempercayakan hal ini kepadanya" gerutu Katsu kesal.

"Sudahlah, Katsu-san. Aku senang sekali akhirnya kau memutuskan untuk melamarku juga"

"Yah, tapi nanti. Dan aku masih belum tau kapan pastinya. Seharusnya itu menjadi kejutan buatmu"

"Tidak apa-apa. Tadi pun aku sudah sangat terkejut sekali"

*Yahiko & Tsubame*

"Arigatou, sudah mengantarku pulang, Yahiko-kun"

"Itu bukan masalah" mereka saling menundukkan pandangan sebelum Yahiko memecah kesunyian. "Ano…" Tsubame mengangkat kepalanya dan memandangi Yahiko.

"Ada apa, Yahiko-kun?"

"Suatu hari nanti… saat aku… sudah siap… aku… pasti…" kepala Yahiko masih tertunduk, mukanya memerah karena malu, dan Yahiko mengumpulkan semua keberaniannya untuk mengatakan hal ini kepada Tsubame. "Aku pasti juga akan melamarmu"

Tsubame mengangguk pasti kearahnya "aku, pasti akan menunggu hari itu. Tidak perduli berapa lama hari itu akan tiba walaupun lamanya seperti Megumi-san menunggu Sano-san, aku akan selalu menunggumu, Yahiko-kun"

Yahiko hanya bisa terdiam dan menatap Tsubame. "Yosh… Oyasumi, Tsubame" Yahiko langsung berlari menuju tempat tinggalnya dengan wajah yang terus tersenyum bahagia disepanjang jalan tanpa memperdulikan orang-orang yang memandanginya dengan tatapan aneh.

Sanosuke dan Megumi melangsungkan pernikahan mereka di dojo Kamiya, acaranya berlangsung sederhana dan dihadiri oleh teman-teman dekat, dan beberapa teman Sanosuke.

Setelah rumah yang dibangun Sano selesai, mereka bertiga pindah ke rumah yang baru. Dengan berat hati Dr. Genzai, Ayame dan Suzume melepaskan kepergian mereka.

"Sudahlah, Genzai-sensei. Tidak perlu bersedih seperti itu. Rumah kami kan dekat, bahkan kau bisa merangkak untuk pergi kesana" hibur Sano.

"Tenang saja, Ojīsan. Setiap hari kami akan kemari menemani kalian" timpal Asami.

Mereka semua tertawa mendengar Asami. "Tentu saja kalian harus kemari, Okaasan harus menemani Ojīsan di sini" jawab Dr. Genzai.

"Rumah ini akan kembali sepi" kata Suzume sedih.

"Ayame-nee-chan to Suzume-nee-chan, boleh kok setiap hari datang ke rumah Asami"

"Kalian tidak perlu khawatir. Rumah kami kan dekat jadi tanpa diantar Genzai-sensei pun kalian bisa pergi sendiri ke sana" kata Megumi berusaha menghilangkan kesedihan yang terlihat jelas diwajah mereka. "Genzai-sensei, kami berangkat dulu. Besok kami akan kemari lagi"

"Kalau kau masih repot membenahi rumahmu, kau tidak usah kemari. Kami bisa menanganinya sementara kau sibuk" jawab Dr. Genzai.

"Iie, saya pasti akan kemari besok. Semua barang-barang dan peralatan rumah sudah diurus oleh Sano, jadi kami hanya tinggal menempatinya saja"

"Bolehkah kami ikut mengantar kalian" tanya Ayame.

"Mochiron dayo. Ayo kita berangkat!" ajak Asami.

Mereka semua berangkat kerumah baru keluarga Sagara. Dan benar saja rumah mereka tidak terlalu jauh dari klinik Genzai.

"Waaaahh… kau hebat sekali Sano, bisa mendapatkan tanah yang seluas ini. Dekat dengan klinik kami, dekat dengan dojo Kamiya, dekat juga dengan sungai, kau bisa memancing setiap saat. Memiliki halaman yang luas, rumahnya pun nyaman sekali" kata Dr. Genzai.

"Yah, tanah ini ku dapat dari orang yang pernah ku tolong dulu, dia menjualnya dengan harga yang miring padaku sehingga aku bisa membelinya"

"Kau juga pandai merancangnya, Sano"

"Ah, tidak. Megumi juga ikut membantu merancangnya. Dia yang mengatur semua ini, membuat kamar disebelah sana, pemandian di sana, dapur di sana, dan mendekorasi engawa diluar itu" sahut Sano sambil menunjukkan rumah barunya kepada Dr. Genzai.

"Dulu saat masih di Amerika aku pernah belajar untuk membangun rumah, walaupun rumah yang ku bangun di sana berbeda dengan di sini tapi setidaknya itu mempermudahku untuk membangun rumahku sendiri. Dan dibantu oleh Megumi untuk mendekorasinya. Walaupun dia sangat cerewet dalam memerintahkan semua ini, ku akui hasilnya memang sangat baik" mereka berdua tertawa bersama.

"Baiklah, sekarang waktunya kami untuk pulang" pamit Dr. Genzai setelah puas berkeliling rumah.

"Terima kasih sudah mampir kerumah kami" Kata Megumi. "Dan terima kasih juga kalian sudah memberikan kami tempat berteduh selama kami tinggal di Tokyo. Bahkan sejak saya masih sendiri, maaf sudah merepotkan kalian" Megumi membungkuk berterima kasih kepada Dr. Genzai.

"Kau jangan sungkan begitu, Megumi. Kau kan sudah ku anggap sebagai anakku sendiri"

"Sering-sering datang kemari ya" kata Asami menimpali dan disertai anggukan dari Ayame dan Suzume.

Sebelum mereka keluar dari pagar rumah keluarga Sagara, Dr. genzai berbalik. "Jangan lupa kau tetap harus masuk kerja besok, Megumi. Karena besok adalah hari yang sibuk" Dr. Genzai memperingati.

Megumi pun tertawa "ah, jangan khawatir Dr. Genzai. Saya akan tetap bekerja besok"

"Sampai ketemu besok ya…" kata Ayame dan Suzume.

"Sampai jumpa besok" jawab Asami dan melambaikan tangan.

Keluarga Dr. Genzai berlalu meninggalkan rumah mereka. "Baiklah, kita semua juga harus beristirahat untuk menyambut hari esok dengan semangat baru. Oyasumi nasai, minna" dan Megumi pun memadamkan semua cahaya yang menerangi rumah barunya terkecuali lampu yang menyala di engawa.

$$$$$ Owari $$$$$


Dictionary

- Kyou wa kaette konai : dia tidak pulang kerumah hari ini

- Yamete, yamete kudasai : hentikan, tolong hentikan

- Ore no kitsune : rubah ku


Selesaaaaiiii... Terima kasih sudah membaca ff ini :)

Kalau tidak keberatan, tolong review juga sekalian :D

Maaf apabila ada kesamaan cerita, tapi ini murni dari hasil pemikiran saya sendiri cuman idenya aja yang pasaran...