Cast :

Do Kyungsoo, Kim Jongin, Wu Yifan

Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Xi Luhan, Oh Sehun

and other cast;

Genre : Romance, School Life, Friendship

Rated : T

.

.

AUTHOR POV

\Flashback/

Jongin dan Sehun tengah bersiap untuk penampilan mereka lima belas menit lagi. Ini adalah hari yang paling Jongin dan Sehun tunggu, Dance Competition. Sehun nampak gugup dikursinya, sedang Jongin mengintip kearah panggung. Bukan untuk melihat penampilan pesaingnya, namun untuk menemukan satu sosok pemuda mungil yang sangat dicintainya. Seulas senyum mengembang dibibir tebal miliknya. Disana. Disalah satu kursi itu, Jongin melihat Kyungsoo duduk. Namun kemudian, senyum dibibir Jongin menghilang seiring ingatan yang berlalu dalam otaknya. Jongin sudah berusaha untuk merelakan semuanya. Namun ternyata memang tak mudah. Selama ini ia mencoba bersikap biasa saja dan menerima kenyataan antara Kyungsoo dan Yifan. Namun pada akhirnya, ia tetap kalah juga. Cintanya pada Kyungsoo tak mudah hilang dan terhapus seiring ombak menyapa pantai.

Jongin tak sadar sejak tadi Sehun menangkap setiap ekspresi wajahnya. Pemuda albino itu menghela nafas sebelum berjalan mendekati Jongin. Menepuk pundaknya untuk mengalihkan perhatian pemuda berkulit tan itu. Jongin menoleh dan memasang raut seperti biasanya.

"Aku salah kalau berpikir semuanya sudah baik-baik saja." Sehun menatap pada arah yang juga Jongin tatap sebelumnya. "Ternyata memang tidak mudah ya?" lanjutnya.

Jongin hanya diam dan menatap Sehun datar.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanya Sehun. Jongin nampak ragu untuk menjawab. "Kau bisa percaya padaku, kau tahu? Kita teman, bukan?" Sehun menepuk pundak Jongin beberapa kali.

Jongin menghela nafas sebelum menjawab, "Aku akan pindah,"

Sehun mengerutkan dahinya, ia tahu Jongin belum selesai bicara, jadi ia menunggu.

"Aku menerima tawaran Ayah untuk belajar ke luar negeri." lanjutnya.

Sehun menghela nafas berat dan menunduk. Ia mengusap pundak Jongin, menguatkan.

"Apa aku harus memberitahu Kyungsoo?" tanya Sehun.

"Jangan!" jawab Jongin cepat. "Kau boleh memberitahu siapapun, asal jangan Kyungsoo. Jangan sebelum pesta pertunangannya selesai." jawab Jongin. Sehun mengangguk. "Awalnya rencanaku adalah untuk menggagalkan pertunangan mereka. Tapi aku pikir itu hanya akan menambah daftar kebrengsekkanku jika aku melakukannya. Maka cara terbaik membuatnya bahagia adalah dengan merelakannya."

Sehun tersenyum mendapati kelapangan dada temannya. Hal seperti itu tentu saja tidak mudah. Dia bangga Jongin mampu melakukannya. Mungkin setelah ini dia akan sangat merindukan sosok pembuat masalah bernama Kim Jongin.

\Flashback end/

.

Suara sirine Ambulance memekakkan telinga di jalanan besar kota Seoul pada malam itu. Didalamnya terdapat seorang pemuda mungil dengan banyak luka dan darah hampir diseluruh tubuhnya. Perlu waktu cukup lama untuk mengeluarkan pemuda itu dari dalam mobil yang terbalik akibat kecelakaan beberapa jam lalu.

Disisi lain, sebuah pesta yang sedang berlangsung meriah harus kehilangan semua tamunya akibat kabar kecelakaan calon mempelai. Yifan nampak yang paling frustasi dan langsung pergi menuju rumah sakit sesaat setelah mendapat kabar mengejutkan itu. Disusul oleh orang tua dan semua sabahat Kyungsoo. Baekhyun dan Luhan menangis saking khawatirnya.

Chanyeol menyetir dengan tenang membawa keempat sahabatnya menuju rumah sakit dimana Kyungsoo akan menjalani pengobatannya. Baekhyun dan Luhan masih menangis di kursi belakang dan menggumam tak jelas diantara isakan.

"Yeol, bisakah kau lebih cepat? Bagaimana kalau kita tak sempat melihat Kyungsoo?" Baekhyun berteriak dengan suara serak.

"Hanya duduk dan tenanglah. Berhenti memikirkan hal buruk yang belum tentu akan terjadi. Kau menyiksa dirimu sendiri." Chanyeol menjawab dengan tenang.

Baekhyun mendengus, dan Zitao memberinya pelukan. "Tenanglah. Kita berdoa untuk Kyungsoo." pemuda dengan mata panda itu mengusap sayang rambut milik Baekhyun.

"Aku takut." lirih Baekhyun.

Semuanya menatap Baekhyun nanar. Semua sama takutnya. Hanya saja mereka tak sanggup memikirkan segala kemungkinannya.

Sehun menatap layar ponselnya dan menimbang apakah dia harus menghubungi Jongin. Tapi percuma saja, Jongin sudah di pesawat sekarang.

"Jangan beritahu dia." Chanyeol yang menangkap maksud Sehun langsung bicara. Sehun menoleh padanya seolah meminta alasan atas ucapan pemuda itu. "Harus Kyungsoo sendiri yang mengatakannya. Jika tidak bisa, maka biarkan Jongin tak tahu selamanya. Atau sampai ia datang dan mengetahuinya sendiri." Chanyeol menjawab keingintahuan Sehun.

Sehun paham maksud Chanyeol, maka ia mengangguk.

.

Seandainya Kyungsoo bukan siswa dengan juara umum kedua. Seandainya Jongin tidak masuk ke SM ART High School. Seandainya Kyungsoo tidak bertemu dan jatuh cinta pada Yifan. Seandainya Kepala Sekolah tidak memilih Kyungsoo. Seandainya Jongin bukan Trouble Maker. Seandainya Seulri tidak meninggal. Seandainya Yifan dan Kyungsoo tak membuat janji. Seandainya Yifan dan Jongin tidak berakhir mencintai Kyungsoo. Seandainya hati Kyungsoo tak terbagi dua. Maka takdir tak akan berjalan sejauh ini.

Seandainya...

Sesuatu yang telah terjadi tak bisa hanya menjadi penyesalan. Semuanya adalah takdir Tuhan dan kata seandainya adalah luka jika terus diucapkan. Hidup memang begitu.

.

Kenyataan pahit yang harus diterima Kyungsoo adalah kehilangan Jongin dan fungsi kedua kakinya. Akibat terjepit mobil ketika kecelakaan itu, ia menjadi lumpuh. Kyungsoo menangis. Bukan untuk kedua kakinya, melainkan Jongin. Tak seorangpun mau memberitahunya kemana tepatnya negara yang Jongin tuju. Atau tak seorangpun juga tahu. Bahkan Sehun?

"Kyungsoo, makanlah." Yifan menyodorkan sesuap nasi dengan lauk, tapi Kyungsoo tetap menutup mulutnya rapat.

Yifan lagi-lagi menghela nafas berat. Tak ada yang mampu membuat Kyungsoo menelan sesuappun sejak ia sadar dari kecelakaannya dua hari yang lalu. Tubuh yang dulu sedikit berisi itu dengan mudahnya kehilangan beratnya. Apakah hari ini Yifan harus kembali menyerah dan membiarkan cairan infus yang menggantikan asupan makanan bagi Kyungsoo? Semua itu tak cukup.

Chanyeol datang bersama empat orang lainnya dan menatap nanar Kyungsoo. Baekhyun membawa buah dan Luhan membawa bunga. Yifan bangkit dan membiarkan Baekhyun duduk di kursi sebelah ranjang Kyungsoo. Kelima orang itu menatap Yifan, meminta penjelasan.

"Tak ada kemajuan." Yifan menggeleng lemah. Semua orang disana menghela nafas berat.

"Kyung, kau yakin ingin terus seperti ini?" Baekhyun bertanya. Ia menggenggam tangan sebelah kiri Kyungsoo, mengusapnya lembut. Perlahan airmata Baekhyun tumpah membasahi pipi putihnya. Sungguh, ia sedih melihat kondisi Kyungsoo saat ini.

Setiap hari hanya begini. Mereka datang dan kondisi Kyungsoo masih sama saja seperti kemarin. Malah mungkin semakin buruk.

"Kau tak akan melihatnya jika kau seperti ini terus." Chanyeol membuka suara. Ia tersenyum. Kalimatnya berhasil menarik perhatian Kyungsoo. Terbukti karena pemuda mungil itu langsung menoleh dan memusatkan perhatiannya pada Chanyeol. Chanyeol mengalihkan pandangannya pada Yifan seolah memberi isyarat agar pemuda tinggi itu mengatakan sesuatu.

"Aku berjanji akan membawa Jongin padamu, asalkan kau mau menjalani pengobatan sampai sembuh dan kembali menjadi Kyungsoo yang dulu." Yifan berucap penuh keyakinan. Tatapannya tepat pada iris Kyungsoo.

Kyungsoo membalas tatapan Yifan dan tersenyum tipis mendapati keyakinan yang ia temukan dari pemuda tinggi itu. Kyungsoo mengangguk dan meneteskan air matanya. Membuat semua orang yang ada diruangan itu merasakan haru.

.

Kyungsoo tersenyum bahagia bersama Jongdae yang kini tengah mendorong kursi rodanya. Pemuda itu membantu Kyungsoo untuk menuju panggung didepan sana. Riuh suara tepukan tangan menggema diaula milik SM ART High School ini. Kedua orang itu akan menerima penghargaan dari Kepala Sekolah atas prestasi mereka sebagai siswa dengan nilai ujian terbaik tahun ini. Ya, ini adalah hari terakhir Kyungsoo dan teman-teman satu angkatannya menjadi bagian dari SM ART High School. Satu tahun telah berlalu dan kini mereka semua telah berhasil menyelesaikan tingkat sekolah menengah atas. Senyum bahagia terukir dari setiap siswa yang ada di aula itu.

"Terima kasih telah menjadi bagian dari sekolah ini, Do Kyungsoo." Kepala Sekolah menundukkan tubuhnya agar bisa berbicara pada Kyungsoo. "Selamat." tambahnya.

Kyungsoo mengangguk dan tersenyum pada Kepala Sekolah. Dan sekali lagi suara riuh tepukan tangan dan sorak sorai memenuhi ruangan itu. Kyungsoo tahu jika suara milik Baekhyun adalah yang paling keras menyorakkan namanya. Anak itu.

"Selamat." Kyungsoo menoleh dan mendapati Jongdae yang menunduk dan berbisik padanya. "Aku tak akan melupakan seorang rival sepertimu." lanjutnya dengan seulas senyum canggung.

"Senang menjadi rivalmu." Kyungsoo mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Jongdae.

"Tentu." dan Jongdae membalas jabatan tangan itu.

Kyungsoo kembali menghadap kedepan dan memperhatikan semua teman-temannya yang masih bersorak dengan heboh. Senyumnya mengembang dan memudar dalam sesaat. Ia jadi teringat seseorang. Seseorang yang seharusnya juga berada diantara puluhan temannya yang lain. Kim Jongin.

"Aku merindukanmu." lirih Kyungsoo yang tak mampu didengar oleh siapapun.

Ini sudah satu tahun berlalu, dan Kyungsoo sudah benar-benar sembuh dari luka bekas kecelakaan dulu, meski tidak dengan kedua kakinya. Mungkin ia akan duduk dikursi roda ini selamanya. Terapi yang selama ini ia lakukan tak menunjukkan hasil berarti dan Kyungsoo harus puas dengan kursi roda dan bantuan berjalan dari orang lain. Benar-benar miris.

Satu tahun ini Kyungsoo berjuang dalam setiap detik dalam hidupnya untuk tidak terus memikirkan Kim Jongin. Beberapa bulan belakangan ia menyadari kalau ia harus menerima semuanya dan memulai lagi dari awal. Awal sebelum ia bertemu dengan pemuda pembuat masalah bernama Kim Jongin. Berkat bantuan semua sahabat terdekatnya, Kyungsoo berhasil menjalani hari-harinya dengan baik. Terutama Yifan yang selalu setia berada disampingnya. Sepertinya ucapan terima kasih saja tak akan cukup Kyungsoo berikan untuk pemuda tinggi itu.

.

Kyungsoo dan Yifan tengah berada di halaman belakang rumah Kyungsoo, sore itu. Menikmati pemandangan langit jingga di ufuk barat. Keduanya sama-sama terpesona oleh keindahan itu. Meski sepertinya Yifan jauh lebih mengagumi ciptaan Tuhan bernama Do Kyungsoo yang kini berada tepat disampingnya. Yifan berjongkok demi menyamakan posisinya dengan Kyungsoo yang duduk di kursi roda. Tangan besarnya menyentuh pipi putih milik Kyungsoo, menghadirkan senyuman diwajah itu.

"Aku ingin duduk di rumput itu." Kyungsoo menunjuk rumput di mana Yifan berpijak.

Yifan menoleh dan tersenyum, "Tentu." kemudian ia membantu Kyungsoo untuk turun dari kursi rodanya dan mereka duduk bersama direrumputan hijau sambil menikmati pemandangan matahari yang hampir tenggelam.

Kyungsoo menyandarkan kepalanya pada bahu lebar milik Yifan, rasanya sangat nyaman. Ia menutup matanya kala hembusan angin menerpa wajah tampan –tidak cantik miliknya. Yifan menikmati bagaimana wajah cantik Kyungsoo sebagai seorang pemuda mampu memesonanya. Percuma saja mengelak, Kyungsoo memang terlahir cantik meski ia adalah seorang pria.

"Kau sudah memilih Universitasmu?" tanya Yifan sambil mengelus rambut hitam Kyungsoo.

Kyungsoo mengangguk, "Sama dengan Baekhyun, Luhan, Chanyeol, Sehun, dan Tao." jawabnya.

"Bagaimana dengan Jongdae?" tanya Yifan lagi.

Kyungsoo tersenyum, "Dia memilih Universitas di Beijing demi bersama dengan Minseok sunbae yang lulus tahun lalu."

"Wah, kau kehilangan rivalmu kalau begitu." Yifan terkekeh.

Kyungsoo menatap Yifan dan ikut terkekeh. Yifan meraih tangan Kyungsoo untuk ia genggam dan mereka kembali hanyut dalam keindahan langit senja didepan sana.

"Soo, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu." Yifan menatap Kyungsoo serius kali ini.

Kyungsoo mendongak menatap Yifan dan menunggu pemuda itu melanjutkan ucapannya.

"Kau sudah lulus, bagaimana kalau..." Yifan tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

Kyungsoo menatap Yifan lembut. Ia meraih sebelah tangan pemuda itu dan menggenggamnya dengan kedua tangan mungilnya. "Hyung ingin kita menikah?" tanya Kyungsoo. Yifan mengangguk.

"Apa menurutmu aku pemaksa?" tanya Yifan.

Kyungsoo menggeleng, "Tidak. Aku mengerti jika hyung sudah menunggu sangat lama." Kyungsoo tersenyum. "Katakan. Lamar aku―Yifan hyung." pintanya.

Yifan tersenyum dan mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah cincin. "Aku tidak tahu bagaimana melakukannya." Yifan menatap Kyungsoo gugup. "Hanya saja, Do Kyungsoo―apa kau bersedia menikah denganku?" tanya Yifan sambil menyodorkan sebuah cincin polos tanpa permata dengan ukiran unik disekelilingnya.

Kyungsoo tersenyum dan menyodorkan tangan kirinya pada Yifan. "Sematkan cincin itu di jari manisku. Aku menerimamu." ujarnya. Tak lupa dengan senyum tulus.

Keduanya sama-sama mengulas senyum. Yifan bahagia, Kyungsoo juga. Dengan perlahan dan hati-hati, Yifan meraih tangan Kyungsoo dan menyematkan cincin itu dijari manisnya.

Kyungsoo menatap cincin dijarinya―"Sangat cantik. Terima kasih, Yifan hyung."―lalu memeluk pemuda itu erat. "Jadi begini ya rasanya dilamar?" Kyungsoo terkekeh, masih dalam pelukan Yifan. "Pantas saja para gadis sangat menginginkannya." kemudian melepas pelukannya.

Yifan terkekeh, "Kau senang?" mengusak rambut Kyungsoo sayang.

"Aku bahagia." jawab Kyungsoo. Dan mereka kembali berbagi pelukan hangat.

Sederhana. Mereka hanya butuh beberapa menit berharga dan perasaan cinta―lalu semuanya dapat berjalan dengan sebagimana mestinya. Bahagia itu―mudah.

.

Pernikahan Yifan dan Kyungsoo hanya tinggal satu minggu lagi dan sepertinya semua orang sangat bersemangat untuk menyiapkannya. Terbukti dari semuanya yang ingin ikut andil dalam menyiapkan hal-hal untuk pernikahan. Baekhyun tentu saja selalu yang paling bersemangat.

"Apa menurutmu kita perlu gaun?" tanyanya polos.

TUK

"Bodoh. Aku ini pria, Baek." pekik Kyungsoo dengan hadiah sebuah pukulan sayang di kepala sahabatnya. Beruntung saja saat ini Baekhyun sedang berlutut disampingnya, jadi dia bisa dengan mudah mengayunkan tangan mungilnya ke kepala Baekhyun.

Baekhyun meringis oleh pukulan Kyungsoo, "Tapi kupikir kau akan sangat manis jika menggunakan gaun, Kyung." kali ini sudah pasti Baekhyun berniat menggoda calon pengantin.

Kyungsoo baru akan memukul Baekhyun lagi, kalau bukan sebuah tangan menahannya. Kyungsoo mendengus menemukan Zitao yang berdiri disebelahnya.

"Tenang saja, kalau dia berani menyuruhmu menggunakan gaun, maka aku juga akan memaksanya menggunakan hal serupa diacara pernikahan kami nanti, Kyungsoo." Zitao mengedipkan sebelah matanya pada Kyungsoo.

Kyungsoo menyeringai, "Oh, tentu saja harus begitu, Zitao-ya." ujarnya.

"Hei, kalian berkomplot?" Baekhyun seperti biasa memekik heboh.

Kyungsoo dan Zitao melakukan high-five dan tertawa mengejek Baekhyun. Tak lama beberapa orang lagi datang dan bergabung bersama mereka. Chanyeol, Luhan, dan Sehun.

"Apa yang terjadi?" Luhan menatap bergantian pada Baekhyun serta Kyungsoo dan Zitao. Tak biasanya dia melihat sabahat cerewet dan super hebohnya yang bernama Baekhyun itu merengut sebal dan Zitao dan Kyungsoo yang tertawa bersama seperti sepasang teman dekat.

"Mereka berdua bekerja sama untuk membuatku kesal." adu Baekhyun sembari menunjuk pada Zitao dan Kyungsoo.

"Kau yang memulainya, Baek." sanggah Kyungsoo.

"Aku kan hanya memberi saran." Baekhyun dengan santainya meraih pinggang Zitao untuk dipeluk. Manja sekali. Zitao terkekeh dan mencubit gemas pipi kekasih cerewetnya itu. Baekhyun lucu sekali jika sedang merajuk dan bermanja dengan Zitao.

Sehun, Luhan, dan Chanyeol yang mulai mengerti keadaan hanya mendengus melihat perlakuan manja Baekhyun.

"Bagaimana tentang persiapannya?" Sehun mengalihkan tatapannya pada Kyungsoo dan membuka percakapan baru.

"Oh?" Kyungsoo menatap Sehun dengan kedua bola matanya yang lebar. "Hampir selesai. Yifan hyung tadi mengirimkan pesan kalau undangannya juga sudah selesai disebar." Sehun mengangguk untuk jawaban Kyungsoo.

"Bagus kalau begitu. Apa ada yang bisa kami bantu lagi?" kali ini Chanyeol yang bertanya. Kyungsoo menggeleng.

"Yifan hyung akan mengurus sisanya." jawab Kyungsoo.

Semua mengangguk paham. Baekhyun menatap Kyungsoo dalam kemudian mendekat dan berjongkok untuk memeluk tubuh mungil Kyungsoo. Semua mata menatap keduanya haru.

"Ada apa, Baek?" Kyungsoo tersenyum dan membalas pelukan Baekhyun.

Baekhyun menggeleng, "Hanya saja ini terasa mimpi bagiku. Kau akan segera menikah." ucapnya.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Kyungsoo.

"Kau bahagia?" Baekhyun menatap Kyungsoo serius.

"Baek?" Chanyeol menegur Baekhyun.

Kyungsoo terdiam. Lidahnya terasa keluh. Bagaimana dia harus menjawabnya?

"Tentu saja. Seulri juga pasti sangat bahagia disana." jawabnya ambigu. Kyungsoo memaksakan seulas senyum.

"Apa kalian semua lapar? Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" Chanyeol memotong kalimat yang akan terlontar dari bibir Baekhyun.

"Benar. Aku sangat lapar. Hari ini biar aku saja yang mentraktir." Sehun menimpali ucapan Chanyeol.

"Ayo kita pergi." Zitao langsung meraih lengan Baekhyun dan menggandengnya menjauh dari Kyungsoo.

"Aku akan menghubungi Yifan hyung." Kyungsoo mengeluarkan ponselnya.

.

Dua orang pemuda dengan perbedaan tinggi yang sangat kentara, tengah berdiri –sebenarnya hanya salah satunya saja yang berdiri, seorang lagi duduk manis di kursi roda– dengan senyum bahagia dalam balutan tuxedo berwarna putih bersih. Seorang pemuda yang betubuh mungil dengan sebuket bunga ditangannya tersenyum singkat pada pemuda tinggi didepannya, sebelum tubuh keduanya saling mendekat dalam penyatuan manis kedua bibir. Suara tepukan tangan terdengar dari orang-orang yang berada dalam gereja untuk memberikan restu atas pernikahan kedua pemuda itu. Beberapa ada yang menitikkan air matanya karena bahagia. Yifan dan Kyungsoo―kedua pemuda yang menjadi mempelai dalam hari bahagia ini meninggalkan gereja dengan Yifan yang menggendong tubuh mungil Kyungsoo dan memasuki mobil hitam dengan hiasan bunga didepannya. Mereka akan menuju rumah baru, dimana mereka akan menghabiskan waktu berkualitas sebagai sepasang suami – istri. Oh? Alangkah bahagianya.

Kelima sahabat Kyungsoo memandang sendu ketika mobil hitam itu melaju meninggalkan gereja pada sore itu. Kyungsoo dan Yifan sudah pergi, menyambut hidup mereka yang baru. Baekhyun dan Luhan semakin terisak dan membenamkan wajah mereka kedalam pelukan sang kekasih. Zitao dan Sehun berusaha menenangkan kedua pemuda manis itu. Chanyeol menghela nafas panjang. Terdapat rasa gelisah dan putus asa dalam hembus nafasnya.

"Apa semuanya sudah berakhir?" Sehun bertanya.

"Tentu saja tidak." Chanyeol menjawab cepat dan tersenyum.

Sehun ikut tersenyum seolah mengerti arti dari senyuman yang terukir di bibir milik Chanyeol. Ini bukan akhir, tapi awal. Semuanya akan dimulai kembali sejak hari ini. Satu tahun sudah cukup bagi mereka untuk hanya diam dan melihat.

"Sudah saatnya mengembalikan bajingan itu ke tempat seharusnya."

.

4 years ago...

Yifan berjalan sambil mendorong kursi roda dengan Kyungsoo yang duduk diatasnya. Kemudian Yifan berhenti dan beralih mengangkat tubuh Kyungsoo dalam gendongannya. Melangkahkan kakinya menuju sebuah makam dengan beberapa bunga yang telah layu dan mengering. Yifan menunduk dan membiarkan Kyungsoo duduk, lalu menaruh buket bunga diatas makam tersebut. Tertulis nama Choi Seulri di sana. Yifan dan Kyungsoo sama-sama memasang senyum lembut.

"Bagaimana kabarmu, Seulri-ya?" tanya Kyungsoo, seolah seseorang yang ia sebut namanya mampu mendengar pertanyaannya.

Yifan berjongkok dan meraih sebelah tangan Kyungsoo untuk ia genggam. "Kami hidup dengan baik selama empat tahun ini." Yifan ikut berbicara pada makam itu.

"Oppa sangat bahagia, Seulri-ya. Semoga kau juga." Kyungsoo membalas genggaman Yifan.

"Terima kasih, Seulri-ya." ucap Yifan yang membuat kening Kyungsoo berkerut bingung.

Beberapa lama mereka hanya diam dan larut dalam pikiran masing-masing. Kemudian tangan Yifan beralih menuju jari panjangnya dan melepas cincin yang sudah tersemat selama empat tahun lamanya itu. Kyungsoo terlonjak dan menatap Yifan penuh tanya. Yifan yang mengerti kebingungan Kyungsoo segera meraih tangan Kyungsoo dan ikut melepas cincin yang tersemat dijari manis Kyungsoo.

"Hyung, apa yang kau lakukan?" tanya Kyungsoo khawatir.

Yifan menaruh kedua cincin itu diatas makam Seulri, "Untukmu. " lirih Yifan.

"Hyung?" Kyungsoo masih meminta perhatian suaminya.

"Apa kau sudah selesai? Setelah ini aku akan mengajakmu kencan." Yifan tersenyum dan mengusap pelan rambut hitam halus milik Kyungsoo.

"Bagaimana dengan cincin pernikahan kita?" tanya Kyungsoo.

"Aku memberikannya pada Seulri." jawab Yifan santai. Ia terkekeh melihat ekspresi Kyungsoo yang sangat menggemaskan –mata lebar dan bibir hati yang membulat sempurna–. "Kau akan memiliki cincin pernikahan yang lain. Biarkan yang ini menjadi milik Seulri." lanjutnya.

"Tapi itu tidak baik, Hyung." protes Kyungsoo.

Yifan lagi-lagi hanya memberikan senyuman lembutnya. "Ayo kita pergi." putusnya.

Tanpa menunggu jawaban Kyungsoo, Yifan langsung meraih tubuh mungil itu dalam gendongannya dan mulai berjalan meninggalkan makam Seulri menuju kursi roda Kyungsoo yang berada tak jauh dari sana.

Mereka meninggalkan makam itu.

.

Sejak awal Kyungsoo merasa ada yang aneh dengan suaminya ini. Semalam Yifan menyetubuhinya dengan lembut dan hati-hati, persis seperti malam pertama mereka. Yifan tak seperti biasanya. Ia terlihat putus asa malam itu dan lebih banyak membisikkan kata cinta di telinga Kyungsoo. Menjamah tanpa terkecuali seluruh bagian tubuh Kyungsoo. Kyungsoo senang dan ia menikmatinya. Tapi cara Yifan memperlakukannya dengan tak biasa itu benar-benar membuatnya khawatir. Pemuda itu menyetubuhinya seolah tak ada lagi hari esok.

Kemudian pagi ini ia membangunkan Kyungsoo dan menyiapkan sarapan yang sangat banyak dan tentu semuanya lezat. Memperlakukan Kyungsoo seperti seorang putri –oh maksudnya pangeran–. Dan siangnya pemuda itu mengajaknya menuju makam Seulri. Lalu sekarang, Yifan mengajaknya kencan. Sangat tak biasa, bukan?

Kyungsoo malu, sungguh. Yifan memutuskan meninggalkan mobilnya di parkiran sebuah pusat perbelanjaan, menggendong Kyungsoo dibelakang punggungnya dan mengajak Kyungsoo menaiki bis untuk mengantar mereka menuju kawasan Myeongdong dan menikmati waktu disana. Memasuki banyak toko sampai melakukan self camera. Yifan lebih banyak mengajak Kyungsoo berfoto dan mengabadikan setiap moment mereka hari ini. Ini persis seperti kencan pertama anak-anak muda. Terkesan kekanakan dan canggung. Tapi Kyungsoo bersumpah kalau ini adalah waktu terbaik yang dimilikinya bersama Yifan selama waktu pernikahan mereka. Tak ia pedulikan tatapan orang-orang terhadap dirinya dalam gendongan Yifan. Mau bagaimana lagi, ia tak bisa berjalan kan? Yifan sengaja meninggalkan kursi rodanya di mobil dan membawa Kyungsoo berjalan dengan digendong seperti ini. Percuma saja ia menolak, Yifan tak suka itu.

"Jadi, dimana kita akan makan siang?" tanya Yifan tiba-tiba. "Aku ingin kau yang memilih tempat." lanjutnya.

Kyungsoo memasang pose berpikir yang imut dan mendapat satu cubitan sayang dipipinya dari Yifan. Pemuda itu dengan susah payah menoleh kesamping dan mengecup cepat bibir Kyungsoo yang mengerucut. "Hyung~" Kyungsoo merona, dan Yifan terkekeh melihatnya. Ia langsung menyembunyikan kepalanya diceruk leher Yifan, malu. Sudah digendong dipunggung, sekarang dicium di bibir.

"Disana!" Kyungsoo menunjuk sebuah cafe dengan banyak pengunjung di ujung jalan.

"Hm, baiklah. Ayo!" Yifan mengeratkan gendongannya pada Kyungsoo dan mulai berjalan menuju cafe yang ditunjuk Kyungsoo. Pelukan Kyungsoo dilehernya yang sempat merenggangpun, sekarang jadi semakin erat. Manisnya.

"Hyung, apa aku berat?" Kyungsoo yakin jika tangan dan tubuh Yifan pasti sangat lelah karena terus menggendongnya sedari tadi.

Yifan menggeleng. "Kau ringan." jawab Yifan.

"Kau bohong!" tuding Kyungsoo. "Sudah ku bilang sebaiknya aku menggunakan kursi roda saja tadi."

"Begini lebih baik. Bukankan ini sangat manis?" goda Yifan. Kemudian ia merubah raut wajahnya menjadi menyelidik. "Apa kau tak suka?" tanyanya.

Kyungsoo langsung menggeleng cepat. "Bukan begitu. Aku sangat menyukainya. Hanya saja aku tak mau kau merasa lelah." ucapnya.

"Memang lelah―" Yifan menoleh kesamping dan tatapannya bertemu dengan mata Kyungsoo yang juga menatapnya. "―tapi aku senang melakukannya."

.

Keduanya memasuki cafe dan langsung disambut oleh pelayan tampan. Sepertinya konsep cafe ini hampir menyerupai EXO cafe. Para pelayan pria yang tampan dengan pengunjung gadis usia sekolah. Ah Kyungsoo jadi merindukan cafe itu sekarang. Dan berita bahagianya adalah Junmyeon dan Yixing yang menikah sekitar tiga bulan lalu. Bahkan sampai hari ini keduanya belum kembali dari bulan madu mereka di China. Ck!

"Kau ingin memesan apa?" Kyungsoo tersadar dari lamunannya dan menatap Yifan. Ia bahkan tak sadar jika ia sudah duduk manis di salah satu kursi cafe dan tak lagi dalam gendongan Yifan.

"Hm? Aku ingin makan makanan manis hari ini." jawab Kyungsoo sambil melihat-lihat buku menu di depannya.

Yifan tersenyum sembari menatap Kyungsoo yang masih melihat-lihat daftar menu ditangannya. Ia sedang berpikir tentang Kyungsoo dan kehidupan pernikahan mereka yang sangat bahagia selama ini. Kemudian ia juga memikirkan tentang akan bagaimana kehidupan pernikahan mereka kedepannya. Ia telah memikirkannya dan membuat keputusan.

.

Mereka sudah selesai dengan makan siang mereka, dan kini Yifan tengah berjalan keluar meninggalkan cafe. Baru saja Kyungsoo kembali mengeluh malu karena orang-orang yang berada di cafe menatap dirinya dan Yifan dengan pandangan tak biasa. Apalagi saat Yifan menggendongnya dipunggung dan membawanya meninggalakan cafe.

"Mereka melihat kita lagi." keluh Kyungsoo.

"Jangan pedulikan. Mereka tak menjalani hidupmu." ucap Yifan bijak.

"Sampai kapan kita akan seperti ini? Lama-lama aku jadi merindukan kursi rodaku juga. Lagipula, apa kau tak lelah? Kemana lagi kita akan pergi setelah ini?" Yifan tak dapat menahan tawanya mendengar Kyungsoo berbicara dan bertanya tanpa jeda.

"Aku jadi bingung harus berkata seperti apa." Yifan membenarkan posisi Kyungsoo dalam gendongannya. "Kita akan menghabiskan waktu berdua hingga malam menjelang dan untuk satu hari ini, kau hanya milikku." ucap Yifan dan Kyungsoo hanya mengangkat bahu acuh. Ia pasrah saja Yifan akan membawanya kemana lagi setelah ini.

"Hyung, ketika kita sampai dirumah nanti, aku akan memijat dan mengopres tangan dan punggungmu. Aku pasti semakin berat setelah makan siang tadi." Kyungsoo mengoceh lagi dalam perjalanan mereka.

"Ya." Yifan mengangguk.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Hanya berjalan. Kawasan Myeongdong ini sangat luas dan Yifan juga Kyungsoo tak ingin melewatkannya begitu saja.

"Hyung, kita istirahat dulu." Kyungsoo menepuk pundak Yifan kemudian menujuk sebuah kursi kosong yang ada di pinggir jalan.

Yifan mengangguk dan menurunkan Kyungsoo diatas kursi itu. Kyungsoo terkekeh melihat ekspresi Yifan yang memijat pelan punggungnya. Pria itu keras kepala sekali sih, sudah Kyungsoo katakan jika ini akan melelahkan, tapi Yifan masih bersikeras.

"Kau lelah? Duduklah―" Kyungsoo menepuk pelan bagian kosong pada kursinya. "―aku akan memijatmu." lanjutnya.

"Maaf." Yifan tampak menyesal dan menurut untuk duduk dikursi bersama Kyungsoo. "Padahal aku ingin terlihat kuat dan keren didepanmu." sesalnya.

Kyungsoo hanya terkekeh dan mulai memijat punggung Yifan.

"Hyung, untuk apa semua ini?" Kyungsoo bertanya sembari masih menggerakkan tangan mungilnya untuk memijat punggung Yifan.

Yifan terdiam. Ia sangat mengerti arti dari pertanyaan Kyungsoo. Menghela nafas sebelum menjawab, "Sebagai hadiah wisudamu."

"Itu kan baru akan terjadi satu minggu lagi." seru Kyungsoo.

"Aku tidak sabar menunggu satu minggu." ujar Yifan sekenanya.

Kyungsoo mendengus. "Aku tahu itu bukan jawaban yang sebenarnya." ia menghela nafas. "Baiklah. Aku hanya akan menunggu sampai ini semua selesai." ucapnya.

Yifan hanya tersenyum.

.

Langit sudah menjadi jingga dan matahari hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali keperaduan dan tergantikan oleh bulan. Kyungsoo menatap sisa-sisa pancaran matahari di ufuk barat dari dalam mobil yang dikendarai Yifan. Ya. Mereka sudah selesai dengan acara kencan mereka dan Yifan membawa Kyungsoo kembali kesupermarket dimana mereka menaruh mobil dan kini mereka sedang dalam perjalanan menuju―entahlah. Kyungsoo tahu jika ini bukan jalan menuju rumah mereka. Ia tak mau bertanya, terlalu lelah dan ia yakin Yifan tak akan mau menjawabnya. Rahasia.

Kyungsoo mengarahkan tatapannya pada Yifan yang masih fokus menyetir. Ia memandangi wajah tampan suaminya itu dan ia masih merasa ini seperti mimpi jika ia telah menikah dengan Yifan dan menjadi istrinya. Pemuda dingin yang tak pandai tersenyum.

"Kau tak bertanya tentang kemana aku akan membawamu?" Yifan memecah keheningan didalam mobil itu.

Kyungsoo menggeleng. "Aku tahu kau tak akan menjawabnya." ujarnya.

"Aku akan membawamu kesekolah." Yifan mengedikkan bahu.

Kyungsoo nampak terkejut dan menatap Yifan penuh tanya. "Sekolah?" kening Kyungsoo berkerut.

"SM ART High School." ujar Yifan.

"Kenapa Hyung membawaku kesana?" tanya Kyungsoo.

"Kau akan tahu setelah kita sampai nanti." kemudian Kyungsoo tak bertanya lagi dan suasana didalam mobil itu kembali hening.

Kyungsoo kembali menatap keluar jendela. Sudah lama juga ia tak melihat sekolahnya. Ada banyak kenangan. Kyungsoo jadi tak sabar.

.

Mobil Yifan terparkir sempurna di halaman luas SM ART High School. Ia membantu Kyungsoo keluar dari mobil dan mendudukkannya dikursi roda. Kyungsoo menatap bangunan besar dan halaman luas yang sangat ia rindukan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia meninggalkan sekolah ini dan beralih ke Universitas.

"Pergilah dan melihat-lihat." Yifan menepuk bahu Kyungsoo, kemudian mendorong sedikit kursi roda itu. "Sudah sangat lama, bukan?" tanya Yifan ambigu.

Kyungsoo menatap Yifan ragu. "Aku―sendirian?" tanyanya.

Yifan mengangguk mantap. "Masuklah, dan aku akan menunggu disini." ucapnya.

Kyungsoo mengalihkan tatapannya pada bangunan didepannya dan tak dapat dipungkiri bahwa ia sangat senang bisa kembali lagi kesini meski bukan berstatus siswa. Dengan keyakinan penuh, Kyungsoo mulai menggerakkan kedua tangannya untuk menjalankan kursi rodanya dan mulai memasuki bangunan sekolah.

Banyak sekali yang berubah. Kyungsoo menyadarinya. Tentu saja, sudah empat tahun berlalu. Kyungsoo terus menjalankan kursi rodanya dan berkeliling ke banyak tempat yang dulu paling sering ia datangi. Ia masih bisa mengingat semuanya. Kenangan itu seolah masih baru dan segar didalam otaknya. Ruangan kelasnya, Kantin, Perpustakaan, Ruang latihan vocal, Ruang Guru, Ruang Kepala Sekolah―pikiran Kyungsoo kembali pada masa-masa ketika dia masih menjadi siswa dan mengenakan seragam kebanggaan SM ART High School.

Ia mengingat banyak hal, tak satupun yang luput dari pemikirannya. Laju kursi roda Kyungsoo berhenti didepan ruang latihan menari. Melihatnya, Kyungsoo jadi teringat seseorang. Sehun? ―oh ayolah! Tentu saja bukan dia, tetapi―Kim―Jongin.

Kyungsoo menghela nafas berat. Bagian didalam otaknya tak akan begitu mudah menghapus setiap kenangan tentang pemuda yang hanya hadir sebentar, namun mampu mengubah terlalu banyak bagi hidupnya. Ia sudah bersam Yifan, tapi percayalah bahwa Kim Jongin masih memiliki ruang yang sangat luas didalam hati Kyungsoo.

Kyungsoo menggelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari pemuda berkulit tan dimasa lalu. Ia kembali menggerakkan tangannya untuk membawa laju kursi rodanya pergi meninggalkan ruangan itu.

Kyungsoo dengan sudah payah mengayuh kursi rodanya hingga sampai didepan tangga menuju atap sekolah. Kali ini ia tak bisa mengandalkan lift untuk menuju kesana. Karena memang tak ada lift untuk menuju keatap. Ia tetap harus melewati belasan anak tangga ini untuk sampai keatas sana.

Kyungsoo menyerah dan ia hanya memilih berdiam disana dan memandang anak-anak tangga itu. Ia sebenarnya sangat ingin naik keatas sana, tapi dengan kondisi begini―entahlah.

Pikiran Kyungsoo kembali melayang dan memikirkan satu sosok yang sama―Kim Jongin. Lama Kyungsoo terdiam dan tak melakukan apapun. Bibirnya terkadang mengulas senyum, namun sedetik kemudian menampakkan wajah muram dan sedih. Kemudian ia tersadar jika hari sudah menjadi gelap dan ia telah meninggalkan Yifan terlalu lama diluar sana.

"Baiklah. Sudah saatnya untuk pergi, Do Kyungsoo." Kyungsoo menatap sekali lagi pada anak tangga didepannya dan mulai mengarahkan tangannya untuk membawa kursi rodanya pergi, sebelum ia mendengar suara pintu yang terbuka. Itu berasal dari atas sana―pintu atap.

Jadi―siapa yang sempat berada diatas sana?

Tubuh Kyungsoo membeku dan matanya membulat sempurna. Dari deretan anak tangga teratas, ia melihat satu sosok dengan balutan kemeja berwarna biru muda dan celana jeans warna hitam. Sosok itupun mengeluarkan reaksi yang sama dengan Kyungsoo. Sosok itu―

"Jo―ngin?"

―Kim Jongin.

"Kyung―soo?"

Waktu seolah berhenti disana dan kedua orang itu hanya bisa mematung setelah saling mengucap nama masing-masing. Kyungsoo menelan ludahnya gugup dan memilih untuk menunduk dan memutus pandangan dengan Jongin. Ia mengepalkan kedua tangannya―mengapa harus sekarang?

"Sudah lama sekali ya―Kyungsoo?" Jongin membuka suara lebih dulu.

Kyungsoo menatap Jongin ragu dan mengangguk.

"Jadi―bagaimana kabarmu?" tanya Jongin. Pemuda itu berjalan pelan menuruni anak tangga hingga sampai didepan Kyungsoo.

Kyungsoo mendongak untuk menatap Jongin yang berdiri didepannya. "Aku baik. Kau?" Kyungsoo mulai tak nyaman dengan situasi ini.

"Kurasa baik." jawab Jongin tak jelas.

Kyungsoo hanya menatap Jongin sekilas. "Kurasa aku harus pergi sekarang. Seseorang telah menungguku. Senang bisa bertemu kembali denganmu―Kim Jongin." Kyungsoo baru saja memutar arah kursi rodanya―

"Mengapa sangat terburu-buru, Kyungsoo?"

―sebelum Jongin menghentikan dengan ucapannya. Kyungsoo yang saat ini sudah memunggungi Jongin, tak berniat untuk memutar tubuhnya untuk menghadapi lawan bicara.

"Kau tak merindukanku?" tanya Jongin―dan air mata Kyungsoo sukses tumpah mengaliri pipi putihnya. Ayolah Kyungsoo! Kau itu pria!

"Jongin―"

"Kalau aku―sangat merindukanmu." ucapan Jongin membuat Kyungsoo merasakan sesak didadanya. "Aku kembali... Kyungsoo." ucapnya.

Kyungsoo membulatkan matanya kala kedua lengan kekar berwarna tan memeluk lehernya. Dapat ia dengar isakan pelan dari arah belakangnya. Hembusan nafas tak beraturan juga dengan jelas memasuki indera pendengarnya dan menggelitik tengkuk Kyungsoo. Kemudian suara tangis keduanya menggema dilorong sepi sekolah yang semakin gelap.

.

Jongin mendorong kursi roda Kyungsoo hingga mereka sampai dihalaman luar sekolah dan bertemu Yifan disana. Kyungsoo was-was sebenarnya. Namun ia merasa seperti mimpi ketika melihat Yifan justru tersenyum pada dirinya dan Jongin.

"Selamat datang kembali, pembuat masalah." sambut Yifan dan Jongin hanya terkekeh.

"Terima kasih." ujarnya tenang.

Kyungsoo sangat bingung dengan reaksi yang dibuat dua orang itu.

"Hyung?" Kyungsoo menatap Yifan, menuntut penjelasan.

"Aku menepati janjiku." ucapan Yifan sama sekali tak menjawab tanya di otak Kyungsoo. Yifan tersenyum, kemudian mendekat dan berlutut di depan Kyungsoo. "Kau lupa aku pernah berjanji saat di rumah sakit dulu?"

Kyungsoo memicingkan matanya kemudian mengingat-ingat. Detik berikutnya ia kembali teringat pada waktu yang Yifan maksudkan. Kyungsoo menghela nafas. Ketika itu Yifan berjanji bahwa ia akan mempertemukan Kyungsoo dengan Jongin apabila Kyungsoo mau berusaha untuk sembuh dan kembali seperti Kyungsoo yang biasanya. Tapi, semuanya mungkin tak bisa tertolong lagi untuk saat ini. Ia hanya akan menyakiti hati Jongin dengan kenyataan hubungannya bersama Yifan. Ini jauh lebih buruk dari Jongin yang tak kembali.

"Soo, maafkan aku." Yifan menatap Kyungsoo sendu. "Kau mengerti maksudku kan?" meraih jari manis Kyungsoo yang kini polos tanpa cincin pernikahan mereka. "Aku katakan bahwa kau akan segera mendapatkan cincin pernikahan yang baru."

"Hyung!" Kyungsoo menggeleng keras begitu ia bisa membaca maksud ucapan Yifan. "Hyung, tidak. Ini bukan permainan." Kyungsoo berteriak pada Yifan.

"Tentu bukan. Karena itu aku menikahimu." Yifan mengusap rambut Kyungsoo. "Dengan begini, kita tak harus ingkar pada janji kita terhadap Seulri."

"Hyung." Kyungsoo menitikkan air matanya.

"Aku harap ini adalah terakhir kalinya aku membuatmu menangis." Yifan menghapus air mata dikedua mata Kyungsoo. "Kau mencintai Jongin dan ia juga sangat mencintaimu. Kalian akan jadi pasangan yang sempurna."

"Tapi hyung―"

"Jika kau menahanku, maka itu akan semakin membuatku terluka. Kita hidup bersama selama empat tahun, tapi aku tahu bahwa hatimu bukan untukku. Jadi―sekaranglah waktunya untuk bersama dengan orang yang seharusnya."

Yifan juga tak tahan untuk tak menitikkan air matanya.

"Aku bahagia, Soo. Jadi kau juga harus bahagia. Empat tahun ini adalah waktu yang sangat berharga dan paling indah seumur hidupku." Yifan menggenggam erat tangan Kyungsoo. "Izinkan aku melakukan ini. Untuk membalas semua hal yang sudah kau dan Jongin lalui. Jongin sudah menunggu terlalu lama." Yifan melirik Jongin kemudian tersenyum.

Berdiri dan mengusak rambut Kyungsoo pelan. "Sampai bertemu dipengadilan." kemudian Yifan berbalik dan memasuki mobilnya. Meninggalkan halaman SM ART High School yang menyisakan Jongin dan Kyungsoo yang masih diselimuti keheningan.

"Kyung." Jongin memegang kedua bahu Kyungsoo. Dengan langkah pelan, ia berjalan kehadapan Kyungsoo dan berlutut mensejajarkan tingginya dengan posisi Kyungsoo.

Kyungsoo menatap Jongin. Kini tak ada beban dalam dirinya untuk menatap wajah pemuda didepannya yang semakin tampan. Tak ada beban baginya untuk merasakan kerinduan yang semestinya.

Kyungsoo menangis. "Aku merindukanmu, Jongin."

Jongin tersenyum, kemudian membawa Kyungsoo kedalam pelukannya.

.

Kyungsoo resmi bercerai dari Yifan dan menjalin hubungan dengan Jongin. Mungkin ini terdengar kejam dan tak adil bagi Yifan. Tapi begitulah takdir yang Tuhan atur. Yifan juga yang menginginkannya. Ia juga tak ingin menjalani seumur hidupnya bersama Kyungsoo yang tak seutuhnya berada dalam genggamannya.

"Kau melakukannya dengan baik." Chanyeol menepuk bahu Yifan, memberinya semangat.

"Kau juga." Yifan tersenyum. Ia tahu bahwa Chanyeol juga berkorban banyak dalam kisah ini.

"Kau jadi pergi ke Kanada?" tanya Chanyeol.

Yifan mengangguk sebagai jawaban. "Kau mau ikut?"

"Akan ku sempatkan untuk berkunjung, nanti." jawab Chanyeol.

Yifan kembali mengangguk. Kemudian keduanya saling bertatapan dan tersenyum.

"Haruskah kita berpelukan?" Yifan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut Chanyeol. "Untuk saling menguatkan." tambahnya. Kemudian Chanyeol tanpa ragu meraih tubuh didepannya dan mereka berpelukan singkat.

"Senang bisa mengenalmu, Chanyeol."

"Aku juga, Yifan."

.

Kyungsoo duduk dipangkuan Jongin sambil menikmati pemandangan matahari yang hampir tenggelam dengan Jongin yang memeluknya dari belakang.

"Pemandangan matahari tenggelam di atap gedung SM ART High School adalah yang paling indah." Jongin bergumam.

Kyungsoo mengangguk. Menoleh kesamping kanan, kemudian mencium pipi kiri Jongin.

Jongin tersenyum, "Apa kau bahagia?" kemudian balas mengecup pipi kanan Kyungsoo.

"Menurutmu?" Kyungsoo balas bertanya dan memandang Jongin. "Kau sudah membuat masalah dalam pernikahanku bersama Yifan hyung." cibirnya.

Jongin terkekeh, kemudian semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Kyungsoo yang masih duduk dipangkuannya. "Jika tak begitu, maka aku tak mungkin bisa memelukmua seperti ini." ucapnya.

Kyungsoo merona. "Kau sendiri? Apa kau bahagia?" Kyungsoo balas bertanya.

Jongin menatap Kyungsoo, kemudian mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Menunjukkan itu kehadapan Kyungsoo dan menatap mata pemuda mungil itu serius. "Aku bahagia jika kau mau memakai cincin ini dan menerimaku." jawabnya.

Kyungsoo mengangguk. "Tentu aku mau." kemudian mengecup bibir Jongin cepat.

Jongin tersenyum kemudian menyematkan cincin itu dijari manis Kyungsoo. Kyungsoo menatap cincin yang tersemat itu dengan rona merah samar dikedua pipinya. Butuh waktu hingga beberapa tahun sampai ia bisa mendapatkannya dari Jongin. Ia tak akan menyiakannya.

"Aku mencintaimu."

Atap gedung sekolah ini menjadi saksi bisu bersatunya kembali kedua hati yang cukup lama terpisahkan dan menyimpan keraguan. Jongin meraih dagu Kyungsoo dan membawanya kedalam ciuman lembut. Dibawah langit senja kota Seoul, mereka kembali.

.

.

.

.

-END-

.

Author's Note :

Akhirnyaaa...fanfic ini menemukan akhirnya jugaaa *tumpengan bareng Kaisoo hha akhirnya perjuangan dari bulan maret lalu berhenti disini huh *tepuk tangan GILA! Ngerjain chap terakhir ini susah banget ternyata. Saya nyicil bikinnnya setiap ada waktu luang dan itu dimulai kira-kira satu bulan yang lalu dan baru kelar sekarang. Lama banget!

So? Bagaimana? Apakah ini berakhir sesuai keinginan para pembaca? Saya sih gak berharap banyak ya. Udah nyelesaiin ini sampai end aja sudah menjadi satu kebanggaan tersendiri buat saya. Pasalnya saya ini memang agak berat dan susah kalo udah berurusan dengan fanfic chapter. Mungkin saya akan pikir-pikir lagi kalo mau bikin fic chap yang lain. Tapi tenang aja, untuk Oh! My Best Friends nya pasti akan saya lanjut, hanya saja harus bersabar hha

Akhir kata, Terima Kasih... *kibar bendera Kaisoo