Angin dingin yang tiba-tiba berhembus datang bersamaan dengan sebuah bus biru yang sejak tadi ditunggu Kuroko Tetsuna. Gadis itu mendesah dan mengusap belakang lehernya.

"Padahal sudah musim semi, tapi udaranya masih saja dingin," pikirnya.

Bus itu berhenti di depan halte tempat ia dan belasan orang lainnya menunggu, pintu otomatisnya terbuka lebar. Kuroko menghela nafas berat sebelum ikut bergabung dalam jejalan orang yang berebut masuk kedalam kendaraan besi itu. Orang-orang yang menunggu di halte sudah habis, pintu otomatis tertutup. Sang supir berkata "Saatnya melaju!" dengan semangat. Sementara kuroko masih sibuk mencari tempat duduk favoritnya di tengah-tengah sesaknya penumpang bus itu, berjalan berdesakan dengan orang lain sambil terus berucap "Sumimasen".


~He was a girl~

Kuroko no basket fanfiction by:

Bakpao Lumut

Chapter 1: Belum apa-apa

Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi

Genre: Romance, Drama, Slice of Life

Pairing: Kagami x femKuroko

Warning: OOC, Typo's

ENJOY…!

Chapter 1: Belum apa-apa.


.

"Huhh… sudah ada yang duduk disana," batin Kuroko, kecewa.

Ia memandang sebal pada seorang pemuda yang menduduki kursi favoritnya di bus itu. Dengan tubuh tinggi-besar, wajah sangar ditambah penampilannya yang acak-acakan begitu, sangat mirip preman, tentu kuroko kesal melihat orang seperti itu. Bahkan ia kesal karena bisa kalah darinya.

Kuroko menghela nafas berat. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang. Tak heran jika semua orang ingin datang pagi-pagi. Tapi berdiri di bus seperti ini benar-benar hal baru baginya. Sebelum bus menambah kecepatan lajunya, Kuroko segera meraih pegangan di atas kepalanya.

"A-Ano…" seseorang berujar di belakangnya.

Kuroko pun menoleh.

Dan mendapati seorang pemuda dengan wajah tampan dan rambut hitam yang menutupi hampir setengah bagian wajahnya. Kuroko mengenali seragam yang dipakai anak itu adalah seragam sekolah elit terkenal, Yosen. Pemuda itu memandang Kuroko bingung saat melihat orang yang dipanggilnya malah bengong memandangi dirinya.

"Ano…"

"Ah, i-iya? Ada apa?" pekik Kuroko begitu sadar dari lamunannya.

Tapi pemuda dengan surai hitam tadi malah menunjuk bagian bawahnya dengan wajah datar. Refleks, ia melihat roknya dan…

"Huuaaaa!" Kuroko memekik cukup keras dan sukses membuat seluruh penumpang menoleh kearahnya. "Ah… maaf, bukan apa-apa."

"Sialan! Sejak kapan ini?! Kenapa aku sampai tidak sadar?! Dan kenapa harus anak dari Yosen itu yang menyadarinya duluan?!" Kuroko merasakan kakinya yang semakin lemas dan wajahnya yang terasa panas seperti akan pingsan. Sementara tangannya sibuk merapikan roknya yang tersibak tinggi sampai celana dalam bergarisnya kelihatan. Ah, rasanya ia mau mati saja. Mati sekarang juga!

"Seragam perempuan sangat menyebalkan! Sudah kuduga, harusnya aku pakai baju olahraga saja!" batinnya kesal. Serius, sekarang ia tak mau anak dari Yosen tadi melihatnya. Maka sedikit demi sedikit ia maju beberapa langkah ke depan. Ini bukanlah hal yang mudah, karna saat ini bus sedang penuh sesak.

Tiba-tiba bus berhenti tepat di depan sebuah rumah sakit. Dari sudut matanya, Kuroko bisa melihat seorang ibu hamil naik ke bus dan berdiri di sebelah Kuroko sambil memegangi perutnya yang besar. Ia tahu betul seharusnya ia tak membiarkan seorang wanita hamil berdiri di bus, tapi ia sendiri juga tidak dapat kursi.

"Krooookk~"

Kuroko menoleh ke sumber suara aneh yang baru saja didengarnya, dia menengok ke kanan dan kekiri―ternyata asalnya adalah pemuda tinggi-besar menyebalkan yang menduduki kursi favoritnya. Dilihat dari seragamnya, anak itu memang satu sekolah dengannya, tapi Kuroko tak pernah melihatnya. Mungkin ia siswa tahun ajaran baru. Lagi pula teman-teman seangkatannya tak pernah ada yang ketiduran di bus saat berangkat sekolah sepertinya. Bahkan mengorok besar seperti itu.

Dia sedikit brdecak kesal, entah karena seorang pemuda bertampang preman menduduki kursi favoritnya atau karna suara―sekali lagi―suara ngoroknya yang tidak sopan yang didengarnya.

Bermaksud membangunkan pemuda itu agar memberikan tempat duduk kepada ibu hamil di sampingnya, ia mencolek bahu pemuda itu beberapa kali sambil menahan dongkol di dadanya.

"Sumimasen, bisakah kau memberikan kursimu untuk ibu ini?" Kuroko mencolek-colek bahu pemuda tersebut.

"Heh! Urusai!" ujar pemuda itu dengan matanya yang masih terpejam, dengan kasar menyingkirkan lengan mungil kuroko dari bahunya dengan tangan besarnya. Tidak mau diganggu sepertinya.

Apalagi ini? Berawal dari angin dingin, berdiri di bus, celana dalam yang kelihatan, sampai junior kurang ajar. Hari ini benar-benar hari tersial yang pernah ia alami. Kuroko mulai berusaha membangunkan pemuda itu dengan emosinya yang meluap. Namun hanya dibalas decakan kesal pemuda itu. Rasanya ia ingin menampar orang ini. Walau tertidur, wajahnya tetap sangar dan menyebalkan seperti preman kampus.

"Kau tidak perlu membangunkan Taiga. Aku tahu niat baikmu, aku sudah memberikan kursiku pada ibu itu, kok." Kuroko menoleh perlahan ke sumber suara dari belakangnya. Ternyata anak dari Yosen tadi. Ia tersenyum lembut pada Kuroko.

Kuroko pun melihat kursi di belakang tempat duduk pemuda yang hendak ia bangunkan. Disana, ia melihat ibu hamil yang tadi duduk sambil mengelus perut buncitnya dan tersenyum lembut padanya. Ia pun membalas senyuman wanita itu.

Ia pun mengalihkan pandangannya ke belakangnya, ke arah anak Yosen tadi. Dengan sedikit mendongak, karna pemuda itu jauh lebih tinggi darinya. Ia mengucapkan terimakasih dengan gugup. Ia merasakan sebuah cairan hangat memenuhi setiap ruang di kulit wajahnya.

"Te-Terima kasih," ujarnya.

"Tidak usah sungkan," pemuda itu tersenyum lembut pada Kuroko.

Pemuda ini terlihat baik dan lembut. Berbeda dengan si preman tukang tidur yang dengan tidak sopannya mengganggu ketertiban umum dengan suara dengkurannya yang seperti kudanil. Pikir Kuroko sambil menatap sinis pada pemuda yang sedang tidur tadi.

"Orang itu, tidurnya saja seperti kudanil, bagaimana kalau bangun? Padahal, sepertinya mereka berdua kenal cukup akrab… siapa tadi namanya? Taiga?" batin Kuroko, penasaran.


Kelopak bunga sakura satu persatu berjatuhan dengan lembut, tertiup angin yang membuatnya melayang-layang diudara. Musim semi. Ya sekarang musim semi, siswa-siswi dengan seragam SMA Seirin terlihat berlalu lalang sambil bercengkrama dengan teman-temannya sepanjang jalan menuju gerbang sekolah.

"Klub Rugby! Ayo gabung ke klub rugby!"

"Ayo gabung ke klub sastra!"

"Disini ada klub musik ringan, ayo gabung dengan kami!"

"Ekspresikan kreativitas kalian diatas kanvas, ayo! Kalian bisa melukis sepuasnya di klub seni! Express yourself here!"

Suara bising ini, selalu terjadi di setiap tahun ajaran baru. Yang artinya ada murid baru. Para anggota-anggota klub pun berusaha merekrut anggota anak kelas satu. Mereka berteriak mempromosikan klub mereka sendiri, menyebarkan selebaran pada anak kelas satu. Ya, tidak heran. Sekolah ini baru bediri dua tahun yang lalu. Tak ada salahnya juga kan?

'bugh'

Tiba-tiba seorang siswa baru berbadan tinggi besar dengan rambut merah bernama Kagami Taiga jatuh tersungkur di dekat pembatas jalan. Entah apa yang membuatnya terjatuh seperti itu. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, berusaha menemukan sesuatu yang membuatnya terjatuh.

"Cih, apa aku menabrak sesuatu?" batinnya ngeri.

"Ah... ittai," terdengar suara kecil didekatnya, ia segera menoleh ke sumber suara dengan perlahan-

"HUAAH! Siapa kau!" Dia merangkak mundur dengan ekspresi kagetnya sambil menunjuk dengan jari telunjuknya. Tidak sopan memang, menunjuk seseorang yang baru kau temui- ditambah lagi orang itu baru saja kau tabrak, apalagi sambil berteriak..

"A—ah," Seseorang yang sepertinya menabraknya atau lebih tepatnya ia tabrak terduduk membelakanginya, siswa itu tampak memegang lututnya yang sepertinya terluka. Celana olahraga yang ia kenakan pun terlihat sedikit sobek di bagian lutut sebelah kiri.

"Eh?" Kagami segera berdiri. Kagami baik-baik saja sepertinya, tanpa luka sedikitpun. Berniat menolong orang yang ia tabrak, dia beranjak berdiri dan berjalan menuju siswa tersebut.

"Kau tak apa?" dengan acuh ia mengulurkan tangannya, rela tak rela. Dengan perlahan, sebuah tangan kecil meraih tangan besarnya. Tangan yang kecil untuk ukuran seorang laki-laki, batinnya. Ia tidak bisa melihat wajah siswa tersebut karena siswa tersebut memakai jaket dengan tutup kepala.

"Ka— ka.." Siswa itu menunjuk wajah Kagami, jelas sekali ekspresi kaget di wajahnya. Yang ditunjuk pun hanya memasang wajah bingung.

"Kenapa?" Kagami bertanya heran.

"Tidak, sumimasen. Aku pergi dulu." Siswa itu membungkukkan badan kemudian berlalu dengan cepatnya—lebih tepatnya tiba-tiba menghilang tanpa Kagami sadari, dan tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

"E- eh? Apa-apaan barusan?" dia menggaruk belakang lehernya yang tak gatal, pertanda bingung.

Tapi ia tak mau ambil pusing, lagi pula ada hal penting lainnya yang harus segera dikerjakannya.

Kembali ke tujuannya yang sebelumnya, ia segera berjalan mencari klub basket. Yup, dia ingin bergabung dengan klub basket. Entah karena apa, sedari tadi ia tidak bisa menemukan tanda-tanda keberadaan klub basket. Diapun melihat kembali secarik kertas mungil yang tadi sempat dibagikan para pengurus OSIS di tangannya. Meneliti gambar di kertas itu dengan seksama sambil memicingkan mata.

"Tunggu dulu… ini…" batinnya bingung. Rasanya kenapa ada sesuatu yang salah dengan isi kertas itu?

Sebenarnya kertas itu hanyalah denah stand semua ekstrakulikuler yang mengikuti demo ini. Bentuk gambarnya pun sederhana―hanya terdiri dari beberapa persegi panjang dan nama-nama klub―tapi yang aneh adalah, ia tak bisa membaca tulisan disana sama sekali. Ia heran, padahal ia yakin sudah menguasai hiragana, katakana dan beberapa huruf kanji. Tapi kenapa?

Kagami pun mencoba memutar-mutar kertas mungil itu, mencoba membacanya dari berbagai sisi. Dan ternyata, selama ini ia terbalik membaca denahnya. Oh bagus, padahal ia sudah bergantung pada denah ini untuk mencari klub basket. Setelah lelah bekeliling dari ujung ke ujung di tengah keramaian, ia baru menyadari kalau stand klub basket ternyata yang ada di sebelahnya selama ini. Di tempat paling pojok seperti ini?


"Oi Hyuuga, kemana Kuroko? Kenapa dia lama sekali?" seorang gadis berambut coklat pendek tampak duduk sembari memasang wajah jengkel, tangannya tampak meremas-remas kertas yang dipegangnya. Disampingnya, seorang siswa berkacamata sedang bersedekap dan memasang wajah serius, dia melemparkan tatapan tajam kepada semua anak-anak kelas satu yang baru datang. Yang pastinya, sukses membuat mereka semua yang lewat di depannya ketakutan. Tapi kemudian ia menghela nafas panjang.

"Hey! Jangan formulir kita lagi Riko! Kau tidak tau biaya yang harus dikeluarkan untuk mencetak semua ini?!" Hyuuga mengamankan setumpuk kertas yang nampaknya formulir klub itu di bawah meja. Setelah itu, ia berdiri dan sekali lagi membenarkan tulisan klub basket yang tampak miring di depan meja stand.

"Ano, Riko-san. Jika kau mencariku, aku sudah ada disini sejak tadi." Riko hampir menyemburkan air yang ada dimulutnya kalau ia tidak segera menelan air tersebut. Dan akibatnya ia terbatuk-batuk.. Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja, dihadapannya muncul orang yang ia cari daritadi. Hyuuga pun demikian, dia hampir loncat dari kursinya tempat ia duduk.

"Astaga Kuroko! Bisakah kau berhenti muncul dengan cara seperti itu!?" Hyuuga kembali ke posisi semula, didahinya muncul perempatan kecil tanda ia kesal.

"Ah, sumimasen... aku terjatuh. Lihat," Kuroko mundur satu langkah dan menunjuk celananya yang sedikit sobek.

"Ya ampun Kuroko kau tak apa kan? Dan... bisakah kau berhenti memakai itu?" Riko menunjuk tudung jaket yang Kuroko kenakan. Mengerti, Kuroko segera melepaskan penutup kepalanya, menampakkan rambut berwarna baby blue sebahu yang ia gerai.

"Ah, ini kertas-kertasnya." Kuroko melangkah maju, mengambil beberapa lembar kertas dari balik jaketnya dan meletakkanya di atas meja. Lalu, ia mengeluarkan ikat rambut dari saku jaketnya dan mengikat tinggi rambutnya.

"Terimakasih Kuroko." Hyuuga mengambil selembar kertas yang tadi Kuroko letakkan. "Hm, seperti yang diduga." Dia membaca sekilas lalu membenarkan kacamatanya.

"Mana? Coba kulihat?" Riko mendekatkan dirinya pada Hyuuga. Hyuuga memperlihatkan kertasnya pada Riko.

"HAH! SUDAH KUDUGA LETAK STAND KLUB KITA TERLALU TERPENCIL. DAN HEY, KUROKO. SEJAK KAPAN KAU MEMAKAI WIG ITU LAGI." Riko berteriak tepat di samping Hyuuga, yang hampir membuat gendang telinga Hyuuga rusak.

"Aku lebih percaya diri memakai wig." Sahut Kuroko sambil memakai tudung jaketnya lagi.

Stand Klub basket mereka ternyata berada tepat di bawah pagar pembatas sekolah, lokasi yang tidak strategis— tidak, bahkan lokasi yang sangat buruk. Mana ada orang yang langsung menoleh ke belakang setelah masuk kegerbang sekolah, demi mencari stand misterius yang tersembunyi di dalam bayangan gelapanya pepohonan dan tembok sekolah. Ya, salahkan dirimu sendiri Riko. Kenapa kau malah menyuruh Kuroko yang datang untuk mewakili klub basket. Setiap kali Kuroko mengangkat tangan untuk meminta tempat, selalu saja diabaikan— lebih tepatnya tidak disadari sekalipun oleh panitian, kalau saja Kuroko tidak berbicara, maka mereka tidak akan mendapatkan tempat. Alhasil mereka mendapat tempat sisa. Dan Riko pun tidak bisa protes kepada siapapun.


"HUAAAH…. Apa benar ini klub basket?" tiba-tiba saja muncul seorang siswa yang berpenampilan seperti preman dan langsung duduk di kursi di hadapan Riko dengan kasar sambil menggebrak meja stand, membuat papan nama stand mereka agak miring.

Cewek berambut coklat itu tertegun. "Astaga, apa benar dia anak kelas satu? Dia tidak terlihat seperti murid kelas satu biasanya," batin Riko, dia menatap orang didepannya dengan penuh selidik. Begitupun dengan Hyuuga disampingnya yang malah memasang tampang bodoh dengan mulut menganga.

"Oi, apa benar ini klub basket? Aku ingin bergabung, mana formulirnya?" merasa diamati, Kagami pun merasa risih dan membuka pembicaraan sekali lagi.

"Ah! Maaf ,maaf. Oi Hyuuga, mana formulir dan pulpennya?" perkataan Riko membuyarkan lamunan Hyuuga. Dengan rusuhnya ia mengambil selembar kertas dan pulpen lalu memberikannya pada orang dihadapannya ini.

"Oi, mana pulpennya?" dia menatap Hyuuga sambil menunjuk pada kertasnya.

"Aku sudah memberikannya padamu, setidaknya berbicaralah dengan sedikit sopan pada senpaimu," balas Hyuuga dengan sewotnya. Sungguh, anak zaman sekarang….

"Tapi tidak ada disini. Bagaimana bisa aku menulis tanpa pulpen?" balasnya tidak kalah sewot sambil menunjuk meja.

"Hey hey, sudahlah. Ini, pakai punyaku," Riko melemparkan pulpen berwarna hitam pada Kagami yang langsung mengangkapnya dengan satu tangan.

"Ah, terimakasih," ucapnya. Kemudian beralih pada kertasnya, namun ia malah tak mendapati benda itu lagi. Kertasnya menghilang dengan misterius. "Oi, jangan bercanda. Sekarang mana formulirnya?" ujarnya agak kesal pada dua orang di hadapannya.

Riko memijat keningnya kesal. Ia sebenarnya tahu apa yang terjadi saat ini. Tapi hal seperti ini juga sangat jarang terjadi, dan kalaupun terjadi, pasti 'dia' punya maksud tertentu. Ahh… tapi sudah cukup! Sekarang klub basket sedang sangat membutuhkan anggota, tak mungkin menolak walau hanya satu orang pun.

"Ayolah Kuroko… berhentilah bermain-main," mengetahui siapa pelaku dari keisengan ini, Riko menyelidik ke belakang punggung siswa baru itu dan mendapati tubuh mungil dibelakangnya yang dengan santainya berdiri menghadap punggung orang yang lebih besar darinya.

"Hah, siapa? Kuroko?" ucap siswa baru itu dengan tampang kebingungan.

"Lihat belakangmu," sahut Hyuuga dengan nada malas.

Siswa tersebut kemudian membalikan badannya, melihat sekitar dan mengangkat bahunya bingung.

"Siapa?" tanyanya sekali lagi.

"Lihat sekali lagi. Perhatikan baik-baik," jawab Riko malas.

Kemudian ia membalikkan badan sekali lagi dengan perlahan.

"Doumo," tiba-tiba terdengar suara kecil didekat mereka

"U-UWAAAAAHHH! SEJAK KAPAN?" pekik Kagami kaget dan mundur dua langkah kebelakang, lalu menabrak meja stand klub basket hingga terdorong. Sehingga pinggiran meja nista itu menindih perut Hyuuga yang sedang duduk di belakangnya. Alhasil, Hyuuga pun mati di tempat. Ya, mati. Coret. Maksudnya jatuh terjungkal dengan naas.

Sambil menahan sakit, Hyuuga bangkit, meludah dan duduk kembali di kursinya dengan wajah datar. Berusaha membuat image 'senpai yang kuat' di depan calon anggota baru. Lalu ia membetulkan kacamata sambil melirik Riko.

"Ohh…" ucap Kagami datar.

"Jangan sok kuat, dasar bodoh!" cibir Riko. Hyuuga sweat drop di mejanya.

"Hm… ngomong-ngomong, siapa kau?" Kagami mengalihkan pandangannya kembali pada orang yang sudah membuatnya kaget tadi. Seorang laki-laki yang bertubuh lebih pendek darinya. Bahkan diapun harus sedikit menunduk untuk melihat wajahnya.

Merasa diperhatikan, laki-laki pendek tadi balas menatap Kagami sinis. "Apa?" ujarnya.

"A-Ah… tidak, tapi sepertinya―"

"Gomen, aku akan segera pergi," ucapnya memotong kata-kata Kagami. "Riko, aku harus pergi sekarang. Ini pulpennya." Setelah itu ia berjalan melewati Kagami dan memberika pulpen yang tadi ia sembunyikan pada Riko. Lalu, tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

"Aku seperti pernah melihatnya… siapa tadi namanya? Kuroko?" batin Kagami penasaran. Tapi ia segera menyingkirkan pikiran itu melanjutkan kegiatannya yang tertunda―mengisi formulir pendaftaran klub.

"Kagami Taiga… oh, nama yang bagus…" batin Kuroko saat membaca nama anak yang mengesalkan ini. Sebenarnya ia belum pergi sekarang. Ia hanya berpindah tempat ke belakang Riko.


Malamnya, walau waktu sudah menunjukkan pukul 9, tapi beberapa lampu di gymnasium SMA Seirin masih menyala, tanda masih adanya kehidupan di tempat itu. Dan benar saja, walau semua anggota klub basket sudah pulang sejak satu jam yang lalu, masih ada dua orang yang tinggal untuk membereskan tempat itu. Sang pelatih, Aida Riko dan manajer tim, Kuroko Tetsuna.

Setelah lelah menyapu gym yang super luas itu, mereka berdua beristirahat di ruang loker sambil membaca beberapa formulir anggota baru.

"Kagami.. Taiga.." gumam Kuroko pelan sambil membaca salah satu formulir anggota baru.

"Oh, itukan anak yang kau kerjai tadi. Memang ada apa dengannya?" Riko yang mendengar gumaman Kuroko pun segera merangkak mendekatkan dirinya pada Kuroko yang sedang duduk di lantai. Ia merebut formulir di tangan kuroko dan mengangkatnya di atas kepala, lalu membacanya keras-keras. "… alasan bergabung dengan klub basket: Untuk mengalahkan musuh yang kuat dan karna aku mencintai basket… Hm… alasan yang bagus bukan, Kuroko?" ucap Riko riang.

"Ya…"

"Sepertinya dia sedikit sama sepertimu. Apa kau naksir padanya?" ucap Riko dengan nada bercanda. Sementara Kuroko langsung memasang death glare ke arahnya.

"Tidak, bukan begitu. Lihat disini…" Kuroko mengambil kembali formulir milik Kagami Taiga dari tangan Riko, dan menunjuk salah satu bagian disana.

"Kau mau menunjukkan kalau tulisan dia jelek?" ucap Riko, masih dengan nada bercanda, ya… benar sih tulisannya memang 'agak'— sebenarnya―susah dibaca. Tapi, bukan itu yang dimaksudkan Kuroko, tidak mungkin dia menunjukkan formulir seseorang hanya untuk memperlihatkan tulisannya yang jelek bukan?

"Tidak— tentu saja bukan, baca baik-baik yang ini," Kuroko menunjukkan deretan huruf di salah satu kolom pada formulir tersebut, "Dia pernah sekolah di Amerika."

"U-uwah… hebat sekali kau bisa membacanya Kuroko…" Riko bertepuk tangan kecil, entah apa maksudnya.

"Hah… kau ini. Kalau dia benar-benar bermain basket di Amerika, kurasa dia akan menjadi pemain yang hebat untuk tim basket kita." Kuroko menegadahkan kepalanya keatas, melihat langit-langit ruangan ini. Tapi sebenarnya ada hal lain yang mengusik di pikirannya saat ini. Ia seperti mempunyai firasat pada anak itu.

"Ya… kupikir juga begitu. Dari beberapa formulir yang kulihat, anak-anak kelas satu lainnya juga sudah pernah punya pengalaman sejak SMP," Riko menambahkan. "Ngomong-ngomong tentang basket… apa benar kau sudah berhenti bermain basket, Kuroko?" Riko menolehkan kepalanya ke kiri, matanya menangkap side profile wajah Kuroko.

Kuroko terdiam sejenak.

"Soal itu―"

.


~Tsuzuku~

a/n

Akhirnya chapter 1 selesai juga~ belum apa-apa sih xP

gomen kalo kurang memuaskan, author hanyalah newbie di dunia perfanfiksian =w=

Sop iler for the next chapterヽ(*–ω –) :ノ

-Siscon onii-chan

-Seirin vs Kaijou

-Kisu

Next chap bakal di-update sekitar 2 minggu lagi, tergantung kesibukan author…

Ja, mata ne ^ω^

Barangkali ada yang mau memberikan beberapa saran, silahkan keluarkan isi pikiran anda di review 'ω'

Review please~