Sehun menggerakkan tubuhnya menghadap Luhan dan membawa sang kekasih ke dalam pelukkan hangatnya. Tangan kirinya digunakan Luhan sebagai bantalan dan tangan kanannya ia tenggerkan pada pinggang ramping Luhan.

"Tidurlah Lu! Banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu. Dan aku yakin banyak hal yang ingin kau tanyakan padaku kan?" Luhan menganggukkan kepalanya dengan lemah sebab matanya yang terasa mulai memberat. Sepertinya Luhan kelelahan akibat kegiatan seks mereka yang begitu menakjubkan.

"Aku ingin kau besok dalam keadaan baik agar kita bisa bercerita banyak. Tidurlah! Aku akan terus menemanimu."

Luhan kembali mencari posisi paling nyaan dalam dekapan hangat Sehun. Dan setelahnya Luhan mulai memejamkan mata rusanya yang sudah terasa memberat. "Jaljayo… Saranghae Luhanie." Bisik Sehun tepat di depan telinga Luhan lalu mengecup puncak kepala Luhan dengan dengan lembaut dalam waktu yang cukup lama.

"Na,,,do…" Sehun tersenyum karena Luhan masih berusaha membalas ucapannya ditengah tengah peraaan mengantuk yang merenggut kesadarannya.

"Mianhae Lu,,, Mianhae…"

.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

Author : Oh Zhiyu Lu

Title : Popobawa

Genre : Mysteri, Tragedy, Romance, Hurt, Yaoi, NC21, Hard sexs, Kekerasan, Masokis

Rating : M

Light : Chaptered

Cast : Sehun, Luhan

Other Cast : Baekhyun, Chanyeol, Kai, Kyungsoo, Kris, Sungmin, & Kyuhyun

Pair : HunHan, Baekyeol, KaiSoo.

Oh Zhiyu Lu

Presant

.

.

.

.

.

.

© Popobawa ©

Teriknya matahari pagi yang menembus gorden transparan di kamar rawat tersebut, membuat Luhan terbangun dari tidur nyenyaknya. Netra bening serupa rusa yang dihiasi bulu - bulu lentik itu mengerjab beberapa kali untuk menetralkan intensitas cahaya yang menerobos masuk ke dalam retinanya.

Hal pertama yang terlintas di dalam pikirannya adalah tentang infusnya yang terlepas paksa hingga pergelangan tangannya terluka. Anehnya, ia malah tak melihat bekas atau bahkan darah yang mengering di kedua pergelangan tangannya. Bagian itu terlihat bersih bahkan tanpa tanda apapun. Hal itu membuat Luhan berusaha untuk mengingat hal apa yang mungkin terjadi hingga luka di tangannya memulih tanpa bekas.

Dan tanpa Luhan inginkan, baying - bayang percintaan panasnya bersama Sehun tadi malam terlinta begitu jelas di ingatannya. Kedua netra beningnya mengedar ke seluruh penjuru ruangan yang mampu urat matanya gapai. Namun ia tak menemukan siapapun di sana.

Dan jelas saja hal itu membuat air wajahnya berubah sendu. Tatapan bening yang awalnya tersipu itu kini berganti menjadi sendu.

Apakah aku hanya bermimpi, itulah yang terus terlintas dalam pikirannya.

"Kau tak bermimpi sayang..." Sebuah suara husky bergumam di belakang telinganya, bersamaan dengan sebuah elusan hangat di atas perutnya. Di sana ada sebuah tangan pucat dengan beberapa urat yang menonjol melingkari perut ratanya. Saat Luhan berbalik, sebuah senyuman rupawan menyapa ia dengan begitu hangatnya.

"Sehun?"

Sehun hanya membalasnya dengan senyuman. Sebab ia mengerti, itu bukanlah sapaan selamat pagi, namun sebuah pertanyaan akan rasa ketidak percayaannya. Setelah beberapa detik saling terdiam satu sama lain, Sehun memutar tubuh Luhan hingga pria itu kini tidur menyamping menghadap dirinya, memeluk tubuh rapuh itu dengan begitu erat higga tak tersisa jarak apapun di antara keduanya. Bahkan, mereka dapat mendengar detak jantung satu sama lain yang bertalu dengan shymponi menenangkan.

"Banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu."

Dengan matanya yang terpejam erat, Sehun menganggukkan kepalanya, "Tanyakan saja. Aku akan menjawab apapun yang kau tanyakan."

Luhan menganggukkan kepalanya yang ia sandarkan pada ceruk leher Sehun. "Banyak. Terlalu banyak hingga aku pun tak tau harus memulainya dari mana."

"Hm." Sehun kembali tersenyum. "Jangan terburu – buru. Mulai saat ini aku berjanji tak akan pernah pergi darimu. Jadi, tanyakan saja semuanya. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu."

Dan Luhan kembali menganggukkan kepalanya kemudian memejamkan matanya sebab rasa nyaman yang disalurkan Sehun pada tubuhnya membuat rasa kantuk menyerang dirinya.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

"Benarkah?" Pria berjas putih dengan sebuah stetoskop yang mengalung di lehernya itu mengangguk yakin walau wajahnya menggambarkan raut ketidak yakinan.

"Tapi bagaimana bisa?" Baekhyun benar – benar merasa bingung dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ketika ia masuk ke ruang rawat Luhan, ia melihat pria bermata rusa itu sedang terduduk di atas ranjangnya dengan pakaian serba hitam. Ketika ia bertanya mengapa, sang dokter berkata bahwa Luhan sudah boleh pulang karena kondisinya yang sudah pulih secara total.

"Saya juga tidak tau bagaiamana hal ini bisa terjadi. Tapi saya bisa pastikan jika Tuan Lu sudah sembuh total dan beliau sudah bisa pulang. Baiklah, saya pamit undur diri." Mereka menganggukkan kepala lalu membungkukkan tubuh mereka sejenak membalas ucapan sang dokter, kecuali Luhan yang masih duduk termenung di atas ranjang miliknya.

Begitu pintu tertutup, Baekhyun langsung mengalihkan pandangannya pada sosok Sehun yang tengah menyandangkan tas ransel milik Luhan pada bahu tegapnya.

"Pasti kau yang berada di balik ini semua?"

"Hm." Gumaman Sehun malah membuat Baekhyun semakin kesal. "Mereka tak mau melaksanakan upacara pemakaman kedua orang tua Luhan jika Luhan tak ada di sana, dan aku juga tau jika Luhan ingin melihat kedua orang tuanya sebelum mereka benar - benar pergi."

Ya,,, Baekhyun baru teringat akan hal itu. Kenyataan tentang identiitas Chanyeol yang sesungguhnya dan hal - hal gila yang ia alami tadi malam sungguh membuatnya lupa akan hal sepenting ini. Ia membawa langkahnya menuju Luhan lalu memeluk sosok tersebut dengan erat, menyalurkan rasa sayang dan perhatiannya pada Luhan. Berharap pria itu dapat tegar dan kuat menghadapai situasi pelik yang tengah menimpa hidupnya saat ini.

"Kau tak sendiri hyung. Walau tak sedarah, aku adalah adik yang akan selalu bersamamu. Apapun yang terjadi, kau masih memiliki aku sebagai keluargamu. Kau harus kuat. Dan percayalah! Akan ada pelangi yang indah setelah hujan badai yang hebat."

Luhan tersenyum kecil merasakan perhatian yang pria ber-eye liner ini tunjukkan padanya. Dalam hati ia bersyukur karena dipertemukan dengan sosok berhati lembut seperti Baekhyun.

"Kajja!" Baekhyun membantu Luhan berdiri dan berjalan bersama menuju mobil milik Sehun yang terparkir di halaman rumah sakit. Sedangkan sang pemilik berjalan di belakang keduanya dengan beberapa barang Luhan dalam genggaman tangannya.

Baekhyun membukakan pintu mobil untuk Luhan lalu menutupnya dengan pelan ketika pria itu telah mendudukkan tubuhnya dengan nyaman di kursi sebelah kemudi. "Jaga dirimu baik - baik hyung. Jangan terlalu terbawa emosi saat di upacara pemakaman. Aku tak mau kau sakit lagi." Luhan terkekeh kecil dan kembali menganggukkan kepalanya. "Aku akan menyusulmu ke sana nanti."

Setelah Luhan meng-iya-kan ucapannya, Baekhyun beralih mendekati Sehun yang baru saja menutup pintu bagasi mobil yang berisikan barang - barang milik Luhan selama pria itu berada di rumah sakit."

"Hati – hatilah di sana. Jaga Luhan hyung baik – baik dan jangan biarkan ia menangis terlalu lama. Ia bisa pening dengan hidung yang tersumbat. Dan juga, tunjukkan jika kau pria kuat yang akan selalu melindunginya. Saat ini ia benar - benar dalam keadaan yang sangat lemah. Ia memerlukamu sebagai sandarannya. Kau mengerti?"

Sehun mengangguk dan untuk yang pertama kalinya ia melihat Sehun tersenyum dengan begitu tulusanya pada orang lain selain Luhan. "Terima kasih telah menjaga Luhan selama aku pergi. Mulai saat ini, serahkan semuanya padaku. Luhan akan aman bersamaku. Dan juga..." Sehun menjeda ucapannya sejenak guna memperhatikan netra bening milik Baekhyun. "Aku tau kau sangat mencintai Chanyeol. Berbaikkanlah dengannya. Ia sangat mencintaimu."

Setelah menepuk pelan bahu Baekhyun sebanyak dua kali, Sehun berlalu pergi bersama mobil hitam kesayangannya, meninggalkan Baekhyun yang masih berusaha keras untuk mencerna ucapan Sehun padanya.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Luhan belum ada mengeluarkan sepatah kata apapun semenjak ia keluar dari rumah sakit. Ia hanya terduduk di kursi penumpang sambil memandang ke arah jendela. Sehun yang baru saja memasukkan tas milik Luhan ke dalam bagasi yang terletak di atas kursi mereka hanya bisa memandangi Luhan dengan rasa bersalah yang terus bergelenyar liar di dalam hatinya. Ia menghela nafasnya sekali dan kemudian ikut mendudukkan tubuhnya di samping Luhan.

"Apakah yang dikatakannya benar?" Walau matanya mengarah ke jendela yang saat ini tengah menampilkan gumpalan gumpalan awan, Luhan bisa tau saat ini Sehun tengah memandangnya.

"Apa saja yang dikatakannya padamu?"

"Tentang kutukkanmu. Aku yang merupakan jembatan unuk kehidupan bebasmu dan kau yang hanya berpura - pura mencintaiku agar aku mencintaimu. Setelahnya kau akan menyerahkan jiwaku pada penyihir itu. Benarkah?"

"Hm." Sehun mengangguk dua kali membenarkan pertanyaan yang diajukan Luhan. Toh untuk apa lagi ia mengelak semua kenyataan itu. Semakin ia berbohong maka akan semakin banyak masalah yang berusaha untuk menghancurkan hubungannya dengan Luhan. Biarlah pria itu tau semua tentang hidup dan masalahnya. Ia hanya berharap dengan ini mereka bisa saling menguatkan dan juga saling mendukung satu sama lain.

"Tapi satu hal yang perlu kau tau Lu. Saat ini aku tak ber-"

"Hem..." Luhan memotong ucapan Sehun dengan gumaman kecilnya. Kepalanya ia sandarkan pada bahu tegap Sehun serta kedua tangannya yang memeluk perut Sehun dengan erat. Mencari sebuah kenyamanan sebanyak mungkin dari tubuh tegak kekasih tercintainya. "Aku tau. Kau tak perlu menjelaskan apapun padaku. Aku mencintaimu Oh Sehun. Jangan pernah pergi lagi. Aku sangat membutuhkanmu."

Sehun tersenyum lebar mendengar penuturan Luhan. Setiap ucapan lembut yang keluar dari bibir mungilnya itu bagaikan mata air sejuk yang menyiram hatinya. Membuatnya tenang dan damai seolah semua masalah yang membebani bahunya terangkat secara perlahan. Ia merebahkan kepalanya pada pucuk kepala Luhan yang memiliki aroma menenangkan, sedangakn tangan kanannya ia bawa untuk memeluk bahu Luhan.

"Aku juga mencintaimu Luhan."

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Jam makan siang telah lewat beberapa jam yang lalu, membuat cafe tempat Kai berkerja telihat lenggang dengan beberapa pengunjung yang dapat di hitung dengan jari. Hal ini digunakan oleh para keryawan untuk beristirahat sejenak setelah berkerja keras akibat melonjaknya jumlah pengunjung ketika jam makan siang tiba.

Kai yang sedang membersihkan meja terlihat tak fokus dengan apa yang tengah ia kerjakan saat ini. Sembari kedua tangannya membersihkan meja –yang sebenarnya sudah bersih- itu, kedua matanya malah terfokus pada pintu masuk.

Jika bertanya kenapa, jawabannya ia menunggu kedatangan Kyungsoo. Ia berharap dapat bertemu dengan pria itu ketika ia masuk berkerja di restoran ini. Namun hingga genap tiga jam ia berkerja di tempat ini, Kyungsoo tak juga muncul dalam penglihatannya. Sebelumnya ia juga sudah mencari Kyungsoo ke rumahnya, namun rumah pria itu terlihat sepi seolah tak berpenghuni.

"Hyung?"

"Oh? Ada apa Kai?" Kai berjalan menghampiri pelayan lain yang baru beberapa detik yang lalu ia panggil. Mungkin pria ini bisa menjawab kebingungan dan kegelisahan hatinya.

"Apa, Kyungsoo hyung sudah tak berkerja lagi di cafe ini? Kenapa aku tak melihatnya sedari tadi?"

Pria itu terlihat mengerutkan keningnya dengan pertanyaan Kai. Apa yang salah, pikirnya. "Tentu saja tidak. Apa selama beberapa hari ini kau tak masuk, hubunganmu dengan Kyungsoo putus?"

Kini malah Kai yang mengerutkan keningnya mendengar penuturan yang dikeluarkan oleh pria itu. "Aku tak berkerja karena sekolahku mengadakan pelatihan alam di hutan dan selama itu juga kami tak boleh membawa ponsel. Dan saat aku kembali ke rumah aku tak bisa menemukan ponselku hyung. Apa terjadi sesuatu pada Kyungsoo?"

Pria itu menepuk pundak Kai pelan seolah memberikan kekuatan lebih pada pria berkulit eksotis itu. Dan jujur saja, sikap pria itu malah membuatnya semakin khawatir. Dan seketika itu Kai membelakkan matanya saat ia menyadari apa yang tengah dipikirkan oleh pria di hadapannya ini.

"Terima kasih hyung!" Kai langsung berlari keluar dari cafe tersebut dengan langkah kaki yang begitu lebar dan cepat.

"Ha?"

"Dia kenapa hyung?" Pria itu mengedikkan bahunya bingung harus menjawab apa ketika karyawan lain bertanya padanya mengenai sikap Kai yang terlihat aneh. "Entahlah. Aku tak tau. Padahal aku belum mengatakan apapun padanya."

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Jalur trotoar yang melenggang memudahan Kai untuk berlari lebih cepat. Arah tungkainya berbelok ke sebuah gang kecil yang memisahkan antara dua buah gedung pencakar langit. Ketika tubuhnya telah tertutupi oleh bayangan gelap dari gedung pencakar langit di sampingnya,,, bush,,, tubuhnya hilang tergantikan oleh kepulan asap tipis.

Ia tak tau pasti dimana keberadaan pria itu saat ini. Banyak tempat yang telah ia kunjungi hanya untuk menemukan pria bermata besar itu. Rumah milik pria itu kosong, rumah sakit tempat ibunya di rawat tak tau dimana pria itu menguburkan jasad ibunya. Tempat pemakaman umum yang berada di sekitar lingkungan pria itu juga ia sambangi ataupun tempat penyimpanan kendi berisi abu orang - orang yang telah tiada juga tak luput dari pencariannya. Namun hasilnya tetap sama. Bahkan kuburan ibunya saja tak bisa ia temui.

Ia duduk terdiam di atas puncak tertinggi tower namsan, berharap matanya yang tajam dapat melihat keberadaan Kyungsoo dari posisinya saat ini sembari menetralkan nafasnya yang memburu. Bagaimanapun juga, beteleportasi memerlukan banyak tenaga dan jujur, ia merasa tubuhnya sudah sangat lemas karena terlalu dipaksa untuk terus berpindah – pindah.

Kai memejamkan matanya sembari mengingat – ingat tempat - tempat yang mungkin dikunjungi Kyungsoo saat ini. Dan seketika itu juga matanya melebar ketika mengingat percakapan singkatnya dengan pria bermata besar itu.

"Kenapa kau ingin tingga di sana? Bukankah di sana menyeramkan?" Kyungsoo memiringkan kepalanya berpikir atas jawaban dari pertanyaan yang diajukan Kai.

"Ibuku bilang, jika ia sudah sembuh nanti ia ingin tinggal dan dimakamkan di sana. Aku tak ingin jauh dari ibuku, meskipun ia sudah tak ada, aku ingin selalu dekat dengannya. Maka dari itu aku ingin tinggal di sana agar aku bisa mengunjungi pusara ibuku. Dan juga, katanya marga DO berasal dari daerah itu. Dan setiap marga Do yang meninggal akan dikuburkan di daerah itu."

Ya! Sekarang ia ingat mengapa ia tak menemukan Kyungsoo maupun pusara ibunya di Seoul. Sebab pria itu menguburkan ibunya di sebuah desa kecil yang berada di dekat hutan perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan.

Dengan tenaga yang tersisa ia kembali melakukan teleportasi ke desa kecil yang terletak di perbatasan antara Korea Selatan dan Korea Utara. Namun ada satu hal ganjil yang mampu membuat keningnya berkerut dalam. Pasalnya saat ini ia tengah berdiri di sebuah lempengan batu besar berbentuk bulat dengan tanaman rambat dan lumut yang menutupi hampir sebagian permukaannya. Dan juga ada beberapa bebatuan yang mencuat dari permukaan tanah. Bebatuan runcing itu terlihat sangat tua sebab terkena kikisan air maupun patahan akibat lapuk. Sedangkan di sekitarnya terkelilingi oleh hutan yang cukup lebat hingga sinar matahari pun tak dapat menjangkau ke dalam rimbun pepohon yang terlihat saling menyatu.

Ia kira ia salah berteleportasi sebab tenaganya yang semakin menipis. Namun kemungkinan itu langsung lenyap dalam pikirannya ketika matanya menangkap sebuah lapangan yang cukup luas dengan beberapa bebatuan berbentuk persegi yang menancap di atas permukaan tanah. Dan satu hal yang ia yakini, itulah pemakaman khusus bagi klan DO.

Pemakaman itu berjarak sekitar seratus meter dari posisinya saat ini, dibatasi oleh pepohonan rimbun yang menjulang tinggi ke atas sana. Sebab tenaganya yang semakin menipis untuk melakukan teleportasi, Kai memutuskan untuk berjalan dengan kedua kakinya ke pemakaman tersebut. Semakin lama semakin cepat pula langkah kakinya ketika matanya mengkap sebuah tubuh manusia yang sedang duduk termenung di salah satu pemakan di mana tanahnya pun masih terlihat merah.

"Kyungsoo..." Bersama gumaman itu, matanya membelak lebar dengan sebuah keyakinan penuh akan apa yang tengah ia pikirkan saat ini. Ia yakin jika sosok tersebut adalah Kyungsoo. Tak ingin membuang lebih banyak waktu lagi, Kai membawa tungkainya berlari mendekati sosok tersebut.

Semakin cepat dan semakin cepat langkahnya, hingga akhirnya ia terdiam ketika ia dan Kyungsoo hanya dibatasi oleh tiga buah gundukkan tanah. Pandangannya menyendu ketika melihat bahu pria itu terlihat melemas seolah tak memiliki semangat hidup.

Dengan langkah tertatih berusaha untuk tak mengganggu Kyungsoo, Kai akhirnya berdiri tepat di belakang pria itu. Ia hanya terus terdiam memperhatikan pria itu yang tengah duduk terdiam memperhatikan pusara terakhir ibunya sembari tangan kananya terus mengelus dengan lembut batu nisan sang ibu.

Kai ingin sekali membaca pikiran pria itu. Mengerti akan apa yang tengah pria itu rasakan. Apa yang tengah pria itu beban hingga setidaknya ia dapat merasakan apa yang tengah pria itu alami dalam hidupnya. Saling berbagi masalah hingga setidaknya ia dapat meringankan segala masalahnya. Namun, sulit baginya untuk bisa mengetahui apa yang tengah pria itu pikirkan. Pikirannya seolah terkunci hingga Kai pun tak dapat membaca apa yang ada dalam pikiran pria itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Kai menyerengitkan dahinya akan pertanyaan Kyungsoo yang lebih pantas disebut sebagai sindiran daripada pertanyaan. Jelas, sebab pria itu mengucapkannya dengan nada yang begitu dingin dan datar, juga terselip sebuah kemarahan yang kebencian yang cukup dalam pada ucapannya.

Apa salahku, pikirnya dengan keras. Ia merasa dirinya tak melakukan sebuah kesalahan yang berakibat pada hal - hal yang dapat merugikan sosok yang paling berharga dalam hidupnya ini.

"Bukankah kau tak perduli padaku? Jadi untuk apa kau jauh - jauh datang ke sini?" Kai semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ini. Sial sekali hidupnya yang tak bisa membaca pikiran pria itu. Ia sudah terbiasa mengerti seseorang dengan membaca pikirannya. Dan kali ini ia tak tau harus bagaimana untuk mengerti Kyungsoo. Ia tak bisa membaca pikiran pria itu secara gamblang. Sulit untuknya bisa memahami Kyungsoo sebab ia memang tak peka dengan hal - hal di sekitarnya.

Di balik tubuhnya, Kyungsoo tersenyum miris dengan keterdiaman pria berkulit eksotis itu. Keterdiamannya membuatnya yakin jika pria itu bahkan tak mengerti tentang dirinya. Dan jika Kai tak memahaminya, bukankah itu tandanya ia tak perduli? Ia tak mau menghabiskan waktunya yang berharga itu hanya demi memahami dirinya?

"Pergilah! Aku sedang tak ingin berbicara pada siapapun."

Kai menghela nafasnya sekali, "Setidaknya aku akan membiarkanmu memiliki waktu sendiri setelah kau memasukkan makanan ke dalam perutmu. Kau pasti belum memakan apapun semenjak ibumu meninggal 'kan?"

Kyungsoo tertegun dengan ucapan Kai. "Itu terlihat jelas dari bibirmu yang pucat." Dan ucapannya kemudian seolah menghancurkan harapannya. Ia berpikir Kai memahaminya, namun nyatanya tidak. Mengecewakan bukan?

"Aku akan membiarkanmu memiliki waktu sendiri jika kau makan dengan teratur."

Uhhh... dalam hati Kyungsoo menahan rasa kesalnya yang semakin memuncak. Dan dengan wajahnya yang memerah ia menegakkan tubuhnya dan berdiri menghadap pria berkulut tan itu.

"Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau menghilang tiba - tiba? Dan bahkan nomormu saja pun tak bisa dihubungi." Ohhh... sekarang Kai mengerti apa salahnya pada pria ini. Kyungsoo marah karena ia menghilang tiba - tiba tanpa ada kabar apapun. Apakah memang seperti itu jika memiliki hubungan khusus dengan manusia? Harus saling memberi tahu satu sama lain?

"Kenapa kau menghilang saat aku membutuhkanmu?! Hanya kau yang aku miliki saat ini. Dan kau makah menghilang secara tiba - tiba! Apakah aku salah jika aku mengharapkanmu menjadi sandaranku?"

Kai hanya dapat tertunduk dengan seribu penyesalan yang menyesakkan dadanya. Ya... ia akui ia salah. Ia terlalu sibuk mengurusi masalah yang terjadi antara Sehun dan Luhan taanpa sedikitpun ia mengingat akan keberadaan Kyungsoo dalam hidupnya. Seharusnya ia menyempatkan sedikit saja waktunya untuk pria itu. Terutama saat pria itu dalam kondisi terburuknya sebab kehilangan orang tuanya satu - satunya.

Yaa... ia mengerti. Ini adalah kesalahan terbesar yang telah dibuatnya. Seharusnya ia bisa menjadi sandaran pria itu, menenangkan kekalutan, kegelisahan, kesedihan dan kerisauan hatinya. Namun apa? Dengan seenak jidatnya ia menghilang tanpa kabar dan muncul secara tiba - tiba. Ia serasa tak punya wajah. Bahkan ia merasa tak pantas untuk menemui ptia itu. Dalam hati ia berharap tubuhnya ditelan oleh bumi atau tenaganya kembali pulih dan ia bisa berteleportasi kemanapun.

Tapi,,, apakah dengan begitu semuanya akan selesai?

Tidak.

Malah akan semakin parah. Kadar kebencian dan kemarahan pria itu akan semakin meningkat dan ia tak akan mau menemui dirinya lagi.

"Kyungsoo..." Kai berjalan mendekatinya, dan tanpa melakukan penolakkan apapun, Kyungsoo masuk dalam pelukkan Kai yang begitu hangat.

"Hikss... aku tak tau harus mengadu pada siapa. Kau yang menghilang tiba - tiba membuatku cemas. Dan tanpa bisa aku tolak, aku mendapat kabar dari rumah sakit jika ibuku sedang kritis. Tak sampai genap satu hari, ibuku dinyatakan meninggal. Aku tak tau harus bagaimana dan harus apa. Aku bingung. Aku tak memiliki siapa - siapa lagi. Yang ada di pikirannku, aku hanya ingin menyusul ibuku. Pasti ak-hmppt."

Kyungsoo terdiam saat sesuatu yang lembut dan basah menghalangi gerak bibirnya, dan ia langsung membelakkan matanya dengan lebar saat ia menyadari jika sesuatu itu adalah bibir penuh milik Kai.

Di sana, di sepasang mata hitam itu dengan jelas Kyungsoo dapat menangkap sebuah ketulusan, cinta, dan rasa ingin melindungi yang sangat dalam. Hatinya yang gelisah dan takut langsung terasa nyaman. Dan tanpan memikirkan hal apapun yang lainnya lagi, ia memutuskan jika ia hanya ingin menggantungkan hidupnya pada sosok pria berkulit tan di hadapannya ini.

Dirinya yang seolah terhipnotis, langsung memejamkan matanya ketika Kai melingkarkan kedua tangannya pada pinggang rampingnya. Kedua belah bibir itu mulai bergerak lembut melumat bibirnya dan juga ikut memejamkan matanya menikmati pagutan yang tengah mereka ciptakan.

Kedua kakinya terasa melemas bagaikam setumpuk jelly sebab rasa nikmat yang mulai menginfasi seluruh sel di dalam tubuhnya. Kedua tangannya ia sandarkan pada dada bidang miliki Kai sebagai sandaran akan tubuhnya yang tak mampu berdiri.

Ketika ia membuka kedua kelopak matanya usai pria berkulit tan di hadapannya ini melepaskan pagutannya, ia menyadari satu hal. Di balik kajadian tragis yang menimpa hidupnya sebuah kebahagiaan baru akan menutup lembaran hitam tersebut dengan rapat dan menulis lembaran lembaran baru yang jauh lebih indah dari apa yang terjadi sembelumnya.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Tak ada yang keduanya lakukan kecuali hanya diam termenung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. Bahkan hingga para pelayat mulai meninggalkan pemakaman satu per satu, Luhan masih setia duduk bersimpuh di hadapan gundukkan tanah yang merupakan pusara terakhir kedua orang tuanya dengan Sehun yang masih setia menemaninya. Pria berkulit pucat itu hanya menatap sang kekasih dengan rasa bersalah yang terus menggerogoti tubuhnya dengan ganas. Membuat ia merasa tak pantas untuk tetap berdiri dalam hidup pria malang itu. Apapun itu, semua hal buruk yang terjadi pada hidup Luhan belakangan ini disebabkan oleh dirinya. Dialah yang telah membawa pria itu dalam hudup kelamnya. Mengalami setiap siksaan kehidupan tanpa ada jeda penengah. Seharusnya ia-lah yang disalahkan atas semua kemalangan Luhan. Seharusnya pria itu membencinya. Seharusnya ia pergi saja jauh - jauh dari hidup pria itu.

Tapi, apa mungkin ia bisa pergi menjauh dari hidup Luhan? Tak melihat tawanya. Tak melihat senyumnya. Tak melihat semua tingkahnya yang menbuat hidupnya lebih berwarna. Dan... membiarkan Luham mendapatkan kebahagiaannya bersama orang lain. Apakah ia bisa?

Hal gila itu malah akan membuatnya mati perlahan dengan siksaan yang begitu kejam. Maka, di sinilah ia berada. Berdiri di samping pria itu guna melindunginya untuk menebus segala kebodohan dan kesalahan yang telah ia perbuat pada pria itu. Memastikan pria itu bahagia berada di sampingnya. Dan ia berjanji, tak akan ada lagi hal buruk yang terjadi pada hidup Luhan. Dan jika terjadi, ia tak akan pernah bisa memaafkan dirinya.

Sehun mendongakkan kepalanya saat ia merasakan setitik air menetes di permukaan kulit wajahnya, dan di atas sana ia bisa melihat gumpalan awan yang bergelung - gelung berusaha untuk menutupi sinar mentari. Dengan firasat yang mengatakan hujan yang akan terjadi kali ini sangat lebat, Sehun berjalan mendekati Luhan yang masih setia pada posisinya.

"Ayo kita pulang! Sebentar lagi akan ada hujan lebat." Namun Luhan masih tetap bergeming. Dan Sehun sendiri tak yakin untuk memaksa Luhan pulang. Ia pun melepas jas miliknya dan memasangkannya di atas kepala pria itu.

Sejenak ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru taman pemakaman dan tak menemukan siapapun di tempat itu. Tanpa memikirkan apapun lagi, ia berdiri di belakang Luhan lalu merentangkan kedua belah sayap kokoh nan lebar miliknya di atas kepala Luhan hingga membuat pria itu terlindungi dari terpaan air hujan.

Luhan terlihat tak ambil pusing ketika Sehun menggunakan tubuh dan sayapnya untuk melindungi dirinya dari rintik hujan. Namun, hujan semakin lebat dengan kilatan petir yang saling menyambar. Hatinya mulai resah membayangkan Sehun berdiri di belakangnya dengan tubuh yang sudah basah kuyup akibat hujan.

Tapi, Luhan masih terlalu sayang untuk meninggalkan tempat ini. Dan sejujurnya ia mempunyai pertanyaan yang harus dijawab Sehun sekarang juga.

"Sehun?"

"Hm?

"Apa... kematian orang tuaku juga ada sangkut pautnya dengan rencanamu Oh Sehun?"

Sehun terdiam sejenak hingga kemudian ia menganggukkan kepalanya dengan pelan hingga membuat beberapa air di rambutnya menetes jatuh.

"Tapi, kenapa mereka?"

Bola matanya yang tebingkai tajam terlihat menerawang jauh. Hatinya tak sanggup untuk mengatakan, namun bukankah ia harus mengatakan yang sebenarnya jika ia ingin memperbaiki hubungannya bersama Luhan?

"Kris ingin kau terpuruk secara batin dan fisik hingga kau mau menyerahkan dirimu secara sukarela untuk menjadi korbanku. Tapi aku berani bersumpah, tak pernah sekalipun aku berpikir untuk mencelakai kedua orang tuamu. Itu murni rencana Kris"

"Ohhh..." Luhan berusaha untuk tersenyum di balik tatapan matanya yang kosong. Dan Sehun pun tahu, saat ini kedua belah pipi Luhan telah dipenuhi oleh lelehan air matanya. Namun ia tetap memilih untuk diam pada posisinya saat ini. Saat ini Luhan butuh waktunya sendiri untuk melepas semua kesedihannya.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Hari telah menjelang malam dan Sehun maupun Luhan telah pulang dari area pemakaman dari sejam yang lalu. Bukannya Luhan tak mau pulang ke rumah kedua orang tuanya. Hanya saja, ia sedikit sanksi depresinya tak akan kabuh jika ia menginap di rumah kedua orang tuanya. Bagaiman pun juga rumah itu merupakan kanvas tempat ia dan kedua orang tuanya mengukir setiap kenangan indah yang telah mereka buat bersama – sama. Maka dari itu, Luhan meminta Sehun untuk menginap disebuah hotel yang terletak cukup dekat dengan kediamannya.

Lihatlah betapa terpukulnya pria mungil itu sebab kehilangan kedua orang tuanya. Ia sedang duduk termenung di balkon kamar hotelnya memandangi rumah megah milik kedua orang tuanya yang mampu tertangkap oleh pandangan sendunya dari posisinya saat ini.. Bahkan tanpa suara dan tanpa ia sendiri pun sadari, setetes air mata mengalir dari kedua bola matanya yang terlihat meredup membasahi kedua belah pipinya yang menirus. Dan dengan itu, tetesan – tetesan lain yang lebih banyak ikut membasahi kedua belah pipinya.

Cklek…

Luhan dengan cepat menghapus air matanya ketika ia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka di belakangnya. Saat ia membalikkan tubuhnya, ia melihat sosok pucat Sehun yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan sebuah jubah mandi yang menutupi tubuh tegapnya.

Luhan berusaha tersenyum selembut mungkin ketika pria itu berjalan ke arahnya dengan langkah yang pasti. Menyembunyikan sebuah fakta bahwasannya beberapa detik yang lalu ia menangis mengingat kedua orang tuanya.

Dahinya berkerut bingung ketika pria itu merendahkan tubuhnya di hadapan Luhan dengan bertumpu pada lutut sebelah kanannya. Kedua tangannya ia bawa untuk menggenggam kedua tangan Luhan dengan lembut. "Kau menangis lagi?"

Luhan hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah katapun. "Apa kau belum bisa melepaskan mereka? Mereka akan sedih jika melihatmu seperti ini."

Luhan terdiam sejenak sambil terus memandang ke dalam mata tajam sang dominan, dan kali ini ia menggeleng. "Aku hanya sedikit menyesal karena aku belum sempat meminta maaf kepada mereka sebelum mereka pergi."

Sehun tersenyum lembut pada kekasih mungilnya ini. Ia pun kembali berdiri dan ikut mengajak Luhan untuk berdiri dari kursi yang saat ini tengah ia duduki lalu membawa sang kekasih mendekati pagar pembatas balkon. Sehun yang berdiri di belakang tubuh Luhan menggenggam kedua tangannya lalu merentangkannya ke sisi kanan dan sisi kiri tubuhnya. "Pejam matamu Lu, dan katakan apa yang belum sempat kau katakan pada mereka. Mereka pasti mendengarkannya."

Dahinya berkerut bingung sebab merasa aneh dengan apa yang Sehun katakan. Namun ia tetap memejamkan matanya, melupakan fakta bahwa Sehun adalah sosok jin yang mampu melihat objek tak kasat mata.

"Baba... Mama... terimakasih karena telah membawa Luhan ke dunia ini. Merawat Luhan dengan baik hingga sebesar ini dan juga terimakasih untuk semua kasih sayang yang telah kalian berikan untuk Luhan. Tak ada orang tua yang lebih hebat dari kalian berdua. Luhan sangat menyayangi baba dan mama. Maaf jika selama ini Luhan selalu menyusahkan baba dan mama. Dan maaf juga Luhan belum sempat berbakti kepada baba dan mama. Belum menjadi sosok yang sukses. Berbahagialah baba dan mama di surga sana. Luhan sayang baba dan mama."

Luhan tersenyum lebar dengan kedua matanya yang terpejam erat ketika ia merasakan hembusan angin yang menerpa wajah rupawannya. Ia yakin jika kedua orang tuannya membalas ucapannya melalui hembusan angin ini.

"Bagaimana? Sudah merasa lebih ringan?" Luhan membuka tutupan kedua kelopak matanya dan memutar tubuhnya menghadapa Sehun. Kedua tangannya ia kalungkan pada leher jenjang Sehun dan menatap sang kekasih dengan tatapan puas. "Hm! Gumawo Oh Sehun. Aku yakin mereka mendengarnya. Dan hembusan angin itu adalah jawaban mereka."

Sehun tersenyum lembut pada sang kekasih dan dibalas dengan hal yang serupa oleh Luhan. Beberapa saat kemudian Luhan mengeluarkan tawanya karena merasa lucu dengan tingkah mereka yang masih terus tersenyum satu sama lain bagaikan remaja yang dimabuk asmara. Lain halnya dengan Sehun yang masih mempertahankan lengkungan bibirnya. Bahkan senyuman pria pucat itu semakin lebar mendapati tawa Luhan yang terlihat begitu tulus. Sehun hanya merasa senang karena mampu mengembalikan tawa Luhan yang sempat hilang digantikan oleh senyuman getirnya.

Luhan berhenti tertawa ketika mendapati sang kekasih malah termenung dengan senyuman lebarnya yang malah terlihat mengerikan.

Plaaakkk

"Ya!" Pekik Sehun ketika tiba - tiba saja tangan halus Luhan itu melayang menampar pipinya dengan cukup keras. "Kau berpikiran mesum 'kan?" Tuduh Luhan.

Sehun malah tersenyum miring mendengar tuduhan Luhan. Entah mengapa pikiran setannya mulai mendominasi otaknya. "Mengapa kau berpikiran seperti itu? Apakah menurutmu aku sedang memikirkan hal - hal yang berbau mesum?" Seperti... penisku yang tertelan di dalam lubang sempitmu?"

Luhan mengedipkan matanya dengan cepat, semburat merah mulai menjalar dengan cepat memenuhi pipinya bahkan hingga ke telinganya. Ucapan kotor Sehun membuat seluruh tubuhnya merinding.

Seringai pria itu semakin lebar ketika Luhan tak sadar ia sedang mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Luhan. "Apa kau tau sudah berapa lama penisku tak dilumat dengan rakus oleh lubangmu yang begitu ketat?"

'Gleg' Sehun tertawa dalam hati mendengar Luhan menelan lirunya. "Se-Sehun... eum... aku tau kau-"

"Aku akan bermain lebut sayang..." Sehun mendesah berat di depan telinga Luhan dan diakhiri dengan jilatan menggoda pada telinga pria rusa itu.

Sehun memejamkan matanya dan bagaikan hipnotis, Luhan pun ikut memejamkan matanya dengan perlahan. Dalam hati ia menghitung mundur sesuai dengan detakkan jantungnya yang bertalu dengan keras. Dan tepat pada hitungan terakhir, bibir tipis Sehun menempel pada bibirnya dengan penuh kelembutan.

Sehun mulai menggerakkan bibirnya melumat bibir bawah Luhan. Kepalanya ia miringkan ke kanan. Tangan kanannya menahan tengkuk Luhan semakin ke dalam dan tangan kirinya bertumpu pada pagar pembatas balkon di samping tubuh Luhan.

Ketika lumatan Sehun pada bibirnya semakin panas, Luhan tak mampu menguasai dirinya untuk tak membalas setiap lumayan Sehun. Bibirnya ikut membalas dengan melumat bibir atas Sehun dengan gerakkan yang tak kalah panasnya. Kedua tangannya yang semakin erat memeluk leher Sehun membuat ciuman keduanya semakin dalam.

Sehun mengambil inisiatif saat ia merasa sisi buasnya mulai bangkit. Kedua kaki Luhan ia lingkarkan pada pinggangnya lalu membawa pria mungil itu ke dalam kamar dengan pagutan keduanya yang tak kunjung lepas. Sampai akhirnya Sehun membaringkan tubuh Luhan di atas ranjang dengan peralahan.

Sehun merangkak di atas tubuh Luhan, menumpukan kedua tangannya pada sisi kanan dan kiri kepala pria miliknya. Kembali keduanya saling memandang satu sama lain. Menyelami setiap ritme cinta yang terdengar jelas dari detak jantung masing - masing. Ataupun kilatan penuh cinta yang berusaha mereka sampaikan melalui tatapan mata.

"Kau sangat indah Lu." Sehun mengangkat tangan kanannya untuk mengelus pipi Luhan menggunakan telunjuk dan jari tengahnya. "Saranghae Oh Luhan."

Luhan meraih tangan Sehun yang berada di pipinya lalu mengecup jemari kokoh itu dengan lembut. "Nado. Nado saranghaeyo Oh Sehun. Wo ai ni."

Luhan kembali mengalungkan kedua tangannya pada leher Sehun dan menariknya guna menyatukan kembali bibir mereka dalam pegutan panas. Tanganya mulai meraba - raba bahu lebar Sehun yang terasa begitu kuat dan kokoh lalu mendorong jubah mandi yang tengah pria itu pakai.

Gelenyar panas yang coba Luhan sampaikan lewat elusannya pada bahu tegapnya, membuat biraihnya semakin meningkat dari detik ke detik. Luhan membuka katupan giginya saat lidah lihai tak bertulang milik sang kekasih mengetuknya dengan lembut.

"Eumhh..." Luhan tak kuasa menahan lenguhannya ketika lidah milik Sehun bergriliya menggoda seluruh sisi mulutnya yang terasa begitu manis bagi pria pucat tersebut.

Pria itu beralih menggoda lidah Luhan, dan Luhan pun membalasnya hingga kedua daging tak bertulang itu saling membelit satu sama lain. Belitan itu terlihat begitu nikmat dengan campuran saliva mereka yang mengalir melalui sudut bibir Luhan sebagai buktinya.

"Ahhh..." Luhan mendesah lega ketika Sehun melepas pagutannya membiarkan Luhan mendapatkan kebutuhannya akan oksigen sedangkan bibir tipis itu beralih menuju leher jenjang Luhan yang terlihat begitu menggiurkan.

"Eunghhh... Sehunh~~" Kedua tangannya kiri beralih mencengkarm helaian rambut hitam Sehun sebagai pelampiasan rasa nikmatnya akan setiap kecupan, jilatan dan gigitan yang Sehun berikan pada lehernya. Di lain sisi Sehun tengah berusaha membuka kancing piyama biru langit yang tengah Luhan gunakan dengan gerakkan yang begitu brutal, tanpa perduli dengan dua butir kancing bajunya yang terlepas.

Sehun menjauhkan kepalanya dari perpotongan leher pria cantiknya lalu meraih karet celana piyama Luhan dan segera menariknya menjauh dari kaki jenjang nan mulus milik Luhan. Dan saat itulah nafsunya mendidih naik hingga ke kepalanya, menyaksikan bagaimana menggairahkannya kekasih prianya ini. Mata sayu yang ditutupi kabut nafsu, surai caramelnya yang acak - acakkan, bibir merah yang membengkak dengan aliran salifa di bagian sudutnya, lingkaran merah -yang nyaris membiru di bagian perpotongan lehernya, nipple kecoklatan yang terlihat begitu kontras dengan kulit dadanya yang putih mulus, tubuhnya yang begitu kecil dan menggemaskan dan juga penis mungilnya yang tertutup oleh pantty hitam ketatnya. Bahkan kata indahpun tak terasa pantas disematkan pada Luhan saat ini. Dalam pikirnya, apakah ada kata yang lebih tinggi dari pada indah untuk ia sematkan pada mahkluk Tuhan yang begitu menggairahkan ini.

"Anghhh!" Pekikkan kenikmatan itu keluar tanpa mampu ia tahan ketika secara tiba - tiba Sehun menghisap salah satu nipple menegangnya dengan kuat, sedang nipple yang lainnya pria itu cubit dan pelintir dengan cukup kuat.

Sehun mulai bergerak turun sambil mengecupi bagian tubuh Luhan yang mampu ia jangkau. Hingga akhirnya wajahnya berhadapan dengan penis menegang Luhan yang masih tertutup oleh pantty hitam ketatnya. Bibir tipisnya mengecup penis itu dengan lembut membuat lenguhan Luhan semakin menjadi - jadi.

Dengan sekali hentakkan Sehun telah melepas pentty hitam tersebut dari selangkangan Luhan, dan terpampanglah penis mungil Luhan yang telah merah menegang dengan precum yang mengalir di bagian pucuknya.

"Fiuhhh~~"

"Eunghh... hahh... Sehuniehh~~"

Sehun tersenyum miring mendengar lenguhan menggoda Luhan ketika dirinya meniup pucuk penis Luhan. Sehun kembali merangkak naik ke atas tubuh Luhan. Tangan kanannya ia gunakan untuk mengelus bibir merah Luhan hingga jemari kokoh itu berusaha membuka belahan bibir Luhan dan merengsek masuk ketika ia membuka katupan bibirnya.

"Hisap Lu..." Tanpa perlu perintah yang kedua, Luhan mengulum jemari Sehun bagaikan mengulum penis milik pria itu. Membuat Sehun membayangkan bagaimana nikmatnya jika penisnya yang dikulum oleh goa hangat itu. Luhan bahkan sampai memegang tangan kanan Sehun menggunakan kedua tangannya.

"Anhhh~~" Luhan mendesah kecewa ketika Sehun menarik jemarinya keluar. Dan tentu saja hal itu membuat Sehun tersenyum.

Sehun mengecup bibir Luhan sekilas lalu menyatukan dahi dan hidung mereka berdua. "Kau akan merasakan kenikmatan yang lebih mematikan dari pada yang sebelumnya. kau... dan aku, kita akan melebur bersama kenikmatan yang akan kita ciptakan dari tarian bar - bar yang akan kita cipatakan sendiri. Jadi bersabarlah sayangku." Cup, kembali Sehun menciptakan pagutan panas untuk sang kekasih. Membelit satu sama lain dan saling membagi gairah yang berusaha mereka lampiaskan.

"Eumhhh..." Luhan memekik tertahan dalam pagutannya ketika Sehun memasukkan jari tengahnya pada lubang anal Luhan yang terasa semakin mengetat dari terakhir kali ia merasakannya beberapa bulan yang lalu.

"Ahhh~~" Luhan melepaskan pagutan Sehun pada bibirnya saat ia merasakan jari manis dan telunjuk Sehun ikut memasuki lubangnya. Sehun terus memperhatikan wajah Luhan yang tengah menikmati tusukkan jarinya pada sosok menggoda di bawahnya. Wajah memerah dengan mata yang terpejam itu benar benar menggambarkan sebuah gairah seksual yang menggebu - gebu. Dan jujur saja, penis menegang Sehun sungguh tak memiliki sedetik pun waktu untuk menunggu lebih lama lagi merasakan betapa ketat dan hangatnya lubang milik Luhan.

Setelah merasa cukup, Sehun mencabut ketiga jarinya lalu menegakkan tubuhnya di atas Luhan dengan bertumpu pada kedua lututnya. Luhan yang merasa kenikmatan di lubangnya menghilang, dengan segera membuka kedua kelopak matanya. Dan yang satu ini membuat nafas Luhan tercekat. Di depan matanya sendiri, ia melihat Sehun membuka tali bathrobenya lalu melepas kain tersebut dengan gerakkan yang begitu sensual dan membuangnya secara asal.

Luhan merasa sisi agresifnya meledak hingga keubun - ubun melihat penis Sehun yang menegang dengan ukuran yang terlampau besar juga lelehan precum di bagian kepala penisnya yang memerah. Ketika Sehun mengalihkan pandangannya, pria bertubuh mungil itu langsung menerjang tubuh Sehun hingga ia terbaring dengan Luhan yang duduk di atas perutnya.

Sehun tersenyum miring dengan sebelah alisnya yang menukik naik. "Kenapa kau menjadi agresif begini?" Luhan menggigit ujung bibir bawahnya dengan pandangan sensual yang ia arahkan pada Sehun. "Adik raksasamu itu memanggilku untuk mengulumnya."

Dan tanpa menunggu jawaban Sehun, Luhan memundurkan tubuhnya dan langsung memasukkan penis Sehun ke dalam mulutnya. Sehun menggeram layaknya binatang buas ketika merasakan sensasi hangat, basah dan menggelitik melingkupi penis menegangnya. Tangan kanannya beralih untuk mengelus helaian surai caramel Luhan dengan lembut, memberinya petunjuk bahwa ia menikmati apa yang tengah ia lakukan pada penis kekasihnya.

"Eumhh...enghh..."

"Ohh...grrhhh... Begitu Lu... mulutmu sa-ngat nikmath~"

Lenguhan itu mengantarkan getaran tersendiri pada penis miliknya. Di tambah lagi hisapan kuat Luhan hingga pipinya mencekung ke dalam, seolah menyeruput jus sirsak dari sebuah pipet.

"Fuck!" Sehun terkekeh mendengar umpatan kasar Luhan saat ia menarik penisnya secara tiba - tiba. Membuat Luhan memandangnya dengan tatapan tajam yang sebenarnya malah terlihat menggemaskan.

"Aku ingin langsung ke inti sayang. Dia tak tahan lagi untuk dimanjakan oleh lubang ketatmu." Ucap Sehun dengan suaranya yang terdengar rendah dan seksi.

Sehun kembali mengubah posisi dimana Luhan tengah terbaring pasrah di bawah kukungan pihak dominan. Kedua kaki Luhan ia posisikan di kanan dan kiri pinggulnya. Sehun memompa penisnya sejenak sebelum ia mengarahkan benda panjang berujung tumpul itu pada lubang Luhan.

"Eunghhh... bi-bisakah dalam sekali hentakan saja?" Sejujurnya, Luhan sedikit sanksi lubangnya kembali mengetat sebab tak ada yang memasukinya beberapa bulan belakangan. Dan ia semakin yakin ketika ada perasaan tak nyaman dan nyeri yang ia rasakan saat kepala penis Sehun mencoba melewati cincin mengkerutnya. Maka dari itu, ia meminta Sehun memasukkan seluruh penisnya dalam satu hentakkan saja. Bukankah lebih baik jika sakit dalam sekali hentakkan dari pada ia harus menahan sakit di lubangnya sedikit lebih lama karena prianya memasukinya dengan perlahan. Dan sejujurnya... Luhan tak ingin bermain lembut malam ini seperti apa yang Sehun janjikan di awal mereka bercinta. Ia ingin seks yang panas, kasar dan menggariah. Dipikir - pikir sudah lama dinding lubangku tak di gesek dengan brutal oleh penis besar Sehun, pikirnya dalam hati.

"Kau yakin Lu?" Luhan langsung mengangguk dengan cepat. Kedua tangannya ia kalungkan pada leher Sehun dan menarik pria itu mendekat padanya. "Sejujurnya~~ dari pada seks lembut yang kau janjikan, aku lebih menginginkan seks kasar dan buas seperti yang kau lakukan padaku dulu." Sehun menyeringai setan mendengar desahan Luhan yang diakhiri pria itu dengan jilatan sensual pada telinganya.

"Jangan salahkan aku jika kau tak bisa berjalan besok." Sehun kembali meraup bibir Luhan yang terlihat membengkak. Tanpa memberi aba - aba pada Luhan, Sehun langsung menghentakkan penisnya ke dalam lubang Luhan.

"EMPPHH!" Sehun langsung mengocok penis Luhan ketika melihat setitik air mata, mengalir dari mata rusa yang dikaguminya. Berusaha rasa sakitnya teralihkan oleh rasa nikmat yang terpusat pada penis mungilnya. Setelah beberapa menit, mata tajamanya kembali mendapati kabut nafsu menutupi mata rusa milik Luhan.

Sehun manarik penisnya keluar hingga sebatas kepala penisnya lalu kambali mendorongnya ke dalam, "ANGHH~~~" Luhan langsung mendorong bahu Sehun dengan keras agar ia bisa menyalurkan kenikmatan yang menggerogoti seluruh sel di dalam tubuhnya melalui sebuah erangan nikmat sebab Sehun yang langsung menghujam prostatnya dengan telak.

Berikutnya, Sehun kambali memompa penisnya di dalam tubuh Luhan dengan gerakkan statis. Tangannya ia gunakan untuk mencubiti nipple kecoklatan Luhan yang telah menegang sempurna. Sedang nipplenya yang lain, tengah dihisap dengan kuat oleh Sehun.

"Ahhh...hah... Sehunaahh~~ deeperhh~"

"As your wish baby Lu~" Sehun menaikkan kedua kaki Luhan ke atas bahu lebarnya kemudian mempercepat pompanya pada lubang Luhan. Menimbulkan suara nyaring persatuan mereka yang terdengar menggema di kamar hotel yang tengah mereka tempati kini.

"Engghh... penisku Sehunhh~~ pleasehh~~" Sehun menyeringai namun tetap melakukan apa yang kekasih mungilnya ini inginkan.

Suara desahan Luhan yang begitu menggoda membuat suhu kamar ini semakin memanas, seolah fungsi pendingin ruangan yang bahkan sudah mencapai enam belas drajat selsius terasa tak berfungsi. Bagaimana tidak? Lubang dan penisnya dimanajakan begitu hebatnya oleh pria berkulit pale itu. Membuat pandangannya menjadi putih ditutupi oleh kabut nafsu.

"Engh Engh enghhh~~ Sehun faster. Fuck my tight hole with your dick Sehuniehh~ Make me climaks~~ ohhh~~ my sweetpot."

"Bitch!"

"ANHHH! Yeaahh... I'm your bitch masterhh~~"

Luhan ikut menggerakkan tubuhnya berlawanan dengan arah tusukkan penis Sehun. Membuat benda tumpul itu menabrak pristatnya semakin kuat. Penisnya Yang semakin besar Dan berurat di dalam kocokkan Sehun menandakan pria itu bakan segera mencapai klimaksnya.

"Angh~ Se-dikit lag- Sehuuunnhh~~" Sehun menghentikan pompaan penisnya ketika pria dibawnaya memuntahkan sperma miliknya di telapak tangan Sehun bahkan sebagian mengenai dada dibangnya.

Setelah beberapa menit membiarkan Luhan menikmati orgasmenya, Sehun mencabut penisnya lalu mengubah posisi Luhan menjadi menungging.

"Emhh~~" Sehun kembali memasukkan penisnya ke dalam lubang Luhan. Kedua tangannya ia bawa untuk mengerjai nipple dan penis Luhan sembari penisnya yang langsung mempoma lubang Luhan dengan kecepatan tinggi.

"Angh~~ ohhh... Sehunhh~~"

Tubuh Luhan sampai terhentak hentak ke depan sebab genjottan Sehun yang terlalu kuat, bahkan tubuhnya sampir jatuh.

Cupp... cupp...

Sehun mengecupi seluruh punggung mengkilat Luhan, sesekali membuat tanda keunguan pada kulit putih mulus bagaikan porselen itu.

"Sehun... ak-ku mau keluarhh~~ Anghhh!" Dan untuk kedua kalinya, Luhan keluar tanpa ada satupun Sehun mengeluarkan benihnya.

Berganti posisi lagi, Sehun menidurkan tubuh Luhan miring ke kanan, sedangkan ia pun ikut berbaring di belakang tubuh Luhan dengan menghadap ke arah yang sama. Kaki kiri Luhan ia angkat lalu memasukkan penisnya yang membesar maksimal ke dalam lubang Luhan.

"Sehunhh~~ cepatlah! Aku lelah."

Sehun langsung mempercepat genjotannya bagaikan tak ada hari esok. Membuat Luhan mabuk akan kenimatan yang menjalari setiap organel di dalam tubuhnya. Tangannya mencengkram kain sprai sebagai pelampiasan, sedang Sehun tengah membuat kissmark kembali di bagian leher Luhan yang terekspos.

"Lu... kau sangat ketat..."

"Yeahhh... lubang ketatku akan memakan penismu dengan rakus Sehuniehh~~ deeperhh~~" Sehun menyeringai siring dengan gerakkan pinggulnya yang membabi buta. Sehun kembali meraih penis mungil Luhan untuk berbagi kenikmatan yang tangah melandanya.

"Arrgghh... jangan ketatkan lubangmu bitch!" Sehun menggeram layaknya binatang buas saat merasakan Luhan semakin mengeratkan otot - otot analnya.

Hal itu ia lakukan saat ia merasa Sehun semakin dekat dengan puncak orgasmenya. Ia bisa merasakan penis Sehun semakin membesar di dalam lubangnya. Dinding rektunya terasa digerus oleh urat penis pria itu yang menonjol dan juga penyatuan mereka yang semakin melicin sebab precum Sehun yang semakin banyak.

"Anghh... Sehunhhh~~ Aku ingin ke-luarh~~"

"No~ together with me baby."

"Yak!" Sentak Luhan ketika Sehun bergumam di telinganya dengan suaranya yang seksi dan berat sambil menutup lubang penisnya dengan ibu jari milik pria itu., membuat Luhan harus menahan hasratnya sampai pria itu sampai.

Sehun terus mempercepat genjotannya diselingi dengan geraman - geraman rendah yang keluar dari bibir tipisnya. Lubang Luhan yang mengetat serta desahan yang dikeluarkan semakin menambah adrenalinnya. Hingga pada tusukkan ketiga,

"Akhhh... Aku sampai Lu!" Sehun menghentakkan penisnya dengan keras dan kuat.

"ARGGHHHH!"/"AHHHHHH!" Sehun menggapai orgasmenya dan langsung melepaskan ibu jarinya dari lubang penis Luhan. Membiarkan pria itu mengeluarkan hasratnya yang sempat tertahan. Mengotori tangan Sehun dan sebagiannya lagi berserakkan di atas ranjang hotel. Sedangkan Sehun mengeluarkan sperma hangatnya di dalam lubang Luhan dalam volume besar. Membuat Luhan merasakan perasaan hangat yang menjalar dalam perutnya.

Keduanya terdiam sembari mengatur nafas mereka pasca kegiatan panas mereka yang terasa begitu dahsyat. Sehun masih mendiamkan penisnya yang mulai menyusut ke ukuran semula -walau yang dikatakan ukuran semula tetaplah memiliki ukuran yang cukup besar- di dalam lubang prianya. Menjaga agar spermanya tidak keluar dari lubang tersebut. Dalam hati kecilnya, ia ingin kekasih mungilnya ini kembali membuahi sel spermanya.

Setelah beberapa menit, Sehun menggerakkan kakinya untuk meraih selembar selimut yang terletak di sudut tempat tidur lalu merentangkan selimut tersebut hingga menutupi tubuh keduanya sebatas dada.

"Yang tadi sangat luar bisa Lu~" Sehun berucap berat di depan telinga Luhan. Sedangkan pria bermata rusa itu hanya terkekeh tanpa suara.

"Tidurlah, kau pasti lelah." Titah Sehun sambil mengeratkan pelukkannya pada pinggang ramping sang kekasih.

"Emmm... tak bisakah kau keluarkan milikmu dulu. Aku takut dia bangun lagi." Kini Sehun yang tertawa. Tangannya yang berada di pinggang Luhan ia gunakan untuk mengelus perut rata Luhan, "Aku ingin seprmaku tetap berada di dalam tubuhmu dan tak keluar setetaspun. Aku ingin kau hamil lagi Lu. Sekalipun ia tegang, aku tak akan menggerakkannya. Aku janji. Tidurlah."

luhan menganggukkan kepalanya lalu merapatkan tubuhnya pada dada bidang Sehun yang terasa begitu hangat dan nyaman.

"Jalja baby Lu."

"Hem... Jalja Sehunie."

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Dengan wajah tersenyum lembut, Luhan mengelus batu nisan milik kedua orang tuanya secara bergantian. Kedua kelopak matanya ia pejamkan sembari kedua tangannya saling menggenggam memanjatkan doa untuk kedua sosok paling berarti dalam hidupnya. Setelah beberapa menit merapalkan doa - doa terbaik untuk kedua orang tuanya di alam sana, Luhan membuka matanya secara perlahan dan kembali menatap gundukkan tanah dimana mayat kedua orang tuanya dikebumikan.

"Luhan sudah bisa merelakan kepergian kalian. Luhan sadar, sekuat apapun Luhan menyesali dan menangisi semuanya, takdir tetap tak akan berubah. Luhan sayang pada mama dan baba. Luhan berharap kalian berdua bahagia di sana. Jangan khawatirkan Luhan! Ada seseorang yang akan selalu menjaga, memperhatikan dan menyayangi Luhan di sini. Dia sangat tampan dan baik. aku sangat mencintainya. Luhan berharap kalian berdua merestui hubungan kami." Sehun yang tengah berdiri di bawah sebatang pohon rindang yang tak jauh dari sana, hanya tersenyum mendengar perkataan Luhan tentang dirinya. Sesekali ia melirik ke arah sampingnya.

"Apa benar?"

Sehun tersenyum tulus kemudian menganggukkan kepala.

"Aku sangat mencintainya. Apapun akan aku lakukan untuknya. Aku akan berusaha menjaga dan melindunginya. Sampai akhir, aku akan terus menyayanginya. Dan aku akan selalu membuat senyum indah itu tak lepas dari bibirnya. Maaf, jika aku hanyalah sosok jin yang merupakan mahkluk terkutuk yang tak akan pernah bisa bersatu dengan anak adam. tapi aku janji, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk menjadi manusia seutuhnya. Kalian bisa memegang ucapanku."

Pria paruh baya itu tersenyum. "Pria sejati selalu menjaga janjinya."

Kembali Sehun manganggukkan kepalanya. "Ya. Aku akan selalu memegang janjiku."

"Kami percayakan anak kami padamu. Buatlah dia bahagia."

"Tentu!" Balas Sehun yakin pada sosok wanita paruh baya yang memiliki mata rusa serupa milik kekasihnya.

"Jaga dia Oh Sehun. Kami mengandalkanmu."

"Tentu. Selamat jalan Tuan Lu, Nyonya Lu. Semoga kalian ditempatkan di sisi Tuhan." Keduanya memgangguk seiring dengan eksisteni mereka yang semakin menipis hingga akhirnya mereka lenyap di telan semilir angin yang bertiup sepoi - sepoi.

"-kalian harus bertemu dengan anakku. Sampaikan padanya jika aku meminta maaf atas kecerobohanku yang tak mampu menjaganya hingga ia lahir ke dunia ini. Katakan juga padanya jika aku sangat mencintainya. Tolong jaga dia dengan baik. Sesekali datanglah dalam mimpiku bersamanya." Luhan menjeda ucapannya saat merasa pertahanannya semakin menipis. Ia dongakkan kepalanya menahan laju air matanya. Aku tak boleh menangis, aku ingin mereka bahagia di sana tanpa memikirkanku, ucapnya dalam hati. Setelah merasa yakin. Ia kembali menatap pusara kedua orang tuanya dan kembali tersenyum.

"Berbahagialah di sana mama, baba. Luhan menyayangi kalian." Setelah mengecup pucuk nisan kedua orang tuanya, Luhan bangkit dari posisi bertumpunya dan berjalan ke arah Sehun yang kembali menyandang ransel berisikan baju - baju milik mereka.

"Sudah?"

"Hem! Ayo kita pulang."

"Kajja!" Sehun mengulurkan tangannya pada Luhan, dan pria itu membalas uluran tangan sang kekasih untuk ia genggam.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

Sehun dan Luhan baru saja keluar dari pintu keberangkatan internasional beberapa saat yang lalu. Keduanya tengah berjalan di bagian ruang tunggu menuju pintu bandara. Namun suara beberapa pria yang tengah berdebat dalam sebuah acara interaktif di televisi membuat perhatian Sehun teralihkan tanpa sebab yang pasti.

"-kematian seorang wanita bermarga Do beberapa hari yang lalu membuat spekulasi masyarakat semakin kuat. Bahwasannya, klan marga Do memang terkena kutukkan."

"Itu bukanlah suatu kutukkan! Kitalah yang membuat mereka seolah terkena 'kutukkan'. Saat ini kita sudah memasuki peradaban maju. Apa menurut anda pantas kita menggunakan mitos - mitos yang bahkan kitapun tak tau kebenarannya sebagai pedoman hidup?"

"Pak, ini bukanlah hanya sekedar mitos. Ini sudah terjadi secar turun temurun dalam keturunan mereka."

"Masalah itu bisa dijelaskan secara ilmiah. Semenajak kematian beruntun yang dialami oleh marga Do pada era Joseon, klan dari marga lain seolah enggan menjalin hubungan dengan mereka. Membuat mereka harus rela menikah dengan satu marga mereka sendiri. Dimana seperti yang kita ketahui, akan banyak terjadi masalah jika menikah dalam satu klan. Inilah yang mengakibatkan kerusakan pada keturunan mereka. Yang seharusnya kemandulan itu bersifat resesif, malah menjadi dominan karena mereka menikah juga dengan klan Do yang mengalami kemandulan."

Luhan yang merasa keberadaan Sehun hilang di sampingnya, berhenti dan melihat kebelakang. Ternyata kekasihnya itu sedang terpaku memperhatikan sebuah acara debat di televisi. Ia pun berjalan menghampiri sang kekasih lalu menepuk bahunya pelan. Dan reaksi Sehun bagaikan seorang maling yang tengah ketahuan mencuri sekenggam perhiasan emas.

"Kau sedang apa?" Luhan menyerengit bingung melihat reaksi kekasihnya. Namun pria pucat itu dengan segera mengembalikan ekspresi datarnya.

"Ada apa dengan marga Do? Mengapa mereka berbicara mengenai kutukkan?"

Kerutan di dahi Luhan berganti menjadi gumaman kecil ketika melihat beberapa orang yang tengah berbicara dengan cukup sengit dalam acara debat yang tengah disiarkan salah satu stasiun televisi.

"Ini lagenda lama Korea Selatan yang diceritakan oleh Baekhyun padaku. Katanya, marga Do itu memiliki kutukkan karena mereka bersedia menjadi kaki tangan seorang penyihir. Dahulu, total penduduk yang menyandang marga Do hampir mencapai limapuluh persen dari total penduduk di Korea Selatan. Pada pertengahan masa Joseon, banyak sekali penduduk marga Do yang mati secara mengenaskan secara beruntun. Minimal ada dua orang bermarga Do yang meninggal dalam satu hari pada masa itu. Dan dari sensus penduduk terakhir, masyarakat yang menyandang marga Do hanya tinggal dua orang, seorang ibu dan anaknya. Dan sekarang hanya tinggal satu orang mengingat ibunya baru meninggal."

"Mengapa bisa sesikit itu? Pasca tragedi itu mereka kan bisa menikah dengan wanita atau pria dari marga lain agar keturunan mereka tidak terputus." -Sehun.

"Aku yakin mereka juga ingin seperti itu. Tapi, entah mengapa semenjak saat itu banyak wanita maupun pria bermarga Do yang mengidap kemandulan. Jikapun mereka hamil, kecil kemungkinan untuk anak mereka lahir ke dunia. Di tambah lagi, mereka memiliki umur yang relatif pendek. Apa menurutmu ada manusia yang mau menikah dengan seseorang yang memiliki kutukkan secara turun temurun?"

Pria pale itu tersenyum mendengar ucapan terakhir Luhan, "Tentu saja ada. Salah satunya dirimu." Sehun berjalan lebih dulu ke arah Baekhyun dan Chanyeol yang tengah melambaikan tangan mereka, meninggalkan Luhan yang masih terdiam mencerna ucapannya.

"YAK! AWAS SAJA JIKA KAU MELAMARKU OH SEHUN!"

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

"Hyung?"

"..."

"Hyung?!"

"..."

"Kyungsoo Hyung!"

"A-ah! ne, weo?"

"Kau melamun hyung?" Jawaban atas pertanyaan Kai hanyalah sebuah gelengan pelan yang disertai dengan sebuah senyuman lembut di kedua belah bibir penuhnya. Terkadang ia merasa aneh dengan pria bertubuh mungil di sampingnya ini. Ia bisa membaca dengan jelas apa isi pikiran dan isi hatinya. Namun, ada kalanya ia tak mampu membaca isi pikiran dan hatinya. Seolah ia menguncinya hingga ia tak mampu membaca sosok Kyungsoo.

Dan ya,,, saat ini Kyungsoo mengizinkannya untuk membaca isi pikiran dan hatinya. Pria itu memendam banyak hal dalam pikirannya yang begitu kusut, sedang hatinya tengah kritis menahan tangisnya yang ia pendam sendiri. Ia tahu pria ini membutuhkan sandaran untuk ia mengungkapkan segala pikiran, kesedihan dan beban hidupnya. Namun, saat ia bertanya mengapa atau kau baik baik saja, pria itu selalu membalasnya dengan anggukkan kepala. Membuatnya seolah bukanlah siapa - siapa dalam hidup pria bermata bulat itu.

Keduanya masih saling membisu satu sama lain. Tak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan kembali. Hanya terus berjalan menyusuri trotoar menuju klub malam tempat mereka berkerja.

Kemerlap jalanan kota Seoul yang begitu indah dihiraukan begitu saja oleh sosok Kyungsoo. Baginya, pemandangan bebatuan aspal yang ditutupi oleh butiran pasir berukuran mikro jauh lebih menari. Mungkin saja ia bisa melihat beberapa mahkluk uniseluler.

Saat keduanya akan berbelok menuju klub tersebut, tiba - tiba saja Kai menarik tangannya ke arah yang berlainan. Membuat ia bertanya - tanya pada pria tan yang tengah tersenyum senang sambil terus menarik tangannya.

"Kai, klubnya di sebelah kiri!"

"Hari ini kita akan jalan - jalan." Kyungsoo mengerutkan keningnya mendengar jawaban atas pertanyaannya.

"Kemana? Shift kerja kita akan dimulai lima belas menit lagi." Kai menghentikan langkah kakinya ketika keduanya tengah berdiri diantara kerumunan orang yang tengah berdiri menunggu giliran mereka untuk menyebrangi jalan.

"Kau tau hyung? Hari ini adalah hari terakhirku menjalani ujian tengah smester. Dan selama seminggu ini aku benar - benar berkerja keras untuk ujianku. Untuk membalas kerja kerasku, kau maukan menemaniku untuk berjalan jalan?"

Kyungsoo terdiam memperhatiakan tatapan teduh Kai yang terlihat samar karena lampu jalanan yang berkelap kelip.

"Hyung, kau maukan?" Kai merasa ragu akan nasib pekerjaannya di klub tersebut jika ia mengiyakan ajakan pria berkulit tan tersebut. Namun entah mengapa hatinya membuncah begitu hebat ingin menyetujui rencana Kai. Apakah... ini bisa disebut kencan?

"Ya, aku mau." Kai tersenyum bahagia mendapati jawaban Kyungsoo. Ia pun kembali menarik tangan Kyungsoo bersamanya ketika para pejalan kaki yang lain mulai menyebrangi jalan.

Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Kyungsoo terus mengikuti langkah lebar milik Kai. Tangannya yang digenggam dengan begitu eratnya oleh pria tersebut, membuat Kyungsoo merasa hangat pada sekujur tubuhnya. Tatapan matanya terus memandang sosok Kai dari sisi belakang. Mengamati bagaimana bahu tegap nan lebar itu terlihat sangat nyaman. Bahu yang sama yang pernah ia gunakan untuk menumpahkan segala kesedihan dan kegundahan hatinya.

Kyungsoo tersadar dari lamunanya saat genggaman hangat pada tangannya menghilang. Saat ia mencari keberadaanya, pria tan itu sedang mengambil dua buah sepeda yang terletak di tempat penyewaan sepeda menggunakan kartu miliknya. Dan Kyungsoo tak mampu menahan senyumannya saat melihat Kai tengah berlari membawa dua buah sepeda ke arahnya dengan senyuman lebarnya yang tak pernah luntur. Entah mengapa, melihat senyum itu membuat ia merasa tak sendirian lagi di dunia ini.

"Ini punyamu hyung. Ayo kita jalan jalan mengelilingi sungai Han!" Ucap Kai dengan semangat sambil menaiki sepeda birunya.

Kemudian, Kai terdiam mendapati wajah Kyungsoo yang tengah menyerengit tak suka. Entah mengapa ia mulai merasa takut jika Kyungsoo tak menyukai usulannya. "Weo hyung?"

"Mengapa kau memberiku yang berwarna pink?" Kai tertawa dengan sangat lepas mendengar alasan mengapa ia menyerengit tak suka. Dan semakin menjadilah tawa pria berkulit tan itu saat Kyungsoo merasa kesal dengan tawa lebarnya, menampilkan mata bulatnya yang membesar, juga bibirnya yang mengerucut lucu. Ohh... mengapa Tuhan menciptakan mahkluk semanis ini.

"Sudalah hyung! Kau terlihat manis jika menggunakan sepeda itu. Kajja!" Masih dengan bibirnya yang mengerucut lucu, Kyungsoo menaikki sepedanya. Dan tanpa menunggu Kai, Kyungoo langsung mengayuh sepedanya menjauhi Kai sambil menjukurkan lidahnya.

"Y-yak! Tunggu aku hyung!" Kai langsung mengayuh sepedanya mengejar Kyungsoo yang tengah tertawa bahagia di atas sepedanya yang tengah melaju dengan cukup kencang. Merasakan hembusan angin malam kota Seoul yang terasa begitu menyejukkan. Membuatnya merasa lebih rileks, tenang dan bebas.

"Hyuuuuung! Kau tak mau menungguku?"

"Hahaha... kau lamban! Aku membencimu Kim Jong In! Hahaha... " -aku mencintaimu.

"Kau jelek. Hitam!" -kau sangat tampan Kai. Membuatku merasa beruntung bertemu denganmu.

Kai tertawa mengetahui isi hati Kyungsoo di balik umpatannya. Ia mengayuh sepedanya semakin cepat, berusaha mengimbangi jaraknya dengan Kyungsoo. "Ya! Enak saja kau hyung. Aku adalah seorang prince di sekolahku."

"Eohh? Mana mungkin mahkluk hitam sepertimu menjadi prince. Hahaaha..." –Ya,,, kau adalah sosok pangeran berkuda putih yang begitu sempurna bagiku.

Kyungsoo semakin mempercepat laju sepeda merah mudanya saat ia merasa Kai akan meledak. Padahal, jika ia melihat ke belakang, pria berkulit tan itu sedang tersenyum bahagia melihat tawa Kyungsoo yang begitu lepas.

"Aku berjanji akan membuatmu bahagia hyung. Apapun itu akan aku lakukan. Aku mencintaimu hyung."

Kyungsoo menahan tangannya saat Kai menariknya ke sebuah kedai soju yang terletak di pinggir jalan. "Untuk apa kita ke tempat ini?"

Kai memutar bola matanya mendengar pertanyaan Kyungsoo yang bahkan tak perlu ia jawab. "Tentu saja untuk minum hyung. Apa lagi? Tak mungkin kita meminta - minta di sini."

Kai kembali menarik tangan Kyungsoo ke dalam kedai kecil tersebut. Mendudukkan Kyungsoo pada salah satu kursi yang kosong. Sedangkan ia pergi untuk memesan soju dan beberapa makanan kecil khas Korea Selatan, menghiraukan Kyungsoo yang tengah membuka mulutnya untuk mengucapkan atau bertanya tentang suatu hal. Namun ia urungkan saat pria berkulit tan itu segera berlalu dari hadapannya.

Beberapa menit kemudian, Kai kembali dengan membawa dua buah botol soju, semangkuk ddboki, dan beberapa tusuk odeng yang masih mengepulkan asapnya. Setelah ia duduk di kursinya yang berhadapan dengan Kyungsoo, ia segera membuka salah satu tutup soju lalu menuangkannya ke dalam sebuah gelas kecil di hadapan Kyungsoo.

"Lebih baik sekarang kita pulang Kai. Kau masih di bawah umur, dan kau tak boleh meminum ini."

"Aku tentu saja tak meminumnya. Ini untukmu."

"Untukku?" Tanya Kyungsoo sambil menunjuk dirinya sendiri, dan dibalas anggukkan kepala oleh Kai.

"Ani! Aku tak mau minum lalu berakhir mabuk. Lebih baik sekarang kita pulang saja."

"Ayolah hyung. Hidup terlalu datar itu membosankan. Sesekali menyimpang tak akan masalah. Manusia juga perlu pelampiasan. Ambilah!" Kyungsoo menggelengkan kepalanya ketika Kai menyodorkan segelas kecil soju ke hadapannya.

"Wae?"

"Kalau aku mabuk bagaimana? Aku tak pernah meminum soju walau hanya segelas."

"Jika kau mabuk, aku akan mengantarmu sampai ke kasurmu. Dan aku akan memastikan kau aman. Serahkan saja semuanya padaku. Minumlah!"

Kyungsoo memandang ragu pada gelas yang tangah disodorkan Kai di hadapannya. Dengan gerakkan ragu, Kyungsoo mengambil gelas tersebut lalu mendekatkannya pada bibirnya.

Kai memutar matanya melihat Kyungsoo. "Hyuuung... ini sudah lewat satu menit dan kau masih dalam posisi yang sama." Keluh Kai. "Kau tak akan mati hanya karena meminum itu hyung. Aku tak menambahkan sianida di sana."

Kyungsoo menghela nafasnya sekali lalu dengan sekali tegukkan cepat ia menelan seluruh isi gelas kecil tersebut. "Aakkhhhh... tenggorokanku terasa terbakar."

Kai hanya tersenyum maklum lalu kembali menuangkan soju ke dalam gelas kecil milik Kyungsoo.

.

.

.

~~ Oh Zhiyu Lu ~~

.

.

.

"Akkhhh..." Kyungsoo menghentakkan gelas kecilnya di atas meja ketika soju tersebut mengalir ke dalam tubuhnya melalui tenggorokannya.

"Ouhhh..." Kyungsoo kembali meraih botol soju keduanya lalu menuangkannya ke dalam gelas kecilnya. Bibirnya mengerucut lucu ketika ia tak menemukan setetespun pun soju saat ia menuangkannya ke dalam gelasnya.

"Aigoooo! Kenapa kau tak jatuh eoh? Apa k-hik! Kau takut padaku? Aku tak hik! -akan memakanmu." Kai menghela nafasnya melihat Kyungsoo yang sudah mabuk berat.

"Yaa! Turunlaaaah!" Geram Kyungsoo sambil menghentak hentakkan botol soju tersebut di atas gelas miliknya.

"Itu sudah habis hyung." Ucap Kai sambil menahan tangan Kyungsoo yang semakin brutal menghentak botol malang tersebut. Pria berkulit tan itu meraih botol yang berada di genggaman Kyungsoo lalu meletakkannya kembali di atas meja.

"Kau sudah sangat mabuk hyung."

"Hmm..."

"Ayo kita pulang!"

"Hmm..."

Kai pun merendahkan tubuhnya di depan Kyungsoo, memberikan punggungnya pada pria itu. "Kajja hyung!"

Dengan sempoyongan, Kyungsoo menjatuhnya tubuhnya pada punggung Kai lalu mengalungkan kedua tangannya pada leher pria berkulit tan tersebut.

"Kai-yaa?"

"Hm?"

"Apa kau memiliki ibu?" Bukannya langsung menjawab, Kai malah tersenyum geli mendengar pertanyaan Kyungsoo. "Mana mungkin seorang jin memiliki ibu hyung."

"Eoh? Weo? Setiap orang pasti memiliki ibu. Apa kau tak kesepian tanpa ibumu? Lalu siapa yang akan memasakkanmu makanan lezat?"

Merasa tak ada jawaban dari pertanyaannya, Kyungsoo kembali melanjutkan ucapannya tentang hal - hal yang berkaitan dengan ibunya. Dan tak beberapa lama Kai mendengar suara isakkan kecil yang diikuti perasaan basah pada baju bangian bahunya.

"Hikss... walaupun ibuku sedang sakit, ia selalu berusaha untuk membuatkanku makanan yang lezat ketika aku pulang berkerja. Hikss... di-dia...selalu memijat kepalaku ketika aku sedang sakit. Tangannya begitu lembut. Hikss... Kai... hiksss.. kau harus... merasakan ba-bagaimana memiliki ibu."

"Hemmm... ibu Sehun cukup baik padaku."

"Hikss... " Kyungsoo menganggukkan kepalanya dengan air matanya yang terus menetes keluar. "Kai-yaaa~~ aku takut kau meninggalkanku. Selama ini aku tak memiliki satu temanpun yang dekat denganku. Mereka tak ingin dekat denganku karena kutukkan itu. Aku takut kau akan menjauhiku juga."

Kai kembali tersenyum tulus lalu menghentakkan tubuh Kyungsoo pada gendongannya agar tidak terjatuh. "Aku tak akan meninggalkanmu hyung. Kau tak perlu takut."

"Mereka selalu berkata begitu, tapi pada akhirnya mereka menjauhiku."

Kai tahu jika Kyungsoo tak akan mengetahui gelengan kepalanya, namun ia tetap melakukannya. "Kau bisa pegang ucapanku. Aku tak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi hyung."

"Hm..."

Beberapa menit seterusnya, Kai maupun Kyungsoo saling terdiam satu sama lain. Pria berkulit tan itu mengira Kyungsoo telah tertidur lelap dalam gendongannya, sebab napasnya yang terasa teratur. Namun,

"Hueekkk...

Kai memutar bola matanya saat Kyungsoo memuntahkan seluruh isi perutnya di atas bahunya. Secinta apapun ia pada pria bermata bulat itu, tetap saja muntahan manusia tercium sangat menjijikkan. Ia pun menghela nafas beratnya sekali berusaha meredam sepercik emosi dalam pikirannya. Matanya mengedar berusaha mencari tempat yang pas untuk ia meletakkan Kyungsoo sementara ia membersihkan kotoran yang dibuat oleh pria tersebut.

Berapa kalipun ia mengedarkan pandangannya, ia tak menemukan kursi ataupun hal yang bisa digunakan Kyungsoo untuk mendudukkan tubuhnya. Ia pun memutuskan sebuah tangga di toko kecil yang memiliki cahaya yang cukup terang. Kai berjalan ke toko tersebut sembari memastikan jika toko tersebut sudah benar - benar tutup dan pemilikinya tak berada di sana.

"Tunggu sebentar di sini hyung. Aku akan membersihkan ini dulu sekalian mencari minum untukmu."

"Hmm..." Kai tak yakin jika gumaman itu merupakan jawaban atas perintahnya. Namun yasudahlan, apa yang bisa dilakukan oleh orang mabuk di tempat sepi seperti ini. Lagi pula ia tak akan lama. Ia hanya akan pergi ke sebuah minimarket yang terletak dua blok dari posisinya saat ini.

Dan dengan keyakinan penuh, ia pun berjalan dengan cepat menjauhi Kyungsoo. Sebenarnya, terbesit sebuah pikiran untuk menggunakan kekuatakn teleportasinya. Namun meningat minimarket tersebut memiliki CCTV, ia langsung urung menggunakan ide tersebut. Alhasil ia pun berlari dengan cukup cepat berharap Kyungsoo tak terlibat kejadian yang membuatnya kalang kabut.

Sesampainya di sana, ia membeli sebuah kaus seadannya, sebotol minuman mineral dan teh hijau yang asapnya masih mengepul hangat. Usai membayar, ia pun langsung mengganti pakaiannya di dalam kamar mandi minimarket dan bergegas pergi menyusul Kyungsoo.

Sesampainya di sana, wajahnya mendadak pias saat ia tak menemukan siapapun di tempat tersebut. Bayangan - bayangan aneh yang tengah menghantui pikirannya langsung membuatnya kalang kabut. kepalanya bergerak kesana kemari dengan cepat mencari sosok Kyungsoo atau petunjuk yang menunjukkan kemana arah perginya pria bermata bulat itu. Ia memutuskan untuk menyusuri jalan menuju rumah pria tersebut. Mata tajamnya terus mengedar mencari keberadaan Kyungsoo. Tak lupa pula ia terus memanggil nama pria tersebut. Berharap Kyungsoo nemiliki kesadaran yang cukup untuk membalas panggilannya.

"Kyungsoo hyuuuung? Kau dimana? Hyung!"

Langkah kakinya mendadak terhenti saat ia melihat sesuatu yang tengah bersinar terang tergeletak beberapa meter di hadapannya. Benda tersebut berwarna merah cerah yang bersinar cukup terang karena tertimpa cahaya dari lampu jalanan kota Seoul. Dengan kening yang berkerut bingung, ia melangkahkan kakinya mendekat pada benda tersebut.

Dan benar saja, ia tak mampu menahan keterkejutannya saat melihat kalung dengan permata merah yang menjadi bandulnya. Kalung itu adalah kalung miliki Kyungsoo. Benda itu sangat berharga baginya. Dan akan ada kejadian buruk yang akan terjadi jika kalung itu sampai terlepas dari lehernya.

Entah mengapa firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk tengah terjadi pada pria tersebut. Tak mungkin ia melepas kalung tersebut dalam keadaan mabuk seklipun. Dengan gerakkan cepat, ia meraih kalung tersebut lalu menyimpannya dalam saku celannya dan melanjutkan langkahnya mencari sosok Kyungsoo.

Saat melewati sebuah lorong kecil, matanya tak sengaja menangkap sebuah sepatu yang terasa cukup familiar baginya. Dan matanya langsung melebar saat ia menyadari jika sepatu itu milik Kyungsoo. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya memasuki lorong tersebut. Keadaannya yang gelap tanpa sedikitpun cahaya juga lebarnya yang cukup kecil membuat Kai semakin was was.

"Hentikan! Akhh... hah! Sakiit!" Sayup - sayup ia mendengar teriakkan seorang pria yang tengah mendesah kesakitan akan suatu hal. Suara itu terdengar bergetar penuh dengan ketakutan.

Kai sangat yakin jika itu bukanlah suara Kyungsoo. Namun entah mengapa ia terus melangkahkan kakinya semakin jauh kemasukki lorong sempit tanpa pencahayaan itu. Suara teriakkan itu semakin terdengar jelas pada indra pendengarkannya.

Kai tak mampu menahan keterkejutannya hingga beberapa benda yang berada pada genggamannya terjatuh begitu saja di atas permukaan tanah.

Apa yang ada di hadapannya ini begitu mengejutkan sekaligus mengerikan. Bahkan akal sehatnya pun tak mampu mencernanya dengan baik.

Saat ini, di hadapannya, ia melihat sosok Kyungsoo tengah memompa penis besarnya ke dalam lubang anal sosok pria yang tengah mengerang kesakitan di bawah kukungan tubuhnya. Bukan hanya itu saja, sosok Kyungsoo saat ini terlihat familiar baginya. Tubuh yang membesar, sepasang sayap kelelawar di kedua belah punggungnya, dua buah tanduk di atas kepalanya, juga...

"H-hyung?" Kai melihat sebuah mata di keningnya ketika sosok Kyungsoo mengalihkan pandangannya menghadap dirinya.

Hanya satu hal gila yang berputar cepat di dalam pikirannya,,,,

apakah Kyungsoo juga seorang Popobawa?

To Be Continue . . .

FINALYYYYYY!

ZHIYU IS BAAAACCCKKK!

Hahahhaaa,,,, janjinya nanti bulan Juli mau come back, tapi ga kuat. kkkk~~ Rindu sama ffnet, sma readers. #TEBARCIVOX

Yaaa,,, karena sekalian ini ultahnya Sehun. Untuk memeriahkan ultahnya Sehun yang ke 22 tahun. Happy birthday ayah~~ Semoga sehat selalu, makin ganteng, makin kece, makin pinta ektingnya, makin jago ngedancenya, makin jago nyanyinya. Daaaannn,,, makin sayang sama bunda Lulu. Pokonya makin makinlah.

So,,, kali ini Zhiyu pecah rekor. Zhiyu up date sampe 10k! 10K BROOOHHH,,,BAYANGIN,,, APA GA PEGELL?

Tapi Zhiyu ani mwo mwo(?) demi reader tertjintaahhh~~ dan demi ultahnya ayah. Jadi maaf ya kalau banyak Typo.

Juga doain Zhiyu. Zhi mau adain project buat diri Zhi sendri. Zhi bakalan up date FF HunHan setiap hari mulai dari hari ini sampai tanggal 20 April nanti dengan judul yang berbeda beda. Hahahahaa... itu artinya besok Zhi bakalan nge-post squel FF Don't Touch My Daddy. Hari ini Zhi mau nge-post prolognya dulu. Dan~~ kemungkinan besar Zhi bakal up date Are You My Private Guard lusa.

Ohh... gimana chapter ini. Please,,, jangan bilang kurang panjang. Zhi aja bacanya muak. Panjang banget soalnya. Trus juga maaf kalau adegan panasnya ga 'panas'. Kemampuan zhi buat NC udah berkurang.

Narbell~~ sorry ya, Zhi baru up datenya jam segini. Padahal semalam Zhi janji mau up date jam 10 malam. Zhi ketiduran. Mianhaeyooo~~

Akhir kata, makasih udah mau baca popobawa lagi, pasti banyak yang udah lupa sama alurnya kan? Maaf ya.

Zhi sadar diri kok. Kalau mau review makasih, klo engga, ga papa kok. Udah mau di baca aja Zhi udah senang. Makaih banyaaakkk