20 vs 50

Genre: Romace, Drama, Hurt/Comfort

Rating: T

Lenght: Chapter

Main Cast:

Lu Han

Se Hun

Pairing: Hunhan, Taoris, Chanbaek, Kaisoo, Sulay, slight Hunlay

Warning: Genderswitch,Ooc,Typos,geje,ect

Desclaimer:

Fanfic ini adalah karya asli saya, muncul dari otak saya berdasarkan pengalaman pribadi saya. Saya hanya meminjam nama member EXO dan beberapa karakter serta orang terdekat mereka. Sepenuhnya mereka adalah milik Tuhan YME.

NO BASH, NO FLAME, NO PLAGIAT

Summary:

Luhan yeoja cantik berusia 20 tahun jatuh cinta pada Oh Sehun yang usianya hanya 4 tahun lebih muda dari appanya. Mungkinkah cinta Luhan pada Sehun akan berbuah manis?

.

.

.

Annyeong...

Saya kembali lagi~

Ada yang merindukan saya? atau ada yang mau nimpuk saya sama bibirnya Sehun?

Terima kasih buat reader yang udah baca terutama yang review.

Terima kasih atas saran dan masukannya.

Sebelumnya saya mau menyampaikan info PENTING menurut saya. Mulai chapter depan saya berencana mengubah rate 20 vs 50 naik jadi M #prokprokprok. Rating diubah jadi M karena beberapa chapter depan mengandung hal-hal yang bersifat dewasa non sex activity, jadi bukan NC ya... Ada pun pertimbangan saya mengubah rating ff ini karena hasil evaluasi saya terhadap chapter-chapter sebelumnya mengindikasikan adanya muatan dewasa yang seharusnya tidak masuk dalam rate T. Apa bila ada masukan dari readers tentang perubahan rate ff ini, mohon tuliskan dalam review atau pun PM. Mohon bantuannya #bow

Pada chapter ini kita akan mengangkat keluarga Sehun, tapi tidak semuanya...haha

Oke sekian dari saya...selamat membaca^_^

Jangan lupa review ya...

- I let u go, if it better for u – WYF ur in my heart forever...

.

.

.

Previous Chapter

"Bisakah lebih lama lagi?" pinta Sehun dengan tatapan yang membuat Luhan terpaku. Tanpa menunggu, Sehun kembali mempertemukan bibir mereka. Ciuman mereka lebih dalam dan lama, tapi tidak ada nafsu di dalamnya. Keduanya hanya saling melepas rindu.

.

.

.

HanPutri Present©

20 vs 50

Chapter 8

.

.

.

AUTHOR POV

Acara makan malam yang Sehun janjikan pada Luhan tempo hari batal karena Luhan tidak mampu menyelesaikan tugasnya sesuai waktu yang diminta Sehun. Hari itu Luhan baru dapat menyelesaikan pekerjaannya pukul delapan malam, berarti sudah lewat satu jam dari waktu yang telah disepakati.

Saat itu Luhan merengek pada Sehun agar tetap makan malam bersamanya. Tapi dengan menjunjung tinggi konsistensi ucapannya maka Sehun menolak segala bentuk rengekan dan rayuan Luhan. Selama beberapa hari Luhan memasang muka cemberut saat bersama Sehun. Luhan mengungkapkan kalau dia ingin makan malam bersama Sehun karena mereka jarang punya moment romantis berdua. Tapi Sehun hanya mendiamkannya saja. Bagi Sehun melihat wajah cemberut Luhan yang lucu adalah saat-saat yang menyenangkan.

Hingga akhirnya hari ini Sehun mengajak Luhan makan malam bersama. Reaksi Luhan saat mendengar itu begitu heboh sampai-sampai Sehun kewalahan untuk mengimbangi ciuman Luhan yang bertubi-tubi.

Untuk mempersiapkan diri Luhan memilih singgah di apartemen Minseok yang tidak jauh dari perusahaan daripada pulang ke rumahnya. Minseok sebagai tuan rumah juga membantu Luhan berdandan. Tiga puluh menit sebelum acara Luhan sudah siap dengan penampilan terbaiknya. Dia mengenakan gaun tanpa lengan selutut berwarna broken white. Rambut panjangnya dibuat ikal dan diikat sebagian. Wajahnya dipoles dengan make up tipis yang terlihat natural.

"Apa sajangnim belum menghubungimu?" tanya Minseok sambil melihat jam dinding.

"Belum, mungkin sebentar lagi" jawab Luhan. Tak berapa lama ponsel Luhan berdering.

"Keluarlah" kata namja seberang.

"Ne, tunggu sebentar sajangnim" balas Luhan.

"Eonni, aku berangkat dulu, ne. Gomawo atas bantuannya" kata Luhan pada Minseok.

"Ceonmaneyo, hati-hati, ne" balas Minseok.

Luhan melihat sebuah roll royce hitam di luar gedung apartemen. Yeoja cantik itupun menghampiri mobil itu. Seorang namja tua berwajah ramah yang tidak dikenal Luhan keluar dari dalam mobil itu. Namja tua itu tersenyum pada Luhan dan membukakan pintu mobil untuknya.

"Silahkan masuk, agassi. Tuan meminta saya menjemput anda" kata namja tua itu.

"Sajangnim yang meminta anda?" tanya Luhan memastikan. Namja tua itu mengiyakan. Karena sudah pasti Luhanpun masuk ke dalam mobil.

"Gamsahamnida" ucap Luhan pada namja tua itu sebelum pintu ditutup.

Luhan duduk di kursi belakang, sedangkan namja tua tadi duduk di samping sopir. Selama dalam perjalanan Luhan bertanya-tanya kenapa yang menjemputnya bukan Sehun, tapi malah namja tua itu. Belum lagi tempat makan malam mereka juga masih dirahasiakan Sehun.

Karena hanyut dalam pikirannya sendiri, Luhan tidak sadar kalau mobil yang ia tumpangi sudah berhenti. Namja tua tadi kembali membukakan pintu untuk Luhan. Luhan keluar dari mobil dengan perasaan penuh tanda tanya. Mata rusa Luhan mengamati apa yang ada di sekelilingnya. Yang ada dihadapan Luhan saat ini adalah sebuah mansion megah bergaya eropa klasik.

"Mari agassi" kata namja tua tadi membuyarkan lamunan Luhan. Namja tua tadi membimbing Luhan masuk ke dalam mansion. Setelah berada di dalam barulah Luhan sadar bila mansion ini adalah kediaman Sehun. Ada banyak foto Sehun dan keluarga yang terpajang di dalamnya.

"Mohon tunggu di sini" kata namja tua itu sebelum meninggalkan Luhan di salah satu ruangan.

Luhan terbengong karena namja tua tadi meninggalkannya sendirian di sebuah ruangan yang tidak ada kursi untuk diduduki, padahal kakinya sudah pegal karena lama berdiri. Luhan berniat menghubungi Sehun karena kekasihnya itu tak kunjung menampakkan diri. Tapi tiba-tiba saja lampu padam, membuat niat Luhan tadi urung dilakukan. Rasa panik sempat Luhan rasakan sebelum akhirnya Luhan mendengar suara biola. Dengan penerangan yang minim Luhan melangkah menuju sumber suara. Luhan melihat ada cahaya di ujung lorong. Ternyata cahaya itu berasal dari lilin yang sengaja ditata berderet membentuk jalan dan Luhan mengikuti jalan itu. Semakin lama berjalan suara biola tadi semakin jelas, tapi tiba-tiba suaranya berhenti.

Ujung dari deretan lilin tadi membawa Luhan keluar ruangan. Tempat itu ternyata taman yang cukup luas. Luhan melihat sekeliling dengan hanya diterangi cahaya bulan. Tidak jelas memang, tapi Luhan bisa melihat bangku-bangku taman bercat putih pada beberapa sudut taman dan air mancur di tengah taman.

Lagi-lagi Luhan dibuat terkejut dengan menyalanya lampu-lampu taman yang redup dan suara biola yang tadi. Lampu-lampu itu membimbing Luhan melangkah menuju sumber suara. Luhan yakin kalau suara biola tadi berasal dari gazebo yang ada di ujung. Saat Luhan berada tak jauh dari gazebo tadi, tiba-tiba lampu taman padam. Suasana yang gelap itupun membuat cahaya lilin yang berasal dari gazebo tadi tampak jelas.

Kini Luhan tengah berdiri di depan gazebo dan melihat sosok yang sedang memainkan biola. Sosok itu tidak lain adalah Sehun. Luhan terkesima melihat penampilan Sehun. Entah mengapa malam ini namja tampan itu terlihat berbeda bagi Luhan. Padahal Luhan juga pernah melihat Sehun mengenakan tuxedo dan juga model rambut disisir ke belakang seperti sekarang. Mungkin yang membuat Sehun berbeda adalah gaya Sehun memainkan biola dengan mata terpejam. Rasanya begitu tenang tapi mengalir, membuat Luhan terhanyut.

Setelah permainan biola itu usai Sehun melangkah menghampiri Luhan yang masih terpaku di tempatnya.

"Bagaimana permainanku barusan?" tanya Sehun dengan senyum yang menurut Luhan sangat menawan.

"B-bagus, sangat bagus" jawab Luhan sedikit gugup dengan pipi merona. Sehun membelai wajah cantik Luhan, dan sudah tentu membuatnya tersipu.

"Kajja" ajak Sehun dengan mengulurkan tangan. Luhan menyambut uluran tangan itu dan mengikuti langkah Sehun menuju gazebo tadi. Di gazebo itu ternyata sudah tersedia meja dan kursi. Luhan tidak menyadarinya karena tadi terfokus pada Sehun. Sekarang Luhan tahu kalau acara makan malam kali ini diadakan di taman ini, bukan di restoran seperti biasa.

Sehun menarik kursi untuk Luhan dan hal itu membuat Luhan kembali tersipu. Luhan dan Sehun duduk berhadapan dipisahkan sebuah meja. Suasana yang tercipta begitu tenang, dan bagi Luhan ini sangat romantis karena penerangan yang redup dari lilin serta suara gemericik air mancur. Tak berapa lama para maid menyajikan hidangan pembuka.

"Oyster, olive ascolana and champagne" kata maid menyebutkan nama hidangan pembuka.

Selesai dengan hidangan pembuka, hidangan utama yang dinantikan datang. Ketika melihat apa yang tersaji di atas piring mata Luhan langsung berbinar.

"Wagyu beef fillet mignon" maid itu menyebutkan nama hidangan utama.

"Kelihatannya kamu senang dengan main course ini" kata Sehun pada Luhan yang langsung mendapat jawaban berupa anggukan.

Luhan dan Sehun bercakap-cakap ringan di tengah acara makan itu. Banyak hal yang mereka bicarakan, mulai dari urusan kantor sampai hubungan mereka.

"Apa perutmu masih muat untuk dessert?" tanya Sehun.

"Masih sajangnim" jawab Luhan sembari mengelus perutnya entah untuk apa. Maid datang dengan hidangan penutup.

"Mini cone gelato wrapped in chocolates" kata Sehun menyebutkan nama hidangan penutup itu sebelum maid tadi mengatakannya. Tanpa diminta dua kali Luhan segera menyantap makanan pencuci mulut itu.

"Mashita~" kata Luhan dengan ceria. Sehun yang melihat itu hanya mengulum senyum.

"Maid anda sangat pandai memasak ternyata" kata Luhan.

"Yang memasak semua hidangan ini bukan maid, tapi tuan Oh sendiri, agassi" balas maid senior yang berdiri di belakang kursi Sehun. Mata Luhan membulat begitu mendengar penuturan maid itu.

"J-jinjja?" tanya Luhan tak yakin. Maid tadi mengangguk mengiyakan sebelum meninggalkan Sehun dan Luhan.

"Apa itu benar?" tanya Luhan pada Sehun.

"Waeyo?" tanya Sehun balik dengan wajah datar.

"A-aniya. Hanya saja saya terkejut mendengar anda sendiri yang memasak'' balas Luhan dengan pipi merona.

Maid datang kembali dengan membawa botol wine. Luhan terperangah ketika melihat tulisan pada botol wine itu, 'Romanee Conti' dibuat tahun 1945.

"Saya tidak menyangka kalau anda memiliki wine ini" kata Luhan.

"Appaku yang seorang kolektor wine. Salah satu wine yang diberikan padaku adalah ini. Wine ini diproduksi saat perang dunia dua yang lalu dan hanya ada enam ratus botol saja" balas Sehun. Maid menuangkan wine pada gelas Sehun kemudian gelas Luhan.

.

Kini Luhan dan Sehun duduk berdampingan di bangku taman sambil memandang hamparan mawar putih yang tertata rapi di hadapan mereka.

"Sajangnim, boleh saya tanya sesuatu?" tanya Luhan memecah kesunyian di antara mereka.

"Hmmm" balas Sehun datar.

"S-siapa saja yang tinggal di sini bersama anda?" tanya Luhan.

"Hanya aku dan para maid" jawab Sehun tenang.

"Ah, begitu" kata Luhan. Keadaan kembali sunyi, hanya terdengar gemericik air mancur yang tak jauh dari tempat duduk mereka.

"Waeyo?" tanya Sehun sambil memandang Luhan yang sedang menunduk. Luhan mengangkat kepalanya lalu menggeleng.

"Ini adalah rumah peninggalan mendiang harabeojiku. Dulu aku tinggal bersama harabeoji dan halmeonim serta orang tuaku" kata Sehun seolah tahu pikiran Luhan.

"Tapi setelah menikah aku tinggal di rumahku sendiri bersama istriku. Rumah itu tidak jauh dari sini" kata Sehun lalu menatap Luhan yang juga menatapnya.

Perlahan Sehun mengulurkan tangannya untuk membelai wajah cantik Luhan. Ibu jari Sehun beralih mengusap bibir pink Luhan yang begitu menggoda. Dengan tatapan mata yang membuat setiap yeoja segala usia terpana, Sehun meminta izin pada Luhan untuk mengecup bibir yeoja rusa itu. Tanpa suara, Luhan menjawabnya dengan memejamkan mata. Kecupan yang Sehun berikan memang tidak lama, tapi begitu lembut dan cukup untuk membuat Luhan blushing berat. Tangan Sehun membimbing Luhan untuk menyandarkan kepalanya pada pundak namja tampan itu.

"Sajangnim, saya ingin tahu anda lebih jauh lagi? Bisakah anda menceritakan sejarah hidup anda?" tanya Luhan pada Sehun. Namja tampan itu melirik Luhan yang masih bersandar di pundaknya.

"Apa yang ingin kamu tahu, Lu?" tanya Sehun balik.

"S-semuanya" balas Luhan takut-takut karena dari nada bicara Sehun terlihat kalau dia tidak berkenan menjawab.

"Aku belum bisa menceritakan semuanya" jawab Sehun. Luhan membalasnya dengan anggukan.

"Ceritakan masa kecil anda dulu" tambah Luhan.

"Ada-ada saja" kata Sehun malas. Meskipun demikian Sehun tetap menuruti permintaan Luhan.

"Aku lahir di Seoul" kata Sehun.

"Di rumah ini?" tanya Luhan spontan.

"Bukan, tapi di rumahku yang lama" jawab Sehun.

"Apa di dekat sini?" tanya Luhan lagi.

"Tidak. Dulu aku pernah tinggal di daerah pinggiran Seoul. Saat itu keadaan ekonomi keluarga kami buruk pasca perang dunia. Kami tinggal di rumah yang kecil dan sempit. Di situlah aku lahir. Baru setelah usiaku lima tahun, kami pindah di rumah ini. Di sinilah aku bertemu dengan Jong In hyung dan menjadi sahabat sampai sekarang" Sehun menghentikan ceritanya dan menatap Luhan. Luhan pun menatapnya balik.

"Ada apa?" tanya Luhan polos.

"Sudah selesai" kata Sehun datar sambil mengalihkan pandangannya dari Luhan.

"Ne? Hanya itu? Anda belum menceritakannya dengan detail" protes Luhan.

"Aigoo~ aku tidak tahu maumu. Lebih baik kamu bertanya saja apa yang ingin kamu tahu lalu aku akan menjawabnya" kata Sehun.

"Begitukah? Kalau begitu saya akan mulai dengan menanyakan nama anda" kata Luhan sangat polos dan tidak menyadari aura berbahaya dari Sehun setelah mendengar pertanyaan konyolnya itu.

"Ctak"

"Akh, appo~" pekik Luhan sambil mengusap keningnya yang disentil Sehun.

"Haruskah aku menjawabnya? Bagaimana bisa kau tidak tahu nama kekasihmu sendiri?" kata Sehun gemas.

"Oh Sehun" ucap Luhan imut sambil memiringkan wajahnya.

"Kalau sudah tahu kenapa tanya?" balas Sehun masih gemas.

"Baiklah, kita lanjut ke pertanyaan berikutnya. Tanggal lahir anda?" tanya Luhan.

"Dua belas April" jawab Sehun.

"Makanan dan minuman favorit?" tanya Luhan lagi.

"Daging, sushi, bubble tea, susu" jawab Sehun.

"Warna favorit?" tanya Luhan dengan gaya berpikir.

"Putih, hitam" jawab Sehun sabar.

"Golongan darah?" tanya Luhan sambil melihat daftar pertanyaan pada ponselnya.

"O" jawab Sehun malas.

"Ini seperti pertanyaan yang sering dilontarkan fans pada idolanya" kata Sehun.

"Memang" balas Luhan santai.

"Tipe yeoja ideal" tanya Luhan sambil menatap Sehun.

"Eh? Apa maksudmu?" tanya Sehun tak paham.

"Yeoja seperti apa yang anda sukai" terang Luhan.

"Keibuan dan dewasa. Bisa memasak dan mengurus rumah dengan baik. Tapi yang paling penting dia bisa menerimaku apa adanya" jelas Sehun.

"Keibuan dan dewasa? Apa aku bisa masuk?" batin Luhan khawatir.

"Apa istri anda seperti itu?" tanya Luhan tanpa sadar.

"Ne" jawab Sehun singkat.

Entah mengapa Luhan merasa dadanya sesak saat mendengar jawaban Sehun. Secara sepontan Luhan meremas ujung gaun yang ia kenakan.

"Lu, kenapa diam? Apa sudah selesai?" tanya Sehun menyadarkan Luhan.

"Ah, b-belum" balas Luhan gugup.

"Selanjutnya apa?" tanya Sehun.

"Hmmm, anda sekolah di mana?" tanya Luhan.

"Di sekolah milik keluarga Jong In hyung. Kami satu kelas sampai SMA. Begitu masuk perguruan tinggi kami berpisah.

"Begitu, pantas kalian akrab. O ya, sajangnim, keluarga anda yang lain di mana?" tanya Luhan.

"Orang tuaku ada di Jeju, mereka menemani halmeonim" balas Sehun.

"Halmeonim anda masih ada?" tanya Luhan kaget yang dibalas dengan anggukan oleh Sehun.

"Apa sudah selesai?" tanya Sehun. Luhan mengangguk mengiyakan.

"Saya rasa sudah cukup. Sisanya saya menunggu anda yang bercerita sendiri" balas Luhan dengan senyum manis. Luhan sadar Sehun masih belum ingin bercerita banyak.

"Apa kamu sudah mengantuk?" tanya Sehun karena melihat Luhan menguap.

"Sedikit" balas Luhan.

"Setelah ini aku akan mengantarkanmu pulang. Sekalian aku ingin tahu rumahmu" kata Sehun.

"Saya hari ini menginap di tempat Minseok eonni" balas Luhan.

"Jinjja? Kalau begitu aku akan mengantarkanmu ke sana" kata Sehun.

"Tapi sebelum itu, aku ingin minta sesuatu sebagai imbalan jawaban pertanyaanmu tadi" ucap Sehun dengan senyum yang menurut Luhan berbahaya.

"N-ne?" tanya Luhan gugup.

"Cium aku, di sini" kata Sehun sambil menunjuk bibirnya.

"Mwo? W-waeyo harus saya?" kata Luhan mulai panik dengan wajah memerah.

"Kamu jarang melakukannya. Selalu aku yang duluan" balas Sehun tanpa dosa.

"B-bukankah wajarnya begitu" kata Luhan mencoba mengubah pemikiran Sehun.

"Aku tidak menerima penolakan" kata Sehun final lengkap dengan tatapan yang membuat Luhan menelan ludah susah payah. Kalau Sehun sudah berkata begitu maka sudah tidak bisa dibantah.

Dengan gugup dan wajah yang memerah Luhan mempersempit jaraknya dengan Sehun. Sehun memejamkan matanya dan membuat Luhan semakin gugup. Dalam diam Luhan menatap bibir tipis Sehun. Semakin lama menatapnya, Luhan merasa jantungnya berdetak kencang. Dengan ragu jemari lentik Luhan menyentuh bibir Sehun. Setelah itu Luhan menempelkan bibirnya dengan bibir Sehun. Penyatuan membran mukosa itu membuat saraf-saraf Luhan seolah mengalirkan listrik yang mendorong Luhan untuk melumat bibir Sehun dengan lembut, sama seperti yang Sehun lakukan padanya.

"Kenapa anda tidak membalasnya?" tanya Luhan setelah melepaskan tautan bibir mereka.

"Apa kamu menikmatinya?" tanya Sehun dengan tatapan sayu yang baru disadari Luhan.

"A-ah, itu" kata Luhan sambil menunduk. Sehun mengangkat wajah Luhan agar menatapnya. Tanpa aba-aba Sehun langsung melumat bibir Luhan, bahkan sampai bermain lidah.

"Minggu depan kita pergi" kata Sehun di sela ciuman itu.

.

.

.

OH Corp

"Mwo? Jadi sajangnim mengajakmu ke tempat orang tuanya?" tanya Minseok pada Luhan yang berjalan di sampingnya.

"Ne, begitulah yang dia katakan kemarin malam" balas Luhan.

"Kalau sudah begini berarti sajangnim ingin segera menikahimu" kata Minseok berbinar.

"Ku rasa tidak begitu" balas Luhan.

"Bagaimana dia mau menikahi gadis yang masih kekanak-kanakan begini?" batin Luhan.

"Kalau tidak begitu lalu kenapa?" tanya Minseok sambil menatap Luhan.

"Sajangnim sudah lama tidak mengunjungi mereka. Kebetulan minggu depan sajangnim tidak ada jadwal, karena itu dia ke sana" balas Luhan.

"Lalu apa persiapanmu?" tanya Minseok.

"Persiapan untuk apa?" tanya Luhan tidak mengerti.

"Untuk bertemu keluarga sajangnim" jawab Minseok.

"Tidak ada. Hanya saja aku berharap mereka bisa menerimaku" balas Luhan.

.

.

.

Saat ini Luhan sudah berada di dalam mobil Sehun, lengkap dengan bingkisan yang akan diberikan pada keluarga Sehun.

"Lu, bisa tunggu sebentar? Aku ingin menelepon Jong In hyung dulu" kata Sehun dari luar mobil.

"Ne" balas Luhan. Dia pun mengeluarkan ponsel dalam tasnya.

"Yeoboseyo" sapa yeoja di seberang.

"Eonni~ sedang di mana ini?" tanya Luhan.

"Ah, ini ada di resto dekat stasiun yang sering kita kunjungi itu. Hari ini eonni ada janji dengan seseorang di tempat itu" balas yeoja itu.

"Apa kamu sudah mau berangkat?" tanya yeoja itu.

"Ne, ini sudah mau berangkat ke bandara. Mian aku tidak bisa menunggu eonni dan oppa pulang" kata Luhan.

"Gwenchana, Lu. Hati-hati, ne" kata yeoja itu.

"Ne, eonni" balas Luhan.

"Chagiya~" terdengar suara namja dari seberang.

"N-nuguya?" tanya Luhan.

"Teman eonni sudah datang, Lu" balas yeoja itu.

"Baiklah, bye eonni" kata Luhan dan telepon itu berakhir.

.

.

.

Other Side

"Chagiya~" sapa seorang namja pada yeoja yang tampaknya sudah menunggu kedatangannya.

"Annyeong oppa~" balas yeoja itu.

"Baekhyunnie~ aku sangat merindukanmu" kata namja itu.

Mereka kemudian berpelukan tanpa mempedulikan tatapan aneh dari pengunjung resto yang lain. Setelah itu mereka duduk berhadapan dan membicarakan sesuatu. Keduanya tampak sangat akrab. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka dengan perasaan geram.

.

.

.

PLANE

"Jangan tegang begitu. Keluargaku tidak akan menggigitmu" kata Sehu pada Luhan yang sedari tadi terlihat gugup.

"B-bagaimana saya tidak gugup. Ini pertama kalinya saya bertemu dengan keluarga anda. Apalagi saat ini status kita seperti ini. Saya khawatir dengan apa yang akan mereka pikirkan tentang saya" terang Luhan.

"Sudah ku bilang mereka tidak akan menggigit. Mengenai status kita itu juga bukan masalah. Aku sudah mengatakan semuanya pada mereka" kata Sehun santai.

"T-tetap saja. Ini tidak mudah untuk saya" kata Luhan sambil menunduk.

"Ah, sajangnim, kira-kira orang seperti apa yang bisa diterima oleh keluarga anda? Kelihatannya saya harus menjadi seperti apa yang mereka inginkan" kata Luhan pada Sehun.

"S-sajang...nim, saya butuh jawaban, bukan pelukan" kata Luhan dalam dekapan Sehun.

"Tidak perlu malu. Di sini hanya ada kita" balas Sehun yang masih sibuk memeluk Luhan.

"Saya tahu ini jet pribadi, tapi yang saya butuhkan adalah jawaban anda sajangnim" kata Luhan sambil melepaskan pelukan Sehun.

"Kamu tidak perlu melakukan itu. Cukup jadi dirimu sendiri" kata Sehun sambil menatap Luhan.

"Aku tidak tahu kalau seorang yeoja akan begitu gugup saat akan bertemu keluarga kekasihnya. Seingatku noona dulu tidak begitu" ucap Sehun.

"Kenapa harus membandingkan dengan istri anda?" batin Luhan.

"Aku mengajakmu bertemu mereka agar mereka bisa mengerti seperti apa kamu. Kalau kamu jadi orang lain di depan mereka, maka usahaku akan percuma" kata Sehun.

"Eh?" Luhan menatap Sehun.

"Semua akan baik-baik saja. Percayalah" tambah Sehun. Mereka tidak bicara lagi sampai pesawat mendarat.

.

Jeju Island

Berbeda dengan tadi, kini Luhan sudah lebih tenang. Di dalam mobil Luhan menyimak penjelasan Sehun dengan baik.

"Jadi eomma anda hanya enam belas tahun lebih muda dari anda?" tanya Luhan tak percaya.

"Ne, dan appaku setahun lebih tua dari eomma" tambah Sehun.

"Lalu berapa usia halmeonim anda?" tanya Luhan.

"Tahun ini usianya delapan puluh dua tahun" jawab Sehun.

"Nenek anda berarti menikah muda" kata Luhan.

"Seperti apa orangnya?" tanya Luhan lagi.

"Ya seperti nenek-nenek pada umumnya" jawab Sehun.

"Tapi setahuku nenek tidak suka pada yeoja cantik" kata Sehun sambil menatap Luhan horor.

"Ne? K-kenapa begitu" kata Luhan sambil menangkupkan tangan pada pipinya sendiri.

"Aku juga tidak tahu" balas Sehun.

.

Oh Family House

Akhirnya Sehun dan Luhan sampai di kediaman keluarga Sehun yang merupakan rumah tradisional Korea. Luhan seperti melihat rumah yang ada di drama kolosal Korea di mana rumah seperti itu hanya dimiliki kaum bangsawan.

"Kenapa kamu masih berdiri di situ, Lu?" tanya Sehun pada Luhan yang masih terpaku di tempatnya.

"Ternyata rumah tradisional. Saya pikir rumah bergaya Eropa seperti di Seoul" kata Luhan.

"Selamat datang, tuan" sambut seorang maid.

"Apa mereka ada di dalam?" tanya Sehun.

"Ada. Silahkan ikuti saya" kata maid itu. Sehun dan Luhan mengikuti langkah maid tadi.

"Apa Hunnie sudah tiba?" terdengar suara yeoja dari dalam sebuah ruangan.

"Aku ada di sini eomma" kata Sehun yang tiba-tiba sudah ada di ruangan yeoja itu.

"Hunnie~" kata yeoja itu sambil berlari ke arah Sehun.

"Eomma sangat merindukanmu" kata yeoja itu sambil memeluk Sehun.

"Aku juga merindukan eomma" balas Sehun.

Ibu dan anak itu masih sibuk melepas rindu dan mengabaikan seonggok yeoja cantik yang terbengong melihat eomma Sehun. Eomma Sehun memang tampak jauh lebih muda dari usianya. Sampai-sampai Luhan berpikir kalau eomma Sehun melakukan operasi plastik.

"Eomma, ini Luhan yang ku ceritakan itu" kata Sehun memperkenalkan Luhan.

"Ah, annyeong. Luhan imnida" kata Luhan sambil membungkuk hormat.

"Apa kamu tidak salah, chagiya?" tanya eomma Sehun sambil mengamati Luhan dari atas sampai bawah.

"Apanya yang salah?" tanya Sehun balik.

"Kamu memang bilang kalau akan membawa yeoja yang masih muda, tapi eomma tidak menyangka dia masih semuda ini. Lihatlah, wajahnya masih seperti anak SMP" kata eomma Sehun.

"Luhan, berapa usiamu?" tanya eomma Sehun.

"Dua puluh tahun" jawab Luhan.

"Aigoo~ kamu menculik anak siapa ini, hunnie~" kata eomma Sehun heboh.

"Dia pantas jadi anakmu" tambah eomma Sehun.

"Pantas jadi anaknya, ne?" batin Luhan galau.

"Eomma tidak mengira kalau kamu masih digemari daun muda. Eomma bangga padamu" kata eomma Sehun dengan bangga sambil menepuk-nepuk bahu Sehun.

"Ayo duduk di sini" kata eomma Sehun.

Luhan yang mendengar itu menatap eomma Sehun heran. Eomma Sehun benar-benar unik, dan enerjik seperti anak muda.

"Kamu sudah datang, Sehun" kata namja yang ada di ambang pintu.

"Appa" ucap Sehun. Luhan menoleh ke arah appa Sehun.

"Eh?"

Luhan terkejut melihat appa Sehun yang begitu mirip dengan Sehun. Kemiripannya lebih dari sembilan puluh persen menurut perhitungan Luhan.

"Lama tidak berjumpa, appa" kata Sehun sambil membungkuk.

"Apa ini yeoja yang kamu ceritakan itu?" tanya appa Sehun.

"Annyeong, Luhan imnida" kata Luhan sambil membungkuk.

"Ini untukmu" kata appa Sehun menyerahkan setangkai bunga cosmos berwarna pink pada Luhan.

"Aku mewakili Sehun untuk memberikan ini padamu" tambah appa Sehun.

"Ah, gamsahamnida" kata Luhan tersipu.

"Akizakura?" gumam Sehun.

"Akizakura? Maksudmu bungan cosmos ini?" tanya Luhan sambil menunjukkan bunga itu.

"Sakura musim gugur. Bulan ini mereka mulai bermekaran" kata appa Sehun. Mereka berempat bercakap-cakap dengan akrab. Luhan lega karena orang tua Sehun menyambutnya dengan hangat.

"Apa kalian sudah bertemu dengan halmeonim?" tanya appa Sehun sambil meminum tehnya.

"Belum. Dia ada di mana?" tanya Sehun.

"Ada di kamarnya. Kajja eomma antarkan" kata eomma Sehun.

Mereka berjalan menuju bangunan yang terpisah dari bangunan utama. Tempat itu dihubungkan dengan koridor panjang yang membelah taman. Luhan takjup melihat taman yang ada di rumah keluarga Sehun. Daun mapel yang berguguran justru memperindah taman itu.

"Eomma, Sehun sudah tiba" kata eomma Sehun lalu masuk ke dalam diikuti Sehun dan Luhan.

Pemandangan pertama yang Luhan lihat adalah sesosok yeoja tua berkacamata yang sedang menyulam. Yeoja itu masih tampak cantik mengenakan hanbok dan rambutnya disanggul. Dari penampilannya tampak kalau berasal dari kalangan berstatus sosial tinggi. Tiba-tiba Luhan merasa gugup.

"Ah, Sehunnie~" sapa nenek Sehun seceria bunga matahari di musim panas.

"Halmeonim, menyulam apa?" tanya Sehun yang sudah duduk di samping neneknya.

"Daun mapel" jawab nenek Sehun.

"Kenapa kau tidak menanyakan kabar halmeonimmu ini" kata nenek Sehun dengan suara sedih.

"Karena aku tahu halmeonim baik-baik saja" balas Sehun.

"Sehunnie~ hiks" nenek Sehun langsung memeluk Sehun sambil menangis.

Luhan yang melihat itu terbengong. Rasanya dia baru saja melihat adegan lebay dari drama yang sering ditonton Baekhyun. Luhan melirik eomma Sehun dan tampaknya yeoja itu maklum dengan hal semacam ini.

"Halmeonim memang sangat menyayangi Sehun" ucap eomma Sehun lirih. Luhan hanya mengangguk mengerti.

"Omona? Yang barusan itu apa?" batin Luhan. Luhan merasa ada yang mengirimkan sengatan listrik padanya.

"Jadi, yeoja ini yang kamu katakan kemarin" kata nenek Sehun dingin.

"Ne, namanya Luhan" balas Sehun.

"A-annyeong, Luhan imnida" kata Luhan sambil membungkuk.

"Hanya itu? Di mana sopan santunmu pada orang yang lebih tua?" kata nenek Sehun tajam.

"Ah?" Luhan kebingungan. Dia tidak tahu etika sopan santun menurut budaya Korea.

"Luhan bukan orang Korea. Dia dari Cina, jadi tidak mungkin tahu maksud halmeonim" kata Sehun.

"Jeongmal?" tanya nenek Sehun tak percaya.

"Eomma permisi dulu, ne" kata eomma Sehun lalu pergi keluar.

"Jadi kamu bukan gadis Korea?" tanya nenek Sehun pada Luhan yang langsung mendapat anggukan dari Luhan.

"Kenapa masih berdiri di situ?" kata nenek Sehun yang membuat nyali Luhan kembali ciut.

"Duduklah, Lu" kata Sehun. Luhan akhirnya duduk berhadapan dengan nenek Sehun karena Sehun duduk di samping neneknya. Suasana antara nenek Sehun dan Luhan benar-benar tegang, tapi tidak dengan Sehun dan neneknya.

"Ah, saya membawakan sesuatu untuk anda" kata Luhan sambil menyerahkan bingkisan yang telah ia persiapkan.

"Apa ini?" tanya nenek Sehun sambil membuka bingkisan itu.

"Manisan buah peach" kata Luhan.

"Apa kamu hanya bisa membuat manisan buah?" tanya nenek Sehun tajam seolah menghakimi Luhan. Selanjutnya yang Luhan dengar adalah ucapan pedas dari nenek Sehun tentang manisan buahnya. Mulai dari bentuknya, cara memotongnya, wadah yang Luhan gunakan dan masih banyak lagi. Meski demikian manisan buah itu sudah hampir habis dimakan nenek Sehun.

"Apa tidak masalah kalau halmeonim makan manisan sebanyak itu?" tanya Sehun.

"Apa Sehunnie mau?" tanya nenek Sehun sambil menyodorkan manisan tadi pada mulut Sehun. Luhan yang melihat itu hanya bisa menghela napas.

"Siang ini halmeonim ingin ke kebun jeruk kita" kata nenek Sehun setelah selesai dengan manisan buah.

"Apa Sehunnie mau ikut? Sudah lama kita tidak ke sana" kata nenek Sehun.

"Benar juga. Baiklah aku akan menemani halmeonim" balas Sehun. Mendengar itu nenek Sehun langsung bersorak layaknya anak kecil.

"Lu, kamu ikut juga, ne" kata Sehun yang membuat nenek Sehun berhenti bersorak.

"Tidak apa-apakan, halmeonim?" tanya Sehun dengan senyum mautnya.

"Baiklah" kata nenek Sehun sambil melirik Luhan.

.

Orange Garden

Sehun, Luhan dan nenek Sehun pergi ke kebun jeruk mereka dengan berjalan kaki karena jaraknya tidak terlalu jauh. Sepanjang perjalanan Luhan merasa diabaikan karena nenek Sehun hanya mengajak bicara Sehun.

"Akhirnya sampai juga" kata nenek Sehun riang.

Mata Luhan langsung terbuka lebar begitu melihat ribuan buah jeruk santang yang menggantung di pohon.

"Apa ini semua milik keluarga anda?" tanya Luhan pada Sehun saat mereka berjalan beriringan.

"Ne. Kamu bisa memetik sesukamu. Tapi jangan salah petik, ada yang masih belum matang dan rasanya pasti masam" terang Sehun.

"Arra" balas Luhan dan yeoja itu bergegas memetik buah jeruk berukuran kecil yang ada di dekatnya dengan semangat.

"Dasar anak itu" ucap Sehun geleng-geleng kepala, lantas menyusul neneknya.

"Sehun-ah, bisa kau petik yang ini?" kata nenek Sehun sambil menunjuk pohon jeruk. Sehun menghampiri pohon jeruk yang ditunjuk sang nenek dan memetik buahnya.

.

"Aigoo~ kenapa bisa begitu panas?" keluh Luhan sambil menghalau sinar matahari dengan tangannya. Saat ini matahari memang sudah berada di atas kepala, jadi wajar kalau Luhan yang ada di ruang terbuka merasa kepanasan.

"Eh?" Luhan tertegun ada sesuatu di kepalanya yang menghalau teriknya sinar matahari.

"Mian, aku tidak memberi tahumu untuk membawa topi" kata Sehun. Luhan menyentuh topi di kepalanya. Topi itu milik Sehun yang tadi dipakai olehnya.

"Apa anda tidak apa-apa tanpa topi ini?" tanya Luhan mengkhawatirkan Sehun.

"Gwenchana. Pakai saja" jawab Sehun sambil mengusap pipi Luhan yang memerah karena terpapar matahari.

"Ehem"

"H-halmeonim? Ada apa?" tanya Sehun.

"Mataharinya terik Sehunnie" balas nenek Sehun.

"Tadi bukannya membawa topi? Topi itu bisa dipakai" kata Sehun.

"Aku lupa menaruhnya di mana" kata nenek Sehun polos dengan gaya berpikir. Sehun menatap neneknya datar seolah mengetahui kebohongan sang nenek.

"Biar ini dipakai halmeonim anda saja, sajangnim" kata Luhan tidak enak sambil melepas topinya. Sehun menerima topi itu dan menyerahkannya pada sang nenek. Dengan wajah berbinar sang nenek menerimanya. Setelah topi itu terpasang, nenek Sehun menatap Luhan dengan tatapan yang menurut Luhan mengejek.

Sehun sebagai satu-satunya namja di situ merasa terpojok dengan persaingan tidak sehat antara neneknya dan Luhan. Nenek Sehun selalu merengek bila Sehun lebih memperhatikan Luhan. Kecemburuan nenek Sehun tampak jelas. Misalnya saat Sehun memberi Luhan minum karena yeoja itu haus, sang nenek langsung merebut minumannya sebelum Luhan meminumnya dengan alasan dia juga merasa haus. Atau saat Luhan merasa kakinya pegal dan Sehun memijatnya, sang nenek mendadak menjerit dan berkata kakinya juga sakit.

"Sehunnie, petik buah yang di sana. Halmeonim mau beristirahat di pondok dulu" kata nenek Sehun. Sehun mengangguk mengiyakan.

"Mau ikut?" tanya Sehun pada Luhan. Yeoja bermata rusa itu tidak menjawab tapi mengikuti langkah Sehun. Mereka berdua memetik buah jeruk bersama-sama.

"Maafkan halmeonimku yang kekanak-kanakan itu" kata Sehun sambil memetik buah jeruk.

"Tak apa, sajangnim" balas Luhan sambil mengusap peluh yang membasahi pelipisnya.

"Omona!? Ini sangat asam" kata Luhan saat mencicipi buah jeruk yang baru saja ia petik.

"Jinjja?" tanya Sehun yang ada di dekatnya. Luhan mengangguk mengiyakan.

"Berikan padaku" pinta Sehun pada Luhan untuk menyerahkan buah jeruk itu.

"Ya! Kenapa anda memakannya?" teriak Luhan karena Sehun malah memakan buah jeruk itu.

"Ternyata memang asam" kata Sehun dengan wajah yang mengatakan 'sungguh asam buah ini' setelah merasakan buah jeruk itu.

"Bukannya tadi saya sudah bilang"kata Luhan malas.

"Hanya ingin memastikan" balas Sehun datar seolah kejadian makan jeruk masam tadi tidak pernah terjadi.

"Luhan"

"Ne?" Luhan menoleh.

Mata Luhan melebar saat merasakan bibir Sehun yang menyapa bibirnya dengan tiba-tiba. Luhan tersentak ketika merasakan benda cair yang rasanya asam masuk ke dalam mulutnya. Luhan sadar kalau itu berasal dari jeruk yang ada di dalam mulut Sehun. Kelihatannya namja itu mengunyah buah jeruk tadi dan membagi airnya dengan Luhan melalui ciuman.

"Manis" batin Luhan.

"Nah, kalau begini buah jeruknya jadi tidak sia-sia" kata Sehun tanpa dosa.

"Jadi tidak asam lagikan?" kata Sehun dengan senyum yang lagi-lagi tanpa dosa. Ia mengangkat keranjang buah itu dan membawanya menjauh dari Luhan yang masih terpaku di tempat sambil menatap Sehun tak percaya. Namja itu menoleh ke arah Luhan dan mengatakan sesuatu yang membuat Luhan merona.

"Itu tadi orange kissu dariku" kata Sehun sambil menjulurkan lidahnya.

"Orange kissu?" gumam Luhan sambil mengusap bibirnya sendiri.

"Lu, mau sampai kapan berdiri di situ?" teriak Sehun dari jauh.

"Ah, tunggu sebentar" balas Luhan dan ia bergegas menyusul Sehun.

.

Malam harinya Luhan makan bersama Sehun dan keluarganya. Rasa canggung yang tadi sempat menghinggapi Luhan menguap entah kemana karena orang tua Sehun memperlakukannya dengan hangat. Tapi hal itu tidak berlaku untuk nenek Sehun. Yeoja itu sibuk menyuapi Sehun dan mengabaikan keberadaan Luhan.

"Aigoo~ kamu tidak perlu membawanya Luhan" kata eomma Sehun saat melihat Luhan membawa piring kotor ke dapur.

"Tidak apa-apa, saya ingin membantu" balas Luhan sopan. Setelah itu Luhan membantu eomma Sehun mencuci piring.

"Kenapa di sini tidak banyak maid seperti di rumah sajangnim?" tanya Luhan pada eomma Sehun.

"Ah, itu karena maid di sini hanya bertugas membersihkan rumah dan halaman saja. Kalau tugas mereka sudah selesai mereka pulang. Yang selalu ada di sini adalah maid pribadi halmeonim" balas eomma Sehun.

"Maid pribadi halmeonim?" tanya Luhan.

"Luhan belum melihatnya karena saat ini dia sedang mengunjungi cucunya. Mungkin besok sudah kembali ke sini" balas eomma Sehun.

"Luhan, kenapa mau menjadi yeoja chingunya Sehun?" tanya eomma Sehun tiba-tiba yang membuat Luhan hampir menjatuhkan gelas di tangannya.

"Ah, k-kenapa anda tiba-tiba bertanya itu?" tanya Luhan balik.

"Hanya ingin tahu saja" jawab eomma Sehun ringan.

"Emmm, saya tidak yakin memiliki jawaban yang benar. Yang jelas sajangnim itu berbeda dengan namja lainnya. Sejak bekerja bersamanya, dia tidak pernah melihat saya secara fisik, tapi dia melihat kemampuan saya. Kalau kerja saya bagus, dia akan memuju, tapi kalau kerja saya tidak memuaskan dia tidak segan memaki saya bahkan membuat saya lembur semalaman. Jujur saja saya belum pernah diperlakukan seperti itu sebelumnya. Dulu saat kerja paruh waktu di London, hampir semua atasan saya memberikan kemudahan. Saya tidak bekerjapun tetap digaji. Mereka selalu beralasan yeoja cantik seperti saya tidak boleh bekerja berat" terang Luhan.

"Begitu ternyata. Apa Luhan tidak mempermasalahkan jarak usia kalian yang sangat jauh?" tanya eomma Sehun lagi. Luhan hanya menggeleng.

"Siapa yang bilang duluan?" tanya eomma Sehun yang membuat Luhan bingung.

"Bilang suka. Sehun atau kamu?" jelas eomma Sehun dengan tatapan jail.

"Ah, i-itu..."

Luhan bingung mau menjawab apa. Wajahnya memerah karena malu untuk mengaku kalau dia duluan yang bilang suka pada Sehun.

"Luhan dulu, ne?" tanya eomma Sehun memastikan. Dari wajah Luhan sudah terbaca jawabannya.

"Luhan beruntung sekali karena Sehun juga memiliki perasaan yang sama. Berbeda sekali denganku. Dulu yang bilang suka duluan juga aku, tapi tuan Oh menolaknya. Saat itu sudah ada yeoja lain di hatinya. Meski demikan kami akhirnya menikah karena dijodohkan. Kini kami sudah hidup bersama lebih dari setengah abad, tapi tuan Oh belum bisa mencintaiku" terang eomma Sehun dengan tatapan sendu. Melihat itu Luhan jadi tidak enak hati.

.

Sudah berulang kali Luhan mencoba memejamkan mata, tapi tak kunjung sampai alam mimpi. Yeoja cantik itu juga sudah beberapa kali mengubah posisi tidur tapi hasilnya sama. Mungkin penyebabnya karena tidak terbiasa tidur di lantai yang hanya beralaskan kasur lipat tipis.

"Punggungku sakit eomma~" teriak Luhan frustasi. Luhan tidak menyangka kalau malamnya akan lebih mengerikan dari nenek Sehun karena kasur yang ia gunakan.

Luhan bangkit dari pembaringannya lalu meregangkan otot dan menguap beberapa kali. Luhan melangkah menuju pintu dan menggesernya. Luhan berjalan melewati lorong, kemudian belok ke kanan dan bertemu dengan pintu yang akan mengantarkannya menuju taman. Udara dingin langsung menyapa kulit Luhan.

"Jam dua pagi keluar rumah dengan piyama tipis adalah hal bodoh yang ku lakukan " kata Luhan menertawakan dirinya sendiri.

"Eh? Kenapa sajangnim duduk di situ?" ucap Luhan saat melihat Sehun duduk di bangku taman. Luhan melangkah menghampiri Sehun dan duduk di sampingnya.

"K-kenapa kamu di sini?" tanya Sehun saat melihat Luhan sudah duduk di sampingnya.

"Apa tidak boleh? Anda sendiri kenapa juga ada di sini?" tanya Luhan sambil menyandarkan kepalanya pada pundak Sehun.

"Aku jenuh di dalam" jawab Sehun datar.

"Saya juga" kata Luhan ikut-ikutan.

"Kamu tidak bisa bohong padaku, Lu" kata Sehun sambil menatap Luhan yang masih nyaman bersandar di pundaknya.

"Aku yakin kamu tidak bisa tidur" tambah Sehun tepat sasaran.

"K-kenapa bisa tahu?" tanya Luhan, tapi Sehun tidak menjawabnya. Luhan hanya bisa menghela napas sambil menatap sebal wajah datar Sehun yang tidak menghiraukannya.

"Sajangnim, apa halmeonim anda tidak menyukai saya?" tanya Luhan tiba-tiba.

"Aku sudah bilang padamu sebelumnya, dia tidak suka yeoja cantik" jawab Sehun.

"Berarti dia tidak suka saya" kata Luhan nelangsa.

"Dia tidak suka wajah cantikmu, tapi dia menyukaimu secara personal" ucap Sehun yang langsung membuat Luhan menegakkan kepalanya.

"Kalau dia menyukai saya, kenapa sikapnya pada saya seperti itu?"tanya Luhan.

"Dia hanya sedikit cemburu. Tapi sungguh dia tidak membencimu, percayalah" balas Sehun.

"Baiklah kalau begitu. Ah, sajangnim, bolehkah saya tanya sesuatu pada anda?" tanya Luhan. Sehun mengangguk sebagai jawabannya.

"Ah, ini mungkin sedikit aneh, tapi...menurut anda seberapa penting cinta itu dalam rumah tangga?" tanya Luhan ragu.

"Ne?" Sehun menatap Luhan aneh. Namja itu mengecek suhu tubuh Luhan dengan meletakkan tangannya pada kening Luhan.

"Tidak panas" gumam Sehun. Luhan menatap aneh Sehun yang menurutnya berlebihan.

"Waeyo? Kenapa tanya itu?" tanya Sehun.

"Aniya, hanya ingin tahu saja. Sebelumnya anda pernah berumah tangga" jawab Luhan.

"Arraseo. Kalau aku menjawab tidak begitu penting bagaimana?" jawab Sehun.

"Eh? W-waeyo?" tanya Luhan lagi.

"Karena ada yang membangun rumah tangga tanpa cinta, dan rumah tangga mereka baik-baik saja. Modal mereka adalah kesetiaan pada pasangan dan tanggung jawab" jawab Sehun.

"Bagaimana bisa setia kalau tidak cinta?" tanya Luhan.

"Buktinya bisa. Tapi setia di sini bukan pada perasaannya" jawab Sehun.

"Maksudnya?" tanya Luhan tidak paham.

"Kamu tidak paham juga? Contohnya saja orang tuaku. Mereka tidak saling mencintai, hanya eomma saja yang mencintai appa. Mereka menikah karena perjodohan dan saat itu appaku sudah memiliki kekasih, temannya waktu kecil dulu. Appaku mengorbankan perasaannya sendiri demi rumah tangganya. Ini sedikit kaku memang, tapi appa melakukannya sebagai bentuk tanggung jawabnya pada nama baik keluarga. Kesannya terpaksa memang, tapi karena tanggung jawab itu dia bisa setia pada eomma walau hanya secara lahir. Sedangkan perasaan appa masih setia pada kekasihnya" terang Sehun.

"Jadi perasaan tuan Oh tidak setia pada nyonya Oh" kata Luhan dengan gaya berpikir yang imut.

"Tapi, apa rasa cinta itu tidak bisa tumbuh seiring berjalannya waktu? Mereka selama bertahun-tahun hidup bersamakan?" tanya Luhan.

"Orang tuaku memang tinggal satu atap, berbagi makanan dan melewati suka duka bersama. Tapi sebelum aku lahir sampai detik ini mereka jarang sekali berdua, mereka selalu menggunakan kamar yang berbeda" jawab Sehun.

"Kalau kamarnya berbeda, bagaimana bisa lahir anda?" tanya Luhan polos.

"Ah, kalau itu kasusnya berbeda. Kamar mereka memang pisah, tapi sesekali appa juga mengunjungi kamar eomma, kamu tahukan maksudku?" balas Sehun. Luhan hanya mengangguk imut entah karena paham atau yang lain.

"Jangan-jangan anda juga begitu? Menikah karena perjodohan dan saat itu anda sudah memiliki kekasih?" kata Luhan menebak.

"Aku menikah memang karena perjodohan, tapi saat itu aku tidak punya kekasih. Teman perempuan saja tidak ada yang kenal. Satu-satunya makhluk asing dalam kehidupanku saat itu adalah namja bernama Kim Jong In" jawab Sehun.

"Mwo? Tuan Kim? J-jangan-jangan anda menyukainya? Tapi demi menjaga nama baik keluarga anda tidak mengungkapkannya" tuduh Luhan berlebihan. Sehun hanya memutar bola matanya malas mendengar tuduhan Luhan yang tak berdasar.

"Kalau aku menyukainya sudah pasti akan ku nikahi dia" kata Sehun.

"Mwo? Jadi anda ingin menikahi tuan Kim?" tanya Luhan shock.

"Cup~"

"S-sajangnim kenapa tiba-tiba..." tanya Luhan sambil mengusap keningnya yang baru dicium Sehun.

"Agar pikiranmu kembali normal. Aku dan Jong In tidak seperti anime BL yang kamu lihat beberapa hari yang lalu" kata Sehun penuh penekanan.

"Anda tahu dari mana saya melihat itu?" tanya Luhan.

"Aku tahu beberapa pegawai yeoja menonton itu di taman belakang, dan salah satunya itu kamu" jawab Sehun.

"Tapi saya hanya melihat sekilas, jadi tolong jangan berpikir aneh-aneh. Saya masih lebih suka melihat ini" kata Luhan sambil menunjukkan wallpaper ponselnya yang tidak lain adalah foto Sehun.

"Aigoo~ kita lupakan saja yang tadi. Udara semakin dingin, kajja masuk" ajak Sehun.

"S-sajangnim~" Luhan menarik ujung kemeja Sehun. Sehun menoleh dan langsung disuguhi wajah memelas Luhan.

"Punggung saya sakit" kata Luhan dengan puppy eyes andalannya.

"Jangan menatapku begitu" kata Sehun datar.

"T-tapi..." cicit Luhan.

"Kamu tidur di kamarku. Di sana ada ranjangnya" kata Sehun sambil menarik tangan Luhan.

"Lalu anda tidur di mana?" tanya Luhan.

"Di kamar yang lain. Di sini ada banyak kamar" balas Sehun.

"Kenapa saya tidak di tempatkan di kamar yang ada ranjangnya saja dari awal?" protes Luhan.

"Halmeonim ingin mengetesmu. Tapi tadi aku sudah bilang kalau kamu tidak mungkin tahan. Alas tidurmu terlalu tipis" terang Sehun.

"Jadi itu tes?" batin Luhan.

.

Keesokan harinya Luhan tidak menyangka kalau Sehun pergi ke rumah kenalan lamanya, dan orang tua Sehun menghadiri acara bulanan di rumah kerabat. Tinggallah Luhan bersama nenek Sehun di rumah. Luhan tidak berdaya menolak setiap permintaan nenek Sehun yang aneh-aneh seperti minta di belikan es krim jam enam pagi, menyuruh menyapu dan mengepel lantai jam tujuh pagi, minta Luhan memetikkan buah jeruk, nenek Sehun juga meminta Luhan membuatkannya bubur pedas, kimchi, dan kerang bakar yang ternyata hanya dicicipi sedikit.

Selama seharian bersama nenek Sehun, rasanya tubuh Luhan seperti baru kerja rodi. Kini yeoja cantik itu sedang sibuk mengipasi nenek Sehun yang katanya merasa gerah padahal udaranya cenderung dingin. Tangan Luhan sudah pegal mengipasi nenek Sehun yang masih merasa gerah.

"Padalah ada AC dan kipas angin, tapi kenapa memintaku melakukan ini?" batin Luhan nelangsa.

"Kalau menggunakan AC aku bisa masuk angin" kata nenek Sehun yang sedang memejamkan mata menikmati angin dari kipas Luhan. Luhan tercengang karena nenek Sehun seolah bisa membaca pikirannya.

"Nyonya~ saya datang~" terdengar suara yeoja dari balik pintu dan ketika pintu itu terbuka tampaklah seorang yeoja tua seumuran nenek Sehun.

"Ah, kau sudah datang Ah Jung" kata nenek Sehun sambil bangkit dari tidurannya.

Yeoja tua itu menghampiri nenek Sehun dan membungkuk hormat. Luhan masih tampak bingung dengan yeoja tua bernama Ah Jung itu.

"Nuguseyo?" tanya nenek Ah Jung.

"Yeoja ini dibawa oleh cucuku yang paling tampan dari Seoul" jawab nenek Sehun.

"Ah, arraseo" balas nenek Ah Jung sambil mengamati Luhan. Karena diamati seperti itu akhirnya Luhan memperkenalkan diri dengan sopan pada nenek Ah Jung.

"Go Ah Jung ini adalah teman baikku yang setia menemaniku selama bertahun-tahun" kata nenek Sehun.

"Karena Ah Jung sudah datang, kamu boleh pergi Luhan" tambah nenek Sehun.

"J-jinjja?" tanya Luhan. Nenek Sehun hanya mengangguk.

.

Setelah keluar dari kamar nenek Sehun, Luhan memutuskan untuk membersihkan dapur yang tadi ia gunakan untuk memasak, setelah itu Luhan duduk di taman sambil menunggu kedatangan Sehun.

Malam harinya Luhan berniat menemui Sehun, tapi sayang Sehun sedang berbincang dengan appanya.

"Luhan, bisa mengantarkan teh ini pada halmeonim?" pinta eomma Sehun yang berpapasan dengan Luhan. Luhan mengangguk mengiyakan.

"Chogiyo" terdengar suara Luhan dari luar kamar nenek Sehun. Yeoja cantik itu langsung menggeser pintu tanpa menunggu jawaban dari dalam.

"Saya disuruh mengantarkan ini" kata Luhan dengan senyum manisnya.

"Eh?"

Entah mengapa Luhan merasa ada dalam adegan film di mana nenek Sehun dan temannya bertindak sebagai pencuri yang tertangkap basah oleh polisi lengkap dengan barang bukti. Ekspresi terkejut dan gugup tidak dapat terelakkan. Mereka bertiga membatu di tempatnya masing-masing.

"Ehem"

"Letakkan saja di meja itu" kata nenek Sehun setenang mungkin sambil meletakkan buku yang sedari tadi ia pegang. Luhan mematuhi ucapan nenek Sehun dan meletakkan teh tadi di meja.

"Waeyo?" tanya nenek Sehun pada Luhan karena yeoja cantik itu mengamati buku yang tadi dipegang nenek Sehun.

"A-aniyo" balas Luhan.

"Nyonya, kelihatannya kita harus membicarakan ini dengan agassi" kata nenek Ah Jung. Nenek Sehun menatap Luhan dan memberikan kode agar Luhan duduk.

"Aigoo~ aku tak menyangka akan mengatakan ini padamu" ucap nenek Sehun. Luhan tidak mengerti maksud nenek Sehun.

"Seperti yang kamu baca ini adalah proyek terbesar dalam hidupku" kata nenek Sehun berapi-api. Luhan seolah bisa melihat background kobaran api di belakang nenek Sehun.

"Proyek Cicit Keluarga Oh" batin Luhan saat kembali membaca judul sampul buku itu.

"Aku sangat menginginkan cicit dari cucuku yang tampan itu. Sudah puluhan tahun aku menunggu tapi dia tak juga memberikannya" kata nenek Sehun.

"Aku akan mati dengan tenang kalau sudah menimang cicit~" tambah nenek Sehun dramatis. Luhan hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum kaku.

"S-saya berharap sajangnim segera memberikan cicit untuk anda" kata Luhan basa basi.

"Kalau begitu harapannya ada padamu" kata nenek Sehun.

"Eh?"

"Satu-satunya yeoja yang dekat dengannya adalah kamu. Jadi tentu saja kamu yang paling berpotensi memberikan cicit " ucap nenek Sehun yang membuat Luhan tersipu.

"Ah, itu..."

"Apa kamu tidak mau?" tanya nenek Sehun.

"N-ne?"

"Ah, lupakan saja" kata nenek Sehun sambil meminum tehnya. Mereka terdiam.

"Sudah sangat lama dia hidup sendiri. Setidaknya di sisa umurku ini aku ingin melihatnya bahagia. Rasanya aku belum pernah melihat senyum bahagia yang tulus dari hatinya" ucap nenek Sehun sendu.

.

Other Side

"Sebenarnya kamu tidak perlu meminta izin kami. Kamu sudah lebih dari pantas untuk menentukan jalan hidupmu sendiri. Tapi appa juga bisa mengerti maksudmu Sehun-ah. Sebagai bentuk rasa hormatmu pada kami makanya kamu membawa Luhan ke sini" kata appa Sehun.

"Jadi bagaimana menurut kalian?" tanya Sehun pada appa dan eommanya yang duduk di hadapannya.

"Kalau menurut eomma Luhan itu baik. Dia juga terlihat tulus mencintaimu" kata eomma Sehun.

"Appa tidak keberatan dengan pilihanmu itu. Tapi yang jadi masalah adalah usia kalian yang terlalu jauh. Kami bisa menerima itu,tapi bagaimana dengan keluarga Luhan?" tanya appa Sehun.

"Kalau itu aku juga sudah memikirkannya. Mungkin akan sulit, tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk membuatnya tetap ada di sisiku. Karena itu aku akan berusaha meyakinkan keluarganya bila mereka menolakku" kata Sehun mantap.

"Arraseo. Tapi kalau akhirnya kedua sayapmu patah, maka jangan sungkan untuk kembali pada kami" kata appa Sehun.

.

Luhan menutup pintu kamar nenek Sehun dengan pelan. Serangkaian cerita dari nenek Sehu tadi masih terngiang di telinganya.

"Cucuku itu sudah memikul beban berat dari kecil. Di usianya yang masih belia dia harus memimpin perusahaan. Lalu dia juga menikah dengan yeoja yang tidak dikenalnya. Rumah tangga mereka tampak baik-baik saja meski akhirnya tragis. Istrinya mencintai namja lain dan mereka berencana bercerai. Tapi sayangnya Yixing meninggal dulu. Setelah rumah tangganya berakhir Sehun hidup sendiri lagi. Aku tahu banyak yeoja yang mengharapkannya. Aku juga tahu dia juga dekat dengan banyak yeoja. Tak jarang Sehun menghabiskan malam bersama yeoja-yeoja itu. Bahkan saat itu ada seorang yeoja yang membawa bayinya ke rumah dan mengatakan kalau anak itu adalah anak Sehun. Aku tidak percaya mendengar itu, tapi akhirnya dari tes DNA diketahui kalau dia bukan anak Sehun. Aku sebenarnya tidak ingin memamerkan kebaikan cucuku itu, tapi karena tahu keadaan yeoja yang pernah bermalam bersamanya maka Sehun memutuskan untuk menjadi ayah angkat anak itu. Sehunlah yang membiayai keperluannya sampai dia menikah dan sekarang tinggal di Jepang bersama suami dan anaknya. Terlepas dari itu semua sejak menduda dia tidak pernah mengenalkan yeoja yang dia suaki ke rumah. Aku sudah menunggunya lama sekali. Sampai akhirnya dia membawamu ke sini. Jujur saja ini pertama kalinya aku melihat Sehun terlihat bahagia saat bersama orang lain. Caranya menatapmu membuatku iri. Karena itu aku berharap besar padamu untuk bisa membahagiakannya. Dia memikul beban yang berat tapi enggan untuk membagikannya pada orang lain. Kalau kamu bersedia mintalah dia untuk membaginya denganmu"

"S-sajangnim? Kenapa anda di sini?" tanya Luhan yang melihat Sehun berdiri di depan kamarnya.

"Ah, apa halmeonim sudah tidur?" tanya Sehun.

"Belum" jawab Luhan sambil menggelengkan kepalanya.

"Ayo kita keluar" kata Sehun sambil menarik tangan Luhan.

"Eh? T-tunggu sajangnim" kata Luhan tapi Sehun tidak menghiraukannya.

.

Luhan tidak menyangka kalau Sehun akan mengajaknya jalan-jalan malam ini. Mungkin yang mereka lakukan sekarang tidak tepat disebut jalan-jalan karena mereka pergi dengan sepeda. Sehun sendiri yang mengayuh sepeda tua itu sedangkan Luhan duduk di belakang. Meski udaranya dingin tapi Luhan tetap merasa hangat karena memeluk Sehun dari belakang.

"Apa kamu suka?" tanya Sehun pada Luhan yang dibalas anggukan antusias dari yeoja itu. Luhan terpana melihat indahnya lautan lampu yang ada di depannya. Sehun memang mengajaknya ke sebuah bukit yang bisa digunakan untuk melihat pemandangan seperti itu.

"Aku senang kalau kamu menyukainya" bisik Sehun sambil memeluk Luhan dari belakang.

"S-sajangnim" ucap Luhan pelan. Yeoja cantik itu berbalik dan menatap Sehun. Perlahan tangan mungilnya membelai wajah Sehun.

"Kamu kenapa?" tanya Sehun karena melihat tatapan mata Luhan yang berbeda. Tanpa menjawab pertanyaan itu Luhan langsung membungkam bibir Sehun dengan bibirnya. Sehun merasa ciuman Luhan berbeda dari biasanya. Ciuman Luhan kali ini begitu hangat dan lembut.

"Gomawo" ucap Luhan sambil memamerkan senyum manisnya setelah melepas tautan bibirnya dengan Sehun.

"Untuk apa?" tanya Sehun tak mengerti.

"Semuanya" balas Luhan.

"Tidak panas" kata Sehun sambil meletakkan tangannya pada dahi Luhan.

"Saranghae" bisik Luhan tiba-tiba. Sehun merasa Luhan begitu aneh.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sehun sambil mengamati Luhan.

"Jangan khawatir sajangnim, saya hanya sedang bahagia saja. Saya senang karena keluarga anda menerima saya" kata Luhan.

"Jadi itu yang membuatmu jadi begini" ucap Sehun sambil mempererat pelukannya.

"Sajangnim, bisakah kita bersama selamanya?" tanya Luhan.

"Kalau kamu menginginkannya aku akan membuatmu selalu ada di sisiku" balas Sehun.

.

.

.

"Aigoo~ kenapa kalian pulang secepat ini" kata eomma Sehun.

"Saya berjanji akan datang ke sini lagi. Maaf sudah banyak merepotkan anda" kata Luhan sambil membungkuk.

"Lain kali kalau ke sini kenakan pakaian seperti ini" kata nenek Sehun sambil menunjuk hanbok yang ia kenakan.

"Semua sudah siap, kajja berangkat" ajak Sehun.

"Ah, ini untukmu Luhan" kata eomma Sehun sambil memberikan bingkisan pada Luhan.

"Ah, gamsahamnida" ucap Luhan.

"Jangan menangis seperti ini, aku akan ke sini lagi Desember" kata Sehun pada neneknya.

"Kami berangkat" kata Sehun sambil membungkuk hormat.

"Baiklah hati-hati di jalan, ne" balas appa Sehun.

Sehun dan Luhan sampai di Incheon siang. Sebelum pulang ke rumah mereka makan dulu di Incheon.

"Apa kamu ingin langsung pulang" tanya Sehun sambil menyedot minumannya.

"Ne" balas Luhan.

"Kalau begitu kajja, aku akan mengantarkanmu pulang ke rumah" kata Sehun.

"Jinjja?" tanya Luhan.

"Tapi bukan di halte seperti biasanya. Aku ingin tahu tempat tinggalmu" kata Sehun.

"Baiklah. Kalau oppa dan eonni di rumah, saya akan memperkenalkannya pada anda" balas Luhan.

Setelah makan siang mereka langsung bergegas ke Seoul. Sehun sendiri yang menyetir mobilnya. Luhan yang duduk di sebelahnya tertidur karena lelah.

"Eh?"

Tiba-tiba ponsel Luhan yang ada di dashboard berdering. Sehun berniat mengambil ponsel itu tapi keduluan Luhan.

"Yeoboseyo" sapa Luhan tanpa melihat ID penelepon.

"Siapa?" tanya Sehun.

"S-sajangnim" kata Luhan lirih.

"Ne?"

"Kamu kenapa Lu? Kenapa wajahmu jadi pucat begini?" tanya Sehun khawatir.

"Bisakah kita lebih cepat lagi?" ucap Luhan dengan berlinang air mata.

"Luhan" Sehun menatap yeojanya khawatir.

"Agassi bisakah anda pulang sekarang. Nyonya muda masuk rumah sakit. Tadi dia mengalami pendarahan"

"Sajangnim kita tidak jadi pulang ke rumah. Antarkan saya ke rumah sakit" kata Luhan.

"Ne?"

.

.

.

TBC

Bagaimana?

Review, ne ^_^

Gamsahamnida

HanPutri