Years of Memories

A Kuroko no Basket Fanfiction.

synopsis:
Akashi Soujiro kehilangan sosok Kuroko Tetsuya yang sangat dicintai tanpa mengetahui satupun alasan mengapa pemuda itu meninggalkannya. 5 tahun setelahnya, Akashi dikejutkan oleh pertemuannya dengan seorang anak berparas duplikat dirinya, dengan bola mata heterokrom merah menyala dan biru langit serta Kuroko Tetsuya yang dipanggil "okaa-san" berada disampingnya. YAOI, M-Preg, RnR please.

Kuroko no basket adalah milik Tadatoshi Fujimaki.


Chapter 1

That Day at 5 years ago

Akashi Seijuro menatap kedepan tidak percaya. Bocah bersurai merah terang yang sebelumnya digenggam tangannya kini telah melepaskan genggaman tersebut dan berlari kedepan, kearah seorang pemuda berpostur kecil yang terlihat panik berbicara dengan seorang polisi. Tetesan keringat membasahi rambutnya yang sebiru langit itu dan jatuh melewati keningnya perlahan.

"Okaa-san!" Bocah itu memanggil. Sosok itu menoleh, dan Akashi kembali melihat sepasang bola mata aquamarine, bola mata milik seseorang yang paling dicintainya, yang selalu dirindukannya, dan yang tak pernah dilihatnya lagi sejak 5 tahun silam.

"Tetsuya..?"

*****
5 years ago, Akashi's residence

Kamar itu terkunci rapat, remang, hanya diterangi sinar lampu meja. Dua insan terbaring di atas tempat tidur, saling menindih, masing-masing mengeluarkan desahan kenikmatannya.

"Nggh..A-Akashi kun, tu-tunggu..Ahhh.." kuroko melenguh kesakitan ketika merasakan junior Akashi perlahan mamasukinya. Tangannya yang sedari tadi melingkar di leher akashi ganti mencengkram bahu pemuda itu kuat. Akashi mengangkat kepalanya. Matanya yang berwarna ganda merah dan emas itu memandang pemuda mungil didepannya sambil tersenyum. Kuroko Tetsuya, Tetsuyanya, terlihat sangat cantik saat itu. Kulit wajahnya yang sebelumnya putih pucat kini berubah kemerahan karena perlakuan Akashi pada tubuhnya sejak tadi. Bibirnya yang berwarna pink basah oleh saliva, kerigat menetes perlahan melewati lehernya, dan mata itu. Mata berpendar biru langit yang sangat indah, mata yg selalu membuat jantung akashi berdetak kencang ketika menatapnya. Dan sekali lagi Akashi mendaratkan ciuman dalam kepada pemuda itu, sementara pinggulnya mulai bergerak maju-mundur, memasuk-keluarkan miliknya dari tubuh kuroko .

"Tetsuya..." bisik pemuda itu mesra ke telinga Kuroko. Kuroko bergidik. Tangannya masih kuat mencengkram bahu Akashi kuat. Sakit memang masih terasa, namun perlahan, rasa nikmat menjalari tubuh pemuda yang lebih muda itu. Tanpa sadar ia mendesah nikmat.

"A-Akashi-kun..nghh..le-lebih cepat..." pintanya. Akashi menyeringai, bibirnya sekali lagi didaratkan pada bibir kuroko, mengulumnya, menjilatinya, memaksa masuk dengan lidahnya hingga ia bisa mengeksplorasi rongga mulut pemuda itu. Kuroko ikut membalas ciumannya, bermain dengan lidahnya dan menautkan lidahnya pada kapten tim basket Teiko tersebut. Gerakan pinggulnya semakin cepat.

"A-Aka-Akashi-kun..aku..nggh.. aku akan..." Tetsuya berusaha berbicara di sela ciuman akashi yang panas. Pemuda itu menatapnya dalam.

"Tunggu dulu Tetsuya..." Akashi melepaskan tautan bibirnya. Seringainya terulas."Panggil aku Seijuuro dan kuijinkan kau untuk keluar".

Kuroko tidak bisa menahannya lagi. Pemuda itu mengangkat kepalanya lalu kembali mengecup bibir Akashi, namun kali ini hanya kecupan singkat.

"Aku mencintaimu, Seijuuro-kun..." ujarnya pelan. Wajahnya makin merah karena malu. Akashi sedikit terpana, namun kemudian tersenyum lembut kearah pemuda yang paling dicintainya itu. "Aku juga mencintaimu Tetsuya. Aku sangat mencintaimu..." bisiknya. Dan tanpa berlama-lama lagi, pemuda itu mempercepat gerakannya. Ternyata Akashi juga telah mencapai batasnya. Wajah kuroko yang memerah saat mengatakan perasaannya tadi begitu menyentuhnya. Ia tidak menyangka kuroko akan sebegitu manisnya saat malu.

"Ahh..Sei-Seijuuro-kun, aku..uhh..aku-akan.."

"Bersama-sama Tetsuya... Aku juga Nggghh..."

"Ahhhhh..."

Cairan putih lalu meluncur keluar dari milik kuroko, membasahi perutnya. Begitu pula dengan milik Akashi yang kini mengaliri bagian dalam kuroko. Pemuda bersurai merah itu menarik juniornya perlahan sebelum membaringkan dirinya di samping Kuroko. Tangannya yang kekar terangkat kemudian menarik pemuda yang berpostur lebih kecil itu ke dalam pelukannya, menyandarkan kepala bersurai biru langit itu di dadanya. Akashi bahagia, sangat bahagia. Keduanya sudah berpacaran selama 6 bulan, dan mereka sudah melakukan hal ini berkali-kali. Namun tetap saja, Akashi selalu merasakan perasaan bahagia yang teramat sangat ketika menjadikan Kuroko miliknya dan memeluknya semalaman. Akashi tidak pernah bisa berhenti mengingikan pemuda mungil itu. Akashi tidak pernah bisa untuk tidak memikirkannya,menyentuhnya, melindunginya, memenuhi apapun keinginannya.

Akashi terlalu mencintainya. Dan mungkin inilah yang dilakukan orang-orang ketika terlalu mencintai seseorang.

"Aku mencintaimu Tetsuya..." ucapnya pelan sambil mengecup kening pemuda di depannya. Tetsuya hanya tersenyum manis.

"Aku juga mencintaimu Seijuuro-kun..."

XXX

"Kurokochi, kau baik-baik saja?" Wajah Kise mengagetkan Kuroko yang tengah menyeruput Vanila milkshakenya. Pemuda itu sontak tersentak kaget.

"Kise-kun, kau mengagetkanku..." ujar pemuda 16 tahun itu pelan. Kise tidak menjawab, malah makin mendekatkan wajahnya ke arah Kuroko.

"Un, aku tidak salah lihat. Wajah Kurokochi memang benar-benar pucat-ssu. Na, Midorimachi?"
Midorima yang sejak tadi asik memainkan lucky itemnya—sebuah boneka kura-kura kecil berwarna hijau, langsung meletakan benda itu ke dalam saku kemejanya dan ikut mendekati Kuroko.

"Kise benar, wajahmu pucat Kuroko. Kau sakit?"

Kuroko menggeleng. "Tidak, aku hanya—ugh!" Pemuda itu menutup mulutnya tiba-tiba. Entah kenapa, ia merasa mual luar biasa dan ingin muntah. Sesegera mungkin Kuroko berlari ke toilet.

"Kurokochi!" Kise berlari mengikuti Kuroko sementara Midorima cepat-cepat membuka flip handphonenya dan mencari kontak seseorang.

Dari dalam salah satu bilik toilet Kise dapat mendengar jelas suara Kuroko yang tengah memuntahkan isi perutnya. Hati model remaja itu terasa perih, melihat sahabat yang paling disayanginya itu terdengar menderita di dalam. Well, sahabat memang, karena meskipun Kise memendam rasa suka terhadap pemuda yang lebih muda setahun darinya itu, Kise tetap tidak bisa melakukan apa-apa karena Kurokochi-nya tersebut telah menjadi milik orang lain. Tepatnya milik Akashi Sejuuro, sang Emperor. Dan tidak ada satupun manusia di SMA Teiko—bahkan Kiseki no Sedai sekalipun yang berani mendekati Kuroko Tetsuya dengan niatan tertentu karena Akashi selalu punya cara untuk menghancurkan siapapun yang berani 'menyentuh' miliknya. Dan Kise cukup mengenal Akashi untuk tahu kemungkinan buruk apa yang bisa terjadi pada dirinya jika ia berani menyatakan perasaanya pada sang pemuda bayangan.

"Kurokochi, kau baik-baik saja-ssu?" Kise mengetuk pintu bilik toilet pelan. Tak beberapa lama, Kuroko keluar. Wajahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Tangannya memegang sapu tangan putih yang digunakan untuk mengelap mulutnya. Matanya yang sebiru langit menatap Kise sayu.

"Aku baik-baik saja Kise-kun." Jawabnya pelan. Kise miris melihat wajah lemah pemuda itu.

"Kita ke dokter ya?" ajaknya. Kuroko menggeleng.

"Tidak usah Kise-kun, aku tidak apa-apa... ini mungkin karena aku kebanyakan minum vanilla milkshake..."

"Tapi Kurokochi, kau pucat sekali-ssu."

Kuroko tersenyum lemah. "Aku benar-benar tidak—"

"Tetsuya!" sesosok manusia bersurai merah tiba-tiba saja muncul dari pintu toilet. Keringat mengaliri pelipisnya. Matanya yang heterokrom memandang pemuda mungil yang berdiri beberapa meter di depannya khawatir. Kaki-kakinya secepat mungkin bergerak mendekati pemuda itu. Dibelakangnya Midorima mengikuti sambil memainkan lucky itemnya yang berwarna hijau tadi.

"Shintarou bilang kau sakit. Kau baik-baik saja? Apanya yang sakit?" tanya Akashi runtut sambil mengelus kepala Kuroko perlahan. Pemuda itu hanya tersenyum kecil.

"Aku tidak apa-apa Akashi-kun, hanya kebanyakan minum vanilla milkshake..."

"Sudah kubilang, ukuran biasa saja sudah cukup-nanodayo. Kau malah memesan vanilla milkshake yang jumbo.." Midorima memainkan kacamatanya. Sifat tsunderenya keluar lagi, padahal tadi dia yang menelpon Akashi dan mengadu panik meminta pemuda17 tahun berjulukan Emperor ituuntuk segera datang ke Maji burger karena kekasihnya tiba-tiba saja sakit. Ya, Midorima panik. Tapi sekarang pemuda itu malah pura-pura bersikap santai dan mengomeli Kuroko. Akashi mendaratkan tatapan tajam ke arah Midorima seolah berdesis 'berani-beraninya kau mengomeli kekasihku'. Pemuda bersurai hijau itu hanya bisa menelan ludah. Akashi menyeramkan, sungguh.

"Kita ke dokter sekarang Tetsuya." Akashi kembali berujar, nadanya tegas. "Lebih baik jika kita tahu penyebab sebenarnya agar kau bisa segera diobati." Pemuda itu menarik tangan Kuroko lembut, menuntun pemuda itu keluar dari toilet.

"Tidak usah Akashi-kun, aku baik-baik saja... aku tidak mau merepotkamu..."

Akashi berhenti melangkah. Pemuda itu membalikan tubuhnya. Genggaman tangannya dilepaskan, ganti menyentuh kedua pipi Kuroko pelan.

"Tidak ada yang merasa direpotkan dengan hal ini, Tetsuya. Jadi tenanglah dan ikut aku ke dokter. Aku tidak ingin kau kenapa-kenapa. Kau tidak boleh kenapa-kenapa. Kau mengerti?" ujarnya dengan nada absolut. Kuroko merasakan pipinya tiba-tiba memerah. 'Akashi-kun ini, apa tidak terlalu posesif?' pikirnya. Karena tak bisa lagi menolak, pemuda bermata biru langit itu hanya bisa mengangguk. Akashi mencium pipinya lembut sebelum kemudian kembali menngenggam tangannya. Pemuda merah itu lalu mengambil tas milik kekasihnya dan berjalan keluar. Tak lupa ia mengucapkan selamat tinggal kepada Midorima dan Kise serta berterima kasih karena sudah menghubunginya.

"Akashichi benar-benar menyayangi Kurokochi ya..." Kise menggumam sambil menegak cola miliknya. Matanya mengikuti gerakan Akashi dan Kuroko yang tengah bergandengan tangan menjauhi restoran tempat mereka berada. Disampinya Midorima tidak ikut berkomentar dan malah memainkan kacamatanya.

"Bukannya aku terpesona dengan keromantisannya ya, hanya saja Akashi dan Kuroko sepertinya memang ditakdirkan untuk bersama-nanodayo..." pemuda itu lalu ikut bicara. Kise menatap shooter terbaik Teiko itu sambil meringis. Midorima itu, Tsundere macam apa lagi yang kali ini ditunjukannya?

Kise hanya menghela nafas.

XXX

Handphone merah metalik milik Akashi sudah ribut sejak tadi, namun pemuda itu malah mengabaikannya. Kuroko yang berada di sampingya hanya menatap pemuda bersurai merah itu bingung. Keduanya kini tengah berada di ruang tunggu sebuah klinik. Kebetulan siang itu klinik tersebut sedang sibuk-sibuknya sehingga Kuroko harus menunggu beberapa menit sebelum gilirannya di periksa tiba.

Handphone milik Akashi kembali berbunyi, sekali lagi menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Kuroko menyentuh lembut lengan pemuda yang lebih tua itu lalu berbisik.

"Akashi-kun, angkat saja teleponnya.."

"Tidak perlu." Jawabnya singkat. Kuroko hanya menghela nafas. Biasanya kalau Akashi enggan menjawab telpon seperti ini, penelponnya pasti adalah sang ibu, Akashi Akari. Pemuda itu tahu betapa Akashi Akari selalu mengatur kehidupan putra semata wayangnya itu, dan Akashi tidak suka.

"Bunyi handphonemu mengganggu pasien lain Akashi-kun, lebih baik diangkat saja.." ujar Kuroko lagi. Akashi menatap pemuda bermata aquamarine itu sejenak sebelum mengeluarkan handphonenya dari dalam saku dan menekan tombol answer.

"Hai? Ah, Otou-sama?" Ujarnya agak kaget. Kuroko ikut tersentak, ternyata sejak tadi yang menghubungi Akashi adalah ayahnya. Hanya saja karena menggunakan telepon rumah, Akashi mengira kalau itu adalah ibunya. Wajah pemuda itu langsung serius.

"eh? Sekarang? Maafkan aku Otou-sama... aku.. tidak bisa. Aku sedang bersama temanku, dia sedang sakit. Kami di klinik sekarang.." ujar pemuda itu tenang. Namun Kuroko bisa merasakan sedikit perubahan dalam nada bicaranya. Pemuda baby blue itu tau, Akashi Rikuo—ayahanda dari Seijuuro adalah orang yang paling dihormati kekasihnya tersebut. Dan dari jawaban Akashi tadi, sepertinya ayah pemuda bersuari merah itu tengah memintanya melakukan sesuatu. Akashi nyaris tak pernah membantah perintah ayahnya. Karena itulah Koroko kini merasa tidak enak luar biasa karena Akashi harus menolak suruhan Ayah yang dihormatinya demi menjaga pemuda itu.

"Akashi-kun..." Kuroko kembali menyentuh pelan lengan Akashi yang digunakan untuk memegang handphone. Pemuda itu menoleh sambil mengangkat alisnya.
"Aku tidak apa-apa kalau sendirian disini. Lagipula giliranku juga sebentar lagi, Akashi-kun pulanglah. Sepertinya urusan dengan ayahmu sangat penting.."

"Tapi Tetsuya.." Akashi nampak enggan meninggalkan pacarnya yang bertubuh mungil itu sendirian di klinik. Koroko memberikan senyuman terbaiknya sembari menjawab pelan.

"Aku akan baik-baik saja..."

Akashi terpaksa mengangguk. Sang Emperor tersebut lalu sekali lagi bicara dengan ayahnya, meminta maaf atas penolakannya tadi dan berjanji bahwa dia akan tiba di rumah secepatnya sesuai perintah sang ayah. Tak berapa lama, pemuda itu menutup flip handphonenya.

"Maaf Tetsuya... Kakekku datang dari Kyoto dan aku harus segera menemuinya." Jelas pemuda itu. Kuroko mengangguk, sekali lagi tersenyum.

"Tidak apa-apa, pergilah. Hati-hati Akashi-kun..."

Akashi mengecup lembut kening pemuda mungil itu. "Kau juga. Setelah selesai dari sini, langsung pulang ya..." nasihatnya. Kuroko hanya mengangguk, nyaris tertawa kecil.

"Jaa na, Akashi-kun."

"Jaa Tetsuya."

XXX

Tubuh Koroko seolah membeku. Matanya menatap tidak percaya kearah seorang wanita berjas putih yang duduk didepannya.
"Maksud sensei? Ba-Bagaimana mungkin aku..." suara pemuda itu nyaris tak terdengar. Sang sensei—yang dideskripsikan tadi—menatap Kuroko lembut.

"Aku tahu ini mengagetkan. Kasus seperti ini memang jarang terjadi, tapi bukan berarti tidak ada." Jawabnya lembut. "Dan lagi usiamu masih 16 tahun, kau mungkin mersa kesulitan, tapi beginilah hasil pemerikasaan." Sensei menghela nafas pelan. "Kau benar-benar hamil Kuroko-kun. Dan janinnya sudah memasuki minggu ke 6...".

/TBC/

AN: Please jangan tanya gimana Kuroko bisa hamil. Anggap aja cowok hamil udah biasa :3
Reviewnya, boleh? :D