catatan: akhirnya chapter terakhir ;u; sorry i lost my muse at the end mudah2an bagus menurut anda orz nanti saya edit terus crosspost ke ao3 yey. makasih udah baca!


Jiwa Nomaden yang Berpindah ke Tiap Sudut Konstelasi
Bagian II

i.

Pada spasi yang terjepit antara jari-jariku dan tulang-tulangmu di dalam dinding, bisa diukur dengan naluri dangkal ini bahwa jarak menyelipkan diri di antara kita sepanjang jutaan meter rantai mayat dan nadi-nadi mereka yang tak sempat diusung menjadi persetubuhan kayu dan api. Waktu menjadi penguasa jarak, yang bertambah dan bertambah selama planet hijau ini berputar, dan kita berdua menjadi pusat satu dan pusat dua di antara jutaan pusat yang siap lenyap di dalam lambung raksasa. Terpisahkan karena perintahmu karena dirimu lahir untuk manusia-manusia yang dirangkung dinding.

Pada meja yang dibebani papan namamu dan berkas-berkas prajuritmu dan secangkir putih kopi hitam buatanku, bisa dilihat kelelahanmu terukir di tulisan tanganmu yang membekas di bidangnya, yang tersembunyi oleh rapinya potongan rambutmu dan nada napasmu selalu teratur seperti partitur-partitur lagu di rumahmu. Kubayangkan tubuhmu terkulai di atasnya, nyawa akhirnya lepas dari ujung uban yang menjadikan kepalamu sebagai rumah, dan kadangkala aku meniupkan doa pada lekukan payudara dewi-dewi kita agar kau meregang jiwa di rumahmu: aman dan nyaman.

Pada kereta yang membawa kita pulang sebagai kompeni jantung-jantung kaca yang pecah, takkan kupikirkan engkau berbaring di sisiku memamerkan paru-paru dalam rusuk yang menganga luas. Aku takkan membuang forget-me-not ke dalam mulutmu, bunga bakung ke pergelangan tanganmu, seruni ke jahitan maut di kelopak matamu, edelweiss ke ubun-ubunmu, mawar ke jantungmu. Tak sudi aku menyaksikan kelopak-kelopak dan kulit-dagingmu sama-sama reyot ke dalam butiran-butiran pasir di bawah sepatu solku, bahkan setelah aroma parfummu mengendap-endap di sukmaku.

Pada waktu yang memutuskan untuk melepas jahitan jiwamu dalam sekali tarik, aku melihat raksasa-raksasa itu menjadi hal paling konstan di seantero semesta selain bulan dan matahari. Detik mendinginkan makanan terburuk yang pernah kurasakan dan memudarkan bekas-bekas luka di setapak kulitmu dan mengupas tulangmu sedikit demi sedikit. Sekarang, keegoisanku untuk memelukmu seorang menghilang dan kupindahkan afeksiku ke hati anak-anak yang jiwanya masih berkobar dengan kisah-kisah tentangmu.

Setiap saat, kau berfragmentasi dalam otakku, berbayang dan menjulang, bahkan sampai aku mati menyusulmu.

Akan kuberitahu padamu: aku membencimu karena itu.


ii.

Lamat-lamat kesadaranku keropos terkurung kegelapan yang tak terlihat ujungnya. Kurasa kegelapan ingin aku menjadi bagian darinya, lalu menuliskanku tentang amarah kesedihan kegusaran di atas telapak tanganku.

Lebih baik aku pergi dari sini.


iii.

Pada zaman yang dipenuhi cinta bertepuk sebelah tangan dan imaji manusia telanjang di dunia maya, selalu ada partisi antara otak dan jiwa. Terpisahkan. Tak pernah bertemu. Tak pernah menjalin koneksi yang berarti. Sains menguraikan emosi menjadi rangkaian huruf yang sulit diucap dan filsafat menafsirkan Bumi menjadi jalinan kata sukar dimengerti logika. Dunia berotasi mengisi semesta dan perasaan bergonta-ganti meski di bawah control.

Di sisi lain, kenangan adalah jembatan yang menghubungkan otak dan jiwa, dan aku adalah orang yang menyeberang di atasnya. Besi pohon darah berkerubung membentuk suatu dunia yang tak pernah kukenal, monster yang kusaksikan di layar bioskop, pria asing bermata langit sebelum badai. Semua materi ini membangun destinasi baru bagiku, orang yang tersesat di keriuhan manusia, dan boleh dibilang restoran pizza dan klub malam menjadi persinggahan untuk menemukanmu pria itu. Dirimu.

Lalu, di suatu pagi, setelah berjalan di atas bayanganku sendiri yang terhuyung-huyung berdansa dengan alkohol, aku menemukanmu. Sayup-sayup terdengar gosip artis berselingkuh dari dalam rumahmu, dan matamu tak lagi bersinar layaknya matahari sebelum awan menutupinya. Yang ada dalam kilatan di matamu hanyalah rindu yang bersemayam di dalam kulkas kosong dan drama siang di hari Minggu. Sesempit itu semestamu saat ini.

Jika ini adalah cara untuk mengerti enigma-enigma yang diberikan otoritas tertinggi dalam seluruh kehidupan ini, aku akan menerima segala hal. Beri aku harapan bahwa aku akan memahami banyu biru irismu dan segala lapisan emosi di bawahnya, karena aku bersumpah jika paduan mimpi-kenangan ini tidak mengambang dalam benakku, aku tak akan menemukanmu dan orang-orang yang kita kenal bisa menjadi penghalang dari segala hal yang akan kulakukan untukmu. Buatlah kenangan baru yang mengubur batu nisanmu di kehidupan lain.

Langkah pertama: "Halo."