LIKE THE WIND

Cast:

Choi Siwon

Cho Kyuhyun

Others (Sebenarnya masih bingung)

Yaoi, Saeguk amatiran, jika ada kesalahan dalam hal sejarah dan budaya mutlak keterbatasan saya.

Wonkyu fanfiction, just a fanfiction so...enjoy!

Merasa gak berkenan, tidak perlu dibaca. Kritik dalam bentuk apapun diterima asal sopan dan menjaga kenyamanan semua orang.

Typo(s) pasti bertebaran meski sudah diedit, mianhamnidaaaaa...

Chapter 1

"Tuan...sebaiknya anda menggunakan tandu, cuacanya panas. Dan lihatlah terlalu banyak orang dijalanan ini." Park Jungsoo pengawal yang setia mengiringi hakim muda, nampak waspada. Matanya dengan cermat mengamati setiap orang yang berlalu lalang, disisi kirinya sang hakim muda hanya mengulas senyum.

"Cuaca panas tapi angin bertiup lembut, itu yang membuat orang-orang tertarik berada diluar rumah. Cocok untuk berkuda seperti ini paman Park." Sang hakim muda mempertahankan senyum yang serta merta memunculkan dua lubang kecil dipipinya. Mata tajamnya mengamati setiap penjuru jalan yang dipadati para pejalan kaki dan orang yang menjajakan barang dagangan disisi kiri dan kanan jalan.

"Tuan Hakim, kita berada ditempat umum, mohon jangan panggil saya dengan sebutan paman, saya adalah pegawai anda Tuan."

"Tapi kita tidak sedang bekerja Paman, kita hanya berkeliling. Dan lihatlah...bahkan kita tidak mengenakan pakaian kepemerintahan. Berhentilah memanggilku Tuan, aku Choi Siwon putra dari kakak iparmu paman."

Park Jungsoo mengalihkan pandangannya dari jalanan ke samping kirinya, mengamati sosok pemuda yang masih belum menghilangkan senyuman dari wajahnya. "Tetap saja jika orang lain mendengarnya akan terasa janggal, dan saya akan mendapat teguran keras karena bersikap lancang terhadap anda."

"Sekarang ini hanya ada kita berdua, tidak akan ada yang mendengar."

Park Jungsoo hanya menggelangkan kepalanya pelan. Pria muda yang ada disampingnya memang terkenal keras kepala.

"Apa anda begitu merindukan tempat ini Tuan? Baru tadi malam anda tiba, pagi harinya anda sudah berkeliling seperti ini, Bukankah lebih baik anda beristirahat." Park Jungsoo memelankan laju kudanya, membiarkan kuda yang ditunggangi Choi Siwon beberapa langkah didepannya.

"Sepuluh tahun, kota ini tidak banyak berubah. Angin masih bertiup lembut.." Choi Siwon mengedarkan pandangannya, senyum diwajahnya belum hilang dan bertambah lebar ketika matanya menangkap beberapa pemandangan disudut jalan.

"Cuaca dikota ini memang tidak berubah, tapi tentu anda dapat melihat keramaian dibeberapa sudut. Kota ini maju pesat, kedatangan para utusan Ming banyak merubah keadaan kota ini." Komentar Park Jungsoo.

"Paman benar, banyak toko baru sepertinya." Choi Siwon mengamati deretan toko yang berdiri disepanjang jalanan, berselingan dengan penjual jalanan yang menjajakan barang. teriakan dari mereka membuat suasana bertambah ramai.

"Toko sutra, perhiasan dan kedai anggur. Para utusan Ming membuat penduduk Wonju banyak terbuai dengan barang-barang dari Ming. Beberapa melupakan tanah pertanian dan memilih menjadi pedagang kaki tangan Ming."

"Benarkah?" Pemuda dengan balutan Hanbok dilengkapi Durumagi sutra kualitas tinggi berwarna merah, mengamati tulisan yang tertera dibagian atas toko. Memelankan laju kudanya, seolah tidak boleh melewatkan satu tokopun luput perhatiannya.

"Dan-euheumm- kejahatan juga kian meningkat Tuan."

Choi Siwon menolehkan kepalanya ke arah Park Jungsoo, mengerutkan dahi sekilas. Kemudian kembali menatap lurus jalanan didepannya, memastikan kuda yang ditungganginya tidak menabrak pejalan kaki yang semakin padat. "Sudah berapa lama Wonju tidak memiliki Hakim Paman?"

"Ye..?" Park Jungsoo terhenyak sesaat dengan pertanyaan yang diberikan pemuda disampingnya. "Sejak Tuan besar pindah tugas ke Ibukota, Wonju tidak pernah memiliki Hakim yang bertahan lebih dari satu tahun. Dan anda adalah hakim ke dua belas dalam sepuluh tahun terakhir."

"Lalu apakah Gubernur masih orang yang sama?"

Hiikkkk

Tiba-tiba Park Jungsoo menghentikan kudanya.

"Keponakanku Choi Siwon, apa maksud pertanyaanmu?"Nada bicara Park Jungsoo tiba-tiba berubah, menyiratkan sedikit kekhawatiran.

"Kenapa paman? Aku hanya bertanya." Siwon ikut menghentikan laju kudanya, bahkan dia meloncat turun dan memilih menuntun kudanya.

Park Jungsoo tidak menjawab, dia turut turun dari kudanya dan melakukan hal yang sama dengan Choi Siwon.

Keduanya kini berjalan menerobos kerumunan, dengan kuda yang masih mereka tuntun. Menyita perhatian beberapa orang, meski perhatian sebenarnya ditujukan pada pemuda bertubuh tegap yang kini terdiam dan senyuman hilang dari wajahnya. Matanya tertuju pada sebuah bangunan tepat dipersimpangan sebelah kiri.

Bangunan kayu yang catnya memudar, rak-rak berisi kertas gulung dan tumpukan buku yang tampak menguning. Disudut lain bangunan yang berupa toko itu berjajar kuas dengan berbagai ukuran lengkap dengan bak tinta.

Choi Siwon menghentikan langkahnya tepat didepan toko bertuliskan BALAM dalam tulisan kanji.

Park Jungsoo yang berjalan dibelakangnya terheran, terlebih Choi Siwon kini terlihat larut mengamati toko buku tua dan melepaskan tali kekang kudanya. Dengan sigap Park Jungsoo mengambil alih tali kekang, mencegah kuda jantan yang ditunggangi Choi Siwon lepas dan kabur.

Park Jungsoo beberapa kali memanggil keponakan sekaligus atasannya itu. Namun hanya gumaman tidak jelas yang diberikan pemuda itu. Pria berusia pertengahan empat puluh tahunan itu memilih menjauh dan mencari tempat menyimpulkan tali kekang kudanya disudut jalan.

Siwon menatap lekat bangunan toko tua itu, tampak usang dibanding toko lain disebelahnya. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman samar begitu dilihatnya pria dengan tubuh bungkuk merapikan gulungan kertas yang menumpuk. Mengabaikan kudanya yang diambil oleh Park Jungsoo dan tatapan heran-penuh kagum- dari beberapa pasang mata yang melewatinya.

"Dongsaeng-ah, berhenti membeli buku itu diam-diam. Abeoji akan kembali memarahimu."

Choi Siwon seolah melihat bayangan Seorang gadis muda berbalut hanbok dengan Jaegori merah muda yang sedang membujuk anak laki-laki yang kedua tangannya sibuk memasukan-atau menyembunyikan-dua buah buku bersampul hitam kebalik durumagi yang dikenakannya.

"Noona, aku tidak membelinya, tapi paman penjaga toko yang memberikannya untukku"

"Kau memang tidak membelinya dengan uang dongsaeng-ah, tapi lembaran puisi yang kau tulis menjadi alat penggantinya." Gadis muda itu tampak geram dengan anak laki-laki yang jika dilihat dari perawakannya lebih muda dari sang gadis."Jika Aboeji mengetahuinya, kau akan kembali dikurung digudang belakang rumah Dongsae-ah"

"Maka Aboeji jangan sampai tahu, Noona." anak laki-laki itu menyeringai, memamerkan geligi putih kecilnya.

Gadis muda itu hanya mengegelangkan kepala, seolah menyerah dan tidak pernah menang jika berdebat dengan adik laki-lakinya.

Siwon seolah kembali kesepuluh tahu silam, melihat mereka secara nyata, seorang gadis muda dengan balutan Hanbok sutera berwarna merah muda. Bocah laki-laki yang ada disampingnya nampaknya membuat gadis berparas cantik itu kesal, terlihat dengan sesekali sang gadis melemparkan pandangan geram yang diacuhkan oleh bocak laki-laki berpipi bulat dengan warna kulit putih. Dilihat dari kemiripan dari keduanya Siwon berkesimpulan mereka adalah saudara kandung.

Siwon tersenyum sekilas, pandangannya kini beralih ke rak berisi gulungan kertas yang bertumpuk. Kembali, sekelilingnya terasa berputar, pandangannya menangkap seorang bocah laki-laki yang meloncat-loncat kecil. Tangan mungilnya nampak berusaha menggapai tumpukan teratas gulungan kertas. Kakinya beberapa kali terpeleset, penutup kepala berwarna hitam dengan sulaman benang emas pada tipa tepinya tampak bergerak-gerak.

"Apa yang kau butuhkan adik kecil?" Seorang anak laki-laki lain menghampiri bocah kecil yang kini berdiri mematung.

Bocah kecil itu membulatkan matanya, seperti pencuri kecil yang tertangkap, bocah berpipi bulat itu mengigit bibir bagian bawahnya. Matanya mengerjap dan sepertinya siap menangis.

Anak laki-laki bertubuh tinggi yang memergoki si bocah nampak sedikit bersalah. Anak laki-laki yang beranjak remaja itu menatap bocah laki-laki yang tingginya hanya sepinggang. Menatap langsung kedalam dua bola mata yang sedikit berair, dan entah mengapa seolah ada kekuatan yang membuat remaja laki-laki itu betah untuk menatap sepasang iris karamel yang mulai berair dihadapannya. Mata yang bersinar dengan warna serupa lelehan karamel, tampak bercahaya dan seolah berbicara. Tubuh remaja itu terasa beku, terperangkap dalam tatapan yang membuat pembuluh darahnya berdesir aneh.

Mata itu semakin berair dan menambah kilatan sinar, dan entah kenapa itu terlihat makin mempesona.

"Maaf...Hyung-nim..." Bocah laki-laki pemilik mata mempesona itu mengeluarkan suara yang gemetar, pipi bulat putihnya tampak basah.

Remaja laki-laki itu panik, dia tidak bermaksud untuk menakuti bocah pemilik mata yang menurutnya sangat mengagumkan.

"Eoh..kau, hei..kenapa menangis? Aku hanya bertanya, apa yang kau butuhkan? Sepertinya kau mengalami kesulitan adik kecil?" Remaja laki-laki itu merendahkan badannya, berusaha mensejajarkan tinggi keduanya.

Bocah pemilik mata indah itu kembali mengerjap, air matanya sudah berhenti menyisakan sisa air mata yag diusapnya dengan punggung tangan asal.

"Ye?" Bocah itu memiringkan kepalanya, menatap langsung remaja yang kini tersenyum dan menghasilkan lekukan dikedua pipinya. Si bocah termangu sesaat, dan bibirnya ikut membentuk senyuman.

"Euuummm...aku membutuhkan gulungan kertas baru diatas sana" Si bocah mengarahkan telunjuk mungilnya kebagian atas rak.

Remaja laki-laki itu memutar kepalanya, menoleh ke arah yang ditunjukan si bocah kecil.

"Kertas itu?"

si bocah kecil mengangguk mantap, menghasilkan senyuman dari lawan bicaranya.

"Apa kau disuruh oleh ayahmu untuk membeli kertas? Kenapa memilih yang diatas? Bukankah dibawah sini banyak gulungan kertas?"

Si bocah tiba-tiba mencebil, membuat bibir tebal mungil dan merahnya maju beberapa senti. Dan untuk kesekian kalinya si remaja laki-laki tertegun, mengamati pemandangan yang ada didepannya. Bukan pertama kalinya dia bertemu dengan bocah laki-laki yang umurnya mungkin belum genap delapan tahun, tapi saat ini dia merasa bocah laki-laki yang ada dihadapnnya tampak berbeda, mengagumkan dan...mempesona. Mata bulat yang tampak bersinar sewarna lelehan karamel, pipi bulat berwarna putih bersih, dan...kenapa bocah itu mencebil seperti itu? Membuat remaja laki-laki itu menyadari suatu hal, si bocah memiliki bibir mungil dengan warna cerah, kontras dengan warna kulitnya.

"Hyung-nim?"

Suara bocah didepannya memutus lamunan si remaja.

"Choi Siwon, namaku Choi Siwon." Ujar si remaja

Bocah yang ada didepannya mengerjap beberapa kali. "Euuummm...apa aku harus menyebutkan namaku? "Tanyanya. membuat Choi Siwon remaja laki-laki tadi kembali tersenyum lebar.

"Tidak harus, tapi ketika seseorang mengajakmu berkenalan kau harus menyebutkan namamu."

"Eoh? Ne..." Bocah bermata bulat itu kini menggembungkan pipinya. "Cho Kyuhyun...bulan ini aku tepat berumur delapan tahun."

Choi Siwon terkekeh, bocah bernama Cho Kyuhyun itu mengacungkan jemarinya, melipat jari manis dan kelingking kirinya. Siwon memicingkan matanya begitu menangkap kedelapan jemari Kyuhyun tampak hitam diujungnya. Noda tinta.

"Kau gemar menulis Adik kecil? Tangannya penuh noda tinta."

"Ye?" Cho Kyuhyun menyembunyikan tangannya dibelakang tubuh, membuat Siwon kembali terkekeh.

"Kau bocah yang sering datang ketoko ini bersama kakak perempuanmu, benar? Menukar gulungan puisi dengan buku?"

"Yeeee?"

Choi Siwon kini tergelak, menyaksikan ekspresi bocah bernama Cho Kyuhyuhn yang kini membulatkan mata dan bibirnya.

"Apa kau membutuhkan kertas itu untuk menulis puisi?" Choi Siwon menurunkan beberapa gulungan kertas yang tadi ditujukan Kyuhyun, menyodorkannya kepada Kyuhyun. "Kau belum menjawab pertanyaanku, kenapa yang kau pilih kertas diatas sana? Bukankah dibawah sini banyak kertas yang serupa?"

"Animida..." Cho Kyuhyun menggelengkan kepalanya." Kertas ini buatan asli Korea, meskipun kualitasnya tidak sehalus buatan Ming, tapi kertas ini sangat kuat dan tebal." Kyuhyun membuka gulungan kertas yang disodorkan Siwon, dan meraba tepi kertas seolah ingin menunjukan kebenaran dari perkataannya.

"Benarkah? Tapi kertas seperti itu akan menyerap banyak tinta."Choi Siwon ikut menyentuh permukaan kertas yang masih dipegang Kyuhyun.

"Dan jika kita menulis diatasnya, perlu penekanan disetiap goresan tulisan. Lebih banyak tinta yang terserap. Kertas yang tebal dan kuat membuat tulisan awet dan kita dapat melihat hasil tulisan beberapa tahun kemudian tanpa takut akan hancur dimakan usia. Itulah hidup. Meski aku tidak mengetahui kaitan antara kertas tebal dengan hidup, tapi aku telah berjanji hanya akan menulis diatas kertas buatan Korea. Itu yang diakatakan Aboeji kepadaku" Kyuhyun mengahiri kalimatnya dengan senyuman lebar dan mata yang berbinar.

Choi Siwon menatap takjub bocah lelaki yang bahkan usianya belum genap delapan tahun, lebih muda lima tahun darinya. "Apa kau benar-benar suka menulis?"

"Euum.." Kyuhyun mengangguk mantap, membuat penutup kepalanya bergerak-gerak. "Tapi Hyungnim, ini rahasia" Kyuhyun menundukan kepalanya, memainkan jemari yang ujungnya penuh noda tinta.

Siwon terkekeh, bocah bernama Kyuhyun itu benar-benar unik. "Anak seusiamu tidak dilarang belajar menulis, tapi tidak dengan puisi. Itu melanggar aturan, adik kecil."

Kyuhyun menengadahkan kepalanya, bibir bawahnya digigit, dan pipi bulatnya tampak bergetar. "Hyungnim...anggap saja kita tidak pernah bertemu dan kita tidak pernah saling berbicara."Ada ketakutan dalam ucapan bocah cilik itu.

Choi Siwon menatap Kyuhyun dalam, "Apa kau takut? Kau menitipkan satu rahasia padaku adik kecil, suatu saat aku akan menagih imbalan untuk itu. Bagaimana?" Siwon memasang mimik serius, meski dalam hatinya dia ingin tergelak. Cho Kyuhyun, bocah lelaki itu memang tiak lebih dari anak berusia delapan tahun.

"Eoh? Ka..Kau boleh menagihnya suatu hari."

Wuuusshhhhhh...

Angin yang tadinya bertiup lembut, tiba-tiba berubah kencang...menerbangkan beberapa benda ringan, termasuk kertas yang tersusun di rak.

Seketika Siwon merasakan tubuhnya tertarik, dan kembali pada situasi dimana disekelilingnya terjadi keributan kecil. Para pedagang kerepotan menjaga barang dagangannya dari tiupan angin. Pekikan terdengan dimana-dimana. Siwon mengedarkan pandangan disekelilingnya, dia masih berdiri di depan sebuah toko buku bercat usang, dalam wujudnya sebagai pria dewasa. Dan sosok bocah kecil bersama remaja lelaki yang sejak tadi diperhatikannya seolah lenyap. Berganti dengan kebisingan yang diakibatkan angin kencang yang terjadi sesaat.

"Haaaa...anginnya menerbangkan rok ku Eonni..."

Choi Siwon menolehkan wajahnya ke asal suara. Suara manja seorang perempuan, tepatnya seorang Gisaeng. Beberapa langkah dari tempatnye berdiri, Choi Siwon melihat kumpulan Gisaeng. Mereka sibuk merapikan rok, hiasan neorige, hiasan kepala dan jeonmo (topi yang biasa dikenakan gisaeng) bersulam motif bunga yang sempat tertiup angin.

"Eonni...bagaimana ini? Mereka melihat kakiku Eonni.."

"Eonni...pita pemberian Tuan Kang hilang, bagaimana ini? "

Suara-suara manja itu masih terdengar, kerlingan mata, gerak tubuh yang meliuk dan cekikikan menjadi pusat perhatian banyak orang. Kehadiran para Gisaeng siang itu di keramaian selalu menjadi pusat perhatian, terutama para lelaki. Hal yang wajar.

Choi Siwon memalingkan mukanya, enggan untuk memperhatikan lebih jauh apa yang dilakukan para wanita seniman-atau bisa dikatakan wanita penghibur- itu. Dia bukan tipe pria yang senang menghabiskan waktu dirumah Gisaeng, dan keberadan wanita-wanita cantik dengan riasan tebal nyatanya membuat dirinya tidak nyaman.

Siwon berniat meninggalkan tempatnya berdiri, namun sosok gadis yang berdiri tepat disebelahnya mengurungkan langkah kakinya. Gadis dengan balutan Jaegori (baju atasan hanbok wanita) biru langit, transparan, memperlihatkan bentuk tubuh dan warna kulitnya. Chima (rok) berbahan satin merah muda tampak bersinar ditempa sinar matahari. Gadis itu terlihat serius, menatap dalam toko buku tua yang ada didepannya. Persis seperti apa yang dilakukan Choi Siwon beberapa saat lalu.

Choi Siwon menatap lekat sosok yang berdiri disampingnya, balutan pakaian yang dikenakannya, perhiasan dan aksesoris yang melekat dalam tubuhnya, serta tatanan rambut yang ditutupi jeonmo mengisyaratkan dia adalah salahsatu dari Gisaeng yang kini masih sibuk memamerkan daya tarik mereka dimuka umum. Bukan sifat Hakim seperti Choi Siwon menatap lekat seoarang gadis terlebih seorang Gisaeng dengan pandangan menyelidik. Namun apa yang diperhatikan seksama oleh sang gadis membuat Siwon tidak beranjak untuk memandangi raut muka yang sebagian besar terutup kain penutup berbahan renda putih.

Ada rasa penasaran yang mendominasi, keingin tahuan mendorong sang Hakim semakin lekat menatap sosok disampingnya. Sosok yang bahkan tidak menyadari jika dia menjadi objek yang ditatap sedemikian intens oleh seorang pria.

Brug...

Hanya sekilat, gadis Gisaeng yang ditatap lekat oleh Choi Siwon terhuyung, begitu punggungnya tertabrak oleh seorang pria yang memikul beban dipunggunya.

Brugh..

Gadis itu ambruk ditanah, dan hampir menyungkurkan wajahnya jika tidak ditahan oleh sepasang tangan.

Gadis itu mendongak begitu merasakan dadanya tertahan lengan kokoh, kain renda yang menutupi wajahnya tersingkap.

Mata itu..

Choi Siwon membelalakkan matanya begitu menangkap iris mata serupa lelehan karamel berada tepat didepan matanya. Bentuk mata indah dengan bola mata yang seolah bersinar, Choi Siwon terperangkap didalamnya. Hatinya berdesir, desiran lama yang mungkin sudah dilupakannya. Mata itu, mata yang seolah berbicara. Mata yang pernah membuatnya terpukau dengan sinar dan pancaran hangat dalam tatapannya. Dan mata itu, mata yang tidak hilang sinarnya namun suatu waktu mata itu tidak lagi terasa hangat. Pancaran dingin yang tersirat melalui iris sewarna karamel, sarat kepedihan yang tidak mungkin terhapuskan. Dan yang kini ada dihadapan Choi Siwon adalah sepasang mata yang bersinar indah, dengan lelehan karamel yang seolah menghanyutkannya, namun kepedihan didalam tatapannya membuat mata itu terasa membekukan. Mata yang sama yang terakhir dia lihat sepuluh tahun yang lalu.

W

O

N

K

Y

U

Flashback 10 Tahun Yang Lalu

Crasssshhhhhhh...

Praanggg...

"Andwaeeee..."

Sebuah sabetan pedang menebas langsung leher seorang pria, menyebabkan bagian tubuh teratasnya menggelinding, dan bagian lainnya menyemburkan darah segar yang membasahi tanah bersalju. Memerahkan warna putih salju, dan membuat dua ornag wanita yang kedua tangannya terikat kebelakang menjerit nyaris tidak sadarkan diri.

"Hukuman atas pengkhianatan yang dilakukan pengkhianat Cho Yeung Hwan dari klan Cho telah dilaksakan atas perintah yang mulia Raja. Hukuman penggal yang disaksikan langsung oleh Gubernur Wonju dan dilakukan oleh Departemen kehakiman yang dipimpin Choi Kiho. Istri dan anak perempuan dari pengkhianat Cho Yeung Hwan akan diasingkan sebagai budak, dan anak laki-lakinya akan mendapat hukuman penggal setelah dia menginjak usia tujuh belas tahun."

Seorang pria yang bertugas sebagai protokol hukuman menyudahi pembacaan titah hukuman yang telah dilaksakan.

"Aboeji.."

"Suamiku.."

"Tuan..."

Jerit tangis terdengar, ratapan pilu dari seluruh pelayan keluarga Cho. Semuanya seolah mimpi, kejadian yang begitu cepat. Titah hukuman dari Raja diberikan pada Cho Yeung Hwan dan keluarganya karena dianggap telah berkhianat pada Raja dan memihak pihak asing dengan mengajarkan ajaran pemberontakan pada anak didik yang menjadi siswa sekolah bangsawan yang diajar langsung oleh cendekiawan istana Cho Yeung Hwan.

Sebuah hukuman memilukan dan tidak bisa dibantah, menghancurkan segalanya dan menjadi kiamat bagi keluarga Cho.

"Eommonie.." Seorang gadis menjerit dan tidak sadarkan diri begitu melihat ibunya memuntahkan darah. Istri Cho Yeung Hwan memilih menggigit lidah dan mengakhiri hidupnya, menyusul suaminya dan meninggalkan anak perempuan yang berstatus sebagai budak pemerintah dan anak laki-laki yang keberadaannya tidak tahu dimana.

Cho Ah Ra,anak perempuan keluarga Cho yang pada akhirnya memilih mati tiga hari kemudian dengan menjerat lehernya dengan tali.

.

.

.

.

.

.

"Cho Kyuhyun..cepatlah...kumohon" Choi Siwon, anak laki-laki berumur tiga belas tahun terengah, napasnya memburu. Tangan kananya menyeret seorang bocah yang seperti mayat hidup.

Cho Kyuhyun, bocah laki-laki itu seperti patung yang diseret, berlari tanpa tenaga dengan pandangan kosong. Apa yang dilihatnya beberapa jam lalu, seolah membuat jiwanya pergi meninggalkan raga.

Menyaksikan ayah kandungnya mati dipenggal dan disusul kematian ibunya serta kakak perempuannya yang jatuh tidak sadarkan diri. Status dirinya sendiri saat ini tidak lebih dari anak seorang pengkhianat yang akan diburu untuk mendapat hukuman tahanan sampai saatnya mendapat hukuman penggal.

Bocah berusia delapan tahun itu hanya pasrah ketika sepasang tangan menyeretnya pergi dengan paksa.

Choi Siwon, yang telah menjadi temannya setelah pertemuan mereka ditoko buku dan sekaligus putra dari Hakim Choi yang memimpin pelaksanaan hukuman menyeret Cho Kyuhyun untuk lari dari hukuman dan hidup sebagai buronan.

Keduanya telah berlari hampir lebih dari dua jam, memasuki hutan dan menyebrangi sungai kecil.

"Cho Kyuhyun...hosh..hosh..dengarhhh..."Choi Siwon mendudukan dirinya disela semak,manarik Kyuhyun untuk duduk disampingnya. "Kau...Kau harus selamat..hosh hosh..larilah! kemanapun...kumohon...kau harus kuat, mengerti?" Choi Siwon menangkup wajah bocah lelaki yang masih terdiam.

"Tatap mataku Cho Kyuhyun!" Choi Siwon mengarahkan pandanganya langsung kedalam mata Cho Kyuhyun. Mata yang selalu dikaguminya bahkan pada pertemuan pertama mereka. Mata yang seolah tersenyum dan mampu berbicara. Mata yang membuat orang yang melihatnya tidak bisa untuk tidak terkagum. Namun, mata itu kini seakan kosong, sinarnya tidak hilang namun kehangatannya berganti sinar dingin yang siap membekukan apapun.

"Dua jam lagi, diujung sungai itu akan ada perahu. Naiklah, itu akan membawamu jauh dari sini. Kumohon larilah, mengerti?" Siwon masih berbicara dengan napas yang masih belum teratur. "Lanjutkan hidup, jangan kembali! Mengerti? Hiduplah demi keluargamu, hiduplah demi cita-citamu menjadi penulis, hiduplah demi puisi-pusimu, hiduplah demi kertas buatan Korea yang kau cintai, dan...hiduplah demi aku Cho Kyuhyun."

Untuk pertama kalinya setelah kejadian beberapa jam lalu, Cho Kyuhyun berespon. Dia membalas tatapan mata Siwon. Mata yang seolah hampa itu kini berkaca, bibir yang sejak tadi terkatup kini bergetar. Melihat semua itu, Choi Siwon merengkuh bocah lelaki yang lebih muda darinya kedalam pelukannya.

"Cho Kyuhyun...aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Kumohon hiduplah, bersabarlah, dan tunggu sampai aku Choi Siwon mampu menyingkap semuanya. Aku berjanji.."

Mereka berpelukan untuk beberapa saat, sampai pada ketika Choi Siwon meninggalkan Cho Kyuhyun disela semak. Menyampirkan jubah kulit untuk membungkus tubuh lelaki mungil itu, dan meninggalkan sejumlah uang serta bungkusan berisi gulungan kertas buatan Korea beserta kuas kecil bergagang perak.

Choi Siwon tidak berani menoleh kembali kebelakang, dia terus berlari. Air mata yang sejak tadi ditahan, kini membasahi pipinya. Langkah kakinya seolah tidak mengenal lelah, terus berlari meninggalkan Kyuhyun, bocah lelaki yang belakangan ini menjadi temannya. Mengumam kata 'maaf' yang tidak berani dia ucapkan dihadapan Kyuhyun dalam setiap helaan napasnya.

Takdir berkata lain...

Takdir yang terkadang seolah mempermainkan dan dipermainkan oleh manusia...

Dua anak lelaki harus menjalani kehidupan, dalam naungan takdir masing-masing.

Flashback end

To Be Cont..

Annyeong..

Hwaaa apa ini?

Saya gak tahu ini apa, yang pasti dari dulu saya memang pengagum mata Cho Kyuhyun, Teman-teman pasti tahu kan bagaimana indahnya mata milik Kyuhyun?

Baiklah, disela penyelesaiain LOVE OF EDEN, tiba-tiba jari saya mengetik ff ini, ehehheheh

namanya juga selingan...beginilahhh

silahkan dinikmati...jika berminat

Sebarkan cinta wonkyu sejagad raya

EVERADIT