Sudut kota Tokyo yang kelam. Berbanding terbalik dengan pusat kota yang tersinari berbagai macam pencahayaan dengan berbagai warna juga; lampu taman, lampu toko, lampu jalan, semua nampak bersahutan untuk menyinari pusat kota dengan cahaya masing-masing. Tetapi sayangnya, cahaya tersebut kurang ingin menjamah sudut-sudut kota yang kebanyakan diakhiri dengan adanya gang buntu.

"GUK! GUK!"

Seekor kucing berwarna hitam kelam —entah terlihat seperti itu karena kurangnya pencahayaan atau faktor lain— tengah bersembunyi di balik tong sampah. Dengan luka gores di dahi kiri, kaki kiri bagian depan dan belakang. Cukup banyak luka bila diamati lebih teliti lagi. Tampaknya hewan malang itu menghindar dari seekor anjing tak bertuan yang kelaparan.

Apa aku akan mati ditangan anjing?

PRANG!

Tiba-tiba terdengar suara lempengan besi yang dipukul-pukulkan pada tembok. Anjing tersebut terus saja menyalak. Kini pandangannya tertuju pada bayangan menjulang yang berdiri di tengah gang tersebut.

"GUK! GUK!"

"Yo anjing, lawan aku kalau kau berani." Bayangan itu berjalan mendekat, membuat si anjing menggeram, memperlihatkan ketajaman gigi-giginya. Lempengan besi tadi terlempar keluar gang dan anjing itu berlari keluar dengan cepat karena ketakutan.

"Nah, sudah aman, kau tidak perlu bersembunyi lagi."

"Meow.."


Kuroko no Basket fict:

"One Piece"

Disclaimer: Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi-sensei
Kuroko punya saya :3 *dihajar*

A/N: Hai~ jumpa lg dengan KagaKuro fict dari saya :3 /dilempartokek
Pokoknya ini gaje, aneh, abal, OOC, typo di sana-sini, de el el

Douzo!


Chap 1: I found a cat-boy

Suasana malam yang sunyi, angin tak sedikit pun terdengar menyapu udara. Hanya sesekali lolongan anjing dan bunyi hewan-hewan malam lain mengisi kesunyian yang terlalu mencekam. Dimana lampu pada rumah-rumah telah dipadamkan sedari tadi supaya penghuninya dapat beristirahat dengan tenang dan dapat bekerja kembali pada esok harinya. Lampu dalam sebuah apartemen minimalis yang tak jauh dari pusat kota masih terlihat menyala. Juga bayangan seseorang yang terlihat mondar-mandir di balik tirai pucat tersebut.

Kagami Taiga, seorang mahasiswa jurusan biologi terlihat tengah mem-plester dan membalutkan perban pada seekor kucing berwarna hitam kelam. Apa yang sedang dilakukannya? Praktek kah? Ternyata bukan.

Sepulang dari jadwal kuliah malam, dia sengaja berjalan kaki supaya dapat menenangkan pikirannya yang tak kunjung tenang setelah putus dengan pacarnya dua hari lalu. Tidak hanya itu, dampaknya juga sangat terlihat pada kebiasaan Kagami. Sebagai contoh, dia selalu membeli setumpuk burger saat mampir di Maji, restoran cepat saji langganannya. Tidak peduli apa kata atau ekspresi orang yang melihat. Tapi sekarang, hanya segelas minuman yang dibelinya. Itupun tidak dihabiskan di tempat. Bahkan ketika sampai di rumah minuman tersebut masih tersisa setengahnya. Sungguh ironis nasibnya.

"Selesai."

Manusia berambut darah itu mengusap keringat yang menggantung pada dahinya. Sepertinya pekerjaan dokter itu sungguh melelahkan ya? Padahal yang dilakukannya hanya membersihkan luka, menempelkan plester dan membalutkan perban, tapi hal simpel yang seperti itu bisa membuat keringatnya mengucur sedari tadi. Kagami menggendong kucing tersebut, mengelus bulu hitam mengkilatnya perlahan, menimang layaknya anak kecil.

"Kuroi neko.." Gumamnya. Tiba-tiba sebuah lampu kuning imajiner terlihat menyala di atas kepalanya.

"Ah! Aku akan memanggilmu Kuroko! Sepertinya itu cocok~"

Dengan langkah sedikit melayang(?) pemuda itu menuju kamar. Mengistirahatkan dirinya dan juga 'Kuroko' barunya.

.

.

.

Kriing~

Kriing~

Tangan besar terlihat menyembul dr dalam selimut, mematikan —membanting— jam weker yang berbunyi nyaring sedari tadi hingga memekakkan telinga dan menggetarkan meja.

Pukul 07.00 pagi.

Hari ini adalah weekend. Jam tujuh pagi adalah jam yang masih terhitung sangat kepagian untuk seorang pemuda yang hidup sendirian. Apalagi seorang jomblo. Tunggu—

Jomblo?

Lalu, siapa orang berambut biru cerah yang ada di balik selimut itu?

"GYAAAAAA~!"

Hei pemuda, ketahuilah, jeritanmu itu sungguh tak proporsional dengan tubuh kekarmu. *dijitak*

Oke, kembali ke cerita.

Kagami terjungkal dari spring bednya dengan posisi badan di lantai sedangkan kaki di atas, padahal ukuran spring bed itu besar, mungkin cukup untuk dua makhluk selebar Kagami. Seorang pemuda lain terlihat menyembulkan kepala dari belahan(?) kaki Kagami.

"Daijoubu... desu ka?"

Mundur, mundur, kedua kelopak mata Kagami mengerjap cepat. Memastikan bahwa pemuda itu hanya halusinasi ke-jomblo-annya saja. Pemuda berambut biru cerah itu memiringkan kepala, yang melihat hanya dapat menenggak ludah. Menahan hasratnya untuk tidak menerkam pemuda mungil —yang tidak diketahui asalnya— berkulit seputih susu dengan rambut berwarna biru cerah, plester di dahi kiri, perban di lengan dan kaki kiri dan tidak mengenakan pakaian.

Sekali lagi.

Tidak mengenakan pakaian.

"S-siapa kau?!"

Pemuda tak dikenal itu hanya menatapnya datar. Sepasang telinga kucing berwarna hitam muncul dan bergerak-gerak dari balik helaian birunya.

.

.

"Jadi kau kucing hitam itu?"

"Hai."

"Namamu?"

"..."

"Kenapa diam saja?"

"Aku tidak memiliki yang seperti itu."

Kagami sweatdrop di tempat.

"Ini, makanlah. Hanya ada ini di rumahku." Kagami meletakkan piring berisi ikan goreng dan nasi di depan pemuda tanpa nama itu. Kemudian mengamatinya, kemeja putih yang dipinjamkan Kagami nampak kebesaran, juga panjangnya mencapai lutut, maka dari itu celananya tidak dipakaikan.

"Hei, makan dengan tangan!" Pemuda jangkung itu menarik paksa ikan goreng yang ada di mulut pemuda yang lebih kecil dan meletakkan di piring lagi. "Tapi..." Pemuda jadi-jadian itu menatap Kagami polos dan tanpa rasa bersalah.

Menghela nafas. Karena hilang kesabaran, Kagami akhirnya menyuapi dengan sepenuh hati.

.

"Ayo ikut aku."

Yang ditanya masih sibuk menjilat tangan kemudian menggosokkan pada telinga kucingnya.

"Kau harus beli baju, tidak mungkin berkeliaran dengan telanjang kan?"

"Aku bisa jadi kucing desu~"

Kagami menghela nafas lagi. "Jangan membuatku 'bangkit'. Aku tak segan menerkammu."

"Tidak masalah nya~"

Twitch

Seketika muncul perempatan urat di dahi Kagami. Pernyataan tadi membuat kepalanya sedikit berdenyut. Tanpa pikir panjang, pemuda itu menyeret pemuda jadi-jadian yang masih asyik menjilati tangannya.

.

.

"Hm, lebih baik." Ucap pemuda merah itu sedikit puas. Yah, meski rela dompet harus menipis setengahnya. Walau bagaimanapun, uang saku anak kuliahan itu tidak melimpah seperti di dorama-dorama. Kalau tidak pintar berhitung, bisa-bisa besok hanya makan nasi dan garam.

Iris merahnya menatap pemuda jadi-jadian itu dari ujung telinga kucingnya sampai jempol kaki. Lalu kembali lagi menatap ke iris secerah langit siang.

Glup

Kucing jadi-jadian ini over imut, batinnya sambil berusaha meredakan getaran-getaran aneh yang sedari tadi menjalar dari jantungnya. Lihat saja; tubuh mungil dengan tinggi dan lebar yang —sepertinya— pas untuk dipeluk, kulit putih sedikit pucat yang halus layaknya seorang model, rambut biru cerah yang tidak umum, mata lebar dan iris biru yang senada dengan warna rambutnya. Oh sial. Tampaknya Kagami harus sering membenturkan kepala supaya kesadarannya tetap terjaga. Siapa yang tidak ngiler melihat manusia setengah kucing yang err aduhai menggoda iman seperti dia?

"Oi." Kagami membuka percakapan. Tidak enak juga hanya berdiam berduaan sambil bertatap-tatapan seperti orang berkemampuan khusus.

Yang dipanggil hanya menatap polos— lalu tiba-tiba berlari menerjangnya sambil mengayunkan ekor. Tentu saja hal itu membuat Kagami yang notabenenya seorang jomblo menganga kaget dan hilang keseimbangan. Membuat mereka berdua terbaring di ranjang dengan posisi Kagami tertindih makhluk jadi-jadian tersebut.

"Apa yang kau lakukan hah?!" bentak Kagami sambil menyingkirkan tubuh kecil itu kasar, hingga berguling di tempat yang masih kosong.

"Un… aku hanya ingin memelukmu..." Sorot mata lebar itu kecewa juga sedih secara bersamaan. Seketika membuat Kagami dihujam rasa bersalah yang teramat sangat.

"Wa-warui.. Aku tidak bermaksud menyakitimu tadi.. Aku hanya kaget, jadi... reflek membantingmu.." Pemuda berambut merah itu mendudukkan diri gelagapan. Menatap penuh rasa bersalah pada kepala biru yang menunduk. Tak hanya itu, telinga kucingnya juga ikut tertunduk. Membuat Kagami semakin bersalah saja.

"... peluk aku."

Eh?

"Kau boleh memelukku.. ya.. anggap saja sebagai permintaan maaf." Kagami perlahan mengulurkan kedua tangannya sambil tersenyum tipis.

"... dengan senang hati nya~"

Tampaknya.. Kagami Taiga sudah lupa akan rasa galaunya kemarin.

#To be continue