Semanis Berry
#7
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.
Pairing: Aomine Daiki/Momoi Satsuki. Genre: Friendship/Romance/Family. Rating: T. Other notes: ficlet/oneshot collection.
(Satsuki sudah menyukai berry sejak dahulu, sejak dia kecil. Hei, siapa yang menyangka ternyata kisahnya bersama Daiki bisa seenak buah itu?)
Dalam setiap pergantian babak kehidupan yang baru, ada antusiasme berlebihan yang bisa membuat senyuman dan tawa bertahan seharian. Seseorang akan sangat bersemangat melakukannya, selelah apapun itu, sebab hal-hal tersebut adalah hal baru untuk hidup mereka, mereka akan melakukannya dengan sepenuh hati.
Berlakulah hukum yang sama untuk Aomine Daiki dan Aomine (Momoi) Satsuki. Pernikahan mereka, yang diadakan di sebuah hotel pada beberapa hari sebelumnya, menyita waktu sampai malam. Kemarin, mereka sibuk membereskan barang-barang dari rumah Satsuki untuk dibawa ke rumah baru Daiki. Dan hari ini, sejak pagi, mereka sudah sibuk mengeluarkan benda-benda dari kardus besar yang diletakkan sembarangan di ruang tamu.
Sepertinya mereka tidak pernah lelah. Sebagai pengantin baru, pasti banyak hal yang dilakukan dan dibereskan, tetapi tak ada sedikit pun keluh lelah yang mereka perdengarkan pada orang tua, kawan-kawan dan relasi dekat, bahkan kepada satu sama lain. Sekali lagi, mereka adalah sepasang manusia yang baru menempuh babak lain kehidupan yang belum pernah dikecap sebelumnya, hingga semua yang dilakukan bersama pun terasa sangat menyenangkan, semelelahkan apapun itu.
Hal yang sepele pun dimanis-maniskan. Uh, dasar. Contoh; ketika suatu benda jatuh, mereka akan mengambilnya bersama-sama, tangan saling menyentuh satu sama lain, kemudian berlanjut menjadi saling tersenyum, lantas tangan mereka akan bertaut sambil berjalan keliling rumah minimal lima menit ke depan.
Itu hanya salah satu. Pemisalan yang lain lagi, jika mereka ingin meletakkan sesuatu di tempat yang tinggi, tangga tidak diperlukan. Daiki akan dengan senang hati menaikkan Satsuki di pundaknya dan menopang tubuh wanita itu sambil mencuri-curi kesempatan (...yeah, semua tentu mengerti). Tubuh Daiki tinggi, Satsuki tak perlu khawatir kalau-kalau dia tidak bisa menjangkau tempat itu.
Oke, ternyata tak semuanya manis. Ada keributan kecil yang terjadi ketika mereka membuka kotak besar berisi hadiah-hadiah dari kawan mereka.
"Oh, jadi ini hadiah dari Tetsu," Daiki mengambil sebuah kado yang telah terbuka dan menampakkan selembar kartu ucapan. Daiki sudah hafal persis bagaimana tulisan tangan Tetsuya.
Satsuki membungkuk di dekat kotak itu. "Hu-um," dia mengiyakan, sementara Daiki mengeluarkan benda lain lagi. "Itu dari Akashi-kun, itu dari Ki-chan, itu dari Mukkun—"
Daiki berhenti ketika dia meraih suatu kotak dengan kertas pembungkus yang berantakan.
"Itu dari Kagamin," Satsuki menahan tawa. "Dia membungkus kadonya dengan terburu-buru."
"... Bakagami," Daiki menampakkan ekspresi malas. Ekspresinya langsung berganti menjadi heran ketika dia mengambil sebuah pot. Tanaman berry tiruan, rupanya, lengkap dengan buah-buah yang bergelantungan, mengkilat dan terlihat seperti asli.
"Itu hadiah dari Midorin," Satsuki tersenyum cerah.
Belum habis rasa heran Daiki ketika dia mendapati benda yang serupa berbaris di dasar kotak, setelah selembar karton yang memisahkan benda-benda itu dengan kado-kado dari yang lain diangkatnya.
"Apa ini?" nada suaranya tinggi. "Midorima memberi sebanyak ini?"
"Hehehe, tidak kok," Satsuki mengambil salah satu pot tanaman berry palsu itu. "Beda buahnya. Lihat, ini namanya dewberry. Kalau yang diberi Midorin itu 'kan strawberry. Waktu melihat kado Midorin, aku jadi mau. Kutanya tempat dia beli, dan kemarin siang ibu memesankannya untukku."
"Kau ... mau menaruh ini di sekeliling rumah?"
Satsuki mengangguk sambil meletakkan benda itu di dekat televisi. Kemudian mengambil lagi untuk diletakkan di dekat jendela, di atas meja ruang tamu, di lemari.
"Sebanyak ini?!"
"Kenapa? Memangnya tidak boleh?" Satsuki menatap Daiki sambil bertolak pinggang.
"Kau mau membuat rumah kita jadi kebun dewberry, Satsuki?"
"Memangnya itu masalah besar? Aku suka buah berry, 'kan? Lagipula, ini palsu, kita tidak perlu repot-repot merawatnya."
Daiki menatap ngeri isi kotak yang masih banyak itu. Rumah mereka akan benar-benar menjelma jadi hutan buah berry!
Satsuki tampak tak peduli dengan wajah Daiki yang suram. Diseretnya kotak itu ke belakang tanpa bicara apapun. Daiki akhirnya memilih untuk tidak ambil pusing. Toh, dia sudah hafal kelakuan Satsuki kalau ngambek. Mood-nya gampang sekali berganti, jadi paling tak lama lagi dirinya akan dipanggil.
"Dai-chan, kesini sebentar!"
Nah, 'kan. Daiki pun menyeringai. Baru sepuluh menit, Satsuki sudah memanggilnya kembali. Dia selalu menang, eh? Yang bisa mengendalikan Satsuki, hanya aku sendiri.
Di bagian belakang rumah agak berdebu. Daiki sudah meninggalkan rumah ini selama sepuluh hari lebih, dia menginap di rumah orang tuanya yang berada tepat di samping rumah Satsuki untuk membantu mempersiapkan segala hal tentang pernikahan.
Dan dia tidak mengetahui mengapa halaman kecil di balik dapurnya ini ditutupi kain besar. Ada Satsuki berdiri di sudutnya dengan senyum misterius. Mata Daiki juga menangkap deretan pot buah dewberry palsu di kedua sisi tepiannya.
"Lihat ini," Satsuki pun menarik kain besar itu.
Yang berikutnya terlihat membuat Daiki setengah terperangah. Ada dua ring basket berdiri tegak di kedua sisinya. "Sejak ... kapan?" dia masih keheranan, takjub sekaligus kaget dan senang.
"Ini selesai dipasang tiga hari lalu. Cuma perlu waktu satu hari," senyum Satsuki masih bertahan. "Aku yang punya ide, biar kau tidak perlu susah-susah pergi ke luar kalau ingin main basket," mata Satsuki pun menjelajah bagian tepinya. "Dan tanamanku kupajang di sisinya. Ini sudah jadi rumah milik bersama, 'kan, Dai-chan? Kita berbagi kesenangan di sini."
Daiki baru sadar. Oh, ya, inilah ruang bersama mereka. Apa yang disenangi Satsuki dan apa yang dia senangi digabungkan di sini. Namanya juga sudah hidup bersama, ya tidak? Banyak ruang yang harus dibagi berdua. Dia pun melangkah mendekati Satsuki.
"Terima kasih," dia mengacak rambut Satsuki, dan Satsuki memeluknya manja. Daiki mengecup keningnya. "Nanti, yang laki-laki main basket, yang perempuan merawat tanaman-tanaman berry ini."
"Mm, maksud Dai-chan?" Satsuki mendongak, masih dalam dekapan rapat Daiki.
"Anak. Ya, begitulah."
Satsuki mengangguk cepat. "Ya!" dia pun memandangi lapangan basket itu.
Di matanya, dia bisa melihat sepasang manusia, yang satu adalah laki-laki berkulit gelap yang memainkan bola basket, satunya lagi ialah seorang perempuan kecil sedang memakan buah berry di sisi lapangan, menonton si laki-laki. Pemandangan dari masa lalu itu segera berganti menjadi dua anak lain yang berbeda, yang bukan dirinya dan Daiki, tapi dari warna rambut mereka, Satsuki tahu bahwa kedua anak itu adalah duplikat dirinya dan Daiki.
Yang kelak akan datang, memenuhi ruang ini dengan tawa.
end.
A/N: aaah finally tamat wwwww terima kasih atas semua perhatian kalian, ya m(_ _)m segala review, fave, follow, perhatian yang lain, aku sangat mengapresiasi itu. semoga kalian terhibur dengan ini, dan semoga ini dapat membangkitkan cinta kalian ke aomomo (ea) (udah sa udah) stat fic ini cukup mengejutkan—di luar ekspektasi Olllllll O semoga fic ini memang bisa membuat kalian senang!