Langit sudah gelap dari beberapa jam yang lalu. Hanya lampu yang berpendar dari dalam vila dihadapannyalah, Yixing mampu melihat sekitarnya. Sebuah vila dua lantai dengan halaman padang rumput. Tidak ada pagar pembatas di sana, dan tidak ada vila lain pula. Sekitarnya hanya sekumpulan pohon pinus dengan jalan setapak yang cukup lebar —cukup dilewati oleh mobil yang mengantarnya tadi. Tidak ada jalan lain setelah itu, seolah-olah jalan tersebut memang ditujukan untuk vila yang kini berada dihadapannya.

Deru mesin mobil terhenti. Secara tiba-tiba keadaan menjadi sunyi. Suara binatang malam kini mulai mendominasi. Mengisi harmonisasi alam —dan itu cukup membuat bulu kuduk Yixing meremang.

"Kita beristirahat di sini."

Yixing berjengit mendengar suara itu. Ia lupa, ada manusia lain selain dirinya di sini. Alasan yang membawanya datang ke tempat yang entah kenapa membuat Yixing semakin gundah.

"Bukankah Dokter bilang akan menceritakan tentang legenda itu?"

Dokter Kim —manusia lain yang disebutkan Yixing menghela nafas lelah. Entah untuk keberapa kalinya Yixing meminta penjelasan darinya mengenai legenda ittu.

"Besok. Aku akan menceritakan tentang legenda itu besok, Yixing. Hari ini sebaiknya kau istirahat, karena besok, kita memerlukan kekuatanmu untuk membangkitkan kesebelas saudaramu yang lain."

Yixing hanya mampu mengernyit mendengar jawaban Dokter Kim. Ia segera mencekal tangan Dokter Kim yang telah berjalan mendahuluinya ke arah vila. Bermaksud membuka pintu vila yang terkunci.

"Tunggu! Dokter bilang membangkitkan? Bukankah kita hanya tinggal menemukannya? Sama dengan Dokter yang menemukanku, kan?"

Dokter Kim membalas pertanyaan Yixing dengan tersenyum, yang sejujurnya cukup membuat Yixing semakin tidak yakin.

"Kau akan mengerti besok, Yixing. Ayo kita masuk!" Ajak Dokter Kim sesaat setelah ia berhasil membuka pintu vila.

Yixing ingin kembali bertanya. Tapi ketika ia melihat tatapan memohon dari Dokter Kim akhirnya ia menyerah. Diikutinya langkah Dokter Kim masuk ke dalam vila sederhana yang terlihat tenang itu. Membentenginya dari dunia luar ketika pintu vila itu kembali tertutup. Menelan Yixing di dalam hangatnya fatamorgana suasana vila tanpa menyadari ada mobil lain yang menyusul berhenti tepat di depan vila itu.

Beberapa orang keluar dari mobil itu dengan dua diantaranya membawa masing-masing satu orang dalam gendongannya. Kedua orang dalam gendongan tersebut terlihat tidak sadarkan diri dan mereka yang membawanya tidak peduli.

Dibawanya kedua tubuh berbeda usia itu memasuki vila yang sama yang dimasuki oleh Yixing. Hanya saja pemuda dengan seragam SMA dan pemuda dengan kedua tangan terbalut perban itu dibawa memasuki vila melewati jalan yang berbeda dengan jalan yang dilewati Yixing tadi. Segerombolan orang tersebut memilih membawa kedua tubuh tak berdaya itu memutari vila dan memasuki vila melewati pintu belakang.

"Sepertinya Dokter Kim sudah membawa sang vitakinesis bersamanya," ujar salah satu pria sambil membuka pintu belakang vila.

Sementara sisanya yang lain hanya membalas ucapan pria tersebut dengan seringaian penuh dalam senyum mereka. Sepertinya semuanya sesuai dengan skenario yang telah mereka susun.

.

.

.

Keadaan rumah keluarga Byun benar-benar gelap. Chanyeol yang menerobos masuk ketika menyadari pintu rumah tersebut sama sekali tidak dikunci hanya mengernyitkan mata. Mencoba memahami sekitarnya hanya dengan pencahayaan yang minim —berasal dari lampu jalan yang menerobos celah jendela. Dengan kaki yang terantuk benda-benda tak terlihat baginya, ia semakin menerobos masuk rumah yang sebenarnya sudah tidak terasa asing baginya, rumah sahabatnya Baekhyun.

Pemuda tinggi itu sama sekali tidak berniat menyalakan lampu. Entah bagaimana firasatnya mengatakan akan lebih mudah mencari Baekhyun dalam keadaan seperti ini. Tanpa suara dan dalam kegelapan. Chanyeol tidak menyerah, ia masih menelusuri rumah Baekhyun sampai ke lantai 2. Sudah beberapa umpatan yang hampir ia keluarkan tatkala kakinya terantuk benda dan hampir membuatnya jatuh. Namun ia mampu bernafas lega tatkala firasatnya tak melenceng sama sekali.

Di sudut lorong lantai 2, Chanyeol mampu melihat sebuah cahaya yang berasal dari Baekhyun. Ia bernafas lega ketika melihat sahabatnya baik-baik saja. Dengan langkah ringan dirinya berjalan ke arah Baekhyun. Namun langkah itu langsung terhenti ketika Chanyeol menyadari sesuatu. Ia cukup tersentak melihat hal itu. Bagaimana bisa?

Chanyeol dengan sangat yakin ia melihat sebuah cahaya. Dan dirinya juga yakin jika cahaya itu tak lain berasal dari kedua telapak tangan Baekhyun yang terlentang menantang langit-langit rumah.

Baekhyun yang masih terduduk di pojok lorong menengadahkan kepalanya ketika mendengar suara langkah kaki. Ia mendapatkan Chanyeol berdiri tidak jauh darinya. Menatapnya dengan pandangan terkejut. Baekhyun tidak kaget mendapat tatapan seperti itu. Karena bagaimanapun ia sudah memprediksi hal ini. Semua orang yang melihat hal ini pasti akan bereaksi sama seperti reaksi sahabatnya itu.

"Kau datang?" tanya Baekhyun serak. Tangisan dan teriakan frustasi ternyata cukup mengambil alih tenaga dan pita suaranya.

"Hm." Chanyeol hanya bergumam membalas pertanyaan Baekhyun.

Jujur saja, selama perjalanan kehidupan mereka sebagai sahabat, hari ini adalah hari tercanggung bagi mereka. Bukan, bukan karena mereka tidak terbiasa bertengkar. Malah kedua sahabat itu tak pernah menghabiskan seharipun tanpa bertengkar dan berdebat. Ya, berdebat. Mereka selalu menyelesaikan pertengakaran dengan berdebat dan ricuh hingga keadaan membaik dengan sendirinya. Sementara sekarang? Bahkan Chanyeol bingung harus mendeskripsikan seperti apa keadaan mereka sekarang.

Mereka tidak bertengkar. Tentu saja. Tapi sejauh hubungan persahabatan mereka, untuk pertama kalinya mereka merasa canggung.

"Kau takut, kan?"

Lirih pertanyaan Baekhyun membuat Chanyeol kembali tersadar.

"Tidak."

Chanyeol tetap dalam posisinya. Alih-alih menghampiri Baekhyun untuk menenangkan pemuda itu seperti tujuan awalnya, dirinya lebih memilih duduk di sana. Memberikan jarak yang cukup berarti antara dirinya dengan Baekhyun.

"Ah, aku lupa. Kau bahkan bisa membakar tanganmu sendiri."

Chanyeol meringis mendengar ucapan Baekhyun yang terdengar lirih sekaligus sarkastik itu. Ia mengangkat kedua tangannya. Memikirkan sebuah api keluar dari kedua telapak tangannya. Dan dalam sekejap, lorong tersebut terlihat lebih terang. Ada dua cahaya yang berpendar menerangi lorong itu kini, cahaya dari tangan Baekhyun dan cahaya dari api yang dikeluarkan tangan Chanyeol.

"—atau mungkin cahaya ini keluar karena api dari tanganmu."

Chanyeol memilih untuk diam. Ia lebih suka Baekhyun mengeluarkan semua keresahan hatinya. Meski mungkin sudah dari tadi ia melakukannya, namun Chanyeol mengerti, Baekhyun masih memerlukan banyak waktu.

"Kenapa kau diam?!" Jerit Baekhyun pada akhirnya. Sementara Chanyeol hanya mampu tersenyum khawatir melihatnya. "Ini semua salahmu..." suara Baekhyun kembali melemah. Ia sama sekali tidak mengerti. Tangannya kini terkepal. Mematikan cahaya yang berasal darinya. Membuat pencahayaan sekarang hanya berasal dari Chanyeol.

Baekhyun melipat tangannya di atas lutut yang ia tekuk merapat pada dada. Menenggelamkan kepalanya di sana. Deru nafasnya terdengar tak stabil dan terkesan cepat. Tapi Chanyeol tak mendengar suara lain selain itu.

"Sekarang aku mengerti, salah satu dari sebelas saudaraku itu adalah kau." Pandangan Chanyeol masih mengarah pada Baekhyun yang tidak bergeming dari posisinya.

Bukannya tidak mendengar. Baekhyun mendengar ucapan Chanyeol namun dirinya terlalu sibuk dengan dunianya untuk menanggapi perkataan Chanyeol yang menurutnya aneh.

"Tapi aku pun jadi benar-benar tidak mengerti." Chanyeol mematikan api di tangannya. Ia memposisikan diri sama seperti Baekhyun, namun kepalanya tidak ia tenggelamkan dibalik lipatan tangannya. Ia hanya menyimpan dagu di atas lipatannya itu. Masih memfokuskan diri untuk melihat ke arah Baekhyun. "Ini benar-benar takdir kita, kan? Tapi ini masih terasa aneh, dan bahkan aku masih merasa aneh dengan diriku sendiri. Api ini, phoenix, buku itu dan

—mimpi itu."

Baekhyun mengangkat kepalanya. Mencoba melihat sahabatnya yang kini tengah terduduk dan seperti menatapnya. Mengernyit bingung dengan arah pembicaraan Chanyeol yang semakin tidak ia mengerti.

"Jika kau mau jujur, ini bukan pertama kalinya kau mengalami ini, kan, Baekie?"

Baekhyun masih terdiam tidak mengerti.

"Cahaya itu pernah keluar dari tanganmu, kan, Baekie?" tebak Chanyeol. Bukannya ia sok tahu. Tapi menurut pengamatannya, harusnya Baekhyun pernah mengalami ini sebelumnya. Seperti dirinya yang baru ia sadari, sejak dulu, ia sering sekali tak sengaja membakar barang yang ia pegang tanpa tahu alasannya. Ya, dulu, karena sekarang ia tahu alasannya.

Mata Baekhyun sukses membulat ketika ia terdiam cukup lama

"Jika aku benar, maka seharusnya kau mendapatkan mimpi yang sama denganku —seminggu yang lalu. Pohon oak dan sebuah bandul."

—dan pada akhirnya, cerita itu mengalir begitu saja dari mulut Chanyeol. Sayangnya mereka lupa akan tangan Baekhyun yang terbakar —yang kini kembali menjadi tangannya yang normal tanpa luka sedikitpun. Tak ada yang mempedulikan itu dan semuanya seakan terlupakan.

.

.

.

"Beribu tahun yang lalu, bumi kita dilindungi oleh 12 orang dengan kekuatan elemennya masing-masing. Mereka dipersatukan oleh takdir dan Tree of Life —sebuah pohon yang diyakini sebagai pusat kehidupan bumi dan juga penyeimbang alam semesta. Dan cara mereka bersatu hampir sama dengan yang kita alami —mimpi, Tree of Life, dan sebuah simbol dari sebuah elemen.

Mereka hadir di saat bumi kacau. Peperangan, perbudakan, dan kebiadaban meraja lela. Hingga akhirnya, kunci penyegel raja kegelapan —musuh utama dalam legenda ini— hancur. Raja kegelapan bebas dan bumi semakin kacau. Bahkan mungkin alam semesta. Ia menjadi raja yang di sembah hampir oleh semua manusia di pelosok bumi. Menciptakan ketakutan dan menguasai kekuatan alam. Ditambah lagi, Tree of Life berhasil dihancurkan oleh sang raja kegelapan. Menambah ketidakseimbangan alam dan kehancuran bumi.

Dengan tuntunan takdir, 12 orang terpilih akhirnya menyatukan kedua belas elemen mereka yang berbeda. Menyerang dan mengalahkan raja kegelapan. Mereka berhasil menyegel kembali raja kegelapan. Menanam bibit Tree of Life dan membiarkan legenda tumbuh bersama waktu. Dan bumi beserta alam semesta kembali sebagaimana mestinya."

Huang Zitao menghentikan ceritanya dan memandang semua orang yang sedang menatapnya dengan serius. Ia menghela nafas sekilas sebelum kembali bercerita.

"Ini adalah inti dari legenda itu." Lanjutnya singkat membuat semua orang dihadapannya —kecuali Yifan yang memang sudah tahu legenda itu— mengeluh tak puas.

"Hanya itu?" Tanya Luhan yang masih setia terduduk di atas ranjang rumah sakitnya.

Zitao mengangguk. "Jika aku menceritakan semuanya, maka akan semakin terdengar seperti dongeng. Dan aku tidak pandai mendongeng."

"Yang terpenting lagi, kita adalah bagian dari 12 orang terpilih itu," ujar Yifan mengambil alih perhatian semua yang hadir di sana.

"Dan mungkin tugas kita lebih berat dari pada mereka," timpal Zitao melengkapi pernyataan Yifan.

Mereka semua langsung terdiam.

"Jika benar begitu, tugas kita sungguh berat. Apalagi, tidak semua dari kita menyadari apa kekuatan dari elemen kita masing-masing." Minseok mengeluarkan bandul kristal es miliknya dan menatapnya dengan nanar. Ia sungguh tidak mengira, takdir membawanya berperan besar dalam keseimbangan kehidupan sekarang.

"Kita bisa mencari tahu itu bersama-sama, Hyung." Kyungsoo menepuk bahu Minseok dengan senyum hangatnya dan Minseok membalas senyum hangat Kyungsoo.

Mulai sekarang mereka memutuskan untuk tidak ada formalitas di antara mereka. Secara cepat, keakraban melingkupi keenam orang tersebut. Meruntuhkan tembok pembatas. Mengingat fakta bahwa setelah ini mereka akan sering terlibat dan mungkin jadi saudara. Seperti yang diceritakan legenda.

"Tidakkah kau sudah menyadari kekuatanmu, Minseokie?" tanya Luhan memandang sahabatnya itu.

Minseok menjawabnya dengan mengangguk membuat semua terperanjat.

"Benarkah, memangnya apa kekuatanmu, Minseok-ie?" Junmyun melontarkan pertanyaan dengan wajah penuh penasaran.

"Es. Tadi pagi aku membekukan kopi dalam gelasku," jawab Minseok lalu menunjukkan bandulnya pada yang lain. "Tidakkah ini lambang kristal es? Berarti kekuatanku memang itu."

"Kalian akan menemukan salju salah bulan jika sering bersamanya," ujar Luhan dengan senyum jahilnya pada Minseok. Sementara semua hanya memandang Minseok tak percaya.

Tinjuan kecil mendarat di lengan Luhan mendengar pernyataan itu. Sang pelaku adalah Minseok dengan senyumnya.

"Tidakkah ada yang sudah menyadari kekuatannya, selain diriku?" tanya Minseok memandang orang-orang dihadapannya.

"Sepertinya, punyaku air." Junmyun yang akhirnya mengeluarkan jawaban terlebih dahulu. Bersamaan dengan itu, ia mengeluarkan dua lembar kertas di dalam tasnya yang tadi tertunda untuk ia lakukan. Menunjukkannya pada semua yang ada di sana.

"Lewat beberapa informasi yang aku dapatkan, simbolku adalah droplet. Air. Dan sekarang aku tahu alasan kenapa aku sering bermasalah dengan benda cair tersebut."

Junmyun menghela nafas lelah ketika mengingat pengalaman tidak bersahabatnya dengan air. Kyungsoo yang menyadari itu hanya menepuk bahu kakaknya pelan. Menenangkan. Junmyun membalasnya dengan tersenyum hangat lalu beralih pada Yifan. Memberikan salah satu lembar kertas itu padanya. Yifan tidak langsung menerimanya. Ia lebih memilih menatap Junmyun seolah meminta penjelasan.

"Aku mendapatkannya beberapa hari yang lalu dibalik papan nama Tree of Life. Hanya ada dua lembar, yang satu memiliki simbolku dan tulisan Suho. Sementara yang lainnya memiliki simbol naga —jika aku tidak salah menebak dengan tulisan Kris di atasnya. Ini punyamu. Jika memang seperti apa yang diucapkan oleh pesan yang kau dapatkan itu benar."

Penjelasan dari Junmyun tersebut cukup membuat Yifan akhirnya mengambil kertas itu. Semua mata memandang mereka berdua dengan penuh tanya. Apalagi setelah melihat ekspresi Yifan sesaat setelah kertas tersebut pindah ke tangannya.

"K-kids... tulisan?" Yifan menunjukkan kertas yang dipegangnya tadi pada yang lain.

—dan benar saja. Kertas yang mulanya hanya terdapat gambar simbol dengan nama Kris di pojok kanannya kini secara tiba-tiba sudah dipenuhi oleh tulisan-tulisan di dalamnya.

Mereka semua terdiam. Zitao yang saat itu berada paling dekat dengan Yifan langsung mengambil kertas itu. Ia bingung, bagaimana bisa kertas itu tiba-tiba dipenuhi dengan tulisan yang bahkan tak ia mengerti sama sekali.

"Ini bukan hangul, bukan juga mandarin. Aku tidak bisa membacanya," keluh Zitao.

Junmyun yang mendengar itu segera mengintip isi tulisan pada kertas yang dipegang oleh Zitao. Seolah ia sudah menemukan benang merahnya, Junmyun mendekatkan kertas miliknya dengan kertas yang dipegang oleh Zitao. Semua orang tampak tertarik untuk ikut mengerubungi kertas tersebut.

"Tulisannya sejenis," pemikiran mereka semua dikemukakan pertama kali oleh Luhan yang diangguki setuju oleh yang lainnya. Setelah itu, semuanya kembali terdiam.

"Tidakkah ini aneh? Nama Suho dan Kris ditulis dengan huruf latin. Kita semua bisa membacanya, tapi kenapa tulisan lainnya ditulis dengan huruf berbeda?" Minseok memiringkan kepalanya bingung.

Semuanya kembali berpikir. Junmyun mengernyit. Ia mencoba kembali berspekulasi dan mengaitkan semua puzzle yang berhasil ia tangkap dalam otaknya. Dan akhirnya benang merah itu berhasil ditariknya dengan senyum yang sekarang mengembang dalam parasnya.

"Aku tidak terlalu mengerti, tapi yang pasti kertas ini milikku." Junmyun menarik kertas bertuliskan Suho lalu kemudian mengarahkan kertas di tangan Zitao pada Yifan. "dan kertas ini milikmu, Yifan."

Semua kini memandangnya bingung.

"Tidakkah kalian menangkapnya?"

Serempak semua menggeleng mendapat pertanyaan dari Junmyun.

"Kertas ini bukanlah apa-apa sampai sang pemilik menyentuhnya.

Kertas ini memberikan tulisan —yang walaupun tak ada dari kita yang bisa membacanya— tepat setelah sang pemiliknya menyentuhnya.

Aku, Suho dengan lambang droplet.

Yifan, Kris dengan lambang seekor naga —itu juga jika aku tak salah.

Dan kemungkinan semua dari kita memiliki kertas masing-masing."

Junmyun mengedarkan pandangannya tepat setelah ia menyelesaikan spekulasinya. Semua saudaranya kini mulai menerawang dengan anggukan kepala setuju.

"Apa setelah semua kertas terkumpul, kita bisa membacanya, Hyung?" Tanya Kyungsoo yang dibalas gelengan oleh Junmyun.

"Sayangnya, aku tidak yakin kalau masalah itu Kyungsoo-ah." Junmyun cukup menyesal memberikan jawaban itu. Tapi ia sungguh tak menemukan puzzle apapun jika semua terkumpul. "Kemungkinannya fifthy fifthy."

Mereka berenam masih berenang di dalam pemikiran masing-masing hingga sebuah sibakan tirai kamar Luhan terdengar. Semuanya cukup terperanjat karena kaget dan itu membuat suster yang datang merasa bersalah.

"Ah, maafkan aku." Suster itu membungkuk menyesal.

"Ah, bukan salah suster."

"Iya, benar. Kami saja yang terlalu serius."

Minseok dan Kyungsoo mencoba menenangkan suster yang sekarang menatap mereka dengan menyesal.

"Apa kau akan memeriksa Luhan hyung?" tanya Zitao yang langsung dibalas anggukan dari sang suster.

"Sekaligus ingin memberi tahua kalian semua, dengan sangat menyesal aku harus bilang jam besuk sudah habis. Kalian bisa menjenguknya besok."

"Suster aku tidak apa-apa. Tidak bisakah aku pulang sekarang?" tanya Luhan dengan penuh harap.

Minseok yang mendengar itu langsung menatap tajam sahabatnya.

"Aku sungguh baik-baik saja, Minseok-ie. Mungkin aku hanya kelelahan."

Bohong. Luhan tahu apa yang menimpanya tadi dan itu tidak baik-baik saja. Tapi setelah mendengar mengenai legenda itu, setidaknya Luhan bisa sedikit bernafas lega. Mungkin alasan ia pingsan tadi sore dengan berakhirnya dirinya di rumah sakit ada hubungannya dengan legenda ini. Dengan kekuatannya?

"Tapi Luhan-ie..."

"Minseok -ie, percayalah padaku. Aku baik-baik saja. Lagipula kita harus menyelesaikan pembicaraan ini." Luhan menatap penuh permohonan pada Minseok yang masih terlihat tidak setuju.

Junmyun yang melihat itu segera berdiri menghadap suster. "Aku rasa saudaraku sudah baik-baik saja, Suster. Bisakah aku bertemu dengan Dokter untuk mengurus kepulangannya?" akhirnya ia yang mengambil keputusan dan mendapat tatapan terima kasih dari Luhan.

.

.

.

Guru Li menutup aula tempat latihannya. Tangannya memang bergerak memutar kunci, tapi pikirannya masih terbang dengan ucapan Zitao beberapa saat yang lalu.

"Lama tidak bertemu, Li Feng."

Guru Li terperanjat kaget mendengar sapaan itu. Dengan segera ia berbalik dan mendapati sahabat lamanya berdiri di sana dengan senyum hangat yang masih ia ingat.

"Jungsoo?"

Jungsoo, atau Park Jungsoo. Kakek dari Park Chanyeol itu tersenyum hangat pada Guru Li. "Aku kira kau tahu maksud dari kedatanganku."

"Apakah berhubungan dengan mereka?"

Kakek Park mengangguk menjawab pertanyaan dari sahabat lamanya.

.

.

.

Pagi hari adalah jam sibuk untuk sekolah. Para siswa mulai berdatangan memenuhi ruang kelas mereka, begitupun dengan Yifan yang memasuki ruang guru dengan malas. Tadi ia sempat mampir ke bagian absensi untuk memberi kabar Luhan tak bisa masuk hari ini karena sakit. Ingin rasanya ia juga cuti hari ini, tapi ia kembali ingat tanggung jawabnya sebagai seorang guru. Dan itu cukup membuatnya terbebani.

Tidak bisa Yifan pungkiri. Dirinya pun merasa lelah. Maka setelah ia sampai di mejanya, dirinya dengan segera terduduk manis dan menumpukkan kepalanya di atas meja. Kemarin malam setelah memutuskan untuk membiarkan Luhan keluar dari rumah sakit, Yifan beserta yang lainnya memutuskan untuk menghabiskan malam di kafe milik Minseok. Memikirkan semuanya mengenai legenda itu dan mencoba menemukan apa yang bisa mereka temukan semalaman suntuk. Dan inilah akhir dari semuanya. Dirinya kelelahan karena kurang tidur. Sial baginya yang pagi ini ada jam mengajar.

"Aku akan tidur di ruang UKS setelah memberikan tugas pada anak-anak," Yifan tersenyum ketika mengutarakan rencananya itu dalam gumaman setengah sadarnya. Ah, sempurna sekali. Ia biarkan siswanya mengerjakan tugas dan ia pergi untuk tidur di UKS. Rencana yang sempurna untuk menjemput hari yang indah bagi Yifan.

"Pak Wu!"

Sialnya panggilan suara itu langsung menghancurkan rencananya. Itu panggilan dari kepala sekolah di sekolah tempat Yifan mengajar. Dengan berat hati ia langsung berdiri dan membungkuk hormat. Memberikan sikap sesopan mungkin.

"Apa kau ada jam mengajar pagi ini?"

Yifan mengernyit bingung ketika mendengar pertanyaan tak biasa dari kepala sekolahnya. Selain itu nada tanya itu terdengar begitu panik.

"Iya. Memangnya ada apa?"

"Ya Tuhan, bagaimana ini..."

Yifan dapat menangkap sorot kepala sekolah yang semakin gelish. "Ada apa, Pak? Saya masih bisa memberi anak-anak tugas dan meninggalkan kelas jika itu sesuatu yang mendesak," ujar Yifan yang tak diketahui kepala sekolah langsung merutuk dalam hatinya —dan rencana untuk tidur di UKS gagal.

"Ini mengenai murid kelasmu, Pak Wu. Kim Jongin dan Oh Sehun..."

.

.

.

Yifan memandang miris rumah di depannya —rumah keluarga Kim, Kim Jongin. Semuanya berantakan seperti korban perampokan. Tapi mungkin memang mirip dengan perampokan.

Penculikan dan pembantaian.

Itu yang didengar Yifan dari kepala sekolah tadi pagi. Ia menatap rumah yang sudah dikelilingi oleh garis polisi. Mencoba mencari tahu dengan apa yang terjadi sebenarnya. Di sana masih ada beberapa polisi yang bertugas. Salah satu diantaranya sedang meminta keterangan dari seorang wanita muda yang Yifan tahu adalah kakaknya Jongin. Keadaannya memprihatinkan. Ia terlihat tak kuasa menahan tangis dan tubuhnya ditopang sepenuhnya oleh sang suami. Dan dengan teganya pak polisi masih menanyainya. Ah, tidak, itu memang sudah tugasnya. Usaha terbaik yang bisa mereka lakukan.

Lewat keterangan semuanya, Yifan akhirnya tahu. Kedua siswanya diserang ketika pulang sekolah. Jongin diculik dan Sehun ditinggalkan dengan kondisi memprihatinkan —shock dan trauma. Lewat CCTV yang dipasang di jalan, pelakunya adalah segerombolan pria berjas hitam dan korban penculikan bukan hanya Jongin, tapi satu orang pemuda lagi yang mencoba menyelamatkan mereka. Naasnya, pemuda tersebut tidak berhasil menolong dan malah ikut diculik. Lewat kartu pengenal dalam dompetnya yang terjatuh, pemuda itu diketahui bernama Kim Jongdae.

Masalahnya tidak hanya berhenti sampai di sana. Rumah kedua pemuda itu langsung di serang oleh segerombolan orang yang sama, entah mencari apa —karena tidak ada sama sekali barang berharga yang hilang. Beruntung bagi Jongdae yang hidup sendiri jadi hanya rumahlah yang terkena dampaknya. Dan malapetaka bagi keluarga Kim, karena tepat ketika segerombolan orang itu menyerang rumahnya —tepat dengan saat Jongin harus merelakan kedua orang tuanya. Mereka berdua dibunuh dengan sadis.

Yifan menghampiri kakak Jongin dan berbasa-basi sebentar. Menyampaikan ucapan belasungkawanya dan berkata dengan tulus akan membantu mencari Jongin. Setelah cukup lama berucap, Yifan pamit dengan alasan untuk menjenguk Sehun —korban lainnya. Dengan bungkukan pamit, dirinya langsung melangkah pergi ke rumah yang berjarak tiga blok dari sana.

Selama perjalanan singkatnya menuju rumah keluarga Oh Sehun, Yifan semakin terlelap dalam pemikirannya. Keluarga Kim tidak memiliki musuh. Mereka bukan salah satu pengusaha kaya yang mempunyai saingan di mana-mana. Lagipula motif penjahatnya seperti bukan harta. Lalu apa?

Pemikiran pemuda tinggi itu semakin dalam hingga sebuah pecahan terdengar dari dalam rumah yang ia lewati. Yifan terdiam sejenak menatap rumah tersebut. Baru ia sadari, itu adalah rumah keluarga Oh, dan ia hampir melewatinya. Suara pecahan kembali terdengar bersamaan dengan isak tangis. Sial!

Yifan ingin segera menghubungi polisi yang berada tidak jauh darinya untuk datang ke tempat itu. Entah kenapa pemikirannya langsung mengacu pada segerombolan orang yang menyerang Jongin dan Sehun. Dirinya hendak berlari ke arah polisi namun segera berbalik arah ketika mendengar teriakan seorang anak memanggil ibunya. Itu adalah suara Sehun.

Tanpa memikirkan hal lain, Yifan langsung mendobrak masuk. Ia sungguh kalut hingga tidak sampai berpikir untuk lebih memilih memanggil polisi dan malah mengorbankan dirinya memasuki rumah yang kini sudah hancur berantakan. Hal yang lebih mengiris adalah, kini ia dihadapkan pada dua orang yang tengah menusuk pria dan wanita paruh baya yang telah tergelatak tak berdaya. Darah yang keluar dari tubuh tak berdaya itu berhasil menutupi lantai marmer ruang tengah di mana Yifan berada kini. Dirinya tiba-tiba langsung merasa mual ketika bau khas darah menyeruak ke dalam indra penciumannya.

Mereka masih asyik menusuk tubuh tersebut tanpa menyadari kehadiran Yifan. Sial bagi Yifan, karena ia berada di tempat yang salah. Tapi bagaimana bisa mereka masuk dan membuat kekacauan di rumah ini tanpa diketahui oleh polisi yang bahkan tidak jauh dari mereka.

"Eomma... eomma... eomma... appa... appa... appa..."

Suara lirihan itu cukup untuk membuat Yifan tersadar. Ia menatap Sehun yang berada ditangan seorang pria. Ia terlihat begitu hancur. Matanya tidak fokus bahkan badannya menggigil. Bibir bergetarnya terus memanggil-manggil ayah dan ibunya yang sudah tidak bernyawa. Ia terlihat sedih tapi dirinya tidak menangis. Yifan yang melihat itu sungguh merasa teriris. Jiwa Sehun pasti sudah terguncang.

"Kita menemukan yang lainnya..." interupsi seorang pria lainnya yang tanpa Yifan sadari ada dibelakangnya.

Dengan spontan Yifan langsung mengambil dua langkah menjauh dari pria yang berbicara tadi. Memasang kuda-kuda seadanya. Sial, kali ini ia baru merasa menyesal selalu menolak ajakan Zitao untuk berlatih wushu. Alhasil, dalam pertarungan kali ini dapat dipastikan dirinya akan kalah.

Yifan melirik Sehun yang tampak tak begitu terganggu dengan kehadirannya. Matanya masih kosong dan meratapi nasib kedua orang tuanya yang telah tiada di hadapannya kini. Tapi Yifan masih bersyukur, setidaknya Sehun baik-baik saja. Ia sama sekali tidak terluka. Tunggu! Yifan tersentak ketika baru menyadari, kondisi fisik Sehun terlalu baik-baik saja untuk korban sebuah penyerangan di mana kedua orang tua Sehun bahkan sudah kehilangan nyawanya. Jadi, target mereka memang untuk mengambil Sehun?

"Apapun yang kau pikirkan, sepertinya itu benar," ucap salah seorang pria berjas yang tadi berada di belakang Yifan. Secara perlahan ia mengambil langkah untuk mendekati Yifan dan saat itu pula Yifan mengambil langkah untuk mundur. "Tak kuduga, segampang ini kita menemukan yang lainnya. Sang aerokinesis dan levitation," sambung pria tersebut.

Yifan mengernyit tak mengerti ketika mendengar ucapan pria yang saat ini mulai menghampirinya. Aerokinesis dan levitation. Entah dimana, sepertinya ia pernah mendengar nama itu.

"Mereka memang benar-benar terhubung. Akan tertarik dengan sendirinya jika salah satu diantara mereka dalam bahaya. Kukira itu adalah hal konyol, tapi mengingat tentang legenda ini pun, semuanya memang terasa sangat konyol," seorang pria yang memegangi Sehun menimpali rekannya dengan diakhir tawa renyah yang membuat Yifan ingin mematahkan lehernya.

Tapi tiba-tiba Yifan tersentak. Ya, kata itu memang tidak asing, ia pernah mendengarnya tadi malam ketika mereka sudah di kafe Minseok. Tepatnya dari Zitao.

...

"kedua belas orang terpilih dalam legenda itu memiliki kekuatan air, hidrokinesis. Cahaya, lunarkinesis. Api, flame. Tanah, terrakinesis. Teleportasi. Angin, aerokinesis. Gravitasi, levitation. Frost, cryokinesis. Telekinesis. Healing, vitakinesis. Petir, elektrokinesis. Dan waktu, chronokinesis."

...

Ini lebih berbahaya. Orang-orang ini mengincar dirinya dan Sehun. Mungkin juga dengan Jongin dan seseorang bernama Kim Jongdae itu? Tapi Yifan tak bisa berpikir, dari mana mereka tahu bahwa dirinya seorang aerokinesis atau levitation yang bahkan dirinya sendiri tidak tahu? Lalu Sehun?

Tidak ada waktu berpikir lebih untuk Yifan karena pria dihadapannya semakin menghampirinya dan ia semakin tersudut untuk mundur.

"Berterima kasihlah pada naga di belakangmu, karena kita akhirnya tahu bahwa kau salah satu dari legenda." Bersamaan dengan itu, pria dihadapan Yifan langsung menodongkan pistol ke arahnya.

Bukan. Pistol itu bukan diarahkan kepadanya. Peluru tersebut melewati telinganya begitu saja seperti mengincar objek lain di belakangnya. Tepat ketika Yifan berbalik, ia menemukan seekor naga hitam berdiri gagah di sana. Naga itu, jika tidak salah Yifan mengingat, itu naga yang ia jumpai kemarin di sekolah.

Bersamaan dengar peluru yang bahkan tidak bisa menembus tubuh sang naga, suara memekakan terdengar keluar dari mulutnya.

"Sial, kita tidak memperhitungkan bahwa yang datang adalah sang pengendali naga," umpat salah satu mereka.

Belum sempat Yifan memproses semuanya, dengan begitu cepat sebuah semburan api keluar dari mulut sang naga. Menghantam orang-orang berjas itu yang kini mulai berlari berlindung dibalik tembok dan benda apapun yang bisa menyelamatkan mereka dari semburan api.

Kris, cepat selamatkan wind.

Yifan mematung mendengar suara itu. Ia tidak salah, kan? Rasanya naga itu berbicara padanya? Tapi apa yang ia panggil tadi? Kris?

Kris, cepatlah! Sebelum bantuan yang mereka panggil datang!

Yifan langsung tersentak mendengar perintah dari naga tersebut. Ia segera berlari ke arah Sehun. Memeluknya dengan segera ketika mendengar remaja itu masih menggumamkan ayah dan ibunya dengan suara lirih. Ia sama sekali tidak mempedulikan ucapan sang naga mengenai Kris dan wind. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah menyelamatkan Sehun dan dirinya —dan mungkin itulah yang dimaksud sang naga.

Cepat kau naik ke punggungku!

Yifan mengangguk dan segera membawa Sehun ke arah naga yang masih menyemburkan api pada segerombolan pria berjas hitam itu. Ia segera menaikan Sehun ke punggung sang naga dan dilanjutkan dengan dirinya yang menaiki punggung sang naga. Setelah semua dirasa aman, Naga itu langsung terbang dan mengepakkan sayapnya ke atas. Menerobos atap rumah Sehun dan melesat ke langit. Yifan sempat melihat ke arah bawah di mana polisi yang tadi berada di rumah Jongin sekarang malah menembakinya dengan peluru.

Melihat itu, hati Yifan langsung bersyukur tidak memanggil polisi tadi. Karena sekarang ia tahu, polisi sudah menjadi salah satu dari gerombolan itu.

"Maaf..." gumam Yifan mencoba mengajak bicara naga yang ditungganginya setelah cukup lama mereka terdiam.

'Kita hanya berbicara lewat pikiran, Kris,' ujar naga tersebut seperti mengerti maksud dari Yifan memanggilnya.

"Benarkah?"

Naga dibawah Yifan hanya mengangguk.

'Akan kujelaskan semuanya nanti —termasuk panggilan Kris itu. Yang terpenting sekarang, mereka sudah mengetahui tentangmu dan wind —dan itu berbahaya. Sebaiknya kau mengganti tempat pertemuanmu dengan sang pengendali api.'

"Pengendali api?"

'Yang mengirimimu pesan kemarin. Tempat umum bukan tempat yang tepat untuk mengumpulkan kedua belas orang terpilih saat ini.'

"Oh... tapi bagaimana cara menyampaikannya?"

'Hanya cukup kau berpikir kau terhubung dengannya dan mengirimkan pesan padanya. Karena pada dasarnya kalian sudah terikat.'

Sebenarnya Yifan tidak mengerti tapi akhirnya ia memilih mencoba. Mengangguk dan mulai memikirkan sebuah nama, yaitu Park Chanyeol. Sesuai instruksi yang diberikan sang naga, dirinya mengirimkan pesan kepada Chanyeol.

Aku Wu Yifan, orang yang kau hubungi kemarin.

Sebaiknya kita bertemu di Kafe Xoxo. Terlalu berbahaya untuk bertemu di pohon oak pusat kota.

Yifan terdiam setelahnya. Ia tak yakin pesan itu akan sampai, tapi ia mencoba mempercayai sang naga yang bahkan eksistensinya masih seperti mimpi bagi Yifan. Matanya kini beralih pada Sehun yang masih dalam dekapannya dengan keadaan yang buruk. Pikirannya jadi menerawang pada orang-orang tadi. Mereka seperti sengaja melakukan hal tersebut untuk mengincar Sehun, dan mungkin dirinya?

.

.

.

Chanyeol dengan terburu menyeret Baekhyun berjalan ke arah kafe. Entah kenapa ia terlihat begitu gelisah. Baekhyun tidak tahu pasti apa penyebab Chanyeol seperti itu. Tadi pagi saat ia dijemput oleh Chanyeol untuk bertemu orang yang memiliki garis takdir seperti mereka, pembawaannya masih ceria seperti biasa. Tapi semenjak di bus tadi, pemuda tinggi itu langsung berubah gelisah.

"Kau baik-baik saja, kan Yeol-ie?"

Chanyeol berhenti melangkah. Ia berbalik pada Baekhyun yang mengikutinya dari belakang. Lalu sekilas menatap Kakek Park yang ikut bersama mereka —sesuai dengan janjinya.

"Aku tidak apa-apa, Baek-ie. Hanya merasa khawatir. Wu Yifan —sang pengendali naga mengirim pesan padaku tadi. Entah kenapa perasaanku langsung tidak enak."

"Tenanglah Chanyeol-ie, semua akan baik-baik saja." Kakek Park buka suara membuat Chanyeol menatapnya dengan lembut. Senyuman khas itu akhirnya keluar.

"Semoga saja, Kek."

Mereka bertiga kembali melangkah memasuki kafe Xoxo yang sudah ada di depan mata. Tepat setelah mereka memasukinya, sebuah pemandangan canggung langsung memerangkap keduanya —Baekhyun dan Chanyeol. Sementara Kakek Park urung mengikuti mereka masuk ke dalam kafe. Ada hal penting yang harus beliau kerjakan, setidaknya itulah alasan yang ia berikan pada Chanyeol.

Kafe itu telah diisi oleh tujuh orang yang kini terdiam ketika Chanyeol dan Baekhyun masuk. Wajah mereka terlihat begitu kusut. Bahkan dapat Chanyeol tangkap seorang remaja diantara mereka terdiam dengan pandangan kosong. Bibir bergetarnya bergumam dengan lirih memanggil ayah dan ibunya. Entah apa yang terjadi. Salah satu dari pemuda di sana dengan wajah yang mirip dengan remaja itu memeluknya dengan ucapan penenang. Sementara pemuda lainnya hanya menatap remaja itu dengan miris.

"Maafkan aku, tapi hari ini kafe tutup." Salah satu pemuda itu menghampiri Chanyeol dan Baekhyun yang masih diam menatap pemandangan di hadapan mereka.

"Ah, itu..." Baekhyun menatap Chanyeol yang malah terdiam memandang pemuda di sekitarnya. "Kami..." Baekhyun kembali terdiam bingung harus bicara apa. Yang tahu semua dan mengajaknya ke sini kan Chanyeol. Baekhyun menarik lengan kemeja Chanyeol pelan, membuat pemuda tinggi itu segera tersedar.

"Ah, maafkan aku." Chanyeol membungkuk yang langsung dibalas bungkukan oleh orang yang memberi tahu kafe tutup tadi. "Aku Park Chanyeol, aku di sini untuk bertemu dengan seseorang bernama Wu Yifan."

Bersamaan dengan salam dari Chanyeol semua mata langsung mengarah kepadanya.

"Kau... salah satu dari kami?" tanya pemuda itu. "Ah, maafkan aku yang tidak menyadarinya. Orang yang kau maksud berdiri tepat di samping kirimu."

Chanyeol langsung melihat ke sebelah kirinya dan menemukan pemuda berambut pirang dan berperawakan lebih tinggi darinya.

"Kau datang ke sini dengan aman, kan?" tanya Yifan pada Chanyeol yang kini langsung memberikan senyum lebarnya.

"Tentu saja, aku juga membawa satu orang lainnya. Dia Byun Baekhyun. Kekuatannya cahaya." Chanyeol menarik Baekhyun ke arah depan.

Semua orang di kafe itu langsung mengangguk menyambut kedatangan mereka kecuali satu-satunya remaja yang masih setia dengan pandangan kosongnya. Chanyeol tak menyadari tatapan ramah menyambut mereka tercampur dengan tatapan gelisah. Baekhyun yang menyadarinya langsung terdiam dengan perasaan aneh.

"Kalian baik-baik saja, kan?" tanya Baekhyun dengan sedikit ragu seusai dirinya memperkenalkan diri tadi.

"Sayangnya tidak." Pemuda yang paling kecil dengan mata bulatnya menjawab pertanyaan Baekhyun.

"Maksudmu?" Sekarang giliran Chanyeol yang bertanya bingung.

"Kita di incar," gumam Yifan yang mampu didengar oleh Chanyeol dengan jelas.

Mata kedua pemuda bermarga Byun dan Park itu langsung membulat tak percaya. Diincar? Apa maksudnya?

Suara lonceng pintu kafe kembali terdengar. Membuat semua mata kini mengarah pada pintu kafe.

"Guru Li?"

"Kakek?"

Chanyeol dan salah satu pemuda tinggi lainnya di sana mengucapkan hal itu secara bersamaan. Sementara kedua orang tamu yang sudah cukup berumur itu hanya mampu membalas keterkejutan mereka dengan senyuman.

"Gerhana bulan sebentar lagi, kita tidak punya banyak waktu."

"Kita harus melatih kemampuan kalian sesegera mungkin."

.

.

.

Extraordinary

.

.

.

Alternative Universe, Fantasy, Brothership

.

.

.

Story©Terunobozu

.

.

.

=Part 2b End=


A/N:

Jaylyn Rui : Terima kasih. Tidak apa-apa, tapi pertanyaanmu semuanya bakal terjawab di cerita kok :)

YunJaeee Shipper : Dokter Kim di basmi? wah ntar ceritanya cepat selesai... hehe

hlyjs : iya kah? soalnya pemotongan maksa. Jadi intinya secara keseluruhan chap 2 panjang kok, kalau digabung sama yang ini #grin. Pertanyaannya bakal terjawab lewat cerita :)

Ateara EXOtics : Soalnya saya seneng sama brotherhood Luhan sama Yixing jadi FFnya kena dampaknya :). Semua pertanyaanmu akan terjawab seiring cerita berjalan. Hehe... Terimakasih, ini lanjutannya :D

kioko2121 : Saya juga penasaran, ini kapan selesainya ya? :)

chairun : Terima kasih. Yupz, saya lagi suka 4D-nya Galaxy_fanfan, jatuhnya jadi masukin partnya dia yang itu. Ini lanjutannya :)

Akiya exotics : nasibnya tergantung cerita ini dibawa kemana. hehe, ini lanjutannya :) terimakasih

noonamoudy. hannie : sebenarnya saya yang terlalu ngefans sama 4D-nya Yifan, jadi logay-nya masuk cerita :p semuanya bakal terjawab dengan cerita. :) Luhan ya? coba kita lihat nanti.

Baby Cho Brannick : Hehe, terimakasih :) semuanya akan terjawab lewat cerita. Tapi maaf, saya mungkin tidak bisa update cepet u,u

Llalalla : tidak apa-apa, malah langsung dapat chap selanjutnya. hehe, kamu komen saja aku udah seneng banget kok :). Ah terimakasih. semoga lama-lama gak jadi bosan ya sama ceritanya... hehe, semua penasaranmu akan terjawab lewat cerita. termasuk Kedok Dokter Kim. hehe

..

Terimakasih atas reviewan berharga semuanya. Itu support yang sangat bernilai bagi saya :).

Clue untuk cerita ini adalah, kalian jangan terlalu terjebak dengan legenda ya? ^_^